*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Satu-satunya putra alm RA Kartini adalah Raden Mas Soesalit Djojoadiningrat. Setelah lulus sekolah menengah HBS di Semarang, apakah melanjutkan studi ke Belanda? Pertanyaan ini seakan tugas suci bagi Soesalit untuk memenuhi keinginan ibunya studi ke Eropa pada tahun 1902. Saat itu, RA Kartini cukup bersahabat dengan orang-orang Belanda, tetapi saudara Soesalit RM Abdoel Madjid Djojoadingrat di dalam Perhimponenan Indonesia di Belanda menjadi salah satu revolusioner muda dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat (13 September 1904 – 17 Maret 1962), putra tunggal pahlawan nasional RA Kartini. Kartini meninggal dunia empat hari sesudah melahirkan Soesalit. Soesalit merupakan saudara seayah dengan Abdulmadjid Djojoadhiningrat tokoh Perhimpunan Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia yang pernah menjabat Menteri Muda Urusan Sosial pada Kabinet Sjahrir III. Soesalit membantu membiayai sekolah kedokteran Soetanti yang kelak menjadi istri DN Aidit. Soesalit merupakan saudara sepupu Raden Mas Moedigdo yang merupakan ayah dari Soetanti, Moedigdo tewas dalam peristiwa Madiun. Soesalit adalah lulusan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren. Soesalit menjadi tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada masa pendudukan Jepang. Dalam karier militernya ia berhasil mencapai pangkat Mayor Jenderal tetapi karena Re-Ra (Reorganisasi - Rasionalisasi) Angkatan Perang Republik Indonesia pada 1948 pangkatnya menjadi Kolonel. Pada program Re-Ra ini ia juga ditunjuk menjadi salah satu anggota komisi 3 jenderal dimana ia dianggap mewakili kalangan bekas PETA dan Laskar, sementara Mayor Jenderal Suwardi mewakili kalangan bekas KNIL dan Abdul Haris Nasution mewakili kalangan perwira-perwira muda. Soesalit antara lain pernah menjabat sebagai: Komandan Brigade V Divisi II Cirebon (sampai dengan Oktober 1946). Panglima Divisi III Diponegoro (Yogyakarta — Magelang) (Oktober 1946—1948). Panglima Komando Pertempuran Daerah Kedu dan sekitarnya (1948). Perwira diperbantukan pada Staf Angkatan Darat/Kementerian Pertahanan. Soesalit meninggal dunia pada 1962 dan dimakamkan di kompleks makam RA Kartini dan keluarganya di Desa Bulu Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang. Ia Mempunyai seorang putra bernama RM Boedhy Setia Soesalit (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Raden Mas Soesalit, putra semata wayang RA Kartini? Seperti disebut di atas, RA Soesalit diharapkan dapat memenuhi cita-cita ibunya untuk studi ke Belanda. Apakah itu tercapai? Yang jelas saudara Soesalit adalah seorang revolusioner muda di Belanda dengan citat-cita kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah RM Soesalit? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia dan RM Soesalit: Putra Tunggal RA Katini
Ketika sebelum lahir RM Soesalit, ibunya tempo doeloe setelah lulus sekolah dasar Eropa (ELS) ingin melanjutkan studi. Namun keinginan itu tidak pernah tercapai. Kini, RM Soesalit, putra tunggal RA Kartini, setelah lulus sekolah ELS di Rembang melanjutkan studi ke sekolah menengah (HBS) di Semarang. Pada tahun 1920, RM Soesalit lulus ujian transisi naik dari kelas satu ke kelas dua di HBS Semarang (lihat De locomotief, 01-05-1920). Di atasnya yang naik ke kelas tiga antara lain RM Soekadari dan di atasnya lagi yang naik ke kelas empat antara lain JA Ondang dan RM Abdoel Madjid.
Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang dibuka tahun 1877 (sekolah HBS ketiga setelah di Batavia dan Soerabaja). Lama studi di HBS lima tahun.; Siswa yang diterima adalah lulusan sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS). Lulusan HBS dapat melanjutkan studi ke fakultas/universitas. RA Kartono (abang dari RA Kartini) salah satu lulusan HBS Semarang golongan pribumi pertama pada tahun 1896 (yang kemudian tahun itu melanjutkan studi ke Belanda). Pada tahun 1920 ini, fakultas pertama dibuka di Indonesia (baca: Hindia Belanda) yakni THS di Bandoeng (dimana pada tahun 1922 R Soekarno diterima). RM Abdoel Madjid yang naik ke kelas empat HBS Semarang adalah abang dari RM Soesalit (satu ayah, beda ibu). Ayah mereka, Raden Mas Toemenggoeng Djojo-Adhiningrat hingga tahun 1918 masih sebagai bupati (regent) Rembang (lihat De Indier, 12-09-1918).
Pada tahun 1921 RM Soesalit lulus ujian di HBS Semarang, naik dari kelas dua ke klas tiga (lihat De locomotief, 02-05-1921). Dalam hasil ujian HBS tahun 1922 tidak terdapat nama RM Soesalit (lihat De expres, 01-05-1922). Di kelas di atasnya, yang lulus ujian naik ke kelas lima antara lain Abdoel Madjid dan RM Soekadari, Tampaknya RM Abdoel Madjid tertinggal satu tahun, apakah sebelumnya tinggal kelas atau menunda studi. Sebagaimana diketahui pada tahun 1922 Raden Soekarno lulus ujian akhir di HBS Soerabaja dan diterima di fakultas teknik THS di Bandoeng. Pada hasil kelulusan HBS Semarang 1923 tidak terdapat nama RM Soesalit, tetapi ada nama RM Abdoel Madjid.
Pada tahun 1923 RM Abdoel Madjid dan RM Soekadari lulus ujian akhir di HBS Semarang. RM Soekadari tampaknya mnelanjutkan studi ke Belanda. Ini dapat dilihat pada manifes kapal ss Insulinde yang akan berangkat dari Batavia dengan tujuan akhir Rotteram tanggal 24 Juli dimana diantaranya terdapat nama RM< Soekadari (lihat.De Preanger-bode, 13-07-1923). Dalam manifes juga terdapat nama nona I Haroen (diduga kuat Ida Loemongga bin Haroen Al Rasjid Nasoetion), Kwik Tjie Sing, Pangeran Ario Soerjowidjojo. ALA Siahaja dan Sjamsoeddin. Dari ratusan penumpang hanya nama-nama itu yang bernama non Eropa/Belanda. Catatan: Ida Loemongga lulusan HBS di Prins Hendrik School (PHS) di Batavia yang kemudian melanjutkan studi kedokteran di Universiteit te Utrecht, kelak pada tahun 1931 berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) dalam bidang kedokteran. Mohamad Hatta sebelumnya lulusan PHS Batavi yang melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1921.
RM Abdoel Madjid tidak melanjutkan studi ke Belanda. RM Abdoel Madjid melanjutkan studi ke Bandoeng (THS). Pada tahun 1923 ini di Bandoeng organisasi Jong Java melakukan rapat umum, dimana terbentuk pengurus baru yang diketahui oleh R Soekarno, student di Tenchnische Hoogeschool (lihat De Indische courant, 19-12-1923). Disebutkan sebagai sekretaris, Saleh siswa di OSVIA dan bendahara Abdoel Madjid mahasiswa di Technische Hoogesschool.
Akan tetapi tampaknya Abdoel Madjid tidak meneruskan studinya di Bandoeng. Hal ini karena dalam daftar kelulusan THS pada tahun-tahun beriokut tidak terdapat nama Abdoel Madjid. Apakah RM Abdoel Madjid telah mengundurkan diri dari THS Bandoeng dan lebih memilih studi ke Belanda?
Pada tahun 1924 RM Soesalit lulus ujian transisi di HBS Semarang naik dari kelas empat ke kelas lima (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 03-05-1924). RM Soesalit baru menyelesaikan studinya di HBS Semarang tahun 1926 (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 27-05-1926). Tampkanya RM Soesalit harus menyelesaikan studi HBS, normalnya lima tahun, menjadi tujuh tahun. Dalam hal ini RM Soesalit ketinggal kelas dua tahun apakah karena tinggal kelas dan atau menunda studi (cuti sekolah).
Tunggu deskripsi lengkapnya
RM Soesalit Djojoadiningrat dan RM Abdoel Madjid Putra Djojoadiningrat: Perhimpoenan Indonesia di Belanda dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar