*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
Parit Batu dan Kinali adalah nama baru, namun Pasaman adalah nama kuno, nama yang lebih tua dari Air Bangis dan Priaman. Nama-nama yang terbilang sudah ada sejak jaman kuno antara lain Batang, Batahan, Sikarbou, Oedjoeng Gading, Pasaman dan Tikoe. Nama Parit Batoe diduga merujuk pada nama kampong Parit (di dekat Odjoeng Gading). Benteng yang diduga dibuat pada awal era Padri diduga menjadi sebab kampong Parit berubah nama menjadi kampong Parit Batoe.
Parit Batu dan Kinali adalah nama baru, namun Pasaman adalah nama kuno, nama yang lebih tua dari Air Bangis dan Priaman. Nama-nama yang terbilang sudah ada sejak jaman kuno antara lain Batang, Batahan, Sikarbou, Oedjoeng Gading, Pasaman dan Tikoe. Nama Parit Batoe diduga merujuk pada nama kampong Parit (di dekat Odjoeng Gading). Benteng yang diduga dibuat pada awal era Padri diduga menjadi sebab kampong Parit berubah nama menjadi kampong Parit Batoe.
Benteng Parit Batoe |
Lantas apa pentingnya sejarah Parit Batoe dan
sejarah Kinali ditulis? Boleh jadi itu dianggap sepele. Tapi sejarah tetaplah
sejarah. Yang jelas sejarah awal Parit Batoe berwarna-warni dari era rezim
Padri hingga era rezim Pemerintah Hindia Belanda. Nama Parit Batoe baru muncul
ke permukaan ketika ibu kota Pasaman Barat ditetapkan di kota Simpang Ampek.
Dengan ditetapkan Simpang Ampek, yang sejatinya Simpang Ampat sebagai ibu kota
kabupaten, paling tidak nama Kinali terangkat lagi. Untuk menambah pengetahuan,
dan untuk meningkatkan wawasan sejarah, meri kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Kerajaan
Pasaman
Setiap era ada upaya dominasi yang satu terhadap
yang lain dalam berbagai genre kekuasaan (rezim): ekonomi, politik, teritorial,
paham, sosial, budaya dan lain sebagainya. Rezim oder baru mendominasi terhadap
orde lama, rezim Pemerintah Republik Indonesia terhadap rezim pendudukan
militer Jepang dan rezim pendudukan militer Jepang terhdap rezim Pemerintah
Hindia Belanda.
Demikian juga rezim Pemerintah Hindia Belanda
mendominasi rezim kerajaan-kerajaan. Tentu saja antar satu kerajaan dengan
kerajaan lainnya. Pada fase inilah rezim yang baru muncul Padri mendominasi
kerajaan Pagaroejoeng. Rezim Pemerintah Hindia Belanda lalu menghabisi rezim
Padri. Soal upaya mendominasi dalam berbagai genre juga masih terkesan adanya
hingga ini hari.
Pada era VOC, nama Parit Batoe belum dikenal.
Nama yang sudah dikenal adalah nama kampong Parit di dekat Odjoeng Gading.
Namun nama kampong Parit hanyalah sebuah kampong kecil dari kerajaan Odjoeng
Gading Sikarbou. Kerajaan-kerajaan yang sudah ada sejak lama (jaman kuno) adalah
kerajaan Baros, kerajaan Batahan, kerajaan Pasaman, kerajaan Tikoe dan kerajaan
Indrapoera. Semua kerajaan ini berada di pantai. Kerajaan-kerajaan Priaman, Natal,
Tapanoeli dan Air Bangis adalah kerajaan yang muncul kemudian.
Kerajaan Pasaman bermula di muara sungai Pasaman.
Nama sungai dan nama gunung Pasaman diduga sudah ada sejak jaman kuno. Sungai
Pasaman dan anak sungainya sungai Kanaikan bermuara di gunung Koelaboe. Orang
Eropa pertama mengunjungi Pasaman adalah Paulus van Cardeen, ekpedisi kedua VOC
yang berangkat dari Atjeh pada bulan November 1600. Paulus van Cardeen juga
mengunjungi Tikoe dan Priaman (sebelum mereka mencapai Bantam). Hingga beberapa
dasawarsa kemudian nama Tikoe dan Priaman serta Indrapoera lebih utama dari
Pasaman bagi pedagang VOC maupun pedagang Inggris datang kemudian.
Nama Padang baru muncul tahun 1660. Di Priaman
tempat kedudukan gubernur (panglima) dari kerajaan Atjeh. Lambat-laun kehadiran
Atjeh di pantai barat Sumatra dianggap penghalang oleh orang Belanda maupun
Inggris. Lalu muncul surat dari panglima van Padang di Batavia tahun 1661.
Setelah pengusiran Atjeh dari Padang (1665), mulai muncul nama Air Bangis
(sebagai pusat perdagangan baru). Pada tahun 1668 Atjeh terusir dari Priaman
dan Tikoe. Nama Air Bangis telah menggantikan Pasaman. Meski demikian semakin
banyak nama tempat yang muncul seperti Sikarboeu, dan Sikilang, Nama Natal
muncul pada tahun 1711. Pada tahun 1721 Natal, Air Bangis dan Pasaman menjadi
tiga kota perdagangan yang penting. Pada tahun 1725 pemimpin Batak dari
pedalaman menyerang Baros dan memberi jalan bagi Atjeh ke Baros namun kembali
ke tangan Eropa. Dalam perkembangannya muncul nama Tapanoeli.
Pada era VOC ini juga, ibu kota kerajaan Pasaman
relokasi dari muara sungai Pasaman ke muara sungai Batang Kapas. Ibu kota baru
ini sangat strategis dan kuat karena memiliki benteng alam (daratan antara
sungai dan laut). Ibu kota baru kerajaan Pasaman ini kemudian dikenal sebagai kampong
(kota) Sasak. Nama Sasak diduga nama-nama kuno, seperti halnya nama Indrapoera,
Pasaman, Masang, Tikoe, Kiawai, Rao dan Telo (Taloe dan Talamau).
Pada tahun 1762 VOC berupaya untuk membujuk
bekerjasama dengan kerajaan yang berada di antara Pasaman dan Tikoe (yang
disebut Klein Pasaman) yang dipimpin oleh Soetan di Kinali (penyebutan gelar
yang umum di Mandailing, red).
Ketika
Inggris mencoba membuka pos perdagangan di Priaman, pembukaan pos Inggris di
utara wilayah Padang yang dekat dengan wilayah Belanda kembali menjadi sumber
perselisihan baru. Lalu kemudian benteng Marlborough di Bengkolen yang dinilai
oleh Inggris sangat penting, setelah Perdamaian Paris 1763, Bengkoelen
dinyatakan bebas dari Madras dan Bengkoelen dinyatakan sebagai wilayah
administasi yang terpisah (Inggris di Hindia Timur menjadi head to head dengan
VOC).
Pada tanggal 10 September 1768, wakil pedagang
(onderkoopman) VOC dan Resident VOC di Air Bangis membuat perjanjian dengan kepala
(Radja) Groot Pasaman agar VOC bisa berlabuh di wilayahnya. Radja Kinali tidak
bersedia melakukan kerjasama.
Tidak
diketahui secara jelas atas dasar apa VOC menempatkan sebanyak 50 orang Eropa
dan pasukan Bugis di pantai Klein Pasaman. Radja Kinali memang tidak melakukan
perlawanan, tetapi menghalangi pedagang VOC memasuki wilayahnya (ibu kota
Kinali) dengan menghancurkan semua jalan-jalan masuk dan membanjiri sungai
dengan kayu-kayu gelondongan. VOC sangat bernafsu untuk mendapatkan Kinali,
sebab Kinali menjadi satu-satunya tempat dan sungai yang dapat mencegah Inggris
bersatu dengan Soetan di Kinali dan melindungi penduduk pegunungan di
Pegunungan Ophir.
Kerajaan Kinali adalah kerajaan independen yang
berada di antara wilayah VOC di sebelah selatan (Priaman dan Tikoe) dan di
utara (Air Bangis dan Pasaman). Sikap politis kerajaan Kinali ini dapat
dipahami mengingat wilayah antara Batahan hingga Baros telah menjadi wilayah
kerjasama Inggris. Sementara kerajaan Kinali memiliki hubungan yang dekat
dengan kerajaan-kerajaan di pedalaman di pegunungan Ophir dan Rao.
Residen Inggris di Padang (1895-1919) |
Inggris yang juga mulai melemah di Jawa dan
Maluku, sehubungan dengan semakin menguatnya posisi mereka di Sumatra, Inggris
memindahkan banyak pohon dari pulau rempah-rempah Ambonia ke Benkoelen. Upaya
ini adalah kerja keras. Setelah sempat dikuasai Prancis, Jawa kembali dikuasao
oleh Belanda (setelah VOC dinyatakan bangkrut (terbentukanya Pemerintah Hindia
Belanda). Pada tahun 1811 Inggris mengalahkan Belanda. Pada tahun 1816
kekuasaan diambil alih kembali oleh Belanda (termasuk Sumatra, minus
Bengkoelen).
Pada
era Sumatra dikuasai Inggris, pada tahun 1803 di wilayah pedalaman Minangkabau
muncul agama sekte baru yang kemudian dikenal sebagai kaum Padri. Ketika
Gubenur Raffles melakukan ekspedisi ke Pagaroejoeng (Minangkabau) pada tahun
1818 mulai muncul keinginan para pengeran untuk bekerjasama dengan Inggris.
Oleh karena keuasaan telah beralih ke Belanda, niat para pangeran ini
diteruskan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Kerjasama pangerang Pagaroejoeng
dengan Pemerintah Hindia Belanda diratifikasi (yang menjadi pemicu terjadinya gerakan
Padri melawan Belanda).
Pada tahun 1821 di Bengkoelen terdapat lebih dari
seratus ribu pohon pala dan sekitar tiga puluh ribu pohon cengkeh sedang
mekar-mekarnya. Produksi pala dan cengkeh yang terus melimpah di Bengkoelen
menjadikan Inggris tidak tergantung lagi dengan Maluku. Kondisi yang
menguntungkan di Bengkoelen ini Inggris menganggap Bengkoelen sebagai bagian
terpenting di Sumatra. Namun akhirnya terjadi perjanjian baru antara Belanda
dan Inggris soal tukar guling antara Bengkolen dengan Malaka. Perjanjian ini
dikenal Traktat London, 1824.
Seperti halnya nama
Bondjol, nama Parit Batoe adalah nama baru. Kampong Parit Batoe hanya bisa
diakses dari Sasak melalui sungai Batang Kapas. Kampong Parit Batoe adalah
kampong terpencil. Ada jalan setapak dari Kiawai ke Parit Batoe terus ke Kinali.
Dari kampong Parit Batoe ke Taloe tidak ada jalan akses. Jalan utama (jalan
kuno) dari Kiawai ke Taloe melalui Kadjai.
Keterangan ini dapat dibaca pada laporan perjalanan seorang
pendaki gunung pada tahun 1838 ketika mengukur ketinggian gunung Ophir.
Disebutkan bahwa pendaki tersebut memulai pendakian dari kampong Parit Batoe
dimana terdapat benteng militer Belanda yang dipimpin oleh seorang letnan.
Pendaki ini memilih jalan setapak dari sebelah utara hingga kampong Sawa
(kampong di lereng gunung). Pendaki ini kembali ke Parit Batoe dan kembali ke
Air Bangis melalui Patoman dan Kiawai.
Benteng Parit Batoe adalah benteng Padri yang
direbut oleh militer Belanda pada era Residen Luitenant Kolonel Elout. Benteng
ini direbut untuk mendekatkan diri ke pusat kekuatan Padri di Bondjol. Benteng
ini pada era Perang Padri (1831-1837) diakses dari tiga tempat: Kiawai, (Moeara)
Pasaman dan Kinali (dan Loeboe Basoeng). Jalur militer utama dari Pasaman dan
Kinali, sedangkan dari Kiawai-Air Bangis hanya jalur pendukung.
Pada akhir era VOC,
kerajaan Pasaman sudah cukup dikenal. Ibu kotanya telah relokasi dari muara
sungai Pasaman ke kampong Sasak. Seperti radja-radja lainnya di pantai yang
telah berkolaborasi dengan VOC, kecuali radja Kinali (Soetan di Kinali), Radja
Pasaman juga telah membuat kontrak dengan VOC. Pada saat Pemerintah Hindia
Belanda membuka cabang pemerintahan di pantai-pantai barat Sumatra (sejak 1819)
kontak-kontrak dengan VOC inilah yang kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah
Hindia Belanda (termasuk kerajaan Pasaman).
Pada saat awal pembentukan rezim Padri (di Kamang,
Agam), dua nama muncul ke permukaan. Salah satu penghoeloe di (district) Alahan
Pandjang Datoek Radja Bandaro mulai menumbuhkan Padri yang lalu kemudian membangun
kampong baru yang disebut Bondjol (diasosiasikan dengan pertahanan). Lalu
muncul perselisihan antara Radja Bandaro di (kampong Bondjol) dengan para
penghoeloe-penghoeloe lainnya. Dengan bantu (dari) Kamang para penghoeloe di
Alahan Pandjang ini dihabisi dan muncul nama Radja Bandaro sebagai penguasa
baru di (distric) Alahan Pandjang yang beribukota di Bondjol (dimana benteng
sudah dibangun). Asisten Toeabkoe Bandaro di Bondjol adalah seorang pemuda yang
kemudian mendapat gelar Toeankoe Moedo. Pada saat yang sama salah satu
penghoeloe di district Pasaman dari kampong Alij (ibu kota di Sasak di muara
sungai Batang Kapas) juga membangun kekuatan dengan membangun benteng pertahanan.
Benteng ini dipilih di (kampong) Parit di hulu sungai Batang Kapas (lalu nama
kampong menjadi Parit Batoe). Sebagaimana pemimpin Padri di (benteng) Bondjol,
pemimpin Padri di benteng Parit Batoe ini kemudian mendapat gelar baru sebagai
Toeankoe Pasaman. Dua tokoh inilah yang kemudian meluaskan pengaruh dan operasi
ke berbagai wilayah terutama ke wilayah Agam untuk ambil bagian dalam
penggulingan rezim Pagaroejoeng (di Tanah Datar).
Singkat kata ketika para
pangeran Pagaroejoeng yang telah meminta bantuan Pemerintah Hindia Belanda di
Padang (sejak era Inggris yang dilanjutkan Belanda 1819) untuk mengusir Padri
dari Minangkabau (Tanah Datar, Lima Poeloeh Kota dan Agam), lalu puncaknya pada
tahun 1831 militer Belanda ingin mengepung Padri yang berpusat di Bondjol.
Dalam rangka inilah (keluarga) Radja Pasaman (di Sasak) memberi jalan bagi
militer Belanda untuk mengepung Bondjol dari sisi barat. Dari sisi Agam
dipimpin oleh Luitenant Kolonel Vermaleem dan dari si barat dipimpin oleh
Luitenant Kolonel Elout. Militer Belanda memasuki pedalaman dan kemudian
menguasai (benteng) Parit Batoe. Lalu dari Parit Batoe merangsek ke Taloe.
Pertempuran sangat sengit di Taloe antara Padri dan militer Belanda.
Setelah beberapa kali serangan gagal ke Bondjol dan
sehubungan dengan wilayah utara (Mandiling dan Rao) dan timur (tepatnya
tenggara yang masuk wilayah Lima Poeloeh Kota) bergabung dengan Pemerintah Hindia
Belanda district (benteng) Bondjol dalam posisi terkepung dari semua arah
(kecuali district Mapat Toenggoel masih terbuka ke timur). Loender,
Loeboeksikaping dan Taloe yang sudah di wilayah militer Belanda, pada tahun
1837 dimulai serangan yang dipimpin oleh Luitenan Kolonel AV Michiels yang
akhirnya pada bulan Agustus benteng Bondjol dapat direbut dan district Alahan
Pandjang yang yelah berganti nama menjadi district Bondjol dapat dikuasai.
Padri tamat. Toankoe Moeda yang menggantikan Toeankoe Bandaro di Bondjol yang kemudian
dikenal sebagai Toeankoe Imam diasingkan.
Setelah direbutnya Parit
Batoe, Pemerintah Hindia Belanda mengembalikan district Pasaman kepada pewaris
yang berhak. Demikian juga district Alahan Pandjang atau district Bondjol
kepada pewaris yang berhak. Di dua district ini Pemerintah Hindia Belanda ‘mengangkat’
para penghoeloe-penghoeloe lainnya atau ahli warisnya yang mungkin pernah
terusir dari kampongnya selama era Padri untuk dirajakan. Sebagaimana di
kampong-kampong lainnya seperti di Sasak dan Kinali, di kampong Parit Batoe
(dimana terdapat benteng Parit Batoe yang menjadi benteng Belanda yang dipimpin
oleh seorang letnan) juga diangkat radja baru. Mereka ini sudah barang tentu
yang berkolaborasi dengan Pemerintah Hindia Belanda (dan berseberangan dengan
rezim Padri sebelumnya). Radja Parit Batoe diduga (yang telah menjadi ibu kota
baru district Pasaman) dijadikan sebagai pemuncak di district Pasaman. Oleh
karena kerajaan Parit Batoe (Pasaman) dengan kerajaan Kinali berdekatan secara
teritorial (ada jalan dari Kinali ke Kiawai melalui Parit Batoe), hubungan
kedua kerajaan ini menjadi sangat dekat satu sama lain meski pada era VOC dua
kerajaan ini memiliki pilihan politik yang berbeda (kerajaan Pasaman membuat
kontrak dengan VOC, kerajaan Kinali menolak).
Pada tahun 1850an terjadi perselisihan antara
kerajaan Pasaman dan kerajaan Tikoe. Perselisihan ini menjadi perang terbuka.
Sehubungan dengan kejadian perang tersebut, Pemerintah Hindia Belanda, ketika
dibentuk afdeeling, kerajaan Kinali dan kerajaan Pasaman disatukan dengan
kerajaan-kerajaan lainnya (Taloe, Tjoebadak) menjadi satu afdeeling dengan nama
Afdeeling Ophir Districten; sedangkan kerajaan Tikoe diinterasikan dengan
Afdeeling Pariaman. Dua kerajaan kuno (Pasaman dan Tikoe) kini dipisahkan oleh
batas afdeeling yang berbeda (Kerajaan Pasaman kuno berada di muara sungai
Pasaman yang mana sungai Pasaman bermuara di gunung Koelaboe). Apa yang
menyebabkan dua kerajaan kuno ini (Pasaman dan Tikoe) bermusuhan dan mengapa pula
kerajaan Pasaman dan kerajaan Kinali (dan tentu saja dengan kerajaan-kerajaan
Taloe, Sinoeroet dan Tjoebadak) terkesan ‘mesra’ silahkan pembaca
mempelajarinya sendiri. Ini dapat dihubungkan kembali ketika Raja Kinali pada
era VOC (Soetan di Kinali) ngotot tidak mau kerjasama dengan VOC (dan bahkan
menutup diri kepada pedagang VOC dengan merusak jalan dan membanjiri sungai
dengan kayu gelondongan ke pedalaman) karena ingin melindungi penduduk Rao,
Tjoebadak dan Taloe tetap memiliki akses perdagangan ke laut untuk menjual
hasil-hasil tambang dan hasil hutan ke pihak Inggris. Sejumlah nama-nama
kampong kecil di dekat Parit Batoe antara lain kampong Panindjaoean,
kampongTjoebadak dan kampong baru Simpang Ampat (kelak menjadi pusat kota
Simpang Ampek, ibu kota kabupaten Pasaman Barat). Nama kampong Parit pada era
Padri berubah nama menjadi Parit Batoe. Nama-nama kampong Parit yang berdekatan
saat itu juga terdapat di dekat Kiawai dan di dekat Oedjoeng Gading.
Sejarah
Kinali
Kinali adalah Pasaman
Kccil (klein Pasaman). Kerajaan Pasaman adalah kerajaan Groote Pasaman. Kapan
terbentuknya Klein Pasaman tidak diketahui secara jelas. Yang jelas bahwa pada tahun
1762 VOC Belanda ingin bekerjasama dengan kerajaan Kinali (Klein Pasaman). Upaya
ini dimaksudkan VOC untuk mencegah orang-orang dari pedalaman di Rao dan
pegunungan Ophir meneruskan barang dagangannya seperti emas ke pihak Inggris.
Boleh jadi dari sinilah pangkal perkara mengapa hubungan politik antara
kerajaan Kinali dan kerajaan Tikoe agak renggang. Wilayah Pasaman (kerajaan Klein
Pasaman) dengan wilayah kerajaan Tikoe dipisahkan oleh batas geografis sungai
Masang. Garis perbatasan di sekitar muara sungai Masang pada era Pemerintah
Hindia Belanda menjadi sengketa.
Kecamatan Kinali, kabupaten Pasaman Barat (Now) |
Dalam perang tahun 1850an
kerajaan Pasaman dan kerajaan Kinali (Kklein Pasaman) bersatu melawan kerajaan
Tikoe. Klaim kerajaan Tikoe terhadap daratan di selatan muara sungai Masang
tidak terwujud. Pemerintah Hindia Belanda yang jelas-jelas berada di tengah
antara dua kerajaan (lebih) menyetujui batas teritori dari sudut pandang
kerajaan Kinali. Itulah mengapa pada era Pemerintah Hindia Belanda, batas
antara Kinali dan Tikoe tidak sepenuhnya hanya semata-mata dibatasi oleh sungai
Masang.
Kelak pada saat Province Sumatra’s Westkust (yang
terdiri dari dua residentie: Padangsche Benelanden dan Padangsche Bovenlanden) dilikuidasi
pada tahun 1915 du residentie ini dilebur menjadi hanya satu residentie dengan
nama baru Residentie West Sumatra. Pasca likuidasi inilah penataan wilayah
dilakukan kembali. District Tikoe yang awalnya berada di Afdeeelling Priaman dipisahkan.
Afdeeling Priaman statusnya diturunkan menjadi onderafdeeling Priaman
dimasukkan ke Afdeeeling Tanah Datar. Sementara district Tikoe dimasukkan ke
onderafdeeling Manindjaoe, Afdeeling Agama. Sedangkan Ophir Districten
(termasuk di dalamnnya Pasaman dan Kinali) menjadi satu onderafdeeeling Ophir
sendiri juga dimasukkan wilayah Afdeeeling Agam.
Pada era Pemerintah RI
dilakukan penataan wilayah di Residentie Sumatera Barat. Onderafdeeling Ophir
dan onderafdeeling Loeboeksikaping disatukan dengan membentuka satu kabupaten dengan
nama Kabupaten Pasaman. Nama Pasaman kembali muncul. Nama kuno Pasaman
terangkat kembali. Nama district Groot Pasaman dan district Klein Pasaman
(Kinali) mendapatkan marwahnya kembali.
Tiku (kabupaten Agam) diantara Pasaman Barat dan Pariaman |
Dalam perkembangan
selanjutnya, pada akhirnya kabupaten Pasaman dimekarkan dengan membentuk
kabupaten baru yang diberinama Kabupaten Pasaman Barat. Kabupaten Pasaman Barat
seakan merecall kembali nama afdeeling pada permulaan pemembentukan Pemerintah
Hindia Belanda di pantai barat Sumatra, yakni Afdeeling Air Bangis en Ophir
Districten. District (kerajaan) Pasaman dan Kinali (Klein Pasaman) berada di
onderafdeeling Ophir Districten. Dalam hal ini Pasaman dan Kinali sejak dari
awal seakan sehidup semati.
Tapi ada keutamaan Pasaman dibandingkan dengan
Kinali. Tempo doeloe secara harpiah district Pasaman disebut Groot Pasaman sedangkan
district Kinali disebut Klein Pasaman. Pengertian Groot dan Klein dalam hal ini
hanya karena perbedaan luas wilayah (bukan kedudukan status kerajaan).
Keutamaan lainnya Pasaman dari Kinali karena pada masa ini ibu kota kabupaten
Pasaman Barat dipilih di Simpang Ampek (tempo doeloe disebut Parit Batoe yang
menjadi ibu kota district Groot Pasaman).
Terima kasih banyak pak dosen atas informasinya
BalasHapus