Minggu, 20 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (429): Pahlawan Indonesia–Pahlawan Belanda; Belanda Perlu Minta Maaf? Indonesia Harus Memaafkan?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda kembali terevaluasi. Belanda kembali, melalui Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyampaikan permintaan maaf penuh kepada Indonesia, setelah tinjauan sejarah menemukan bahwa Belanda menggunakan "kekerasan berlebihan" dalam upaya sia-sia untuk mendapatkan kembali kendali atas bekas wilayah penjajahan mereka setelah Perang Dunia II. Pada Maret 2020, saat berkunjung ke Indonesia, Raja Willem-Alexander membuat permintaan maaf atas kekerasan yang dilakukan Belanda. Pada tahun 1969 pemerintah Belanda menyimpulkan bahwa pasukannya secara keseluruhan telah berperilaku benar selama konflik, tetapi mengakui pada tahun 2005 bahwa mereka "berada di sisi sejarah yang salah". Apakah permintaan maaf PM Rutte ini menjadi final dari evaluasi sejarah Indonesia-Belanda?

PM Mark Rutte menanggapi temuan studi tersebut, yang mengatakan militer Belanda telah terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949. Kajian tersebut juga menemukan bahwa kekerasan tersebut dimaafkan oleh pemerintah dan masyarakat Belanda pada saat itu. "Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Rutte pada konferensi pers setelah temuan itu dipublikasikan pada hari Kamis. "Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama pemerintah Belanda." Temuan tinjauan, yang didanai oleh pemerintah Belanda pada tahun 2017 dan dilakukan oleh akademisi dan pakar dari kedua negara, dipresentasikan pada hari Kamis 17 Februari di Amsterdam. Kekerasan oleh militer Belanda, termasuk tindakan seperti penyiksaan yang sekarang akan dianggap sebagai kejahatan perang, "sering dan meluas", kata sejarawan dan peserta studi Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda. "Politikus yang bertanggung jawab menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum: mereka membantunya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menghukumnya hampir atau tidak sama sekali," katanya. Sekitar 100.000 orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang, dan meskipun persepsi konflik telah berubah di Belanda, pemerintah Belanda tidak pernah sepenuhnya memeriksa atau mengakui ruang lingkup tanggung jawabnya [Yahoo.com-Liputan6.com. Jumat, 18 Februari 2022].

Lantas bagaimana sejarah hubungan antara Indonesia dan Belanda? Ini sehubungan dengan PM Belanda Mark Rutte harus kembali meminta maaf setelah sebelumnya Raja Willem-Alexander menyatakan permintaan maaf? Lalu bagaimana sejarah hubungan antara Indonesia dan Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (428): Pahlawan Indonesia dan RM Soesalit, Putra Tunggal Kartini; Perhimpoenan Indonesia di Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Satu-satunya putra alm RA Kartini adalah Raden Mas Soesalit Djojoadiningrat. Setelah lulus sekolah menengah HBS di Semarang, apakah melanjutkan studi ke Belanda? Pertanyaan ini seakan tugas suci bagi Soesalit untuk memenuhi keinginan ibunya studi ke Eropa pada tahun 1902. Saat itu, RA Kartini cukup bersahabat dengan orang-orang Belanda, tetapi saudara Soesalit RM Abdoel Madjid Djojoadingrat di dalam Perhimponenan Indonesia di Belanda menjadi salah satu revolusioner muda dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat (13 September 1904 – 17 Maret 1962), putra tunggal pahlawan nasional RA Kartini. Kartini meninggal dunia empat hari sesudah melahirkan Soesalit. Soesalit merupakan saudara seayah dengan Abdulmadjid Djojoadhiningrat tokoh Perhimpunan Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia yang pernah menjabat Menteri Muda Urusan Sosial pada Kabinet Sjahrir III. Soesalit membantu membiayai sekolah kedokteran Soetanti yang kelak menjadi istri DN Aidit. Soesalit merupakan saudara sepupu Raden Mas Moedigdo yang merupakan ayah dari Soetanti, Moedigdo tewas dalam peristiwa Madiun. Soesalit adalah lulusan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren. Soesalit menjadi tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada masa pendudukan Jepang. Dalam karier militernya ia berhasil mencapai pangkat Mayor Jenderal tetapi karena Re-Ra (Reorganisasi - Rasionalisasi) Angkatan Perang Republik Indonesia pada 1948 pangkatnya menjadi Kolonel. Pada program Re-Ra ini ia juga ditunjuk menjadi salah satu anggota komisi 3 jenderal dimana ia dianggap mewakili kalangan bekas PETA dan Laskar, sementara Mayor Jenderal Suwardi mewakili kalangan bekas KNIL dan Abdul Haris Nasution mewakili kalangan perwira-perwira muda. Soesalit antara lain pernah menjabat sebagai: Komandan Brigade V Divisi II Cirebon (sampai dengan Oktober 1946). Panglima Divisi III Diponegoro (Yogyakarta — Magelang) (Oktober 1946—1948). Panglima Komando Pertempuran Daerah Kedu dan sekitarnya (1948). Perwira diperbantukan pada Staf Angkatan Darat/Kementerian Pertahanan. Soesalit meninggal dunia pada 1962 dan dimakamkan di kompleks makam RA Kartini dan keluarganya di Desa Bulu Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang. Ia Mempunyai seorang putra bernama RM Boedhy Setia Soesalit (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Raden Mas Soesalit, putra semata wayang RA Kartini? Seperti disebut di atas, RA Soesalit diharapkan dapat memenuhi cita-cita ibunya untuk studi ke Belanda. Apakah itu tercapai? Yang jelas saudara Soesalit adalah seorang revolusioner muda di Belanda dengan citat-cita kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah RM Soesalit? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.