Jumat, 15 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (173): Soekmono dan Candi Borobudur; Penyelidikan Sejarah Berdasarkan Garis Pantai Tempo Doeloe

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelumnya sudah dibicarakan nama arkeolog generasi pertama Raden Pandji Soejono. Pada artikel ini dideskripsikan nama arkeolog yang juga generasi pertama yakni Soekmono dan Satyawati Suleiman yang keduanya terlibat dalam urusan candi Borobudur. Satu hal yang perlu dicatat dalam hal ini adalah pendapat Soekmono bahwa pada masa Sriwijaya garis pantai Sumatra bagian timur terletak di daerah pedalaman. Di Jambi terdapat sebuah teluk, sedangkan kota Palembang terletak di ujung sebuah semenanjung. Pendapatnya ini terus dipertahankan hingga akhir hayatnya (lihat Wikipedia).

Saya juga sependapat dengan R Soekmono. Ternyata pendapat serupa ini sudah pernah dikemukakan oleh PV van Stein Callenfels jauh di masa lalu. Pendapat serupa ini jarang digunakan oleh para peneliti lain bahkan hingga masa ini. Asumsi bahwa peta geografi Indonesia bersifat tetap (tidak berubah) sebenarnya dapat menyimpangkan kesimpulan tentang posisi sejarah yang sebenarnya. Dalam sejumlah artikel saya, tidak hanya soal posisi GPS Jambi dan Palembang yang sudah dibahas, tetapi juga dalam artikel saya yang lain tentang posisi GPS tempat-tempat lain di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Papua. Dalam artikel lain saya juga pernah membuktikan dimana pulau Taprobana yang dipetakan oleh Ptolomeus pada abad ke-2. Dengan kesimpulan ini dengan sendirinya menjawab posisi GPS Banjarmasin (Kalimantan Selatan). Dalam artikel saya yang lain saya juga menemukan rupa bumi di kawasan dimana candi Borobudur berada. Dengan demikian juga menjawab posisi GPS Jogjakarta. Tentu saja artikel sebelum ini tentang posisi GPS ibu kota Kerajaan Majapahit. Dalam list artikel yang akan diupload pada waktunya termasuk beberapa posisi GPS blok tambang minyak di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

Lantas bagaimana sejarah arkeolog R Soekmono? Seperti disebut di atas, membicarakan Soekmono juga harus mengenal Satyawati Suleiman karena keduanya berpartisipasi dalam hal eskavasi dan pemugaran candi Borobudur. Namun satu hal yang perlu dicatat adalah pendapat Soekmono soal posisi GPS tempat pada zaman kuno. Lalu apakah Soekmono tidak memperhatikan rupa bumi sekitar kawasan candi Borobudur? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (172): Sejarah Prasejarah di Indonesia Zaman Purba; PV van Stein Callenfels dan HR van Heekeren

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Lapangan studi zaman puba, prasejarah (praehistorische) tidak hanya di negara lain, tetapi juga dilakukan di Indonesia. Penyelidikan prasejarah ini sudah dimulai pada era Hindia Belanda, tetapi baru mendapat perhatian serius pada era Republik Indonesia. Salah satu peneliti yang terampil untuk urusan prasejarah ini adalah HR van Heekeren. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Prof. Raden Pandji Soejono. Pekerjaan penyelidikan sejarah prasejarah ini sudah dimulai sejak Pieter Vincent van Stein Callenfels.

Penyelidikan sejarah di Indonesia pada dasarnya sudah dimulai pada era VOC. Orang yang dapat dikatakan sejarawan era VOC adalah Francois Valentijn dan seniornya Georg Eberhard Rumphius. Kebetulan keduanya memulai pekerjaannya di Ambon. Yang serius memperhatikan sejarah adalah Valentijn, sementara Rumphius hanya sekadarnya saja karena pekerjaannya lebih fokus pada penyelidikan botani. Keutamaan Francois Valentijn adalah masih menemukan sumber-sumber Portugis di berbagai tempat (di koloni Portugis dan perpustakaan Eropa). Tentu saja Valentijn adalah orang pertama yang menggunakan sumber catatan Kasteel Batavia (Daghregister). Rumphius menghasilkan buku botani dalam tujuh volume (yang konon juga dibantu oleh Saint Martin (di Kemajoran) dan Cornelis Chastelein (di Depok). Hasil keraja Valentijn dalam dua volume tentang (sejarah) geografi Oud en Nieuw Oost Indiisc Hindia Timur (baca: Indonesia) yang diterbitkan pada tahun 1726 di Belanda.

Lantas bagaimana sejarah prasejarah di Indonesia? Seperti disebut di atas, meski sudah dilakukan lebih awal pada era Hindia Belanda, tetapi untuk urusan sejarah prasejarah ini tidak bisa dipisahkan dengan nama HR van Heekeren (nama Belanda yang bahkan masih bekerja pada era Republik Indonesia). Ingat HR van Heekeren, kita juga ingat dua nama muridnya RP Soejono dan Basoeki. Lantas mengapa studi prasejarah kembali menarik perhatian? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.