Kamis, 23 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (12): Islam, Orang Arab dan Haji di Bali; Orang Bali Hindu Tidak Mau Diganggu dan Terganggu (Toleransi)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
 

Dalam sejarah Bali, sesungguhnya jarang, jika tidak ingin dikatakan tidak pernah, pertikaian antar agama yang menyulut perang. Pertikaian yang intens terjadi justru antar kerajaan di Bali yang sama-sama penganut agama Hindu. Perang yang terjadi di masa lampau yang dilancarkan oleh orang Bali, baik antar sesama maupun dengan asing (Belanda) hanya karena atas dasar ekonomi. Aneksasi Karangasem (Hindoe) ke Lombok (Sasak Islam) juga hanya semata-mata motif ekonomi (bukan motif agama).

Agama Hindu Bali dapat dikatakan adalah sisa Hindoe di Jawa. Pulau Bali melestarikan ajaran Hindoe yang sebelumnya berkembang di Jawa. Sejumlah peneliti Bali di masa lampau menjelaskan bahwa orang-orang (dari pulau) Jawa yang membawa ajaran Hindoe ke pulau Bali (pasca jatuhnya Majapahit). Namun orang-orang Jawa yang beragama Hindoe tidak semua penduduk Bali menjadi Hindoe. Penduduk asli Bali ini tetap dengan kepercayaan lamanya (ada yang menyatakan sebagai Budha atau Bodha di Lombok). Mereka ini dikenal sebagai penduduk dari desa-desa Bali Aga yang di era kolonial Hindia Belanda masih banyak ditemukan. Dua yang lebih dikenal pada masa ini desa Tenganan dan desa Trunyan.

Desa-desa Bali Aga dengan desa-desa Bali umumnya (Hindoe) sama-sama eksis. Desa-desa Bali umumnya yang mayoritas dapat hidup berdampingan dengan desa-desa Bali Aga. Gambaran yang menyebabkan orang Bali Hindoe dapat menerima pendatang baru (Arab/Islam) dan orang-orang Cina. Orang Bali Hindu tidak mau diganggu dan terganggu. Mereka membiarkan Islam, orang Arab dan (ber)haji berkembang sendiri. Nah, bagaimana itu semua terbentuk? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.