Tampilkan postingan dengan label Sejarah Persija Jakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Persija Jakarta. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 Mei 2016

Sejarah Persija Jakarta [14]: Sepakbola Pasca Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia; Radjamin Nasution Masih Bermain Sepakbola, Soekarno Berseteru Mochtar Lubis, Parada Harahap Abstain

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Anak-anak Padang Sidempuan telah memainkan peran yang penting dalam sejarah sepakbola di Jakarta dan sejarah Persija Jakarta. Tentu saja anak-anak Padang Sidempuan juga telah berperan penting di Medan dan Surabaya. Tiga kota ini menjadi barometer sepakbola sejak mulai dikenalnya sepakbola di Indonesia hingga ini hari. Di ketiga kota ini, sepakbola telah memberi warna dalam perjalanan anak-anak bangsa Indonesia mulai dari memunculkan gagasan, persiapan, perebutan dan fase mengisinya. Dua tokoh penting sepakbola dalam hal ini adalah Radjamin Nasution dan Parada Harahap. Kerja keras keduanya dan patriotisme yang ditunjukkan (dengan segala hormat) belum ada yang mengalahkannya hingga ini hari. Keduanya bekerja di lapangan sepakbola tanpa pamrih.

Tokoh sepakbola: Parada (Jakarta), Radjamin (Surabaya), Abdul Hakim (Medan)
Sepakbola bukanlah alat perjuangan. Sepakbola adalah suatu bidang (sektor) yang mana diatasnya berbagai aktivitas perjuangan untuk memerdekakan penduduk dilakukan. Sepakbola adalah kegiatan permaian yang juga memberi hiburan, tetapi dinatara para pelaku sepakbola ternyata memiliki paham yang berbeda dan tujuan yang berbeda. Perbedaan-perbedaan itulah yang menyebabkan spirit sepakbola tercemari. Kebetulan dalam hal ini, orang-orang Eropa/Belanda yang menghalangi dan bahkan mengintimidasi kehadiran sepakbola yang dimainkan oleh penduduk pribumi. Di sisi lain, diantara para pemain pribumi itu menyadari hakikat yang sebenarnya lalu melakukan perjuangan untuk melawan atau merebut dengan berbagai situasi dan kondisi dengan cara tertentu. Karenanya, sepakbola juga merupakan lapangan untuk melawan dan merebut yang dicita-citakan: kemerdekaan, keadilan, persatuan dan kesatuan.

Pasca kedaulatan Republik Indonesia (setelah Desember 1949), sepakbola Indonesia mulai bergairah kembali, dilakukan pengaturan dan berbagai kompetisi mulai berjalan (pada basis perserikatan). PSSI yang katanya dibentuk tanggal 19 April 1930 di Jogjakarta, pada tahun 1950 dikonsolidasikan kembali. Tiba saatnya semua orang berbicara sesukanya tentang sepakbola. Sepakbola Indonesia kemudian dilanjutkan, melanjutkan fondasi sepakbola yang sudah mulai terbentuk tahun 1907 ketika STOVIA Voetbal Club berkunjung ke Medan untuk melakukan pertandingan persahabatan dengan Tapanoeli Voetbal Club.

Radjamin Nasution Masih Bermain Sepakbola pada Usia Tua

Pada masa transisi ini, sisa-sisa kehidupan sepakbola Indonesia di masa sebelumnya (era Belanda, pendudukan Jepang dan masa agresi militer Belanda) masih terlihat. Para pendahulu (pionir), seperti Radjamin Nasution dan Parada Harahap mulai pension dan istirahat. Perjuangan sudah selesai, kemerdekaan sudah direbut dan pengakuan kedaulatan RI sudah ditegakkan. Tinggal bagaimana untuk melanjutkannya. Di Surabaya, pembinaan sepakbola diteruskan anak Radjamin Nasution yakni Letkol Dr. Irsan Radjamin Nasution.

Sejarah Persija Jakarta [13]: Sepakbola di Seputar Proklamasi Kemerdekaan; Pemain Sepakbola Angkat Senjata Melawan Agresi Militer Belanda; Padang Sidempuan 100 Persen Republiken

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Pada jaman Jepang ada tiga pemuda sebaya asal Padang Sidempuan yang lahir di kota yang berbeda: Adam Malik di Pematang Siantar, Mochtar Lubis di Sungai Penuh, Jambi dan Sakti Alamsjah di Sungai Karang Sumatra Timur. Tiga senior mereka adalah: SM Amin lahir di Atjeh, Abdul Hakim lahir di Sarolangun, Jambi dan Amir Sjarifoedin di Medan, Sumatra Timur. Orangtua dari keenam tokoh ini semasa pendudukan Jepang pulang kampong, tetapi keenam tokoh muda ini berjuang di rantau bersama ratusan (boleh jadi ribuan) anak-anak Padang Sidempuan. Mereka itu tersebar dari Kota Radja (kini Banda Aceh) hingga Merauke, dari Amsterdam hingga Melbourne.

Mereka ini semua berperan penting jelang kemerdekaan, sejak pendudukan Jepang dan masa agresi militer Belanda. Patriot-patriot ini didukung dari kampong halaman yang seratus persen penduduknya adalah republiken (pro republik hingga akhir, mungkin satu-satunya daerah yang tidak pernah takluk terhadap aggressor militer Belanda). Hanya ada dua kota di Indonesia yang berani membakar kotanya, yakni: Bandung (Bandung Lautan Api) dan Padang Sidempuan (Padang Sidempuan Lautan Api). Suatu pengorbanan materi untuk mengusir militer Belanda yang telah menduduki kota.

Lantas apakah anak-anak Padang Sidempuan masih bermain bola? Jawabannya: Tidak. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan sepakbola. Dan apakah masih  ada sepakbola di Indonesia? Jawabannya: Ada. Anak-anak asal Padang Sidempuan, baru setelah pasca kedaulatan mereka berpatisipasi kembali dalam sepakbola Indonesia. Diantaranya: Mayor Marah Halim (hakim militer) mempelopori sepakbola di Banda Aceh, Mr. Egon Nasution (pendiri universitas swasta) membina sepakbola di Padang, Letkol Mr. Gele Harun Nasution (Residen Lampung) mensponsori sepakbola di Bandar Lampung, Abdul Hakim (sarjana ekonomi yang menjadi Gubernur Sumatra Utara) mendirikan Universitas Sumatra Utara dan mempelopori pembangunan Stadion Teladan di Medan, Parada Harahap (penyusun buku Repelita pertama) masih membina Bataksch Voetbal Club di Jakarta, Sakti Alamsjah (pendiri surat kabar Pikiran Rakyat) mensponsori sepakbola wartawan di Bandung, Letkol Dr. Irsan (anak Radjamin Nasution) menjadi ketua (perserikatan sepakbola) Persebaya di Surabaya, dan lainnya. Tentu saja, anak-anak asal Padang Sidempuan yang menjadi pemain sepakbola dan pilar dalam Tim Nasional PSSI ke Olimpiade di Melbourne (Australia).

Di Depok tidak terdeteksi anak asal Padang Sidempuan yang berpartisipasi dalam sepakbola, meski sepakbola terselenggara. Mereka yang di Depok lebih menekuni olahraga permainan catur. Salah satunya, FKN Harahap, anak seorang pendeta yang menjadi pecatur nasional (kelak menulis buku Sejarah Catur di Indonesia). Untuk mengisi kekosongan, apakah sudah saatnya ditulis buku Sejarah Sepakbola Indonesia yang sebenarnya? Sejauh ini sejarah sepakbola di Indonesia banyak yang palsu, tidak berdasar, tidak ada bukti tetapi sejumlah tokoh ditonjolkan padahal perannya tidak terlalu penting, semantara tokoh-tokoh lain dikerdilkan bahkan tidak dicatat. Apakah masih diperlukan tokoh palsu di era internet sekarang, ketika anak-cucu kita sudah bisa akses ke data dan informasi otentik (koran dan buku-buku lama) tentang sepakbola Indonesia?

Sejarah Persija Jakarta [12]: Sepakbola Semasa Pendudukan Jepang; Parada Harahap Abstain, Radjamin Nasution Menjadi Walikota Surabaya (1942), Amir Sjarifoedin Menentang Jepang

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Apakah ada kegiatan sepakbola semasa pendudukan Jepang? Jawabannya: Ada, tetapi sangat diawasi. Padahal kegiatan sepakbola di era Belanda justru sangat bebas. Lantas, apakah masih ada klub sepakbola ETI (Eropa/Belanda) pada masa pendudukan Jepang? Jawabannya: Ternyata ada, tetapi intensitasnya drastis berkurang. Sejarah sepakbola di masa pendudukan Jepang jarang (hampir tidak ada berita) yang dilaporkan. Di dalam artikel ini, coba menelusurinya.   

Radjamin Nasution menjadi Walikota Surabya
Soerabaijasch handelsblad, 30-04-1942 (Pertandingan sepakbola: Excelsior 7 vs Tiong Hwa 2 dan HBS 2 vs Persibaja 1): ‘Dua pertemuan pertama pertandingan sepakbola untuk menghormati ulang tahun Tenno Heika diselenggarakan. Dua hari secara besar-besar di Stadion HBS. Ribuan penonton datang tanpa mengeluh di Jalan Tambaksari. Harga tiket masuk yang rendah. Yang merupakan bukti jelas bahwa kepentingan publik dalam keran sepakbola. Hadir beberapa otoritas tinggi Nippon, kepala polittie yang hari kedua melakukan kickoff. Juga banyak tentara Nipponsche, juga tampak Walikota Radjamin (Nasution). Seperti diketahui, seluruh penerimaan dari tiket untuk dibayarkan kepada pemerintah kota untuk disalurkan kepada keluarga yang terkena dampak perang. Itu menunjukan kebajikan olahraga dan amal disini juga berjalan seiring. Pada pertandingan pertama lebih layak dari tampilan kedua. Pertandingan berjalan adil sehingga semua pemain tidak ada yang dirugikan dan mendapat layak pujian. Itu olahraga tidak hanya konten yang baik, tapi juga sportivitas yang tinggi. Pertemuan pertama antara. Excelsior dan Tiong Hwa berakhir dengan skor 7-2. Excelsior akan di final. Pertandingan kedua adalah antara Persibaja dan HBS adalah menjadi sebuah kompetisi baik dalam kualitas antusias, 22 pemain bersemangat sampai menit terakhir, Terlihat selalu indah adil dan sporty. Babak pertama tanpa gol. Pada babak kedua HBS tak henti-hentinya mereka menyerbu ke gawang Persibaja, kiper Persibaja terlalu kuat. Akhirnya HBS menang dan akan melawan Excelsior di final. Wasit Risakotta dan Pangeran, cakap dibantu oleh hakim garis Carter dan Limahelu. Kami melihat ada seremoni. Di tribun telah dipasang tiang, kemudian Amboneesche orkestra alat musik tiup mengiringi Kimigayo, bendera Nippon dikibarkan naik sangat lambat dalam upacara. Sebelumnya kickoff pada pertandingan pertama dilakukan oleh Burgemesteer (Walikota) Radjamin (Nasution) dan pada pertandingan yang kedua dilakukan oleh Komisaris Polisi Nippon. Pada pertandingan besok sore antara Tiong Hwa dan Persibaja dan kemudian antar pemenang yakni Excelsior dan HBS. Untuk pemenang akan disedikan piala dari Soerabajasche Middenstands Vereeniging’.

Sejarah Persija Jakarta [11]: Suporter VIOS dari Depok Menuju Cikini; Sepakbola Indonesia Menuju Piala Dunia di Prancis (1938); Ada Apa dengan PSSI?

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Pada dasarnya bagian terpenting dalam dunia sepakbola adalah penonton. Ukuran kualitas pertandingan sepakbola dapat dilihat dari kehadiran penonton. Kualitas dari penonton dapat diukur dari partisipasinya dalam mendukung salah satu klub. Dukungan fanatic yang diberikan penonton terhadap klubnya disebut suporter. Para suporter ini selalu membicarakan dinamika klubnya dan selalu hadir ketika klubnya bertanding. Adakalanya suporter ini mendukungnya kemana klub mereka itu melakukan lawatan.

Keberadaan suporter dalam dunia sepakbola terdapat dimana-mana dari sejak doeloe hingga kini. Di masa lampau, supporter klub yang mendampingi klubnya ke luar kota terdeteksi pertama kali di Medan (1903) ketika Medan Sportclub bertandang ke Binjai untuk melawan Langkat Sportclub. Para supporter ini memadati dua gerbong belakang kereta api, dimana di gerbong depan para pemain dan ofisial. Penumpang umum menjadi tidak kebagian tempat karena sudah disorder beberapa hari sebelumnya. Suporter serupa ini juga terdeteksi di Bandung, ketika klub kesayangan mereka, Sidolig melakukan pertandingan melawan Sparta di Cimahi (1907). Dengan kereta api berangkat ke Cimahi, gerbong penuh sesak. Hanya itu yang terdeteksi (mudah-mudahan di tempat lain dapat segera terlacak).

Di Jakarta, juga terdapat suporter fanatik, bukan VIOS tetapi yang lebih fanatik adalah Oliveo. Meski VIOS dan Oliveo kerap bertanding ke Bandung, tetapi suporter tidak pernah dilaporkan bersedia mengikutinya. Mungkin karena jauh, atau sadar bahwa kapasitas kereta api terbatas, sebab kala itu belum ada alternatif transportasi selain kereta, yang dapat merugikan penumpang umum. Sebenarnya ada beberapa tempat yang terjangkau, seperti Buitenzorg yang sudah memiliki klub, tetapi klub-klub Batavia hampir tidak pernah menyambanginya dan lebih memilih ke Bandung, Semarang dan bahkan Surabaia. Yang terjadi adalah Tim Bogor yang kerap berkunjung ke Jakarta (sebagai Tim Perserikatan, tidak ada klub yang bisa mewakili).

Sebagai gantinya, di Depok terdapat suporter klub-klub Batavia. Penggemar atau suporter dari Depok terbagi dua: VIOS dan Oliveo. Jumlah suporter dari Depok tidak sebanyak di Bandung (ke Cimahi) dan Medan (ke Binjai) meski kedua kubu supporter Depok digabung. Para penonton dari Depok berangkat dari stasion Depok (lama). Soporter dari Buitenzorg (Bogor) sejauh yang diketahui tidak pernah dilaporkan, mungkin karena jaraknya sangat jauh. Boleh jadi ada batas tertentu dimana suporter bersedia mengikutinya sekalipun biaya transportasi dibebaskan oleh klubnya.Suporter Depok dalam hal ini menanggung biaya sendiri (Bandung dan Medan ada sebagian kontribusi klub).

Sejarah Persija Jakarta [10]: Radjamin Nasution ‘Bentrok’ Lawan Tim Sepakbola Belanda di Surabaya; Parada Harahap, The King of Java Press Memimpin Orang Indonesia Pertama ke Jepang (1933)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Radjamin Nasution, seorang ‘gibol’ sudah menjadi tokoh penting di Surabaya. Tokoh penting di Batavia, yang juga ‘gibol’ adalah Parada Harahap. Salah satu ‘gibol’ yang menjadi tokoh penting adalah Abdullah Lubis di Medan. Poros Medan, Batavia dan Surabaya adalah poros sepakbola Indonesia pada masa itu. Di tiga ‘kota perjuangan’ untuk merebut kemerdekaan itu sudah terdapat tiga anak Padang Sidempuan yang memiliki sifat revolusioner yang masing-masing telah memiliki portofolio yang cukup baik.

Pada tahun 1932. Tiga tokoh mahasiswa yang digadang-gadang oleh Parada Harahap masih berada di kampus masing-masing: Soekarno di Bandung, Amir Sjarifoedin di Batavia dan M. Hatta di Belanda. Kebetulan ketiganya tidak terlalu suka sepakbola, kesukaan mereka bertiga lebih pada seni. Sedangkan tiga ‘gibol’ di tiga kota itu tetap bermain sepakbola. Abdullah Lubis, pemiliki koran Pewarta Deli  adalah anggota dewan kota (gementeeraad) Kota Medan, Radjamin Nasution, seorang dokter dan pembina sarikat buruh pelabuhan  juga menjadi anggota gementeeraad di Kota Surabaya. Keduanya adalah macan di dewan kota masing-masing. Parada Harahap sendiri adalah sekretaris PPPKI (ketuanya M. Husni Thamrin, anggota dewan pusat, Volksraad), seorang pemilik tujuh surat kabar di Batavia.

Radjamin Nasution dan SVB (De I.c, 12-05-1932
Di Surabaya, tengah berlangsung pertandingan sepakbola dalam libur paskah. Pertandingan ini bermuatan politik kerjasama yang diselenggarakan secara segitiga: NIVB (Nederlandsch-Indischen Voetbal Bond / Belanda), Tionghoa dan SVB (Soerabaiaschen Voetbal Bond / pribumi). De Indische courant, 12-05-1932 melaporkan bahwa pertandingan sempat bentrok antara tim Belanda dan tim pribumi karena kecurangan. Koran Sin Tit Po dan Pewarta mengomentari bahwa pertandingan berikutnya tidak perlu dilanjutkan karena tidak adil. Bahkan editor Sin Tit Po mendatangi tim Tionghoa meminta untuk tidak melangsungkan pertandingan antara Tionghoa vs SVB karena rawan kerusuhan. Para pemain yang tergabung dalam tim pribumi (SVB) antara lain Askaboel, Soebroto, Soewono, Ngion, Soemarto dan Radjamin (Nasution) dari dewan kota. Akibat adanya kerusuhan sebelumnya, program tim Tionghoa vs tim angkatan laut (yang terdiri dari) orang-orang Indonesia terpaksa dibatalkan.

Kapal ‘Panama Maru’ bersandar di Surabaya. Parada Harahap disambut oleh Radjamin Nasution. Parada Harahap cukup lama di Surabaya, seminggu lamanya, tetapi tidak diketahui apa yang dibicarakannya Parada Harahap dan Radjamin Nasution dan apa aktivitas kedua tokoh ini selama di Surabaya dengan tokoh-tokoh di Surabaya. Rombongan Parada Harahap dkk berangkat dari Tandjong Priok, Batavia dengan kapal ‘Nagoya Maru’ dan tiba di Kobe tanggal 4 Desember 1933. Pulang kembali ke tanah air, tiba di Tandjong Perak, Soerabaija hari Sabtu pagi, 13 Januari 1934.

Sejarah Persija Jakarta [9]: STOVIA Selenggarakan Turnamen Sepakbola Antar Perguruan Tinggi; Kongres Pemuda 1928; Parada Harahap Membimbing Soekarno, Hatta dan Amir Sjarifoedin

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


STOVIA Voetbal Club sudah sangat lama tidak terdengar kabar beritanya. STOVIA VC terakhir bertanding setelah menyelesaikan kompetisi sepakbola di Jakarta pada paruh pertama tahun 1913. Baru pada tahun 1926, STOVIA muncul kembali di dalam lapangan sepakbola, tetapi tidak di dalam kompetisi yang ada di Batavia. Nama STOVIA VC tidak berada di kompetisi sepakbola ETI (Eropa/Belanda) juga tidak di kompetisi sepakbola pribumi. Perseteruan dua bond di Jakarta ini, mungkin STOVIA tidak mau melibatkan diri karena dua hal, Pertama, STOVIA kini mahasiswanya tidak sesolid dulu lagi, karena di STOVIA kini juga terdapat anak-anak Eropa/Belanda. Kedua, mahasiswa STOVIA asli pribumi sudah semakin sulit membagi waktu karena kesibukan dengan berbagai agenda kepemudaan dan politik praktis.

Pada tahun ini (1926), STOVIA genap berusia 75 tahun. Itu dihitung dari kelahirannya tahun 1851. Selama 75 tahun itu sudah banyak berubah dan jauh berubah. Pada awalnya perkuliahan hanya dua tahun, kemudian tiga tahun, bertambah lagi menjadi tujuh tahun, lantas menjadi sembilan tahun. Pada tahun 1902 yang dulu namanya Docter Djawa School menjadi STOVIA, kemudian berganti nama menjadi Geneskunde School. Sebelum bernama Docter Djawa School namanya adalah Kweekschool.

Sekedar mengingat kembali bahwa Docter Djawa School mahasiswanya hanya sekitar delapan hingga sepuluh orang. Siswa-siswa pertama yang diterima dari luar Jawa di Docter Djawa School adalah berasal dari afdeeling Mandheling en Ankola (kini menjadi afdeeling Padang Sidempuan). Siswa-siswa pertama datang pada tahun 1854. Anak-anak Padang Sidempuan diterima secara regular hingga tahun 1902. Ada yang sekelas dengan Dr. Wahidin dan ada yang sekelas dengan Dr. Tjipto. Pada era STOVIA anak-anak Padang Sidempuan terus berdatangan meski persyaratannya lebih sulit, misalnya harus lulusan MULO, AMS atau lainnya. Untuk menempuh MULO dan AMS anak-anak Padang Sidempuan tetap bersemangat meski itu harus dilakukan di Padang, Medan atau Batavia. Diantara alumni STOVIA yang melakukan serupa itu asal Padang Sidempuan yang terkenal adalah Dr. Radjamin Nasution, Dr. Abdul Rasjid Siregar, Dr. Djabangoen Harahap, Dr. Alinoedin Pohan. Pada tahun 1918, ketika Ida Loemongga diterima di STOVIA, pada saat naik ke tahun kedua persiapan justru direkomendasi oleh pimpinan STOVIA untuk langsung kuliah ke Leiden. Anak seorang dokter asal Padang Sidempuan (alumni Docter Djawa School 1902) pada umur 18 tahun berangkat studi kedokteran ke Belanda.Tidak pernah pulang-pulang hingga menyelesaikan PhD-nya di bidang kedokteran. Dr. Ida Loemongga br. Nasution, PhD adalah satu dari tujuh orang Indonesia pertama bergelar doktor, orang pertama dokter Indonesia bergelar.doktor dan doktor pertama perempuan Indonesia.  

Untuk merayakan ulang tahun ke-75 dari STOVIA diselenggarakan kompetisi sepakbola antara STOVIA, Rechts Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) dan Technische Hoogeschool (Sekolah Tinggi Teknik). Turnamen yang digelar di Jakarta ini disebut STOVIA-beker (Bataviaasch nieuwsblad, 18-09-1926). Tim sepakbola STOVIA yang sekarang sudah berwarna-warni, bukan lagi 100 persen pribumi, tetapi sudah ada mahasiswa Eropa/Belanda dan Tionghoa. Demikian juga dari  Rechts Hoogeschool yang dari Jakarta maupun Technische Hoogeschool dari Bandung. Beberapa pemain dari Tim STOVIA yang ikut turnamen ulang tahun STOVIA ini adalah mahasiswa-mahasiswa yang juga menjadi pemain dari klub yang berkompetisi di Bataviasch Voetbal Bond. Mahasiswa yang bermain di kompetisi sepakbola (bond) pribumi tampaknya tidak ada.

Kamis, 28 April 2016

Sejarah Persija Jakarta [8]: Bataksch Voetbal Club di Jakarta (1924); Parada Harahap Bersama M. Husni Tamrin Menyatukan Semua Organisasi di Jakarta

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Klub VIOS (Voorwaarts Is Ons Streven) adalah klub sepakbola yang terbilang paling kuat di Jakarta. Tim Jakarta (VIOS plus) pada kejuaraan antara kota di Semarang, 1914 adalah pemenang dan menjadi juara se-Jawa yang pertama. Pada tahun 1915 kejuaraan akan dilaksanakan di Batavia. Jelang kejuaraan itu, sepakbola Jakarta terus berkembang, kompetisi tiga divisi berjalan normal. Beberpa klub baru muncul, tetapi klub lama juga ada yang bubar. Persiapan pembentukan tim ke kejuaraan antara kota sudah dimulai. Kompetisi berikutnya dimulai lagi, tetap dengan tiga divisi: Divisi-1: VIOS, Oliveo, Hercules, BVC; Divisi-2: Hercules II, SVBB, BVC II, VIOS II; Divisi-3{ CRC, SVBB II, VIOS III, Oliveo III (Bataviaasch nieuwsblad, 29-10-1915). Tampak ada perubahanm pada Divisi-3 dimana club baru muncul (CRC). Pada akhir tahun ini, BVC merayakan ulang tahun ke-12, dimana klub ini didirikan pada 1903 (Bataviaasch nieuwsblad, 27-12-1915).

Pada tahun dimana Jakarta menjadi tuan rumah kejuaraan sepakbola antarkota di Jawa (1915), seorang pemuda berumur 15 tahun dari Padang Sidempuan merantau ke Deli. Namanya Parada Harahap, hanya tamat sekolah dasar. Dia melamar diperkebunan asing dan diangkat menjadi krani (asisten manajer). Setelah bekerja dua tahun, Parada Harahap menyadari ada yang tidak beres dengan para koeli. Parada Harahap mulai gerah dengan perilaku para planter yang melakukan penyiksaan terhadap koeli (penerapan poenalie sanctie). Sambil tetap bekerja, Parada Harahap mulai belajar bahasa Belanda (dan membaca koran Sumatra Post) dan belajar bagaimana menulis.(dari surat kabar Pewarta Deli). Pada tahun 1917, Parada Harahap mulai menulis berita-berita kekejaman dan ketidakadilan dari perkebunan dan mengirimkannya ke surat kabar Benih Mardika di Medan. Akhirnya, tulisan-tulisan yang dikirim Parada Harahap ditulis ulang oleh editor dan sejumlah artikel dalam beberapa edisi. Berita itu dianggap biasa saja di Medan, karena sudah lama didengar sebagai kabar burung bahwa kejadian yang mirip banyak terjadi di berbagai kebun (onderneming). Akan tetapi, surat kabar Soera Djawa yang terbit di Jawa meresponnya dengan cepat dan meramu kembali artikel-artikel pasokan dari Parada Harahap tersebut. Lalu heboh di Jawa. Penyelidikan di Medan mengetahui bahwa pemasok berita adalah Parada Harahap, lalu Parada Harahp dipecat. Pada tahun 1918 Parada Harahap berangkat ke Medan dan meminta bekerja sebagai wartawan tetapi malahan yang ditawarkan manajemen Benih Mardika adalah untuk posisi editor. Parada Harahap mengambil peluang itu. Namun baru sembilan bulan bekerja sebagai editor, korannya dibreidel. Parada Harahap menganggur. Pada tahun 1919 Parada Harahap pulang kampong di Padang Sidempuan dan mendirikan surat kabar dengan nama yang vulgar: Sinar Merdeka (koran yang menggunakan kata ‘merdeka’ hanya ada di Padang Sidempuan; di Medan masih disamarkan dengan ‘mardika). Selama dua tahun di kota kelahirannya itu, belasan kali dimejahijaukan karena delik pers dan beberapa kali masuk bui (penjara dimana kelak Adam Malik juga menjadi penghuninya).  

Pada kompetisi tahun 1916 WJVB melakukan rapat umum dan pemilihan pengurus baru. Satu keputusan dalam rapat itu klub militer Sparta ikut lagi kompetisi dan ditempatkan di Divisi-2. Klub-klub yang berkompetisi adalah sebagai berikut: Divisi-1: Oliveio, Hercules, VIOS dan BVC; Divisi-2: VIOS II, Oliveo II, Hercules II, Sparta, SVBB, CRC; Divisi-3: CRC II, Oliveo III, VIOS III, Hercules III dan SVBB II (Bataviaasch nieuwsblad, 08-04-1916). Pada kompetisi 1917, tidak ada yang mengalami perubahan, tetap tiga divisi. Yang terjadi adalah suatu demonstrasi yang dilakukan oleh kalangan pers terhadap sepakbola. Para wartawan tidak hadir di lapangan karena di dalam kompetisi terdapat ketidak beresan. Media sudah menulis kritik tetapi tidak ditanggapi, ketidakhadiran pers di lapangan adalah suatu demonstrasi (Bataviaasch nieuwsblad, 12-03-1917). Tim yang dibentuk WJVB ke Semarang sudah terbentuk (Bataviaasch nieuwsblad, 17-04-1917). Dilakukan rapat umum biasa WJVB. Satu kuputusan yang penting adalah untuk membentuk tim independen tetapi masih dibawah naungan dewan yang salah satu tugasnya adalah untuk merevisi berbagai peraturan yang ada (Bataviaasch nieuwsblad, 21-05-1917).
Lapangan Aloon-Aloon disulap jadi stadion di Bandung, 1918
Kejuaraan antar kota se-Jawa berikutnya diselenggarakan di Surabaya (1916) lalu di Semarang lagi (1917). Pada tahun 1918 tempat penyelenggaraan di Bandung. Pusat pertandingan di Bandung ditempatkan di lapangan Aloon-Aloon. Dalam pagelaran sepakbola tertinggi di Jawa ini, panitia menyulap lapangan alun-alun bagaikan stadion: lapangan dipagar dengan bilik dan tiket masuk  berbayar. Meski begitu penonton tetap ramai. Inilah kali pertama perhelatan kejuaraan antar kota dikutip harga tiket masuk. Bobotoh seakan dibatasi untuk menonton dengan penerapan komersialisasi sepakbola.
Kompetisi akhir tahun 1917 dan awal tahun 1918 juga tidak terjadi perubahan, kecuali masuknya HVV dan VVVA di Divisi-3 dan Juliana dan UDI di Divisi-2 serta SVVB sudah naik ke Divisi-1. Hal yang perlu dicatat bahwa editorial Bataviaasch nieuwsblad mengomentari keberadaan divisi-3 yang tidak efektif dimana beberapa pertandingan tidak berjalan normal dari Sembilan serikat yang berada di bawah WJVB. Akibatnya pertandingan dua liga dalam setahun (masing-masing lima bulan) tidak selesai pada waktunya. Juga mengomentari kurangnya lahan yang tersedia untuk lapangan sepakbola, taman Deca yang masih baru belum memungkinkan (Bataviaasch nieuwsblad, 10-06-1918). Memang sulit mengelola kompetisi dengan situasi dan kondisi yang banyak kendalanya.

Selasa, 26 April 2016

Sejarah Persija Jakarta [7]: STOVIA Voetbal Club Kembali Ikut Kompetisi (1911); Kejuaraan Antar Perserikatan di Jawa Dimulai (1914)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Beberapa waktu yang lalu sempat malas melanjutkan tulisan artikel sepakbola Indonesia, karena kisruh sepakbola Indonesia hingga dibekukan FIFA. Sejak itu saya tidak pernah menyalakn tv untuk menonton liga manapun bahkan turnamen apa yang digelar selama setahun ini saya tidak tahu. Tapi, dengar-dengar kompetisi PSSI akan digelar lagi. Karena itu, ada harapan, dan semangat menulis muncul kembali. Serial sejarah sepakbola Jakarta dan sejarah Persija Jakarta ditulis untuk menyambut pagelaran liga yang baru (mungkin bulan April 2016 ini). Selain itu, sejarah sepakbola kita banyak yang belum terungkap atau sengaja tidak diungkapkan. Sejarah sepakbola Indonesia banyak juga yang palsu, di satu sisi mengangkat satu hal dan di sisi lain mengerdilkan hal lain. Kini, semua bahan-bahan data dan informasi yang menjadi muatan sejarah sepakbola kita sudah bisa diakses: cepat, lengkap dan akurat. Internet telah membuka mata kita untuk menulis apa yang sesungguhnya terjadi di masa lampau. Untuk lebih memahaminya: saya akan terus tulis, dan silahkan ikuti terus. Catatan: Saya bukanlah sejarawan, tetapi seorang mantan suporter sepakbola yang ingin memahami ekonomi, industri dan bisnis sepakbola Indonesia. Untuk memahami itu saya memerlukan pengetahuan sejarahnya.

STOVIA tidak terlalu peduli dengan kompetisi, para pemain tampaknya memiliki agenda tersendiri di dalam dunia sepakbola. Setelah STOVIA VC melawat ke Medan, seakan mempunyai kawan jauh dimata dekat di hati, sedangkan klub-klub ETI di Jakarta meski dekat dimata tetapi jauh dihati.

Sementara kompetisi sepakbola di Jakarta terus berjalan tanpa kehadiran STOVIA VC. Orang-orang ETI di Jakarta tidak terlalu membutuhkan STOVIA VC lagi, sebab sudah banyak klub-klub ETI yang dibentuk. Selain kompetisi sudah teruji dalam dua divisi, belakangan ini sudah mulai menerapkan aturan promosi-degradasi. Kompetisi pada tahun 1910 tetap terselenggara seperti sebelumnya. Dalam tahun ini Mars naik ke Divisi-1. Di Divisi-2 juga terdapat klub SSS. Pada tahun ini, Bataviaschen Voetbalbond membentuk tim perserikatan dan telah melalukan uji xoba dengan klub VIOS. Tim Jakarta ini akan melakukan pertndingan ke Surabaya untuk merayakan ulang tahun Soerabajaschen Voetbal-Bond (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-08-1910). Di tahun ini juga dibentuk klub baru: Go Ahead.

Senin, 25 April 2016

Sejarah Persija Jakarta [6]: STOVIA Voetbal Club Berkunjung ke Medan (1909); Tapanoeli Voetbal Club Sebagai Tuan Rumah

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Sepakbola Jakarta sudah jauh berkembang. Jumlah klub semakin banyak. Frekuensi pertandingan semakin tinggi. Berbagai kompetisi dalam bentuk turnamen sudah terselenggara dengan baik. Perhatian publik juga semakin meningkat apalagi pemberitaan sepakbola oleh media semakin intens. Namun perkembangan yang ada semakin mengutub, perhatian media menjadi terfokus hanya pada sepakbola ETI (Eropa/Belanda). Akibatnya, informasi sepakbola pribumi kurang terungkap dan semakin tenggelam. Apalagi sejak tahun 1906 sudah muncul intrik-intrik dari para ‘gibol’ Belanda di Jakarta agar lapangan Koningsplein dibatasi hanya untuk sepakbola ETI saja (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-03-1906). Sementara itu, hanya klub STOVIA yang ‘berbau’ pribumi yang mendapat porsi pemberitaan di media. Klub-klub macam Petjenongan Voetbal Club, Gang Tiemboel VC, Kampung Manggis VC, Kwitang VC dan lainnya tidak diketahui rimbanya lagi.

Kompetisi sepakbola di Medan 1907 dan 1908
Sepakbola Jakarta meski sudah jauh berkembang, tetapi pengelolaannya masih bersifat spontan. Belum ada komisi tetap yang mengaturnya. Pengaruh klub dan keberadaan sponsor yang menjadi penentu. Forum lintas klub belum terwujud. Intrik-intrik antar klub muncul, seakan klub mana yang menjadi juara kompetisi dapat diatur. Pada akhir tahun 1906 perserikatan klub-klub di Jakarta dibentuk yang diberi nama Bataviaschen Voetbal Bond. Kemudian di Medan pada tanggal 16-07-1907 disepakati bahwa semua klub yang berkompetisi digabung menjadi satu nama: Deli Voetbal Bond (Perserikatan Sepakbola Deli). Badan-badan inilah yang mengelola sepakbola.

Jakarta adalah kota besar. Kota yang memiliki populasi ETI terbanyak di Hindia Belanda. Karenanya, ‘gibol’ terbanyak juga lebih banyak di Jakarta dan akibatnya jumlah klub ETI juga lebih banyak. Sebaliknya, di Jakarta klub pribumi terbilang sedikit yang muncul ke permukaan. Perbedaan jumah klub pribumi antara Jakarta dan Medan menjadi besar. Di Jakarta dari segi jumlah, klub-klub ETI jauh lebih banyak sehingga sepakbola Jakarta seakan tampak sebagai ruang sepakbola Eropa. Sebaliknya, di Medan, jumlah klub pribumi lebih banyak dan lebih berwarna. Namun demikian, pemain-pemain sepakbola dari ETI di Medan secara permainan masih tampak lebih berkualitas.

Docter Djawa Club melakukan pramusim ke Medan

Sabtu, 23 April 2016

Sejarah Persija Jakarta [5]: Sepakbola Jakarta dan Sepakbola Bandung, Ibarat Pinang Dibelah Dua, Awal Kebangkitan Bangsa

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Si Oranye VIOS (Jakarta) dan Si Biru Sidolig (Bandung)
Tidak ada komunitas sepakbola yang begitu dekat, kecuali antara sepakbola Jakarta dan sepakbola Bandung. Bertetangga saling mengunjungi. Karena kedekatan (geografis dan psikologis) keduanya saling memperkuat. Pertandingan sepakbola perdana di Bandung adalah antara klub Jakarta dan klub Bandung. Klub-klub Jakarta kerap mengunjungi klub-klub Bandung, demikian sebaliknya. Salah satu klub terkuat di Jakarta (Bataviasch Voetbal Bond) adalah VIOS, sedangkan salah satu klub terkuat di Bandung (Bandoengsch Voetbal Bond) adalah Sidolig. Klub de orange (si oranye-hitam) VIOS dan klub de blue-witten (si biru-putih) Sidolig, jika bertanding akan selalu banyak penonton. Persija Jakarta (oranye) dan Persib Bandung (biru) yang sekarang adalah suksesi klub VIOS dan Sidolig. Julukan kedua klub ini dalam perkembangannya muncul nama Macan Kemayoran dan Maung Bandung.


Saat itu, Jawa dibagi tiga provinsi: West Java, Middle Java dan Oost Java. West Java terdiri dari empat residentie: Batavia, Bantam, Preanger dan Cheribon. Residentie Batavia meliputi afdeeling Batavia, afd. Buitenzorg dan afd. Karawang. Depok, bagian dari afdeeling Buitenzorg (Bogor). Gibernur berkedudukan di Batavia.

Klub Bandung mulai pede dan mampu mengalahkan klub Jakarta 
 
Di sela-sela mengikuti turnamen, klub-klub Jakarta masih sempat bertandang ke Bandung. De Preanger-bode, 30-12-1904 melaporkan sore ini di Bandung akan dilangsung pertandingan antara BVC Jakarta dan UNI Cimahi dan besok sore pukul empat sore di Cimahi antara UNI dengan klub dari Jakarta lainnya, Oliveo. Di Bandung juga akan digelar pertandingan antara VIOS Jakarta versus Sidolig Bandung..

Jumat, 22 April 2016

Sejarah Persija Jakarta [4]: Kompetisi Secara Resmi Dimulai (1904), Diikuti oleh Enam Klub

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Pada tanggal 17-07-1904 dilaksanakan kegiatan pertandingan sepakbola yang meriah di Koningsplein (Lapangan Monas) yang menghadirkan empat klub di Batavia (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-07-1904). Acara ini ,merupakan tanggal dimulainya kick off kompetisi sepakbola secara resmi di Batavia (untuk mudahnya sebut saja Jakarta). Sangat banyak pengunjung (penonton). Kompetisi ini diikuti oleh enam klub, yakni: VIOS, Bataviasch Voetbal Club (BVC), Oliveo, Hercules, Vooruit dan Docter Djawa School.

Klasemen sementara, putaran pertama kompetisi (1904)
Meski ada dua kali pertandingan kualitas permainan belum seperti yang diharapkan para penonton. Hasil pertandingan antara BVC melawan Oliveo berakhir dengan 3-3 dan VIOS versus Hercules dimenangkan oleh VIOS dengan skor 4-1. Babak pertama dan pertandingan pertama yang dimulai pukul 4,30 dilangsungkan selama 35 menit berada di belakang matahari terik dengan angin kencang. Kedudukan sementara VIOS berada di peringkat pertama dengan poin 2 (kini poin dinilai 3). Diperinkat dua dan tiga: BVC dan Oliveo (BVC lebih dahulu menciptakan gol). Klub Vooruit dan Docter Djawa School belum memainkan pertandingan.

Kamis, 21 April 2016

Sejarah Persija Jakarta [3]: Klub VIOS Terkuat, Klub Jakarta Bertandang ke Bandung Menandai Pertandingan Sepakbola Perdana di Jawa Barat

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disin


Pertandingan sepakbola perdana di Bandung (1904)
Kompetisi sepakbola perdana di Jakarta tahun 1901 ternyata hanya satu putaran dan tidak ada kabar bahwa pada tahun berikutnya dilaksanakan. Hal ini boleh jadi badan yang mengaturnya belum ada. Kompetisi yang pertama, tidak diatur oleh suatu badan, melainkan satu klub mengndang beberapa klub untuk melakukan kompetisi (hanya bersifat turnamen). Namun demikian, meski kompetisi belum sampai ke bentuk liga, kompetisi perdana tersebut sudah dapat dianggap suatu prestasi saat itu (di suatu komunitas sepakbola yang baru tumbuh).

Pertandingan sepakbola di Jakarta kembali ke bentuk pertandingan anjangsana (antar dua klub, yang satu tuan rumah yang lainnya sebagai tamu). Dua klub baru, Bataviasch Voetbal Club dan Vereeniging Vios melakukan pertandingan membuka tahun 1904.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-02-1904: ‘Dengan cuaca yang menguntungkan, besok sore pukul lima di Koningsplein di Gang Holle, akan dimainkan sebuah pertandingan sepakbola antara Bataviasch Voetbal Club (BVC) dan Vereeniging VIOS dari Meester Cornelis (kini Jatinegara). Saat ini klub ini merupakan klub terkuat, dan pertandingan akan menjadi menarik. Berikut adalah nama-nama pemain BVC: Stormann (kiper), Hordijk dan Theunisse (belakang), Voute, van Bordes dan Lintzius (gelandang),  NM Schallenberg, Andrée, Wiltens, Versteegh dan Scalogne (depan). VIOS: Wlllems (kiper), Martens  dan v/d Capeile (belakang), Herz, v/d  Graff dan Maarseveen (tengah), de Korte, Verhoog, V Wiliems,  F Wlllems dan Kortenbacb (depan)

Satu berita yang cukup menarik pada bulan Maret 1904 dilaporkan surat kabar di Bandung, De Preanger-bode (31-03-1904) bahwa hari Minggu tanggal 2, pukul lima sore akan ada pertandingan sepakbola yang akan dilakukan anak-anak Bandoengsche melawan Bataviasch Voetbal Club (BVC)  di aloon-aloon (Bandung) atau Pietersplein (Pieters Park). Pertandingan ini akan dimeriahkan oleh musik Bandoengsche Muziekcorps. Pertandingan ini ternyata adalah pertandingan sepakbola perdana yang dilaksanakan di West Java.

Rabu, 20 April 2016

Sejarah Persija Jakarta [2]: Media Mulai Mempopulerkan Sepakbola, Kompetisi Sepakbola Perdana Indonesia Diadakan di Jakarta

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disini


Liga Inggris (Algemeen Handelsblad, 28-12-1899)
Setelah Medan dan Jakarta, pertandingan sepakbola juga mulai diselenggarakan di Surabaya dan Semarang. Pertandingan sepakbola di berbagai tempat itu (kebetulan kota pantai) biasanya dilakukan sore hari jelang magrib (agar lebih adem buat orang Eropa/Belanda). Durasi pertandingan biasanya 2x35 menit, wasit dari tuan rumah dan masing-masing tim membawa penjaga garis sendiri. Pertandingan selalu menarik, baik buat orang Eropa/Belanda maupun pribumi dan Tionghoa. Strategi yang digunakan umumnya dengan formasi 1-2-3-5. Dari tontonan inilah orang-orang pribumi dan Tionghoa mengadopsi sepakbola sebagai permaianan yang menarik.

Pada tahun 1899, sebagaimana dilaporkan Soerabaijasch handelsblad, 20-05-1899 bahwa pada hari Senin, 22 Mei di lapangan Mesjid Surabaya akan diadakan pertandingan sepakbola antara anak-anak Surabaya (Soerabajasche jongelingen) dengan tamunya dari Semarang (Semarangsche Voetbal-club). Pertandingan terbuka untuk publik (sebagaimana telah diiklankan). Para pemain Surabaya adalah Kolling atau Merghard (penjaga gawang), Avis dan Pas (belakang), Vader, Guldenaar dan van Wieringen (gelandang), De Hoog, Douwes Dekker, Harper, Hughan dan Guldenaar (depan). Mereka itu adalah mantan pemain (di Belanda) dan dalam hal Gambar akan menjadi pemain cadangan. Masih di Surabaya, pada bulan Agustus 1899 juga terjadi pertandingan sepakbola, yakni antara Soerabsjasche (Voorwarts) dengan ECA Sportclub (ECA). Pertandingan ini dilaksanakan 20 Agustus, sore hari pukul enam. Tidak bisa diputuskan siapa yang pemenang (mungkin sudah gelap dan hasil masih imbang) dan akan dilakukan tanding ulang dalam minggu ini (Soerabaijasch handelsblad, 21-08-1899).

Sebelum berakhir abad ke-19, paling tidak sudah empat kota yang memiliki klub sepakbola, yakni: Medan, Jakarta, Semarang dan Surabaya, Sejauh ini pertandingan sepakbola di Bandung belum terdeteksi. Lagi pula pertandingan sepakbola sendiri belum popular dan masih pada fase pengenalan. Olahraga yang sudah popular saat itu hanya senam dan balap sepeda. Boleh jadi pada saat itu jumlah sepedea sudah sangat banyak, tidak hanya untuk kendaraan tetapi juga menjadi alat olahraga (baik laki-laki maupun perempuan). Sepakbola semakin popular karena media (utamanya surat kabar) juga telah mulai mempublikasikan berita-berita sepakbola di Eropa terutama liga Belanda dan liga Inggris.

Sejarah Persija Jakarta [1]: Kapan Sepakbola Dikenal di Jakarta? Inilah Dia…Sejarah Sepakbola Jakarta yang Sebenarnya

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Persija Jakarta dalam blog ini Klik Disini


Persija Jakarta adalah klub sepakbola di Jakarta. Klub Persija Jakarta didirikan di tengah sepakbola Jakarta. Sejarah sepakbola di Jakarta adalah kelanjutan sepakbola di Batavia. Di era Nederlandsch Indie (Hindia Belanda), sepakbola di Batavia melahirkan banyak klub. Salah satu klub yang terkenal waktu itu adalah Vios. Klub-klub sepakbola di Batavia dipersatukan di bawah satu organisasi yang disebut Bataviasch Voetbal Bond (Perserikatan Sepakbola Batavia). Perserikatan ini  menyelenggarakan kompetisi sendiri. Itulah gambaran awal tentang sepakbola di Batavia yang mau tak mau menjadi bagian dari sejarah sepakbola di Jakarta. Hal ini juga berlaku di tempat lain (Medan, Bandung, Semarang, Surabaya dan lainnya).

Lapangan sepakbola petama di Jakarta di Koningsplein (peta 1887)
Untuk mengenal sejarah sepakbola di Jakarta dan sejarah klub sepakbola Persija Jakarta seharusnya kita harus mengenal sejarah sepakbola di Batavia dan sejarah klub-klub di Batavia. Klub Persija Jakarta adalah hasil metamorphosis dari Tim Perserikan Jakarta (Persatuan Sepakbola Indonesia Jakarta = Persija). Sedangkan Persija sendiri adalah kelanjutan dari Bataviasch Voetbal Bond. Klub-klub yang bermain di Persija ada yang merupakan ex klub di Bataviasch Voetbal Bond, diantaranya Vios. Klub Persjia Jakarta yang sekarang adalah wujud lain dari Vios di masa lalu. Untuk melacak sepakbola Jakarta dan Klub Persja Jakarta mari kita mulai dari artikel pertama. Untuk mudahnya Batavia sebagai nama daerah kita sebut saja Jakarta.

Kapan Sepakbola Dikenal di Jakarta?

Sebelum ada sepakbola di Jakarta, di Belanda sudah ada nama klub bernama FC Batavia. Bukan itu yang kita maksud. Sepakbola di Jakarta baru terdeteksi pada tahun 1896. Ini bermula ketika didirikan klub olahraga di Jakarta yang disebut Nederlandsche sportclub (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 30-03-1896). Klub olahraga ini terdiri dari kriket, tenis lapangan rumput,  sepakbola, sepatu roda dan lain-lain. Klub olahraga ini, dewan terdiri dari J. Mijer sebagai Presiden, SW Severijn, Wakil presiden, Mr. EA Hoeffelman, Komisaris, CN Gruytcr, bendahara. H. Prange, sekretaris. Mereka ini semua adalah olahragawan terkenal di Belanda (yang kini bekerja di Batavia).