Kamis, 03 Agustus 2017

Sejarah Kota Depok (30): Sejarah Cibubur dan Tanjung Timur; ECC Ament, Anak Pemilik Land Tandjong Oost di Landhuis Tjiboeboer

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Pada tanggal 2 Oktober tahun 1847 Pemerintah Hindia Belanda telah mengeksekusi Land Tjiboeboer. Siapa pemilik lahan sebelumnya tidak diketahui. Lahan ini terdiri dari lahan padi sawah yang luas, kerbau, kuda, perabot rumah, dan sejumlah properti lainnya (Javasche courant, 25-09-1847). Seperti biasanya, setelah suatu lahan dieksekusi tidak lama kemudian lahan beserta properti di dalamnya akan disewakan (semacam konsesi) kepada publik.

Javasche courant, 25-09-1847
Dalam sebuah iklan tahun 1870, Land Tandjong Oost dan Land Tjiboeboer akan disewakan kepada publik. Yang berminat dapat menghubungi HM Ament, Administrateur di Fekajong (Pekayon). Batavia 8 April 1870 (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 08-04-1870).

Setelah pemerintah menyewakan lahan yang telah dieksekusi, Land Tjiboeboer tampaknya telah diambilalih (sewa beli) oleh HM Ament, seorang tuan tanah (Landheer) Land Tandjong Oost (Pasar Rebo). Tidak diketahui kapan HM Ament mengakuisisi Land Tjiboeboer hingga keberadaan Land Tjiboeboer akan disewakan kepada publik oleh HM Ament tahun 1870.

Sejarah Kota Depok (29): Islam, Kristen, Pagan Sama Penting Bagi Pemerintah Hindia Belanda; Gemeente Depok Pernah Mangkir

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Dalam banyak hal, Pemerintah Hindia Belanda tidak terlalu mengistimewakan warga Land Depok dibandingkan penduduk land lainnya. Pemerintah menganggap Islam, Kristen dan pagan dipandang sama, yang membedakan adalah siapa yang bersedia berpartisipasi dalam pembangunan dalam wujud kerjasama untuk membangun jalan; jembatan dan mengembangkan lahan-lahan pertanian. Itulah inti politik kolonial: memaksimumkan keuntungan.

Papan nama Gemeente Bestuur Depok
Bagi Pemerintah Hindia Belanda melihat tidak ada yang istimewa di Land Depok, yang ada adalah popularitas Land Depok karena warga terus melestarikan wasiat Cornelis Chastelein sejak era VOC. Meski popularitas Land Depok terus meningkat, karena jemaat Kristen (gemeente) Land Depok telah menjadi pusat zending (1871), pemerintah tidak bergeming. Dalam perbedaan sudut pandang antara pemerintah dam gereja, sejumlah warga di Gemeente Depok justru mulai coba mengkapitalisasi popularitas.

Pemerintah Hindia Belanda menganggap warga Gemeente Depok hanyalah sebagai penyewa lahan (pemerintah). Namun warga Gemeente Depok tetap menganggap lahan Land Depok adalah warisan Cornelis Chastelein sejak 1714. Ketika muncul peraturan perpajakan yang baru tahun 1933 (Staatsblad No. 352), pemerintah bertindak tegas terhadap warga yang tidak memenuhi kewajiban untuk membayar pajak. Tidak diketahui apa yang melatarbelakangi motif ‘setangah membangkang’ ini.