Si Oranye VIOS (Jakarta) dan Si Biru Sidolig (Bandung) |
Tidak
ada komunitas sepakbola yang begitu dekat, kecuali antara sepakbola Jakarta dan
sepakbola Bandung. Bertetangga saling mengunjungi. Karena kedekatan (geografis
dan psikologis) keduanya saling memperkuat. Pertandingan sepakbola perdana di
Bandung adalah antara klub Jakarta dan klub Bandung. Klub-klub Jakarta kerap
mengunjungi klub-klub Bandung, demikian sebaliknya. Salah satu klub terkuat di
Jakarta (Bataviasch Voetbal Bond) adalah VIOS, sedangkan salah satu klub
terkuat di Bandung (Bandoengsch Voetbal Bond) adalah Sidolig. Klub de orange (si oranye-hitam) VIOS dan
klub de blue-witten (si biru-putih)
Sidolig, jika bertanding akan selalu banyak penonton. Persija Jakarta (oranye) dan
Persib Bandung (biru) yang sekarang adalah suksesi klub VIOS dan Sidolig. Julukan kedua klub ini dalam perkembangannya muncul nama Macan Kemayoran dan Maung Bandung.
Saat itu, Jawa
dibagi tiga provinsi: West Java, Middle Java dan Oost Java. West Java terdiri
dari empat residentie: Batavia, Bantam, Preanger dan Cheribon. Residentie
Batavia meliputi afdeeling Batavia, afd. Buitenzorg dan afd. Karawang. Depok,
bagian dari afdeeling Buitenzorg (Bogor). Gibernur berkedudukan di Batavia.
Klub Bandung mulai pede dan mampu mengalahkan klub Jakarta
Di sela-sela mengikuti turnamen, klub-klub Jakarta masih sempat bertandang ke Bandung. De
Preanger-bode, 30-12-1904 melaporkan sore ini di Bandung akan dilangsung
pertandingan antara BVC Jakarta dan UNI Cimahi dan besok sore pukul empat sore
di Cimahi antara UNI dengan klub dari Jakarta lainnya, Oliveo. Di Bandung juga
akan digelar pertandingan antara VIOS Jakarta versus Sidolig Bandung..
Pada awal tahun
1905 pertandingan sepakbola digelar di Bandung. Kemarin antara BVC Bandung vs
UNI dari Cimahi dengan skor lima nol untuk kemenangan BVC. Hari ini Minggu akan
ada pertandingan antara UNI dengan Sidolig dari Bandung di Cimahi. Sidolig
datang dengan pemain lengkap, pertandingan akan menarik (De Preanger-bode, 16-01-1905).
Di
Bandung, frekuensi pertandingan makin tinggi. Tampaknya sepakbola Bandung dan
Cimahi makin ramai. Di Jakarta, setelah turnamen yang melelahkan itu, seperti dilaporkan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
03-04-1905 berlangsung antara BVC vs Oliveo. Pertandingan berlangsung seru yang dimulai pukul 4.45. Pada
babak pertama imbang nol-nol. Setelah jeda istirahat 10 menit pertandingan
dimulai lagi, yang pada akhirnya Oliveo menang dengan tiga gol. Berita lain, dalam
libur Paskah, salah klub di Bandung mengundang klub BVC dari Jakarta, namun
sejauh ini belum diketahui keputusannya (De Preanger-bode, 14-04-1905). Ini
menunjukkan bahwa klub Bandung mulai pede,
sebab selama ini yang berinisiatif melakukan pertandingan di Bandung adalah
klub-klub di Jakarta. Di Bandung sendiri sudah mulai banyak klub, selain
Sidolig UNI, juga sudah didirikan SS Voetbal Club di Bandung dan Sios di
Cimahi. Satu klub lainnya di Cimahi bernama Insulinde. Di Bandung pertandingan
di pusatkan di Pieters Park, di Cimahi di lapangan militer.
Akhirnya BVC
Jakarta memenuhi undangan dari Bandung. BVC akan berangkat dengan kereta
tanggal Minggu 23 April 1905. Dalam pertandingan itu BVC melawan tim gabugan
Bandung. BVC kemudian besoknya akan melawan militaire Voetbal-vereenigingm UNl
di Cimahi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 22-04-1905). Hasil-hasil
pertandingan sebagaimana dilaporkan De Preanger-bode, 25-04-1905, BVC Jakarta
imbang 2-2 di Bandung dan kalah 3-4 di Cimahi.
Klub-klub
sepakbola Jakarta telah berhasil meramaikan sepakbola di Bandung. Sepakbola
Bandung cepat adapatif, cepat pula berkembang. Sepakbola Bandung sudah mulai
sejajar dengan sepakbola di Batavia. Di Bandung bermunculan klub, selain BVC,
UNI dan Sidolig, juga belakangan muncul dari sekolahan yakni klub baru: OSVIA.
Klub sekolah pangreh pradja ini telah melalukan pertandingan dengan klub
Sidolig yang dimainkan di lapangan Tegallega (milik OSVIA) dan juga telah
melakukan pertandingan dengan UNI (yang kini telah pindah markas ke Bandung).
Di Cimahi muncul nama klub VIOS. Di Bandung juga muncul klub sepakbola
Advendo, sarikat siswa dari KWS. Advendo adalah klub siswa anak-anak
Eropa/Belanda, sebelumnya sudah ada klub sekolah OSVIA (klub anak-anak
pribumi). Klub Jakarta bulan-bulan ke depan tetap sibuk, setelah turnamen Droogdok-beker akan dilanjutkan dengan turnamen berikutnya (Aguilar-beker).
De Preanger-bode,
koran Bandung terus melaporkan perkembangan sepakbola di Bandung dan
sekitarnya. Dalam ulasan yang terdapat di koran itu, Bandung harus mulai
siap-siap mengantisipasi perubahan. Setelah sepakbola, kota Bandung juga sudah
mulai dikunjungi cabang olahraga lain, seperti sepeda. Pemain sepeda ini tidak
dalam pertandingan balap sepeda tetapi lebih bersifat turis. Wisatawan Jakarta
sudah mulai meningkat dari waktu ke waktu. Transportasi kereta yang lancar,
udara Bandung yang sejuk menjadi daya tarik warga Jakarta untuk berkunjung,
Bandung harus siap-siap menerima wisatawan dari Jakarta. Demikian De
Preanger-bode mengomentari dari lapangan sepakbola. Sementara itu
dilaporkan bahwa pertandingan sepakbola di Bandung sudah dialihkan dari Pieters
Park ke lapangan Aloon-Aloon, seperti pertandingan baru-baru ini antara Sidolig
Bandung vs UNI dari Cimahi.
Di Batavia pada bulan Maret lalu sudah terbit
majalah khusus olahraga pertama. Majalah ini diterbitkan oleh Algemeen
Handelsblad, Majalah ini dalam edisi perdana melaporkan dinamika sepakbola di
Medan dan sekitarnya (lihat De Sumatra post, 13-03-1905).
Sepakbola dan awal kebangkitan bangsa pribumi
Sejauh ini klub orang pribumi hanya terdapat
di Docter Djawa School (Jakarta) dan OSVIA (Bandung). Di Bandung belum
terdeteksi adanya klub pribumi. Di Jakarta sudah mulai terdeteksi sebagaimana
di laporkan oleh Bataviaasch nieuwsblad, 17-06-1905. Koran ibukota ini
melaporkan sejumlah pertandingan sepakbola untuk pribumi besok sore antara Gang
Solitude vs Norbek di Meester Cornelis, Pedjambon vs Gang Timboel di Koningsplein,
Kebon Manggis vs Gang Aboe dan Petjenongan vs Kwitang di Waterlooplein.
Di Medan sudah lebih awal adanya klub pribumi (1904),
seperti Toengkoe Sportclub (kerabat kerajaan di Bindjai), Zetterletter
(anak-anak pengusaha asal Angkola dan Mandailing). Di Bandung, klub pribumi
sejauh ini belum ada laporannya. Docter Djawa School dan OSVIA tidak dapat
dikategorikan sebagai klub pribumi, karena dua sekolah (tinggi) itu dimiliki
oleh pemerintah colonial dan dosen-dosennya adalah orang Belanda (yang mungkin
menjadi pembina klubnya).
Kebangkitan sepakbola pribumi, tidak hanya
ditunjukkan oleh semakin banyaknya klub pribumi yang muncul tetapi juga sudah
ada klub pribumi yang mengalahkan klub orang-orang Belanda. Di Jakarta,
interaksi antara klub pribumi dan klub orang-orang Belanda belum terjadi. Sepakbola
di Jakarta seakan terdiri dari dua kamar: pribumi dan orang Eropa/Belanda,
berjalan sendiri-sendiri. Di Medan, pembauran ini telah lama terjadi antara
klub orang-orang Eropa/Belanda dengan klub pribumi. Kemenangan klub pribumi
pertama terjadi pada tanggal 31 Agustus 1905 antara Toengkoe Club melawan Medan
Sportclub dengan skor 2-1 (lihat De Sumatra post, 01-09-1905). Tapi ternyata
ada konsekuensi (ada kaitannya atau tidak dengan kekalahan klub Belanda ini), bahwa
lapangan Esplanade (kini lapangan Merdeka) tidak boleh lagi digunakan oleh klub
pribumi, hanya dapat digunakan oleh ETI (klub orang-orang Eropa/Belanda).
Kebangkitan lainnya terjadi di bidang pendidikan. Sutan Casajangan pada 5 Juli 1905 dari Batavia berangkat kuliah ke Belanda dan tiba di Rotterdam 30 Juli 1905. Sutan Casajangan adalah mahasiswa pertama yang kuliah di Belanda. Surat kabar Telegraaf mewawancara Soetan Casajangan di Amsterdam yang dilansir Bataviaasch nieuwsblad, 02-07-1907 (hanya mengutip beberapa saja di sini).
‘…mengapa anda mengambil risiko jauh studi kesini meninggal kesenangan di kampungmu, calon koeria, yang seharusnya sudah pension jadi guru dan anda juga harus rela meninggalkan anak istri yang setia menunggumu…anda tahu untuk masyarakat saya, masih banyak yang perlu dilakukan, kami punya mimpi, kami diajarkan dengan baik oleh guru Ophuijsen….tapi kini masyarakat kami sudah mulai menurun dan melemah pada semua sendi kehidupan.. saya punya rencana pembangunan dan pengembangan lebih lanjut dari penduduk asli di Nederlandsch Indie (Hindia Belanda)..saya mengajak anak-anak muda untuk datang ke sini (Belanda) agar bisa belajar banyak..di kampong saya kehidupan pemuda statis, baik laki-laki dan perempuan..dari hari ke hari hanya bekerja di sawah (laki-laki) dan menumbuk padi (perempuan)…mereka menghibur diri dengan menari (juga tortor) yang diringi dengan musik, simbal, klarinet, gitar dan ensambel gong…(dansten zij op de muziek van bekkens, klarinet, guitaar en gebarsten gong...)..anda tahu dalam Filosofi Batak kuno, kami yakin bahwa jiwa itu berada di kepala, dan karenanya kami harus tekun agar tetap intelek…’.
Pada tahun 1908 jumlah mahasiswa yang kuliah di Belanda sudah ada sekitar 20 orang. Sutan Casajangan menggagas untuk didirikannya persatuan (pelajar) Indonesia yang disebut Indisch Vereeniging pada tanggal 25 Oktober 1908 di rumahnya di Leiden. Radjioen Harahap gelar Sutan Casajangan kelahiran Padang Sidempuan menjadi presiden pertama. Pada tahun ini juga organisasi kemasyarakatan didirikan namanya Boedi Oetomo. Organisasi kemasyarakatan pertama didirikan tahun 1900 di Padang, namanya Medan Perdamaian. Yang menjadi Ketua pertama organisasi ini adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda kelahiran Padang Sidempuan. Organisasi ini bersifat nasional dan telah memberikan bantuan untuk pembangunan sekolah di Semarang (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-08-1902). Medan Perdamaian cabang Medan juga membentuk klub sepakbola bernama Sarikat Voetbal Club yang ikut kompetisi dalam Deli Voetbal Bond (1907).
Kompetisi sepakbola perdana di Bandung
Di Jakarta turnamen berikutnya dilaksanakan
yang disebut Agilar-beker. Pertandingan pertama dimulai pada tanggal 23 Juli
1905 dengan mempertemukan VIOS dan PTVC di lapangan Stovia, Waterlooplein dan
BVC vs STOVIA di lapangan Oliveo, Waterlooplein pada pukul 4.45 (Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indie, 22-07-1905). Hasil pertandingan BVC
mengalahkan STOVIA (mahasiswa docter djawa school) 3-0, sedangkan VIOS
mengalahkan tim dari Post en Telegraag (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 24-07-1905)
Di Bandung kompetisi sepakbola yang pertama akhirnya
terselenggara. Jumlah klub yang berkompetisi sebanyak tiga klub: Sidolig, UNI
dan SS (De Preanger-bode, 16-10-1905). Juara dari kompetisi sepakbola perdana
di Bandung ini adalah Sidolig.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 22-07-1905 juga melaporkan adanya pertandingan sepakbola
pribumi (Inlandsch-
Voetbal) pada Minggu sore pukul setengah empat antara klub Gang Solitude dan Gang
di di Meester Cornelis. Pertandingan disponsori oleh firma Thio Tek Hong. Kedua
klub bersedia atas permintaan editor dari Bintang-Hiudia. Hasil pertandingan
3-2 untuk Gang Solitude. Besok akan dilangsungkan antara Kampong Norbek dengan Gang
Petjenongan. Sponsor tetap Toko Thio Tek Hong dan kostum disediakan Bintang
Hindia (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-07-1905).
Bintang Hindia
adalah majalah berbahasa Melayu (baca: Indonesia) yang terbit di Belanda yang
dipimpin oleh Dr. AA. Fokker. Pada tahun 1904, Fokker berkunjung ke
Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) dan mengajak Dja Endar Moeda dan Abdul
Rivai berkunjung ke Belanda. Dja Endar Moeda pada awalnya adalah editor koran
Pertja Barat di Padang 1897, kemudian tahun 1900 mengakuisisi koran itu bersama
percetakannya. Abdul Rivai adalah alumni docter djawa school yang suka menulis.
Ajakan Fokker ini bertujuan (pada akhirnya) Abdul Rivai menjadi editor Bintang Hindia
sedangkan Dja Endar Moeda menjadi korespondensi di Sumatra dan mendistribusikan
Bintang Hindia di bawah perusahaannya (yang mendistribusikan buku-buku (pelajaran
dan novel) karangannya sendiri dan surat kabar dan majalah yang dimilikinya.
Dja Endar Moeda adalah radja persuratkabaran di Sumatra (Padang, Sibolga, Medan
dan Banda Aceh). Besar dugaan inisiatif Abdul Rivai dan Dja Endar Moeda
mensponsori sepakbola pribumi di Jakarta. Di Jakarta sendiri sebenarnya sudah
ada surat kabar berbahasa Melayu, Pewarta Betawi, milik Karel Wijbran (mantan
editor Sumatra Post, Medan) yang sejak 1903 editornya adalah Tirto Adhi Soejo.
Sementara itu di Medan juga ada surat kabar berbahasa Melayu yang sejak
pendiriannya tahun 1902 dipimpin oleh editor Mangaradja Salambuwe. Praktis pada
tahun 1905 hanya ada empat orang editor pribumi: Saleh Harahap gelar Dja Endar
Moeda (Pertja Barat di Padang, sejak 1897), Hasan Nasution gelar Mangaradja
Salambuwe (Pertja Timur di Medan, 1902), Tirto Adhi Soerjo (Pembrita Betawi di
Jakarta, 1903) dan Abdul Rivai (Bintang Hindia di Amsterdaam, 1904). Keutamaan
Dja Endar Moeda, alumni Kweekschool Padang Sidempuan, 1884 dan mantan guru adalah
satu-satunya pribumi yang telah memiliki surat kabar dan percetakan (untuk
buku-buku dan majalah dan surat kabar). Dja Endar Moeda sangat dikenal di
Hindia Belanda mulai dari Aceh hingga Ternate karena dialah yang berinisitif menulis
buku panduan haji tahun 1901 dan telah diadopsi pemerintah kolonial dan
didistribusikan ke semua daerah di Indonesia. Dja Endar Moeda pendiri
organisasi social Indonesia pertama (1900) juga memiliki klub sepakbola pribumi
di Medan bernama Zetterletter VC (dibentuk tahun 1904). Mangaradja Salamboewe, alumni
Kweekschool Padang Sidempuan, 1893, mantan jaksa adalah anak Dr. Asta, siswa pertama dari uar
Jawa yang diterima di Docter Djawa School tahun 1854. Pada tanggal 30 Juli
Soetan Casajangan, tiba di Rotterdam. Pada bulan Oktober, Soetan Casajangan
menulis di Bintang Hindia yang mengajak putra-putri Indonesia untuk kuliah di
Belanda (agar bisa lebih maju). Pada tahun 1906 mahasiswa sudah ada enam orang
termasuk Soetan Casajangan dan pada pertengahan tahun 1908 sudah ada 20an
orang. Lalu bulan Oktober 1908 Soetan Casajangan menggagas didirikannya
persatuan pelajar Indonesia. Beberapa tahun kemudian, Radjioen Harahap gelar
Soetan Casajangan, alumni Kweekschool Padang Sidempuan menggantikan posisi
Abdul Rivai sebagai editor berbahasa Melayu di Belanda. Satu lagi anak Padang
Sidempuan adalah Radjamin Nasution, yang saat ini menjadi mahasiswa STOVIA dan
salah satu dari pemain klub Docter Djawa School. Radjamin Nasution kelak
menjadi pendiri perserikatan sepakbola pribumi (Deli Voetbal Bond) di Medan
(1924), pembinan sepakbola di Surabaya (sejak 1932) dan walikota pribumi
pertama di Kota Surabaya).
Dalam
partai terakhir turnamen Aguilar-beker berte,u antara VIOS dan Oliveo. Sebagaimana
dilaporkan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-09-1905 bahwa
kemarin sore VIOS mengalahkan Oliveo dengan 2-1 yang sekaligus menjadi juara.
Pada malamnya di Bondslokaa van Rikkers op Noordwyk dilakukan penyerahan piala
yang diserahkan oleh perwakilan Aguilar & Co kepada kapten VIOS, Mr.
Martens. Ketua panitia mengucapkan kepada pimpinan Auilar & Co. Dalam acara
ini terjadi insiden pelemparan batu dari luar yang memecahkan kaca pintu tempat
acara dan seorang cidera dan kemudian memanggil bantuan polisi.
Bersambung:
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar