Senin, 24 Februari 2020

Sejarah Jakarta (97): Petunduan, Kampong Orang Melayu Tempo Doeloe, Tamat 1962; Digusur Bangun Stadion Gelora BungKarno


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Ada nama kampong tempo doeloe disebut Petunduan. Nama kampong ini sudah lenyap ditelan bumi. Di atas eks kampong Petoendoean tersebut kemudian dibangun Stadion Gelora Bung Karno (Stadion GBK) tahun 1962 untuk keperluan penyelenggaraan Asian Games. Nama Petoendoean akan tetap abadi sepanjang stadion megah itu tetap abadi. Ingat Stadion GBK di Senayan, ingat Kampong Petoendoean.

Kampong Petoendoean (Peta 1903) dan Stadion GBK (Now)
Nama Petoendoean berasal dari toendoe. Menurut buku botani ‘Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch Indie’, 1909, toendoe artinya rijstaar padi atau beras; rijstveld adalah sawah. Disebutkan kata toendoe berasal dari bahasa Melajoe. Dalam hal ini, Petoendoean diduga kuat sebagai nama kampong persawahan. Nama kampong Sawah cukup banyak ditemukan di Jakarta (Batavia) tempo doeloe. Oleh karena nama kampong bukan Kampong Sawah, boleh jadi nama Kampong Petoendoean awalnya dihuni oleh orang-orang Melajoe (pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda). Kampong Senajan[g], tetangga kampong Patoendoean juga diduga kuat tempo doeloe adalah kampong orang-orang Melajoe.

Dalam proyek pembangunan komplek olah raga tersebut, kampong yang digusur tidak hanya kampong Patoendoean, tetapi juga kampong Senajan. Kampong Bendoengan Ilir dan kampong Bendoengan Oedik hanya sebagian. Jika posisi GPS kampong Petoendoean adalah Stadion GBK maka posisi GPS kampong Senayan termasuk lapangan parkir timur Senayan. Seementara kampong Bendoengan Oedik yang tergusur termasuk Hotel dan Jembatan Semanggi, sedangkan kampong Bendoengan Ilir yang tergusur kini menjadi komplek DPR Senayan. Lantas bagaimana dengan sejarah Petoendoean sendiri? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sejarah Jakarta (96): Sejarah Kemandoran, Antara Pal Merah dan Soekaboemi; Land yang Dipimpin Landheer dan Para Mandor


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama tempat Kemandoran dapat dikatakan unik (hanya mungkin satu-satunya di Jakarta). Tempo doeloe kampong Kemandoran berada di antara kampong Pal Merah dan kampong Soekaboemi. Tapi entahlah pada saat ini. Lantas apa hebatnya kampong Kemandoran? Yang jelas kampong itu memiliki nama khas: Kemandoran.

Land Kemandoran (Peta 1903)
Nama-nama tempat di Jakarta, menggunakan nama Rawa, Pondok dan Kebon, juga ditemukan nama tempat yang berpola pe-an dan ke-an, seperti: Pegangsaan, Pedjompongan, Petogogan, Kebayoran, Kemanggisan dan Kemandoran. Meski nama Kemanggisan (pohon manggis) adalah satu-satunya tetapi tidak dapat dikatakan unik karena ada Kebajoran (pohon bajoer). Demikian juga nama Pedjompongan tidak unik karena ada nama kampong Djati. Nama kampong Kemandoran tidak merujuk pada nama tanaman tetapi nama kelas pekerja (mandor). Nama Kemandoran mirip dengan nama Kemajoran yang berasal dari kelas militer (pangkat majoor).

Asal-usul nama Kemandoran adalah satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Kemandoran sendiri. Tentu saja belum pernah ditulis. Itulah hebatnya Kemandoran. Karena sejarahnya belum pernah ditulis, maka kita terpaksa segera menulisnya. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sejarah Jakarta (95): Sejarah Sukabumi di Batavia, Tempat Kelahiran Si Pitung; Dari Soeracarta Hingga Distrik Goenoeng Parang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Seperti kata pepatah ‘tidak ada yang muncul sendirian secara tiba-tiba, semua terhubung satu sama lain;. Dalam memahami sejarah suatu tempat, pepatah ini sangat berguna. Nama Soekaboemi ternyata hanya ada di tiga tempat, tiga tempat bernama Soekaboemi ini ternyata terhubung satu sama lain: Soeracarta, Batavia dan Goenoeng Parang (Tjiandjoer). Ini ibarat nama Batavia di Hindia dan nama Batavia di Eropa/Belanda. Relasi dapat diuji dengan data.

Kampong dan Rawa Soekaboemi (Peta 1824)
Pada masa ini Si Pitung disebut lahir di kampung Pengumben dekat Rawa Belong. Namun pada era kolonial Belanda, [Si] Pitoeng disebutkan tinggal di kampong Soekaboemi. Tiga nama tempat ini berada di Land Soekaboemi. Land ini pernah dimiliki oleh Andries Christoffel Johannes de Wilde. Akses menuju land ini dari jalan pos Westernweg (Batavia-Buitenzorg) di pal tujuh (area Land Pal Merah). Saat itu, Land Soekaboemi termasuk remote area, tidak termasuk wilayah Batavia tetapi masuk wilayah Meester Cornelis. Land Soekaboemi terbilang sangat jauh dari kota Meester Cornelis (kini Jatinegara).

Pada tempo doeloe, pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda ditempatkan di berbagai titik di seputar Batavia, termasuk di suatu area di barat daya Batavia. Di area barat daya tersebut kemudian terbentuk sejumlah perkampongan, salah satu diantaranya kampong Soekaboemi. Pasukan pribumi tersebut diduga kuat berasal dari kasmpong Soekaboemi di Soeracarta. Pada awal era Pemerintah Hindia Belanda, area di kampong Soekaboemi ini dikapitalisasi dengan membentuk tanah partikelir (land) yang disebut Land Soekabomi. Pada era Pendudukan Inggris dibentuk dua land baru di luar Residentie Batavia yakni di Tjipoetri dan di Goenoeng Parang. Pemilik pertama dua land ini adalah Andries Christoffel Johannes de Wilde. Tanah partikelir di Goenoeng Parang kemudian disebut Land Soekaboemi (yang menjadi cikal bakal Kota Sukabumi yang sekarang). Bagaimana itu bisa terhubung? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (94): Sejarah Pejompongan, Landhuis di Land Laanhof; Bendungan dan Kanal Sungai Kroekoet, Instalasi Air Bersih


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Asal-usul nama Pejompongan bukan dari djompo, tapi dari djompong. Land Laanhof berada di kampong Pedjompongan. Oleh karena itu Land Laanhof juga adakalanya disebut Land Pedjompongan. Kampong Pedjompongan tidak jauh dari kampong Djati. Lantas apa hubungan kampong Djati dan kampong Pedjompongan? Hubungan dua perkampongan ini menjadi asal-usul nama Pedjompongan.

Pejompongan (Peta 1890)
Nama Pedjompongan sudah terkenal sejak tempo doeloe, bahkan sejak era VOC/Belanda. Tanah Abang awalnya ditempati oleh pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang berasal dari Jawa. Hal inilah yang menyebabkan area tempat tinggal mereka disebut Tanah Abang. Mereka menanam jati ke arah hulu. Di area hutan jati kemudian terbentuk perkampongan yang disebut kampong Djati. Mereka juga menanam jati ke arah hulu. Di area hutan jati yang baru ini kemudian terbentuk perkampongan yang disebut Pedjompongan. Nama kampong Pedjompongan semakin terkenal karena di area perkampongan ini sungai Kroekoet disodet dan mengalirkannya melalui kanal hingga ke Angke. Lebih ke hulu dari kampong Pedjompongan dibangun bendungan untuk mengairi persawahan di Pedjompongan. Area sekitar bendungan di sungai Kroekoet ini kemudian terbentuk kampong Bendoengan (hoeloe dan hilir). Setelah adanya bendungan ini, pemerintah mengkapitalisasi lahan di perkampongan Pedjompongan yang disebut Land Laanhof (land yang kali pertama dimiliki oleh keluarga Laanhof. Peta 1890

Lantas seperti apa sejarah Pedjompongan keseluruhan? Jelas memiliki sejarah yang panjang. Tidak hanya soal area penempatan pasukan pendukung militer VOC/Belanda, tetapi juga soal pembangunan kanal. Pembangunan bendungan juga terkait dengan perkampongan Pedjompongan. Tidak hanya sampai disitu, di kampong Pedjompongan juga dibangun instalasi air bersih yang kelak memunculkan nama area Perdjernihan. Di area Pendjompongan juga dibangun perumahan (sebelum perumahan Kebajoran dibangun). Untuk menambah pengetahuan tentang sejarah Pedjompongan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.