*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Pada masa ini wilayah Tangerang terdiri dari tiga kabupaten kota: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Di tiga wilayah ini paling tidak terdapat sebanyak kecamatan dan sebanyak kelurahan/desa. Nama-nama kampong tempo doeloe kini ada yang ditabalkan sebagai nama kecamatan dan nama kelurahan/desa. Namun juga ada kampong jaman doeloe yang tetap sebagai kampong. Diantara yang ada sekarang banyak kampong-kampong baru, tetapi juga ada kampong yang sudah eksis jaman doeloe, tetapi telah lama hilang (selamanya).
Pada masa ini wilayah Tangerang terdiri dari tiga kabupaten kota: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Di tiga wilayah ini paling tidak terdapat sebanyak kecamatan dan sebanyak kelurahan/desa. Nama-nama kampong tempo doeloe kini ada yang ditabalkan sebagai nama kecamatan dan nama kelurahan/desa. Namun juga ada kampong jaman doeloe yang tetap sebagai kampong. Diantara yang ada sekarang banyak kampong-kampong baru, tetapi juga ada kampong yang sudah eksis jaman doeloe, tetapi telah lama hilang (selamanya).
Moeara, Fort Tangerang, Babakan dan Fort Sampoera (Peta 1724) |
Artikel ini merangkum asal-usul kampong tempo
doeloe. Asal-usul dalam hal ini bukian asal-usil nama kampong yang umumnya berdasarkan
topomim, tetapi asal-usul dalam hal ini adalah sejak kapan nama kampong itu
tercatat dan hal apa saja yang terkait dengan kampung itu dalam perjalanan
waktu sejarah (bahka hingga sekarang). Asal-usul dalam hal ini juga tidak
berdasarkan ‘katanya’ tetapi berdasarkan bukti-bukti yang bisa dihadirkan pada
masa ini. Mari kita lacak sumber-sumber tempio doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Kampong Moeara dan Kampong Babakan
Sungai Tjisadane adalah sungai Tangerang.
Penduduk pedalaman menyebutnya sungai Tjisadane. Orang yang datang dari lautan
menyebutnya sungai Tangerang. Nama Tangerang sudah muncul sejak lama. Paling
tidak sudah muncul dalam laporan Portugis. Seorang Portugis, Joao de Barros di
dalam laporannnya (1527) di pantai utara Jawa terdapat tujuh pelabuhan penting,
yakni: Chiamo, Xacatara, Caravam, Tangaram, Cheguide, Pondang dan Bantam.
Penulis-penulis geografi Belanda mengidentifikasi Chiamo sebagai Tjimanoek
(Indramajoe), Xacatara sebagai Jacatra, Caravam sebagai Karawang, Tangaram
sebagai Tangerang, Cheguide (Tkonade), Pondang (Pontang) dan Bantam (lihat Tijdschrift
van het Aardrijkskundig Genootschap, 1906, 01-01-1906).
Kampong Moeara atau Tangerang (Peta 1690 dan Peta 1720) |
Pelabuhan Tangaram (Tangerang) diduga kuat adalah
Moeara, suatu tempat yang berada di muara sungai Tangerang. Orang-orang
Poertugis menyebut tempat tersebut sebagai de Qual (muara). Pada awal era VOC
nama tempat ini di dalam literatur Belanda disebut Moeara (mengacu pada nama
lokal) atau de Qual (mengacu pada sebutan orang-orang Portugis). Oleh karena
itu nama Tangerang bukanlah nama baru, tetapi nama yang sudah kuno. Suatu nama
yang sudah eksis sebelum munculnya Kerajaan./Kesultanan Banten atau Kerajaan
Jacatra. Sebagaimana ditulis pada masa ini Tangerang berasal dari Tanger pada
era Kesultanan Banten tidak berdasar.
Kampong Moeara di desa Muara, kecamatan Teloknaga |
Kampong terdekat dari muara sungai Tangerang ini ke arah hulu (pedalaman)
adalah kampong Babacan (Babakan). Suatu perkampongan penduduk asli, suatu
perkampongan terluar dari penduduk asli. Sedangkan Moeara adalah kampong warga
pendatang dari lautan yang kemudian menjelma menjadi pelabuhan (pusat
perdagangan). Antara dua tempat (kampong) inilah kemudian secara perlahan-lahan
terbentuk kampong-kampong baru, termasuk kampong Tangerang (pusat Kota
Tangerang yang sekarang). Kampong-kampong baru ini muncul sehubungan dengan
kebijakan baru VOC/Belanda menjadikan penduduk sebagai subjek (sejak 1667).
Kampong Tangerang, Cikal Bakal
Kota Tangerang: Dibuka oleh Pasukan Pendukung Militer VOC
Pada era VOC/Belanda, pendirian benteng selalu
mendahului pembukaan lahan (land). Adanya benteng menunjukkan keberadaan orang
Eropa/Belanda di sekitar. Tiga benteng yang dibangun di sepanjang daerah aliran
sungai Tjisadane/Tangerang adalah benteng de Qual (Moeara), benteng Tangerang
dan benteng Sampoera. Benteng de Qual berdekatan dengan benteng yang sudah ada
di pulau Onrust (Fort Onrust). Benteng Sampoera berada di Serpong.
Benteng-benteng
pertama lainnya di pedalaman di sekitar Batavia dibangun di Meester Cornelis
(di kampung Berlan yang sekarang) lalu kemudian di relokasi ke dekat Boekit
Doeri di daerah aliran sungai Tjiliwong. Benteng terjauh di pedalaman dibangun
di Tandjoengpoera di daerah aliran sungai Karawang/sungai Tjitaroem yang mana
untuk mendukung benteng ini dibangun benteng Bacassie di muara sungai
Bekasi/sungai Tjilengsie.
Benteng-benteng
baru ini dijaga oleh pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang
dipimpin oleh sersan Belanda. Pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda ini
direkrut seperti dari Ambon, Macassar, Boegis, Bali, Melajoe dan Jawa. Wilayah
pesisir pantai, wilayah kosong, kepada pasukan pribumi pendukung milter
VOC/Belanda ini diberi kesempatan untuk membangun perkampongan (merintis pertanian)
antara sungai Angke dan sungai Tjisadane. Demikian juga di wilayah timur
Batavia, wilayah antara sungai Tjakoeng dan sungai Bekasi/sungai Tjilengsi dan
wilayah antara sungai Bekasi/sungai Tjilengsi dengan sungai Karawang/sungai
Tjitaroem. Wilayah-wilayah okupasi baru ini menjadi barier (pertahanan) pertama
untuk melindungai Batavia dari kemungkinan serangan dari barat (Banten) dan
dari timur (Mataram).
Dari benteng-benteng di pedalaman inilah kemudian para pedagang (koopman)
VOC melakukan negosiasi-negosiasi dengan para pemimpin penduduk di pedalaman.
Dari benteng Sampoera (Serpong) ke Tjiampea dan dari benteng Meester Cornelis
ke Bogor. Pada tahun 1687 sebuah ekspedisi dikirim dari selatan Jawa melalui
muara sungai Tjimandiri (kini Pelabuhan Ratu) untuk menyisir wilayah selatan Ekspedisi ini dipimpin oleh sersan Scipio dan
kemudian membangun benteng di titik singgung terdekat antara sungai Tjiliwong
dan sungai Tjisadane. Benteng ini disebut Fort Padjadjaran (lokasi kini di
Istana Bogor). Untuk mendukung benteng Padjadjaran ini dibangun benteng baru di
Tandjong Oost (kini Pasar Rebo). Benteng Sampoera (sungai Tjisadane), benteng
Tandjoeng (sungai Tjiliwong) dan benteng Tandjoengpoera (sungai Tjitaroem)
terhubung dalam garis lurus pertahanan di pedalaman. Dengan demikian wilayah
antara sungai Tjisadane/sungai Tangerang dan sungai Tjitaroem/sungai Karawang
serta dari pantai hingga pegunungan/pedalaman di Tjikaow, Bogor dan Tjiampea
sudah menjadi wilayah ekonomi baru (perdagangan dan pertanian) VOC yang utama
dalam implementasi kebijakan ‘penduduk sebagai subjek’.
Di area pusat kota Kota Tangerang yang sekarang
pada awal okupasi VOC/Belanda (1670an) ketika benteng Tangerang dibangun (16??)
ditempatkan pasukan pribumi pendukung militer VOC yang berasal dari Jawa. Orang
Eropa pertama yang mengusahakan pertanian di sekitar benteng Tangerang ini
adalah Cornelis Snock (yang bertempat tinggal di pulau Onrust). Menurut
Daghregister, Cornelis Snock terbunuh tahun 1674 oleh budaknya sendiri.
Benteng
Tangerang dibangun di suatu tempat, bukan di kampong Tangerang. Kampong
Tangerang sendiri berada di muara sungai Tangerang (kampong Moeara). Benteng
ini kemudian disebut benteng (fort) Tangerang. Dari benteng Tangerang inilah
kemudian terbentuk perkampungan. Kampong yang pertama terbentuk adalah kampong
Baroe yang dihuni oleh orang-orang dari Macassar. Nama kampong Baroe, sulit dibedakan
apakah diasosiasikan dengan kampung yang baru atau kampong yang dihuni oleh orang-orang
dari Barroe di Macassar. Kampong Baroe ini berada diantara benteng Tangerang
dengan kampong Babakan. Sebab tidak jauh dari benteng Tangerang/kampong Baroe
juga muncul nama kampong Bali, kampong Boegis dan kampong Malajoe.
Orang Eropa/Belanda yang menggantikan Cornelis
Snock untuk membangun pertanian di sekitar benteng Tangerang adalah Cornelis
Vincent van Mook. Pada tahun 1678 van Mook mulai membangun kanal dengan menyodet
sungai Tjisadane ke arah timur. Dalam perkembangannya kanal ini diteruskan
dengan menghubungkan sungai Tjisadane dengan sungai Angke. Kanal selesai
dibangun pada tahun 1687 yang kemudian dikenal sebagai kanal Mookervaat.
Pada
Peta 1724 nama-nama kampong di daerah aliran sungai Tangerang sudah diidentifikasi.
Nama–nama kampong ini juga telah dicatat seorang ahli geografi sosial François
Valentijn di dalam bukunya Oud en nieuw Oost-Indiën, vervattende een
naaukeurige en uitvoerige verhandelinge van Nederlands mogentheyd in die
gewesten yang diterbitkan pada tahun 1726. Nama-nama kampong tersebut adalah Sapoebaroe
(Kampong Baroe), Babacoan (Babakan), Kampong Bali, Padipara, Pakolaeeng
(Pakulonan), Kampong Malejo (Kampong Melajoe), Prajang (Pajang), Tjikokoe
(Tjikokol), Sajogalti (Sajagati), Linkon (Lengkong), Boejim Grompan (Bodjong
Roempang), Kajang Madang, Liebe Karang, Wassawang, Wierapoerabangso, Mandang
(Medang), Salabantar (Salabentar), Jampang, Tjiepienang, Pagoenang, Sandali,
Silatang, Siberong, Jacob Bouwmeester, dan Doerian Siriboe (Doeren Seriboe).
Nama-nama kampong ini banyak yang tidak dikenal pada masa ini dan boleh jadi
telah hilang atau berganti nama.
Setelah adanya kebijakan Pemerintah VOC menjual
lahan-lahan kepada perorangan maka muncul tanah-tanah partikelir (land).
Nama-nama land di daerah aliran sungai Tangerang teridentifikasi pada peta-peta
lahan. Nama-nama land banyak diantaranya menggunakan nama kampong.
Pada
Peta Land 1730 teridentifikasi kampong Tjisaok, Tjiledoek, Babakan, Tjikokol,
Bodjong Roempang, Ankee, Tjiadas, Tjiledoek, Kabaleen. Pada Peta Land 1739
teridentifikasi nama kampong Sampora, Tjiledoek, Tjantiga, Pondok Poetjoeng,
Theunis, Crul, Peta Land 1750 teridentiffikasi nama kampong Tjipeteh, Tjikokol,
Babakan, Grendeng, Zuiderringsloot, Zoerendaal, Groote ringsloot, Kapok,
Benteng Alang-Alang. Tjenkarang, Westermede, Concordia, Kadaewa Batoetjeper,
Kamal, Klappa, Dadap, Pakadjangan, Tandjong Boeroeng, Dadap Roeboboe dan
Tandjong Pasir. Pada Peta Land 1752 nama kampong Babakan, Tjikokol, Tjiledoek.
Pada Peta Land 1760 nama-nama kampong Djampong; Westergouw; Salabantar; Tji
Mangir, Medang; Andemoei; Krangan; Salak; Kademangan; Poetjong; Serpong;
Geneterong; Sampora; Babakan; Tji Kotjar; Lengkong; Tjisao; Sajagati; Bodjong
Gintong; Priang; Kakoelonan; Kampong Baroe; Paroengkoeda; Bodjongringgit,
Kadoewang. Pada Peta Land 1761-1775 teridentifikasi nama kampong Benteng
Alan-alang, Tjenkarang, Slingerland, Kamal, Selapadjang, Boedjong Ringit, Telok
Naga, Pakadjangan, Malayo, Tandjoeng Boerong, Kadapang, Tagalangoes, Dadap
Roeboe, Soengaei Tiram. Pada Peta Land 1780 teridentifikasi nama kampong Babaccan,
Lengkong. Tjiletrang. Pada Peta Land 1786 teridentifikasi nama kampong Kadoewang,
Batoe Tjeper; Salapadjang; Paroeng Koeda. Pada Peta Land 1788 teridentifikasi nama
kampong Kattemangan. Tjilletrang yang disebut Sampora; Krangan. Pada Peta Land
1789 teridentifikasi nama kampong Babakan, Lenkong Tjilletrang di Sampora, Tji
Atar dan Tjekatjarre. Pada Peta Land 1790a teridentifikasi nama kampong Tjankaar(ang),
Benting Allang Allang, Qual (fort), Kamal. Pada Peta Land 1790b teridentifikasi
nama kampong Ankee, Fluit, Qual, Slinger land, Kamal. Benteng Alang-Alang.
Batoe Tjepper, Paroengkoeda, Kadoewang. Selapadjang. Boedjonge Ringit.
Teloknaga. Ontong Java. Pada Peta Land 1790c teridentifikasi nama kampong Greving,
Paroengkoeda, Bangeman, Kadoewang, Salapadjang, Boedjongringgit, Teloknaga,
Boode, Pakadjangan. Malajoe, Panoelan, Tagalangoes. Limoeng. Katapan, De Qual, Soengei
Tiram, Tandjoeng Pasir, Ontong Djawa. Pada Peta Land 1798 teridentifikasi nama
kampong Panjebrangan; Djampang Oedik; Koeripan; Djampang Ilir; Salabantar; Kaloerahan;
Medang; Karangan; Katoemangan; Tjilletrang; Babakan; Loenkong; Pondok Johor;
Doerian Sariboe; Boedjong Sari; Tjoeroek of Tjinangka; Pondok Petir; Pondok
Benda; Pondok Tjabe; Sawangan, Pondok Terong, Pondok Jakon, Tjisalak, Grendeng.
Pada era Pemerintah Hindia Belanda nama-nama
kampong teridentifikasi pada Peta Land 1804 yakni Babbaccan, Lengkong, Tjielettrang,
Pondok Loo, Djombang. Dadap, Kossong dan Tjitingang. Pada resolusi yang dibuat
oleh Gubernur Jenderal Daendels 1909 teridentifikasi nama-nama kampong: bazar
Tangerang, Grinding, Wilgenburg atau Paser Baroe, Tjuni, Tjigronson, Sading, Medang,
Krangan, Kademangan, Tjeletrang, Linkong (Lengkong), Djampang Ilir, Selabantar
dan Kaloerahan.
Asaalamualaykum guru..
BalasHapusMau tanya apakah Pamulang dahulunya masuk wilayah distrik Parung atau Tangerang..
Makasih..smg manfaat ilmunya🙏🙏
Iya betul Bung Agam, wilayah Pamoelangh (Tjipoetat) masuk Paroeng. District Paroeng (afdeeling Buitenzorg) berbatasan dengan district Kebajoran (afdeeling Meester Cornelis) Awalnya district Paroeng juga termasuk Goenoeng Sindoer dan Tjiampea.Batas district Kebajoran dengan district Tangerang di sungai Angke. Pada tahun 1920an wilayah district Kebajoran diperluas dengan mengurangi wilayah district Paroeng, seperti batas yang sekarang
HapusDemikian, semoga terbantu
Tempat saya kelurahan tanah tinggi Tangerang, dikenal dengan nama kampung pondok panjang bersebrangan dengan kampung pondok kramat...kata orang 2 tua riwayat cerita....nama itu sudah lama ..Tanah tinggi itu masuk mana ya guru
BalasHapusDi tempat kelahiran saya, Kelurahan Tanah Tinggi,Tangerang.
BalasHapusdikenal dengan nama Pondok Panjang ..dan disebrangnya dengan nama pondok keramat (batoe ceper).
kira-kira ada catatan tertulisnya tidak guru