*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
Apakah ada sejarah (Muara) Kiawai? Tentu saja ada,
tetapi tidak ada yang pernah menulisnya. Kiawai tidak hanya terkenal dengan
kesenian ronggeng dan produksi salak. Lebih dari itu. Sejarah Kiawai juga bukan baru, Kiawa memilik
sejarah yang panjang ke masa lampau. Di jaman kuno (era Budha-Hindoe), kota
Kiawai adalah kota (kampong) besar yang berada di antara pantai (pelabuhan di
Oedjoeng Gading) dan pegunungan (lereng gunung Koelaboe dan gunung Malintang di
Mandailing). Di Kiawai, sungai Batang Kanaikan (yang berhulu di gunung
Malintang) bermuara ke sungai Pasaman (yang berhulu di gunung Koelaboe). Karena
itu nama Kiawai juga disebut Moeara Kiawai. Ibarat pepatah: Asam di
gunung, garam di laut, bertemu di kiawai.
Kabupaten Pasaman Barat |
Satu tokoh penting di era Pemerintah Hindia Belanda
yang berasal dari Moara Kiawai adalah Abdoel Azis Nasution gelar Soetan
Kanaikan. Abdoel Azis Nasution adalah guru yang melanjutkan sekolah pertanian
ke Buitenzorg (Bogor) pada tahun 1909 dan mendirikan sekolah pertanian di
Loeboeksikaping pada tahun 1931. Untuk menambah pengetahuan sejarah Kiawai dan
Gunung Tuleh dan meningkatkan wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Nagari Muara Kiawai di Kecamatan Gunung Tuleh |
Nama
Gunung Tuleh dan Kiawai
Ada dua nama kampong tua. Yang pertama, di muara
sungai Batang Kanaikan di sungai Pasaman yang dikenal sebagai kampong Moeara
Kanaikan. Yang kedua di muara sungai Batang Kiawai di sungai Batang Kanaikan
yang dikenal sebagai kampong Moeara Kiawai. Hulu sungai Batang Kenaikan di
gunung Malintang (Mandailing) dan hulu sungai Batang Kiawai di gunung Koelaboe
(Mandailing). Ketinggian kampong Moeara Kiawai 137 M dpl. Area tertinggi di
sekitar adalah gunung Toela (633 M dpl).
Peta 1843 |
Dua kampong yang diduga pusat perdagangan dari
pantai dan dari pegunungan ini kemudian membentuk federasi yang menjadi awal
terbentuknya district yang diberi nama III Kota. District ini berbatasan dengan
district Tjoebadak di timur, district III Loerah di barat dan district Pakantan
di utara. Batas antara District III Kota dengan district Tjoebadak adalah
sungai Pasaman. District III Kota inilah yang kini dikenal sebagai Kecamatan
Gunung Tuleh yang terdiri dari dua kanagarian yakni Nagari Muaro Kiawai (di
hilir atau selatan) dan Nagari Rabi Jonggor (di hulu atau utara). Dalam
pembentukan sistem pemerintahan kanagarian (kampong) di era Pemerintah Hindia
Belanda, tampaknya ada satu kota (kanagarian) yang hilang yang mungkin
digabungkan ke salah satu dari dua yang ada sekarang (nagari terdiri dari
beberapa dusun atau jorong). Di Mandailing, satu atau beberapa huta dibentuk menjadi
kampong yang dipimpin oleh kepala kampong (kamponghoofd). Sejumlah kampong
(yang umumnya berdasarkan genealogis dan teritorial) dibentuk menjadi koeria.
Di Minangkabau laras adalah setingkat koeria.
Pada
era Perang Padri (1831-1837) nama kampong Moeara Kanaikan dan kampong Moeara
Kiawai belum terlalu terkenal (lihat Peta 1831-1837). Nama kampong yang lebih
terkenal adalah kampong Simpang Tello [Tuleh]. Kota Simpang Tuleh adalah
simpang ke berbagai arah. Ke arah barat
menuju Air Balam dan Air Bangis; ke selatan menuju Moeara Tambangan, Simpang
Tonang dan Rao; ke utara menuju Simpang Banyak (Pakantan) dan Pinyonge (Oeloe).
Besar dugaan nama besar kampong Simpang Tello (dekat bukit-goeneng Toela) yang
kini menjadi Tuleh di masa lampau diduga menjadi satu alasan penting mengapa
nama kecamatan (District III Kota) kini disebut kecamatan Gunung Tuleh
(sebelumnya ditulis dengan nama gunung-bukit Toela). Ibu kota kecamatan Gunung
Tuleh ditetapkan di Simpang Tigo Alin. Pada era Hindia Belanda tempo doeloe dari
nama Simpang Tello [Simpang Toloe?] bergeser menjadi Toela dan kini menjadi
Tuleh. Nama kampong Simpang Tello diganttikan dengan nama kampong Alem atau
Alim dan bergeser menjadi Alin.
Pasca Perang Padri, untuk mendukung keamanan
kondusif di sekitar pertemuan sungai Batang Kanaikan dengan sungai Pasaman,
Pemerintah Hindia Belanda membangun pos militer di kampong Moeara Kiawai. Boleh
jadi dipilihnya kampong Moeara Kiawai (bukan Moeara Kanaikan) agar lebih dekat
dengan kampong Simpang Tuleh di sebelah utara dan juga karena kampong Kiawai
juga sudah memiliki jalur darat ke barat ke Air Balam-Air Bangis dan ke timur
ke Kadjai-Taloe-Tjoebadak-Simpang Tonang.
Pada saat dimulainya pengepungan Padri di (district)
Bondjol (sejak 1831), Pemerintah Hindia Belanda membentuk satu wilayah baru
yakni mencakup seluruh wilayah Tapanoeli yang disebut Noordelijke Afdeeling
dengan ibu kota di Natal (membedakan dua afdeeling yang lebih dulu terbentuk
yakni Afdeeling Padangsche Benelanden ibu kota di Padang dan afdeeling
Padangsche Bovenlanden ibu kota di Fort de Kock). Afdeeling Noordelijk ini di masa
lampau pada era VOC menjadi wilayah di bawah pengaruh Inggris mulai dari Baros
hingga Rao dan Ophir Districten (Taloe, Tjoebadak, III Kota dan Sinoeroet). Afdeeling
Noordelijke ini dibentuk menjadi satu residentie dengan memindahkan ibu kota dari
Natal ke Air Bangis (karena itu disebut Residentie Air Bangis), Akan tetapi
tidak lama kemudian, sehubungan rencana baru pemerintah memindahkan ibu kota
dari Air Bangis ke Tapanoeli-Sibolga maka Residentie nama Tapanoeli akan
menggantikan Residentie nama Air Bangis. Ketika district Natal, District
Mandailing dan Distrik Angkola dimasukdi ke Residentie Tapanoeli lalu district
Air Bangis dilikuidasi. Wilayah yang tersisa yakni Air Bangis, Rao dan Ophir
Districten dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden yang beribukota di
Padang. Sejak jaman kuno hingga era VOC district-district Air Bangis, Ophir,
Rao, Mandailing, Natal dan Angkola satu kesatuan wilayah ekonomi. Sejak 1845
secara adminsitratif wilayah menjadi terpisah yang di satu sisi
district-district Air Bangis, Ophir Districten (Taloe, Sinoeroet, Tjobadak dan
III Kota) dan Rao (termasuk Loender-Panti dan Loeboeksikaping) dengan tetangga
mereka di sisi lain district-district Natal, Pakantan dan Oeloe serta Klein
Mandailing (Kotanopan).
Seiring dengan adanya pos militer di kampong
Kiawai, jalur darat timur-barat ini mulai dikembangkan sebagai jalan poros baru
(nama Simpang Toeleh lambat laun mulai tuleh) dan nama kampong Kiawai semakin
kiawai. Nama kampong Moeara Kanaikan juga lambat laun tenggelam di muara sungai
Batang Kanaikan seiring dengan munculnya kampong-kampong baru di sekitar muara
sungai Batang Kanaikan.
Nama-nama
kampong yang diidentifikasi di District III Kota, selain Moara Kanaikan dan
kampong Moeara Kiawai adalah kampong-kampong Koeboe, Alem [Alin], Godan, Rantou
Pandjang dan Bander. Dari kampong Kiawai menuju kampong Odjoeng Gading dan Air
Balam melalui kampong Alin. Dari kampong Kiawai menuju kampong Odjoeng Kadjai
dan Air Taloe melalui kampong Koeboe. Dalam hal ini kampong Alin telah
menggantikan posisi kampong tua Simpang Tuleh. Dari nama-nama kompong yang ada
di District III Kota nama kampong Simpang Tuleh yang diidentifikasi pertama
dalam peta (suatu kampong besar yang letaknya strategis sejak lampau). Menurut
sensus penduduk 1930 negorij (negeri) Rabi Djonggor seluruh populasi adalah
Mandailing sedangkan di Kiawai populasi adalah melting pot (Mandailing, Melayu,
Rao dan Minangkabau). Peta 1904
Cultuur
Mij Moeara Kiawai: Kantor Pusat di Pematang Siantar
Studi tentang kelayakan
untuk pengembangan perkebunan di wilayah Ophir Districten (Sumatra’s Westkust) sudah
dimulai pada akhir tahun 1850an. Namun tampaknya belum ada investor yang
berminat (investasi masi berpusat di Jawa). Selanjutnya penemuan Nienhuys di
Deli sebagai wilayah yang sesuai untuk perkebunan (tembakau) mendorong minat
para investor di Jawa (khususnya di Batavia) mengalihkan perhatian ke Deli
(Sumatra’s Oostkust).
Lahan-lahan di wilayah Oost van Sumatra (Sumatra’s
Westkust) laris manis, Bahkan pengembangan lahan-lahan perkebunan telah
merambah ke Simaloengoen dan Kro. Oleh karena itu wilayah Simaloengoen dan Karo
dimasukkan ke wilayah (Residentie) Oost van Sumatra. Ekspansi lahan-lahan
perkebunan itu terus meluas bahkan hingga daerah aliran sungai Baroemoen di Padang Lawas
(Residentie Tapanoeli).
Ketika Residentie Oost
van Sumatra mulai dirasakan kelangkaan lahan baru, para investor mulai melirik
Province Sumatra’s Westkust. Dua wilayah yang menjadi sasaran adalah Residentie
Tapanoeli di afdeeling Sibolga en Omstreken dan Residentie Padangsche
Benelanden di afdeeling Ophir Districten. Perusahaan yang beralamat di Bandoeng
pada tahun 1910 mulai mendirikan perusahaan dengan menggunakan nama Ophir yakni
NV
Cultuur Syndicaat Ophir (salah satu wilayah operasi di gunung Ophir). Perusahaan
ini membuka lahan di Panindjaoean (di hulu sungai Pasaman di yang masuk wilayah
kampong Simpang Tonang di lereng gunung Malintang). Pada tahun 1912 juga di Bandoeng
muncul perusahaan baru yang juga menggunakan nama Ophir namun pada tahun 1915
perusahaan ini telah meringkas namanya hanya dengan nama NV Cultuur
Maatschappij Ophir (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-01-1915). Pada tahun ini
Province Sumatra’s Weskust (yang terdiri dari dua residentie Padangsche
Benelanden dan Padangsche Bovelanden) dilikuidasi dan statusnya diturunkan
menjadi hanya setingkat residentie dengan nama Residentie West Sumatra (sama
dengan Residentie Tapanoeli yang berdiri sendiri sejak 1905). Sebaliknya
Residentie Oost van Sumatra yang beribukota di Medan dipromosikan menjadi
provinsi.
Seorang
pemuda kota Kiawai tidak jauh dari area perkebunan NV Cultuur Syndicaat Ophir,
Soetan Kanaikan setelah lulus sekolah rakyat di Kotanopan melanjutkan studi ke
sekolah guru di Fort de Kock tahun 1909. Setelah lulus dan mendapat beslit
guru, Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan tidak menjadi guru. Boleh jadi
karena melihat perkembangan pertanian di kampong halamannya di District Ophir,
Soetan Kanaikan melanjutkan sekolah pertanian di Buitenzorg. Soetan Kanaikan
lulus sekolah pertanian (Midlebare Landbouwschool) di Buitenzorg pada tahun
1914. Soetan Kanaikan adalah lulusan pertama sekolah tinggi pertanian tersebut.
Pada tahun 1914 sahabat Soetan Kanaikan di Buitenzorg lulusan sekolah
kedokteran hewan (veeartsenschool), Sorip Tagor melanjutkan studi ke Belanda
(Utrecht) untuk mendapatkan dokter hewan setara Eropa. Catatan: Sorip Tagor
Harahap alumni sekolah Eropa (ELS) Padang Sidempoean yang merantau sekolah ke
Buitenzorg tahun 1907, lulus di Utrecht tahun 1920. Sorip Tagor pribumi pertama
bergelar dokter hewan adalah ompung dari Inez dan Risty Tagor.
Setelah
itu pemerintah mengangkat Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan sebagai
advisor pertanian di berbagai tempat: Tapanoeli, Priaman, Painan, Pajacombo,
dan Atjeh. Tugas ini dilaksanakan Soetan Kanaikan beberapa tahun hingga
akhirnya diangkat pemerintah menjadi kepala sekolah pertanian
(landbownormaalscholen) yang baru dibuka di Padang Pandjang. Namun dalam
perjalanannya, sekolah ini macet karena kondisi keuangan pemerintah. Abdoel
Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan tidak patah arang, lalu pulang kampong ke
Pasaman (bana lokal untuk Ophir) untuk membuka sekolah pertanian swasta. Abdoel
Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan pada tahun 1931 mendirikan sekolah
pertanian swasta di Loeboeksikaping (ibu kota onderafdeeling Loeboeksikaping).
Catatan: Ibu kota onderafdeeling Ophir berada di Taloe (tidak jauh dari
kampongnya di Kiawai). Ketika tahun 1936 dibentuk dewan Minaangkabauraad di
Padang, Abdoel Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan adalah perwakilan
satu-satunya dari Ophir Districten.
Pada tahun 1917 para
investor di Pematang Siantar, setelah ekspansi dari Oost van Sumatra ke Afdeeling
Sibolga (Residentie Tapanoeli) mulai melirik wilayah afdeeling Air Bangis
(sebab sudah ada investor yang membuka lahan perkebunan di Simpang Tonang (Ophir
Districten). Perusahaan yang berkantor pusat di Pematang Siantar tersebut
bernama NV Cultuur Maatschappij Moeara Kiawai (lihat De Sumatra post, 11-06-1917).
Disebutkan modal awal pendirian perusahaan sebesar f225.000 yang terdiri dari 450
saham dengan harga per saham senilai f 500. Luas lahan yang akan diusahakan
8.000 bau yang mana seluas 450 bau untuk keperluan estatenya. Direktur adalah A
van Laer dan tiga komisaris. Perusahaan ini juga telah mengakuisisi perusahaan tambang
di tetangganya, Land en Mijnbouw Mij Talamau (lihat De Sumatra post, 09-03-1918).
Pada tahun 1919 sejumlah tokoh asal Padang
Sidempoean di Pematang Siantar membentuk konsorsium untuk membantu dan memudahkan
pengusaha pribumi untuk mendapat dana dalam memperluas usaha dan membuka
lahan-lahan perkebunan baru dengan mendirikan bank. Saat itu sumber pembiayaan di
Sumatra hanya berasal dari bank Eropa dan bank Cina. Di Medan, Java Bank hanya
melayani investor Eropa-Belanda dan Kesawan Bank hanya melayani
investor-investor Cina. Untuk melayani para investor pribumi belum ada. Bank
ini disahkan pemerintah pusat pada tahunn 1920 dengan nama Bataksch Bank yang
berkantor pusat di Pematang Siantar (lihat De Telegraaf, 28-12-1920). Pemilik
saham bank ini adalah Dr. Mohamad Hamazah Haharap, Dr. Alimoesa Harahap, Notaris
Soetan Pane Paroehoem dan sastrawan Soetan Hasoendoetan. Dr, Mohamad Hamzah
Harahap adalah lulusan sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia tahun
1902; Dr Alimoesa Harahap adalah lulusan angkatan kedua sekolah kedokteran
hewan di Buitenzorg tahun 1914; Soetan Pane Paroehoem adalah notaris pribumi
pertama di Sumatra, lulus ujian notariat di Batavia pada tahun 1917. Bataksch
Bank adalah bank pribumi orang pribumi.
Sementara itu, semakin banyaknya investor
Eropa-Belanda yang memasuki wilayah Residentie Tapanoeli, maka di Padang
Sidempoean pada tahun 1920 muncul desakan kepada pemerintah untuk membentuk
dewan. Oleh karena Padang Sidempoean bukan Kota (Gemeente), maka dewan yang
dibentuk bukan gemeenteraad. Juga bukan dewan kabupaten/Afdeeling (Gewest),
akan tetapi dewan onderafdeeling: Angkola en Sipirok. Dewan yang dibentuk baru
ini efektif berlaku sejak tanggal 1 Juni 1920 (lihat De Sumatra post,
23-06-1920). Disebutkan anggota dewan ini diantara Abdul Manap, mantan guru di
Padang Sidempoesn; Mangaradja Goenoeng, administrator majalah mingguan Poestaka
dan Sinar Merdeka di Padang Sidempoean; Soetan Josia Diapari, kepala kampong di
Sipirok; Ali Akip gelar Dja Saridin, pengusaha di Batang Toroe; Malim Soetan,
pengusaha di Padang Sidempoean; JH de Groot, kepala administrator perkebunan
Sumatra-Caoutchouc Maaschapij di Batang Toroe; H. Radersma, wd. Kepala Pejabat
Administrasi Rotterdam Tapanoeli Cultuur Maatschappij di Batang Toroe, dan Tjai
Tjeng Liong, pengusaha di Padang Sidempoean.
Dibentuknya Plaatselijke Raad Angkola en Sipirok ini
diduga terkait dengan pembentukan Bataksche Bond di Batavia tahun 1919 yang
dimotori oleh Dr. Abdul Rasjid Siregar. Sebagai ketua Bataksche Bond, Dr. Abdul
Rasjid Siregar kelahiran Padang Sidempoean ingin menaungi para pemuda Batak
yang beragama Kristen yang kurang berterima di Sumatranen Bond tetapi tetap
menjalin hubungan baik dengan Sumatranen Bond. Pada tahun 1919 Parada Harahap
mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Masih pada tahun
1920 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan diundang asosiasi peminat/ahli
Hindia di Belanda (Oost en West) untuk berpidato di hadapan para anggotanya. Soetan
Casajangan adalah pendiri perhimpunan mahasiswa pribumi Indische Vereeniging di
Belanda tahun 1908. Soetan Casajangan yang pernah menjadi direktur sekolah guru
di Fort de Kock 1914 dan mendirikan surat kabar Poestaha di Padang Sidempoean
1915, Soetan Casajangan pada tahun 1919 menjadi direktur sekolah guru
Normaalschool di Batavia (pada tahun 1924 Indische Vereeniging di Belanda oleh
Mohamad Hatta dkk diubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia). Pada tahun
1919 Dr. Abdul Hakim Nasution menang dalam pemilihan anggota dewan kota
(gemeenteraad) Padang (pada tahun 1931 menjadi wakil wali kota-burgermeester Kota
(Gemeente) Padang hingga 1942 dan menjadi wali kota pertama Kota Padang pada
era RI).
NV Cultuur Maatschappij
Moeara Kiawai cukup berhasil. Beberapa tahun kemudian Residentie West Sumatra
paling tidak terdapat sebanyak enam buah perusahaan onderneming termasuk NV Cultuur
Maatschappij Moeara Kiawai (lihat De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den
uitvoerhandel, 15-06-1927). Keenam perusahaan ini, ondernemingnya (kebun) sebagain
besar berada di Onderafdeeling Air Bangis en Ophir (yang lainnya di Priaman,
Tanah Datar dan Kerintji).
Pada waktu yang sama jumlah perusahaan onderneming
di Residentie Tapanoeli sebanyak sebelas perusahaan. Perusahaan terjauh di
pedalaman di Simarpinggan dan di Pidjorkoling (dekat Padang Sidempoean).
Konsentrasinya lebih banyak di district Batangtoroe. Sebagai perbandingan di
Sumatra: selain enam di West Sumatra dan sebelah di Tapanoeli, di Riaou 15
buah; Bengkolen (3); Lampoeng (13); Sumatra’s Oostkust (85) dan Atjeh (23).
Sehubungan dengan
meningkatnya kesadaran penduduk di Residentei West Sumatra untuk berpartisipasi
dalam politik, pada tahun 1938 di Residentie West Sumatra dibentuk dewan daerah
yang disebut Minangkabauraad. Sejak di Sumatra’s Oostkus dan di onderafdeeling
Angkola en Sipirok dan beberapa daerah lainnya dibentuk dewan daerah tahun 1920,
baru tahun 1938 dibentuk dewan daerah yang baru di Sumatra.
Sejak lama hanya dewan kota (gemeenteraad) yang ada,
suatu dewan yang hanya terbatas di dalam (batas) kota. Pada tahun 1921 jumlah
dewan kota (gemeenteraad) di Sumatra hanya terdapat di Bindjai, Fort de Kock, Medan,
Padang, Padang Pandjang, Palembang, Pematang Siantar, Sawahloentoe, Tandjoeng
Balai dan Tebingtinggi.
Sebagaimana dewan kota
(gemeente), pembentukan dewan daerah (gewest) dimaksudkan untuk mengonttrol
pemerintah dan ikut merencanakan serta memperkaya hukum (peraturan
perundang-undangan). Salah satu tokoh kuat di Minangkabauraad dari dapil Air
Bangis, Ophir Districten dan Loeboeksikaping adalah Abdul Azis Nasution gelar
Soetan Kanaikan dari Kiawai. Ketika pemerintah pusat menerapkan kebijakan
bahasa pengantar di sekolah dasar pribumi dari bahasa Melayu menjadi bahasa
Minangkabau, Abdul Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan mengajukan mosi untuk
menolak (dan tetap ingin mempertahankan bahasa pengantar dengan bahasa Melayu).
Abdul Azis Nasution gelar Soetan Kanaikan adalah pemilik sekolah pertanian di
Loeboeksikaping.
Saya sebagai pemuda muara kiawai baru ini membaca dan tau sejarah kampung sendiri😅
BalasHapusBangga jadi putra muara kiawai
BalasHapus