*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
Nama Ophir sudah lama dikenal di Eropa. Namun penduduk
lokal menyebutnya dengan nama gunung Pasaman. Orang Belanda di era VOC menyebut
gunung Pasaman adalah gunung Ophir. Untuk menghindari sebutan lokal, orang
Belanda mengidentifikasi puncak tertinggi gunung Pasaman sebagai gunung Ophir.
Puncak tertinggi gunung Pasaman (yang disebut Ophir) ini diukur kali pertama
tahun 1838 oleh dua orang Jerman. Gunung Ophir-Pasaman adalah gunung pertama
yang ada di Indonesia yang diukur ketinggiannya.
|
Gunung Ophir, Pasaman (lukisan 1876) |
Gunung Pasaman dan gunung
Ophir terpisah dari rantai bukit barisan. Soal terpisah ini juga ditemukan di
kota Padang dimana gunung, sejatinya bukit Pangilun yang terpisah dari
pegunungan (bukit) Barisan. Gunung Ophir termasuk gunung tinggi yang cukup
dekat ke pantai. Tidak ada yang aneh dengan posisi GPS gunung ini, hanya
kejadian alam yang normal. Dari puncak gunung Pasaman-Ophir terlihat jelas dua
gunung api: di utara gunung Sorik Marapi, di selatan gunung Merapi.
Lantas apakah gunung Ophir-Pasaman berapi? Kapan
gunung Ophir-Pasaman meletus? Keterangan gunung Ophir-Pasaman kurang
terinformasikan. Namun demikian gunung Pasaman atau gunung Ophir atau gunung
Talamau haruslah tetap diwaspadai. Seab bisa sewaktu-waktu meletus atau
menimbulkan gempa yang merugikan. Namun tidak perlu khawatur, tingkat
kewaspadaan yang diperlukan. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
|
Lembah Ophir di Taloe, 1890 |
Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Gunung
Ophir, Pasaman dan Talamau
Mengapa gunung Ophir terkenal? Menurut persepsi orang Eropa paling tinggi di
Hindia. Ini dapat dibaca pada pandangan seorang penulis yang dimuat pada Letterkundig
magazijn van wetenschap, kunst en smaak, 1818 No 14: ‘Di Sumatra, tepat di
bawah garis khatulistiwa, gunung Ophir terkenal yang tinggi sekitar 12,000 kaki,
tinggi, hampir setinggi gunung-gunung Eropa yang tinggi’. Mengapa gambaran
seperti ini yang muncul?
Pada era VOC bahkan
hingga era pendudukan Inggris, tidak seorang pun yang pernah mengukur
ketinggian gunung-gunung di Hindia. Saat itu pelayaran dari Eropa ke Hindia
masih melalui Afrika Selatan. Rute dari dan ke Batavia yang digunakan masih
dari pantai barat Sumatra (jarak terpendek). Saat-saat pelayaran ini di sekitar
khatulistiwa orang Eropa terkesan dengan gunung yang begitu anggun dekat ke
pantai yang disebut gunung Ophir.
Nama gunung Ophir kadung sudah terkenal di Eropa
dan bahkan ada anggapan bahwa gunung Ophir adalah tertinggi di Hindia.
Informasi ini tampaknya memancing minat dua orang Jerman untuk mengukur (lihat Leydse courant, 19-11-1838).
Beberapa tahun
sebelumnya pendakian gunung sudah dilakukan di Jawa yakni gunung Salak (lihat Dr.
F. W. Jung Huhn dalam Tijdschrift voor Neerland's Indië jrg 5, 1843).
Disebutkan pada tahun 1831, tangga 22 Juli, gunung Salak didaki oleh Machlot,
Korthals, Muller dan van Oort. Ini saya ketahui secara kebetulan, pada tahun
1838, di bulan Oktober, saat aku di top Gagak dan untungnya menyadari bahwa puncak
gunung ini sudah dikunjungi oleh para pelancong sebelumnya. Sangat disayangkan
bahwa orang-orang yang pantas ini tidak memiliki memorial kunjungan mereka yang
lebih tahan lama yang hanya mereka menulis nama di batang pohon diukir.
Disebutkan
Mr. Horner dan Krusenstern mengukur ketinggian gunung Pasaman (Ophir) dan
puncak tertinggi 2.927 M yang disebut Talamau. Kisah Horner ini juga dapat
dibaca pada Tijdschrift voor Neerland's Indie jrg 2, 1839:
De
beklimming van den berg Ophir, door L. Horner, medegedeeld uit eetien brief aan
H. L. Ostiioff. Setelah tinggal di Parit Batoe pada tanggal 9 Mei, saya yakin
bahwa saya dapat mendaki Ophir yaitu, atau puncaksebelah timur, yang disebut Gooenoeng
Telamau disini. Puncak sebelah barat, setidaknya setengah lebih rendah, disebut
Goenoeng Passaman. Tidak ada seorang pun, baik Melayu atau Eropa, yang memanjatnya.
Dikatakan seorang Malim (guru agama) yang mencoba mengirim doanya kepada Tuhan
disana, tetapi harus menahan diri darinya. bahwa ada di atas danau kecil
{Telaga}, penuh ikan, bahwa ikan ini sangat mudah ditangkap dan bahkan dapat
direbus dan dimakan, tetapi begitu seseorang ingin memakannya, mereka meloncat kembali
ke danau. Kepala daerah yang paling setuju bahwa gunung di sisi utara harus
didaki, kebetulan di Parit Batoe seorang pria yang memiliki ladang (sawah
kering) di kaki gunung, dekat kampung Sawa lima jam di timur laut, dari Parit
Batoe. Jalur ini dulunya untuk menjerat kambing liar (antelope suraatrensis)
yang memanjat gunung dengan baik, dan berpikir lebih baik naik lebih tinggi
lagi. Letnan Donleben, komandan distrik Ophir, yang ingin sekali mendaki gunung
yang terkenal ini, segera memerintahkan para kepala kampung di pagi hari di
kampung Sawa berkumpul....dst.
Pada intinya Horner ditemani oleh dua orang
Eropa dan enam laki-laki. Lalu bermalam di suatu rumah penduduk. Esoknya pukul
setengah delapan (tanggal 31 Mei) berangkat lagi yang diikuti oleh hampir 100 pria
yang ikut serta. Lalu bermalam di hutan. Pada pagi hari mulai melakukan
perjalan pada tanggal 32 Mei. Bermalam lagi di ketinggian yang berlumut dan
dingin. Hari berikutnya tanggal 33 Mei, Bermalam lagi. Kemudian dilanjutkan
pada pagi tanggal 34 Mei. Kami bisa melihat lembah Bondjol dan Rao. Pukul 4
sore kami telah mencapai puncak tertinggi, Termometer menunjukkan 708 R.
Ketinggi 2.927 meter. Sejauh ini Ophir telah dianggap jauh lebih tinggi dari
yang sebenarnya. Esoknya kami tetap di atas sampai tengah hari, berharap sinar
matahari akan mengusir awan. Ada beberap kawaha yang yang sudah berisi air.
Bekas aliran lava dimana-mana, tidak ditemukan baru apung. Saya menemukan
kerangka Siamang, Tampaknya dia mendahului saya, tetapi tidak jelas apa yang
menjadi tujuannya naik hingga ke puncak gunung ini. Melihat kerangkanya yang
tidak rusak, kecil kemungkinan dibawah burung pemangsa. Kemungkinan dia
melakukan pengasingan kesini, karena Siamang hanya kami dengar suaranya pada
ketinggian 5000 kaki di bawah sana.
Setelah
saya meninggalkan botol kosong dengan kertas di dalamnya dengan tanggal dan
semua nama pendaki Ophirs yang sampai di puncak tertinggi, saya memerintahkan semua
untuk turun kembali. Kami bermalam. Keesekan harinya tanggal 35 Mei kami
melajutkan penurunan dan pukul tiga sore kami tiba di kampong Sawa lagi. Pada
pagi hari tanggal 36 Mei pukul delapan saya sudah menuju Parit Batoe dan tiba
bukul 11 di Parit Batoe.
Tunggu deskripsi
lengkapnya
Letusan dan Gempa Gunung Talamau di Pasaman
Tunggu deskripsi
lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
izin membenarkan sedikit,bulan Mei cuman sampai tanggal 31 🙏
BalasHapusBetul, memang bulan Mei yang kita tahu (sekarang) hanya sampai tanggal 31. Namun dalam catatan Horner disebutnya tanggal 1 Juni sebagai tanggal 32 Mei (dan seterusnya). Saya juga tidak mengerti mengapa begitu cara Horner menulisnya. Apakah memang begitu prosedur dan kode etik para pendaki gunung saat itu? Saya belum menemukan jawaban. Tapi bagaimana Horner mencatat waktu, kita tetap mengetahui maksudnya. Untuk menjaga otentik sebagai sumber, saya juga pertahankan cara pencatatan sesuai Horner.
HapusDemikian.
izin bertanya, sumber yang dipakai di dapatkan dari mana Pak?
BalasHapusSumbernya sudah disebutkan di dalam tulisan (surat kabar dan majalah sejaman berbahasa Belanda).
Hapusbisa disebutkan, nama-nama surat kabarnya Pak?
Hapusuntuk yang mengenai letusan gunung talamau bisa dilihat dimana ya Pak?
HapusSeperti disebut di dalam artikel di atas, antara lain (1)Letterkundig magazijn van wetenschap, kunst en smaak, 1818 No 14 (2) Leydse courant, 19-11-1838 (3) Tijdschrift voor Neerland's Indie jrg 2, 1839 (4) dst
HapusKejadian meletus diberitakan Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 20-11-1869 dan gempa besar dilaporakan Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1892. Jika ingin mendapatkan guntungan koran/majalah silahkan korespondensi pada alamat email di atas. Tks
Hapus