Pro-kontra tentang
pendidikan pribumi di Hindia Belanda telah mencapai puncaknya. Untuk pengembangan
pendidikan pribumi, orang Belanda banyak yang setuju tetapi juga banyak yang
tidak setuju karena alasan yang berbeda-beda.
Willem Iskander |
Pandangan orang Belanda
terhadap pendidikan pribumi di Jawa semakin mendapat tempat setelah adanya
laporan Chijs tentang kemajuan pendidikan di Mandailing dan Angkola. Kebijakan
pemerintah selama ini telah mendapat perhatian dewan. Argumennya dimulai dari
alokasi anggaran yang ada selama ini:
Arnhemsche courant, 13-11-1869: ‘…Hanya ada 7.000 siswa dari jumlah populasi
pribumi yang banyaknya 15 juta jiwa. Anggaran yang dialokasikan untuk itu kurang
dari tiga ton emas. Hal ini sangat kontras alokasi yang digunakan sebanyak 6
ton emas hanya dikhususkan untuk pendidikan 28.000 orang Eropa… lalu stadblad diamandemen untuk mengadopsi
perubahan yang dimenangkan oleh 38 melawan 26 orang yang tidak setuju’.
Setelah adanya perubahan dan
kemenangan di parlemen (dewan) oleh yang pro, diantara yang pro ada yang
mengungkapkan kekecewaannya selama ini sebagaimana dilaporkan oleh Algemeen
Handelsblad, 26-11-1869: ‘…kondisi pendidikan pribumi di Java adalah rasa malu
untuk bangsa kita (Belanda). Dua atau tiga abad mengisap bangsa ini,
berjuta-juta sumber daya penghasilan telah ditransfer ke ibu pertiwi (Kerajan
Belanda), tapi hampir tidak ada hubungannya untuk peradaban pribumi di sini (Hindia
Belanda)…’.