*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini
Asia Selatan adalah wilayah geografis yang dibedakan dengan Asia Barat, Asia Timur dan Asia Tenggara. Indonesia berada di wilayah Asia Tenggara. Pada masa ini, negara-negara di wilayah Asia Selatan terdiri dari Afganistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maladewa, Nepal, Pakistan dan Sri Lanka. Lalu bagaimana dengan sejarah orang Indonesia di negara-negara tersebut?
Asia Selatan atau Hindia Muka adalah sebuah wilayah geopolitik di bagian selatan benua Asia yang terdiri dari daerah-daerah di anak benua India dan sekitarnya. Wilayah ini dibatasi oleh Asia Barat, Tengah, Timur, dan Tenggara. Seluruh wilayah tersebut, kecuali Tibet dan Teritori Britania, tergabung dalam South Asian Association for Regional Cooperation bersama Afghanistan. Subwilayah Asia Selatan di PBB mencakup wilayah di atas ditambah Afganistan dan Iran. Iran memang kadang dimasukkan ke Asia Selatan, walaupun kadang juga disebut Asia Barat. Selain itu, Myanmar juga kadang digolongkan ke Asia Selatan. Kawasan ini mempunyai sejarah yang panjang. Peradaban kuno berkembang di sekitar Lembah Sungai Indus. Masa sebelum abad ke-18 merupakan masa keemasan kawasan ini, saat Kekaisaran Mughal berkuasa di sebelah utara. Penguasa kolonial Eropa kemudian memimpin penjelajahan kawasan ini, awalnya Portugis dan Belanda, namun kemudian Kekaisaran Britania dan Prancis. Sebagian besar dari Asia Selatan memperoleh kemerdekaan dari Eropa pada akhir 1940-an (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah orang Indonesia di Asia Selatan, sejak kapan? Seperti disebut di atas Asia Selatan adalah wilayah yang luas yang meliputi negara-negara Sri Lanka, India, Pakistan, Banglades dan Maladewa, Bhutan, Nepal dan Afganistan. Laluntas bagaimana sejarah orang Indonesia di Asia Selatan, sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Orang Indonesia di Asia Selatan Sejak Kapan? Sri Lanka, India, Pakistan, Banglades, Maladewa, Bhutan, Nepal
Orang Indonesia, mengapa harus melihat ke India? Ini bermula tahun 1928. Selepas Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 diketahui Sanoesi Pane berangkat ke India (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-12-1928). Disebutkan dalam manifest kapal ss Koningin der Nederlander berangkat dari Batavia dengan tujuan Amsterdam tanggal 26 Desember. Sanoesi Pane akan turun di Colombo (Ceylon).
Sanoesi Pane lahir Moeara
Sipongi, Afdeeling Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli tanggal 14 November
1905. Setelah menyelesaikan sekolah dasar HIS (berbahasa Belanda) di Padang
Sidempoean tahun 1920, Sanoesi Pane melanjutkan ke sekolah MULO di Batavia. Pada
tahun 1923, adiknya Armijn Pane menyelesaikan sekolah dasar ELS di Sibolga lalu
melanjutkan studi ke STOVIA di Batavia. Saat Dr. Soetomo baru pulang studi dari
Belanda dan Soekarno masih kuliah di THS Bandoeng, pada tahun 1924 Sanoesi Pane
naik kelas dari dua ke tiga di AMS Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
17-05-1924). Pada tahun 1925 Sanoesi Pane diberitakan lulus ujian akhir di
sekolah guru Kweekschool Goenoeng Sa[ha[ri (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
25-06-1925). Ini mengindikasikan bahwa Sanoesi Pane mengikuti dua program
pendidikan sekaligus yakni sekolah menengah umum dan sekolah keguruan. Sementara
nun jauh di sana di Belanda, Mohamad Hatta baru terpilih sebagai ketua
Perhimpoenan Indonesia. Masih pada tahun ini di kota Padang lima siswa MULO
ditangkap (lihat De nieuwe vorstenlanden, 27-11-1925). Mereka ini adalah
aktivis Jong Sumatranen Bond. Mereka ini ditangkap karena menyebarkan pamflet
di suatu bioskop. Salah satu artikel yang dimuat di dalam pamfelt ini tulisan
dari Sanoesi Pane, yang mana yang jadi sorotan frase berikut: ‘Lempar pikiran
yang lemah ke laut dan persiapkan diri Anda untuk tugas Anda: memimpin Sumatra
menuju kemerdekaan dalam arti kata yang sepenuhnya’. Pada bulan Oktober 1928 dalam
Kongres Pemoeda, Sanoesi Pane berpartisipasi. Sementara bulan Desember di AMS
Solo diadakan pesta senideng beragam acara yang meliputi lakon Melayu, tari
Ambon, lakon sejarah "Erlangga", wireng, dan lain-lain (lihat De
Indische courant, 27-12-1928). Di antara tamu yang kami perhatikan: penduduk
Ament, guru-guru AMS, banyak pangeran dari keraton dan Mangkoenagaran dan
banyak pengunjung Solo. Eksperimen yang benar-benar baru adalah pementasan
Erlangga, sebuah drama yang mengangkat sebuah episode dari sejarah Jawa, yang
ditulis oleh Sanoesi Pané, Armijn Pane sendiri adalah siswa AMS Solo. Boleh
jadi yang menjadi ketua pementasan adalah Armijn Pane. Airlangga, sebuah drama karya Sanoesi Pane pertama kali diterbitkan di
Solo oleh majalah budaya Timboel No I/4 (15 Januari-1 Maret 1928) (lihat Overzicht
van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1928, 01-01-1928). Sanoesi
Pane sebagai guru di sekolah guru Lembang (lihat Sumatranenbond edisi 3 Oktober
1928).
Seberapa lama Sanoesi Pane di India tidak diketahui secara pasti. Namun yang jelas, Colombo di Ceylon (Sri Lanka) adalah tempat singgah kapal-kapal uap Belanda dari Belanda ke Indonesia atau sebaliknya. Kapal-kapal tersebut dapat singgah beberapa hari sebelum melanjutkan pelayaran. Di Colombo dilakukan penambahan bakar batubara. Pada penumpang, selain ada yang tetap di kapal, juga ada yang memilih menginap di hotel. Dalam fase inilah para penumpang dapat melakukan tinggal singkat di Colombo dan sekitarnya.
Sudah sejak lama orang
Indonesia hilir mudik antara Belanda dan Indonesia dan sebaliknya dan biasanya
menggunakan kapal-kapal uap Belanda. Dalam hal ini pula orang Indonesia yang
singgah di Colombo dapat mengenal Colombo secara umum dan Ceylon secara khusus.
Lantas seberapa banyak orang Indonesia yang sempat singgah di Colombo tidak
diketahui secara pasti, tetapi informasi dari mereka yang mengalir kepada orang
Indonesia di Belanda maupun di Indonesia. Oleh karena itu, Sanoesi Pane ke
India melalui Colombo menjadi lebih mudah untuk melakukan kontak ke kota-kota
di India seperti Madras, Calcutta, Goa, Bombaj, Karachi bahkan Lahore dan Nieuw
Delhi.
Seniman Sanoesi Pane, sepulang dari India, diketahui tetap bekerja sebagai guru di sekolah guru (kweekschool) Lembang (lihat De locomotief, 19-12-1930). Pada tahun 1930 semua organisasi kebangsaan dilebur dengan membentuk organisasi tunggal dengan nama Pemoeda Indonesia dengan ketua Mohamad Jamin (sekretaris Kongres Pemoeda 1928). Yang menjadi Pemoeda Indonesia di Solo adalah Armijn Pane. Pada tahun 1931 Sanoesi Pane juga diketahui sebagai redaktur majalah bulanan Timboel yang terbit di Solo (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-02-1931).
Dalam Kongres Boedi Oetomo
yang diselenggarakan di Batavia pada bulan April 1931, Sanoesi Pane menjadi
salah satu pembicara, sebagai pembicara utama pada sesi terakhir (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-02-1931). Kongres ini diadakan
dua hari Sabtu dan Minggu di gedung PPPKI di gang Kenari dengan tema Masalah
Status Dominion dan Pendidikan bagi Perempuan. Dalam Kongres ini hadir pengurus
pusat dari Jogjakarta seperti Koesoemo Oetojo (anggota Volksraad), Mr Singgih
dan Mr Soepomo, Ph.D. Juga hadir MH Thamrin (anggota Volksraad) dan dari
gemeenteraad Soerabaja Radjamin Nasution dan JFLengkong. Beberapa
pejabat-pejabat Belanda yang terkait denga urusan pribumi juga hadir. Hari
pertama para pembicara internal Boedi Oetomo. Pada hari Minggu yang dimulai
pagi pukul 9.15 diisi oleh ceramah oleh Sanoesi Pane yang diawali oleh
pembicara dari kalangan mahasiswa (PPPI) yang pada intinya menyapaikan
kemerdekaan penuh dan tidak ada Status Dominion untuk Indonesia. Sanoesi Pane
berbicara di podium dengan tema ‘Apa yang dapat dipelajari tentang gerakan
populer di British India’. Sanoesi Pane berbicara selama lebih dari 3 jam.
Sanoesi Pane mengupas tentang kondisi antara eksploitatif Inggris dan
penderitaan rakyat India yang menyebabkan Mahatma Gandhi menjadi
non-kooprative. Lalu Sanoesi Pane menekankan jika Pemerintah Hindia Belanda
ingin di masa depan membuat gerakan berlebihan terhadap sudut pandang
non-kooperative dan untuk mencegah hal yang timbul membahayakan maka pemerintah
Hindia Beland harus memberikan status dominasi kepada rakyat Indonesia (Tepuk
tangan bergemuruh). Lebih lanjut dikatakannya dan berharap agar Pemerintah juga
tidak berupaya untuk memperlambat gerak penduduk dengan segala jenis pasal
undang-undang. Pasal 153 yang terkenal juga harus dihapuskan…Kita harus yakin
disini pada kekuatan diri kita sendiri. (Tepuk tangan). Terakhir diikuti dengan
forum tanya-jawab yang antara lain Haji Agus Salim, Tabrani (jurnalis),
Kontjoro dari Indonesia Mueda, Koesomo Oetojo. Dari salah satu penanya ada yang
menekankan kemerdekaan penuh (Sanoesi Pane tersenyum). Pukul setengah dua,
ketua menutup rapat umum terakhir.
Sejauh ini, baru Sanoesi Pane yang pernah ke India. Keberangkatan Sanoesi Pane diduga kuat dalam hubungannya dengan studi literatur yang terkait dengan kebudayaan India. Seperti disebut di atas, banyak tema-tema karya Sanoesi Pane tentang era Hindoe/Boedha seperti drama Airlangga (yang dimuat di majalah Timboel pada tahun 1928). Demikian juga dengan puisinya yang berjudul Ardjoena yang ditebitkan oleh Soeloeh Rakjat Indonesia edisi 29 Januari 1930. Oleh karena Sanoesi Pane yang juga seorang aktivis, tentu saja mempelajari tentang dinamika politik di India.
Sanoesi Pane adalah salah
satu pengusung perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan cara non-cooperative ala
Indonesia. Sementara di India yang dimotori oleh Mahatma Gandhi dengan cara
yang sama tetapi berbeda dengan Indonesia. Di India unsur keagamaan (Hindoe vs
Islam vs Sikh) dimasukkan dalam non-cooperative (melawan Inggris), sedangkan di
Indonsia dengan cara membangun persatuan secara nasional (tanpa membedakan suku
dan agama): ‘“Kita semua orang Jawa, Sumatera, Minahasa, Amboina, dan lain-lain
telah dibentuk oleh sejarah menjadi manusia yang harus saling mengulurkan
tangan jika kita ingin meraih apa yang kita semua perjuangkan, yaitu
kemerdekaan Indonesia, Tanah Air kita tercinta” (kesimpulan Kongres Pemuda di
Batavia, 1926).
Besar dugaan saat Sanoesi Pane ke India pada akhir tahun 1928, gerakan perjuangan orang India terhadap Inggris tengah dalam masa inkubasi (yang siap meledak). Berita-berita internasional tentu saja diterima di Indonesia termasuk soal India. Pada tahun 1931 di Indonesia diketahui bahwa perjuangan rakyat India telah meledak dan banyak korban orang-orang India.
Overzicht van de Inlandsche
en Maleisisch-Chineesche pers, 1931, no. 28, 08-01-1931 mengutip Berita Baroe,
20/30 Juni No 14/15 dan Sinar Maloekoe, 30 Mei, No. 13: “Ketika kita melihat
bagaimana orang-orang India berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan negara
mereka, warisan mereka, dari cengkeraman Inggris, kita harus mengakui — menurut
surat kabar itu — bahwa perjuangan mereka telah mencapai titik tertinggi karena
mereka berani mengorbankan harta benda dan darah mereka. Dalam kurun waktu satu
setengah tahun di India, ribuan orang telah dihukum, ratusan ditembak dan
banyak yang digantung. Segala macam kesulitan menghalangi jalan mereka. Namun,
mereka — baik pria maupun wanita — selalu bergerak maju. Namun tampaknya mereka
masih belum bisa "menghirup udara kemerdekaan", yang juga dialami
Gandhi. Membahas lebih jauh sikap Inggris, konferensi meja bundar yang telah
berlangsung, yang tidak akan membuahkan hasil, surat kabar itu mengatakan bahwa
konferensi meja bundar kedua yang akan dihadiri Gandhi, kini telah ditunda oleh
Inggris, hingga pertikaian antara umat Hindu dan Muslim di negara itu telah
diselesaikan. Ini akan menjadi bukti ketakutan Inggris untuk melepaskan India:
itulah sebabnya ia menggunakan segala macam isu untuk menunda persiapan
kemerdekaan. Dalam hal ini, surat kabar itu mengatakan bahwa yang dipikirkannya
adalah: Indonesia dengan umat Muslim, Kristen, dan Buddha. Dalam gerakan
politik di negara ini, setiap orang bebas dalam keyakinan agamanya. Saya tidak
mengutuk agama masing-masing. Karena itu mungkin akan menjadi alasan bagi
Belanda - bahkan jika mereka ingin memberikan kemerdekaannya kepada Indonesia,
untuk menghormati agama masing-masing. Hendaklah setiap orang menghormati dan
memperkuat agamanya. Semua bersatu di bawah "nasionalisme Indonesia"
yang bercita-cita mencapai Indonesia yang merdeka. Mulai sekarang, marilah kita
berjabat tangan — seruan kertas itu — dan senantiasa melangkah maju menuju
tujuan, dengan bekerja sama dengan Pemerintah. (20 Juni). Yang menurut surat
kabar, mengamati peristiwa di sini Sinar Maloekoe dan tindakan Indonesia. Siapa
pun yang mengamati gerakan kerakyatan, tentu akan sampai pada kesimpulan bahwa
kita sekarang sedang hidup di suatu masa perjuangan, suatu masa di mana segala
macam keinginan yang sebelumnya tidak pernah terdengar, diajukan, yang jika
terwujud akan membawa bangsa Indonesia lebih dekat kepada tujuan akhir yang
diinginkan. Disebutkan pula mengenai protes terhadap putusan PNI, reorganisasi
Boedi Oetomo, isu penggabungan atau federasi yang banyak dibicarakan. Posisi
Sarekat Ambon terkait masalah terakhir dijelaskan. Organisasi ini mengakui
manfaat penggabungan, tetapi tidak menganggapnya diinginkan oleh berbagai
asosiasi dalam situasi yang ada. Mereka pertama-tama harus membentuk federasi
yang kuat dan selanjutnya mempersiapkan pembentukan persatuan dalam arti
seluas-luasnya. Sinar Maloekoe mengemukakan bahwa Sarekat Ambon selalu berminat
untuk bekerja sama dengan perkumpulan Indonesia lainnya. Dimana PPPKI sekarang
berada. Karena Sarekat Ambon adalah satu-satunya federasi dan mendukung bentuk
organisasi seperti itu, jelaslah bahwa Sarekat Ambon harus bergabung dengan
badan federal tersebut’.
Mohamad Hatta dan Mahatma Gandhi sangat dikenal luas di Eropa karena misi perjuangannya untuk membebaskan negara masing-masing dari penjajahan. Namun di kedua negara ini tidak hanya mereka. Di Indonesia juga ada Ir Soekarno, Mr Sartono, Dr Soetomo dan lainnya serta tentu saja Sanoesi Pane. Di India ada nama Jawaharlal Nehru, Subhas, Bose, Roy, Kandelkar dan lainnya. Jawaharlal Nehru tipikal revolusiner seperti halnya Ir Soekarno di Indonesia.
De tribune: soc. dem. Weekblad,
15-06-1931: ‘Peran Nehru yang menyedihkan. Peran menyedihkan yang dimainkan
oleh apa yang disebut nasionalis "kiri" Jawaharlal Nehru dan Bose:
"Nehru, yang pada Kongres Frankfurt telah dengan sungguh-sungguh mengikrarkan
diri, sebagai anggota Eksekutif Liga, untuk melancarkan perjuangan
anti-imperialis revolusioner yang konsisten, telah terbukti menjadi letnan
Gandhi, yang ia bantu untuk melaksanakan kebijakan pengkhianatannya dengan
menggunakan frase-frase radikal "kiri". Nehru dan Bose telah berusaha
keras untuk menipu pemuda revolusioner dan massa pekerja. Liga Eksekutif
selanjutnya menetapkan bahwa Subhas, Bose, Roy, Kandelkar dll. juga mengambil
jalan pengkhianatan yang sama dan meninggalkan perjuangan pembebasan India. Sidang
Eksekutif Liga menetapkan bahwa Nehru telah menjadi pengkhianat bagi perjuangan
pembebasan rakyat India dari belenggu imperialisme Inggris. Sidang ini dengan
tegas menstigmatisasi masuknya dia ke kubu kontra-revolusi di hadapan massa luas
rakyat pekerja di India dan mengucilkannya dari jajarannya. Pada saat yang
sama, Eksekutif Liga memperingatkan terhadap para pejuang pembebasan Nasional
India yang kini niscaya telah memulai manuver yang penuh tipu daya dan
membingungkan dari Jawaharlal Nehru, Bose, Roy, dan kaum nasionalis sayap kiri
lainnya yang telah menjadi agen imperialisme Inggris. Sidang Eksekutif Liga
melawan Imp. menyerukan kepada massa Kongres Nasional India untuk memutuskan
hubungan dengan para pemimpin pengkhianat dan menghancurkan fakta memalukan
dengan imperialisme Inggris serta mengerahkan semua kekuatan untuk
mengorganisasi perjuangan melawan dominasi imperialis demi kemerdekaan penuh
India. Eksekutif Liga melawan Imp. menyerukan semua pejuang yang benar-benar
revolusioner demi kemerdekaan India untuk bergabung dengan Anti-Imp. Liga.
Sidang Eksekutif sekaligus mengenang para revolusioner Bhagat Singh dan
rekan-rekan pejuangnya, yang dibunuh oleh imperialisme Inggris dan gugur di
kamp pembebasan India. Para pengikut revolusioner pemberani yang terbunuh ini
harus bergabung dalam garis depan pertempuran revolusioner hingga obor diangkat
menuju kemenangan. Perjuangan ini akan mencapai tujuannya, bukan melalui
tindakan-tindakan heroik perorangan, tetapi melalui aksi massa yang disengaja
dari para pekerja dan petani. Liga Anti Imperialisme memberi penghormatan
kepada kawan-kawan Indonesia yang mengambil tindakan atas inisiatif mereka
sendiri terhadap Hatta, yang — tampaknya pasif — pada kenyataannya menjalankan
kebijakan menyerah’.
Diantara pejuang-pejuang India dari golongan Hindoe dan Sikh (Punjabi) di India, juga muncul pejuang-pejuang kemerdekaan dari golongan Islam baik di bagian barat India maupun di bagian timur India. Salah satu diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Muhammad Ali Jinnah yang dikenal sejak awal sebagai pemimpin Liga Muslim India.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 27-05-1924: ‘Lahose, 25 Mei (Aneta-Reuier). India yang
bergolak. “Liga Muslim Ali India” yang telah menghentikan aktivitasnya dalam beberapa
tahun terakhir, dihidupkan kembali. Jinnah, seorang pengacara di Bombay, yang
memimpin pertemuan Liga hari ini, mengatakan ia menyesalkan pertikaian antara
umat Hindu dan Muslim di India, khususnya di Punjab. Ia menyatakan bahwa jika
umat Hindu dan Muslim bekerja sama sepenuh hati, India akan mampu memaksa
Parlemen Inggris untuk memberikan India Pemerintahan Dominion yang bertanggung
jawab. Jinnah menyatakan dirinya sebagai penentang kebijakan kaum Swaraj dan
penghancuran mereka yang tidak perlu, tetapi menyatakan bahwa jika Pemerintah
Inggris tidak memenuhi tuntutan dengan memuaskan, mereka, kaum Muslim, harus
pada akhirnya membuat Pemerintahan itu mustahil dengan cara dewan-dewan
terpilih. Ia mendesak amandemen Konstitusi yang ada dan pemberian otonomi
provinsi segera, karena jika tidak, hasilnya mungkin sangat berbahaya’.
Seperti disebut di atas, ada perbedaan mendasar yang menjadi landasan perjuangan melawan penjajah di India dan di Indonesia. Namun demikian tidak sedikit yang menganggap gaya perjuangan Mohamad Hatta dianggap mirip dengan gaya berjuang Mahatma Gandhi. Lantas apakah keduanya pernah bertemu? Yang jelas, keduanya sama-sama non-cooperative, hanya saja Gandhi dengan cara damai terhadap Inggris, tetapi Hatta dapat menerima dengan kekerasan terhadap Belanda. Namun pada golongan yang lebih muda seperti Amir Sjarifoeddin Harahap dan Mohamad Jamin terkesan lebih radikal sebagaimana halnya Ir Soekarno.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 27-03-1933: ‘Polisi Tutup Pertemuan "Indonesia
Moeda". Peringatan Tiga Tahun - Polisi Ambil Tindakan Tegas. Pada hari
Minggu, tanggal 26 bulan ini, diadakan pertemuan umum di Gedong Permoefakatan
di Gang Kenari, di sini, untuk memperingati ulang tahun ketiga perkumpulan
pemuda "Indonesia Moeda". Pertemuan tersebut dihadiri oleh hampir
1000 orang, dari kedua jenis kelamin dan dari segala usia. Ketua panitia Abdoel
Wahab, bertanggung jawab atas pertemuan tersebut. Pidato Pembukaan. Dalam
sambutan pembukaannya, Ketua Umum PGRI menyampaikan, peringatan tiga tahun
berdirinya PGRI ini berlangsung tanpa ada pesta dan hiburan, karena di luar itu
masih ada ribuan saudara sebangsa dan setanah air yang membutuhkan. Amir
Sjarifoeddin berbicara. Salah seorang mantan pendiri IM, yang kini menjadi
anggota Dewan Pengurus Partai Indonesia, mahasiswa hukum Amir Sjarifoeddin,
kemudian angkat bicara. Dalam pertemuan umum ini, dalam rangka memperingati
hari jadi perkumpulan yang ke tiga tahun, ia ingin memberikan penjelasan lebih
lanjut dan terperinci tentang "Nasionalisme dan Demokrasi". Pidato pembicara
diselingi dengan politik, dari awal hingga akhir. Ia berbicara tentang
"Badai di Asia", yang juga telah mempengaruhi India, dan mengatakan
bahwa Nasionalisme hanya dapat diungkapkan jika seluruh rakyat menunjukkan satu
kemauan. Kelompok vouloir d'ĂȘtre harus bersifat umum, karena hal itu mengarah
pada nasionalisme praktis dan pembentukan kebangsaan. Dalam IM, kemauan itu
sudah ditabur, dikembangbiakkan, dan dipupuk dengan hati-hati, dan pembicara sangat
senang akan hal itu. Nasionalisme akan membuat rakyat negara yang diserang
mengangkat senjata sebagai satu orang. (Di sini pembicara harus menghentikan
pidatonya, karena polisi merasa sudah waktunya untuk membubarkan pertemuan
himpunan mahasiswa ini, yang tidak ingin terlibat dalam politik tetapi
berbicara tentang penyitaan senjata). Pertemuan itu hanya berlangsung sedikit
lebih dari satu jam’.
Pada saat yang sama Mohamad Hatta berangkat ke Jepang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-03-1933). Disebutkan Hari ini (Senin) A Rais, Direktur Perdagangan Batik "Djohan Djohor" di Senen, Batavia-Centrum, dan Mohamad Hatta akan berangkat ke Jepang dengan kapal Nagoya Maru. Mereka akan menghabiskan waktu sekitar 3 bulan di Timur Jauh. Sekembalinya, mereka juga akan mengunjungi Filipina. Mohamad Hatta menyatakan bahwa kunjungannya ke Jepang tidak memiliki dasar politik apa pun, hanya pergi sebagai "penasihat ekonomi" bagi Rais, seorang kerabat.
De Indische courant, 20-04-1933: ‘Mohamad Jamin ditangkap. Kemarin kita bertanya mengapa polisi tidak turun tangan ketika Bapak Momahad Jamin, propagandis Partai Indonesia (PI), menyatakan di kongres PI, antara lain: "Kami (PI) adalah partai sayap kiri, radikal-revolusioner yang tidak mengenal jalan musyawarah". Saat ini dapat kami laporkan bahwa Bapak Jamin telah ditangkap oleh Polres Surabaya tadi malam pukul 12.00. Jamin, yang baru saja lulus menjadi mahasiswa Rechthoogeschool di Batavia, membahas perjuangan kemerdekaan di India dan Filipina pada pertemuan PI. kemarin dan menarik perbandingannya dengan gerakan kemerdekaan di Hindia Belanda, yang gerakan kemerdekaannya ia kritik keras. Membahas Gandhianisme, Jamin menyatakan bahwa tindakan Gandhi yang didasarkan pada promosi cinta kasih di antara masyarakat tidak dapat diterapkan di Hindia Belanda. "Dalam politik tidak ada cinta kasih antarmanusia" kata Jamin. Pembicara tidak ingin melihat gerakan "tanpa kekerasan" Gandhi diterapkan di Indonesia. Berdasarkan pernyataan tersebut, polisi menganggap intervensi perlu dilakukan. Pagi ini telah dimulai pemeriksaan intensif terhadap Mohamad Jamin. Seperti diketahui, Soetojo yang juga merupakan juru bicara Kongres dan propagandis PI ditangkap pada Minggu Paskah. Seorang informan dari dalam perusahaan menunjukkan kepada kami bahwa sudah saatnya mengambil tindakan drastis terhadap dua asosiasi politik adat yang disebutkan tadi. Mereka telah bekerja secara sistematis dan sengaja selama dua tahun sekarang untuk melemahkan otoritas pemerintah di Jawa secara umum dan di Timur secara khusus. Tindakan sedang dilakukan di pedalaman. Intervensi yang kuat diperlukan’. Foto: Ir Soekarno dkk di pengadilan Bandoeng, 1930.
Latar belakang Partai Indonesia bermula ketika Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan Ir Soekarno dkk pada tahun 1927 di Bandoeng. Partai ini telah dibubarkan setelah penangkapan Ir Soekarno dkk pada Desember 1929. Dalam perkembangannya, selama Ir Soekarno di penjara, eks PNI terbelah yang kemudian terbentuk dua organisasi politik; yakni Partai Indonesia (PI/Partindo) yang dipimpin Mr Sartono dimana ketua afdeeling Batavia Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan ketua afdeeling Soerabaja Mr Mohamad Jamin dan partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) yang didalamnya tergabung Soetan Sjahrir dan Mohamad Hatta. Setelah Ir Soekarno dibebaskan dari penjara bergabung dengan Partindo.
De locomotief, 12-05-1933: “Gandhi dari Jawa”. Hatta di Jepang. Pesan berikut di “The Osaka
Mainichi” pada tanggal 15 April: Mohammed Hatta, yang dijuluki “Gandhi dari
Jawa”, saat ini sedang melakukan perjalanan melalui Jepang. Dia datang Jumat
lalu. tiba di Kobe dengan “Nagoya Maru” dari Ishihara Sangyo. Dia adalah
pemimpin Partai Nasionalis Independen di Jawa dan merupakan pria aktif berusia
31 tahun. Ia berasal dari penduduk asli Padang (Sumatera) dan memperoleh gelar
doktorandus di Rotterdam, Belanda, tempat ia meninggalkannya pada usia 19
tahun, setelah sebelumnya menempuh pendidikan menengah di Jawa. Karena ia telah
lama mengabdi pada gerakan kemerdekaan di Jawa, namanya dikenal luas, baik di
negara asalnya maupun di Jenewa dan Den Haag. Diharapkan bahwa Hatta akan
berkomunikasi dengan para pemimpin partai dan otoritas Jepang selama tinggal di
Jepang, karena ia merupakan pendukung Pan-Asianisme. Dipercaya bahwa pemimpin
Jawa yang kuat ini akan membawa persahabatan yang tumbuh antara Jawa dan Jepang
ke langkah lebih jauh. Tentu saja, departemen investigasi politik di Hindia
Belanda terus mengawasi tindakan-tindakan Hatta’.
Mohamad Hatta mulai menyita perhatian public Eropa pada tahun 1927 dimana dia dan pengurus Perhimpoenan Indonesia ditangkap di Belanda karena brosur mereka tentang Indonesia Merdeka. Setelah menyelesaikan hukuman dan menuntaskan studinya kembali ke tanah air pada tahun 1930. Kini, Ir Soekarno dalam brosur mereka berjudul Mentjapai Indonesia Merdeka pada pertengahan tahun 1933 ini, Ir Soekarno kemudian ditangkap pada tanggal 1 Agustus 1933. Mohamad Hatta sendiri kembali ke tanah air dari Jepang pada tanggal 1 Juni (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-06-1933). Dari golongan yang lebih muda yang ditangkap adalah Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoeddin Harahap.
De Gooi- en Eemlander: nieuws-
en advertentieblad, 18-08-1933: ’Tindakan terhadap PI. “Djangan boeang!” Surat
kabar pimpinan Parada Harahap "Bintang Timoer" memuat tajuk rencana
berjudul "Djangan boeang!", yang merupakan permohonan yang diajukan
atas nama Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoeddin sebagai tanggapan terhadap berita
bahwa pembuangan kedua pemimpin PI. ini juga sedang dipertimbangkan. Sebagaimana
diketahui surat kabar, penahanan Ir. Soekarno hampir tidak meninggalkan
keraguan. Hal ini 99% pasti dan dilakukan setelah penelitian yang sekarang
sedang dilakukan oleh PHC Jongmans diangkat. Mohamad Jamin baru saja
menyelesaikan studinya. Mahasiswa Sjarifoeddin baru saja menyelesaikan bagian
kedua dari program doktornya dan akan menerima gelar masternya bulan ini. Yang
terakhir berasal dari keluarga pejabat administratif di Tapanoeli. Misalnya
saja dia adalah juga sepupu dari Goenoeng Moelia, mantan anggota Volksraad. "Bintang
Timoer" mendasarkan pembelaannya pada usia muda kedua pemimpin PI
tersebut, yang pengasingannya sedang dipertimbangkan bersama dengan pengasingan
Ir Soekarno, dan merujuk pada pernyataan mendiang Prof Mr Treub, yang
mengatakan bahwa dirinya, yang sama sekali tidak merah di masa mudanya, tidak
akan tampil menonjol di kemudian hari. Surat kabar itu kemudian menunjukkan
betapa beratnya pengasingan bagi dua orang semuda Mohamad Jamin dan Amir
Sjarifoeddin, yang jalan hidupnya terputus untuk selamanya, bahkan sebelum
mereka benar-benar memasuki kehidupan nyata’.
Pemerintah Hindia Belanda yang dilapangan dijalankan oleh para intel dan polisi terus mengawasi pergerakan nasional. Pemerintah Hindia Belanda terus melakukan tekanan. Mahasiswa ditangkapi, pemimpin partai juga ditangkap, semua pers pribumi dibreidel. Parada Harahap telah lama menjadi target pers Belanda, Parada Harahap (kembali) memikirkan nama (bangsa) Jepang sebagai partner (yang baru). Belanda sudah menjadi masa lalu dan tetap melancarkan prinsip non-kooperative, Jepang adalah masa datang dengan prinsip kooperative.
Mengapa muncul nama Jepang
di antara para revolusioner Indonesia adalah sebuah teka teki yang belumlah
terjawab. Soekarno dalam satu kesempatan mengatakan bahwa PNI terbuka untuk
semua bangsa kecuali Belanda. Semua bangsa dapat diterima sebagai anggota,
Arab, Tionghoa, India, Jepang dan sebagainya (Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 26-09-1927). Mr. Iskaq menyatakan bahwa gerakan Nasionalis
Indonesia, program partai didasarkan pada kekuatannya sendiri, PNI tidak ingin
mengambil bagian dalam administrasi nasional dengan lembaga negara saat ini
[Pemerintah Hindia Belanda]. Perspektifnya adalah sebuah negara dalam negara
bagian (Het perspectief is: een staat in den staat). Jepang dijadikan contoh
(Bataviaasch nieuwsblad, 27-09-1927). Soekarno juga pernah menyebut dalam suatu
pertemuan publik untuk mencari koneksi asing (De Sumatra post, 16-09-1932).
Soekarno kembali mengulang soal hubungan ke timur pada bab pertama dalam
brosurnya sebelum ditangkap (Arnhemsche courant, 29-08-1933).
Bangsa Eropa/Belanda adalah masa lalu, bangsa Asia/Jepang adalah masa yang akan datang. Belanda sudah mulai dicampakkan oleh para revolusioner. Bahkan para revolusioner tidak mau berada di dalam administrasi (pemerintah Hindia) Belanda. Parada Harahap tampaknya sudah lama menjalin hubungan dengan Jepang. Diantara tokoh revolusioner yang kali pertama berurusan dengan Jepang adalah Parada Harahap. Itu terjadi pada tahun 1918 ketika Parada Harahap membongkar kasus prostitusi Jepang di Medan. Apakah Jepang telah memantau terus perjalanan dan sepak terjang Parada Harahap terhadap Belanda? Parada Harahap tidak memiliki hutang kepada pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, Parada Harahap bertahun-tahun ‘dizalimin’ oleh polisi kolonial Belanda dan telah ratusan kali dipanggil ke meja hijau di pengadilan dan tak terhitung pula berapa kali harus masuk penjara. Melawat ke Jepang, sesama Asia jelas jawabannya. Jepang memiliki hutang kepada Parada Harahap (pembongkaran kasus prostitusi Jepang di Medan, 1918). Dalam konteks inilah semua, Parada Harahap memimpin tujuh revolusioner berangkat ke Jepang.
De Sumatra post, 16-10-1933: ‘Pada 16 Oct. (Aneta). Pemimpin Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap berangkat 7 November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombongan akan kembali melalui Manila’. [Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang berangkat ke Jepang sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu orang kartunis, dua pengusaha (Batavia da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar [Jawa]. Sebagaimana kita lihat nanti, mereka itu antara lain: Parada Harahap sendiri plus Abdullah Lubis (jurnalis), dan Samsi Sastrawidagda (guru) serta seorang pengusaha/pedagang batik di Pekalongan.
Parada Harahap adalah tokoh yang unik dalam perjuangan revolusioner: persatuan dan kemerdekaan. Parada Harahap berbeda dengan Soekarno dan Mohammad Hatta, Parada Harahap juga berbeda dengan Dr. Soetomo dan Radjamin Nasution. Parada Harahap terus menginisiasi persatuan, dan terus konsisten berjuang dengan pena yang tajam. Saat Parada Harahap berangkat ke Jepang, Ir Soekarno masih di tahanan dan rumor akan diasingkan.
Bataviaasch nieuwsblad,
21-11-1933: ‘Soekarno berangkat! Memalingkan muka dari politik. Pengurus Besar
Partindo mengumumkan telah menerima surat dari Ir. Soekarno yang mengabarkan
pengunduran dirinya dari gerakan politik. Ia meminta agar ia dibatalkan
pendaftarannya sebagai anggota P.1., dan permintaan itu dikabulkan oleh
pengurus utama. Sehubungan dengan perubahan tersebut dan pengunduran diri Gatot
sebagai anggota pengurus utama (tetap menjadi anggota partai), maka susunan
pengurusnya adalah sebagai berikut: Ketua Bapak Sartono, Wakil Ketua I Amir
Sjarifoeddin, Wakil Ketua II sekaligus Bendahara Soewirjo, Sekretaris I
Njonoprawoto, Sekretaris II Soleman, para komisioner Sidik, Djojosoekarto,
Djauhari, Salim dan Toembel, sehingga hanya satu orang saja yang naik jabatan.
Dewan utama selanjutnya melaporkan bahwa mereka belum menerima pesan apa pun
dari Soekarno mengenai kesediaannya untuk menduduki kursi di badan-badan
perwakilan. Itulah yang diceritakan Aneta kepada kita. Jelaslah, kalaupun
Sukarno berubah pikiran dan mengucapkan selamat tinggal kepada politik, hal itu
tidak akan berpengaruh pada proses hukum yang sedang berjalan terhadapnya.
Dengan demikian, pernyataan pada paragraf terakhir itu tidak mempunyai arti
praktis untuk sementara waktu, dan hanya membuktikan bahwa Partindo berpendapat
bahwa Sukarno masih mungkin kembali ke dunia politik, tetapi sebagai seorang
kooperator. Ini hanyalah khayalan belaka’.
Parada Harahap tidak terlibat langsung dengan partai politik meski Parada Harahap sendiri mendorong sejumlah individu mendirikan partai politik. Parada Harahap tetap di dunia pers, dunianya sejak lama dan dunia pers menjadi medium bagi semua perjuangan anak-anak bangsa. Inilah sebab mengapa pers di Jepang menjuluki Parada Harahap sebagai The King of Java Press.
Bataviaasch nieuwsblad,
29-12-1933 (Java in Japan: The King of the Java Press): ‘The King of the Java
Press’ telah tiba di Jepang. Dan ada resepsi diberikan, dia dijamu layaknya
seorang raja, Mr Parada Harahap dari Bintang Timoer dan partainya dari
atas tampaknya benar-benar melakukan
yang terbaik mereka dan dengan demikian sepenuhnya diperlakukan tuan tamu
mereka dalam roh, yang merupakan kunjungi lonjakan negara dari Jawa ke Jepang
ini, untuk alasan apa pun, sehingga sekuat mungkin untuk mendorong, dan dengan
cara lain yang begitu mahal dapat memfasilitasi kontak dengan gerakan
masyarakat adat. Misi Perwakilan Comirercial dari Jawa, yang orang-orang ini
wartawan koran, termasuk agen batik diizinkan berbicara. Di kapal mereka
disambut oleh Mr Shinzaburo Ishiwara, ‘general manager’ dari Ishiwara Sangyo
Kaisha Kabushiki Kobe. Berkenaan dengan tujuan kunjungan mereka, pemimpin
kelompok, Raja dari Pers Jawa, Mr. Parada Harahap, yang memimpin lima surat
kabar Melayu diantaranya Bintang Timoer, berbicara bahwa: ‘Kami datang ke sini
untuk melihat-lihat dan menikmati tempat-tempat terkenal keindahan alam dan
juga untuk melihat ke pemimpin lingkaran perdagangan dan industry. Kami dapat
untuk membantu dengan pembentukan hubungan persahabatan antara masyarakat
Jepang dan Jawa. Mr Parada Harahap juga murah hati dengan nasihat yang baik. Ia
berpikir bahwa Jepang akan melakukan sendiri benar mengerti populasi millionen
di Jawa, yang ingin datang untuk mengenal negara ini dan ini bisa dilakukan
dengan bantuan pers cukup baik kemudian ternyata bahwa Mr Parada Harahap siap
untuk menyebarkan berita tentang Jepang sebanyak mungkin dan mengatakan masih
akan menulis tentang Jepang dalam sebuah buku-hampir tidak bisa membawa semua
niat ini, karena ia takut kunjungan singkat hanya selama tiga minggu, ia
berpikir ke Jepang untuk memutar kembali waktu berakhir tentang Cherry Blossom
dan sebagai anggota dari ‘Indonesia Parliamentary Party’.
Sementara
Parada Harahap dkk di Jepang, Ir Soekarno tengah berada di dalam penjara di
Bandoeng. Saat inilah muncul dari banyak pihak ingin membezoek Ir Soekarno di
panjara. Namun semua permintaan itu tanpa respon dari Ir Soekarno. Ada apa yang
terjadi dengan Ir Soekarno? Apakah Ir Soekarno tengah stress dalam hubungannya
dengan dirinya akan diasingkan?
Dari banyak permintaan tak
satupun yang direspon Ir Soekarno. Sebaliknya, Sanoesi Pane meski bukan orang
partai, tetapi memiliki pergaulan yang luas diantara partai-partai yang ada. Sanoesi
Pane terbilang revolusioner yang juernih pemikirannya. Dalam perkermbanganya
diketahui, Ir Soekarno di penjara Soekamiskin Bandoeng meminta Sanoesi Pane untuk
bertemu. Tampaknya Sanoesi Pane seakan penasehat kebudayaan Ir Soekarno.
Parada Harahap dkk kembali dan tiba di tanah air di pelabuhan Tandjoeng Priok pada tanggal 13 Januari 1934. Pada hari yang sama Ir Soekarno diberangkatkan dari pelabuhan Tandjoeng Priok, Batavia ke tempat pengasingan di Flores.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sri Lanka, India, Pakistan, Banglades, Maladewa, Bhutan, Nepal: Kunjungan Presiden Soekarno ke India dan Pakistan Tahun 1950
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar