*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Bungku To Bungku, To Bunggu) adalah kelompok etnis yang mayoritas mendiami
wilayah Bungku Utara di Kabupaten Morowali Utara, Bungku Selatan, dan Bungku
Tengah, dan Menui di Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah. Suku Bungku terbagi
menjadi beberapa sub-suku, yaitu Lambatu, Epe, Ro'tua, Reta, dan Wowoni. Tetangga
bahasa Bungku di sekitar danau Matano adalah bahasa Mori dan di sekitar danau Towuti
adalah bahasa Tolaki.
Bahasa Bungku adalah salah satu bahasa yang dipertuturkan di daerah Kabupaten Morowali. Bahasa Bungku memiliki beberapa dialek, antara lain: Bun, Routa, Tulambatu, Torete (To Rete), Landawe dan Waia. Masyarakat suku Bungku berbicara dalam bahasa Bungku, yang merupakan salah satu identitas diri dan alat komunikasi antar keluarga mereka. Suku Bungku umumnya memeluk agama Islam. Masyarakat Bungku pernah membentuk kerajaan, yaitu Kerajaan Bungku yang dalam literatur Belanda disebut pula dengan nama Kerajaan Tambuku atau Tombuku. Kerajaan Bungku, bersama kerajaan-kerajaan kecil di daerah pesisir timur Sulawesi Tengah lainnya, ditaklukan oleh Kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Bungku di wilayah pantai Morowali? Seperti disebut di atas penutur bahasa Bungku di wilayah pesisir Morawali. Tetangga bahasa Bungku adalah bahasa Mori di utara danau Matano dan bahasa Tolaki di selatan danau Towuti. Lal bagaimana sejarah bahasa Bungku di wilayah pantai Morowali? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Bungku di Wilayah Pantai Morowali; Bahasa Mori Utara Danau Matano, Bahasa Tolaki Selatan Danau Towuti
Sejak kapan ada nama Boengkoe? Keberadaan nama Boengkoe di pantai timur Sulawesi tidak diketahui secara pasti. Satu yang jelas wilayah Boengkoe pernah dianeksasi oleh orang Tomori karena memiliki kaitan dengan Kesultanan Ternate.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-03-1856:
‘Kemarin kapal uap HM Celebes berangkat. letnan kelas 1 de Man, dengan satu
detasemen yang terdiri dari 30 bintara Eropa dan orang-orang dari batalion
infanteri 1, di bawah komando letnan satu OM Musch, dari sini ke Maluku. Kami
memahami bahwa detasemen ini dimaksudkan sebagai bagian dari ekspedisi melawan
beberapa kampung di Teluk Tomorie di Pulau Sulawesi, berdekatan dengan Residentie
Menado, yang memberontak terhadap kekuasaan pemerintah dan kekuasaan Sultan.
Ternate, penguasa langsung mereka, melakukan perlawanan. Komando ekspedisi ini
telah ditugaskan kepada mayor infanteri ECF Happé dan selain detasemen ini,
terdiri dari kompi pribumi dari batalion infanteri ke-12, dipimpin oleh kapten
PAG Anema dengan 800 orang pasukan tambahan dan kuli, untuk dipasok oleh sultan
tersebut di atas untuk tujuan ini. Dikatakan bahwa gubernur Maluku telah
diinstruksikan, sebelum memulai permusuhan, untuk mencoba membujuk
kampung-kampung yang memberontak tersebut agar kembali menjalankan tugasnya’.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Mori di Utara Danau Matano, Bahasa Tolaki di Selatan Danau Towuti: Bahasa Bungku dan Bahasa Banggai
Satu yang jelas bahwa wilayah Banggai, Mori dan Boengkoe pernah berada di dalam wilayah (kesultanan Ternate). Ketiga wilayah ini kemudian diserahkan sepenuhnya pada tanggal 23 Maret 1907 kepada Pemerintah Hindia Belanda dan kemudian dimasukkan ke wilayah Province Celebes en Onder. yang beribukota di Makassar (lihat Bijlagen van de Handelingen der Staten-Generaal, 1908109, No 311.
Nama Boengkoe sendiri sebagai nama tempat bukan unik. Nama Boengkoe
sebagai nama tempat juga ditemukan di wilayah pantai timur bagian utara Sumatra
(lihat Bataviaasch
handelsblad, 24-07-1880). Nama tempat Kaijoe
Boengkoe (pemukiman orang Hindia) juga ditemukan di Afrika Selatan (lihat Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-07-1884). Deskripsi
singkat tentang Boengkoe di Sulawesi sendiri yang ada antara lain dapat dilihat
dalam Tijdschrift voor de Indische taal-, land- en volkenkunde, uitgegeven door
het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia, (L) oleh OH Goedhart OH dengan judul ‘Drie landschappen in Celebes.
(Banggaai, Boengkoe en Mori). Met Naschrift.
Deskripsi yang lebih rinci tentang Boengkoe telah dimuat dalam ‘Mededeelingen vanwege het Nederlandsche Zendelinggenootschap. XLIV, 1900’ di bawah judl ‘Eenige ethnographische aanteekeningen omtrent de To Boengkoe en de Tomori’ dan di bawah judul ‘De talen der To Boengkoe en To Mori’. Laporan ini merupakan laporan perjalanan dari Posso ke Maori 22 Agustus -29 September 1899 oleh Dr N Adriani dan Alb, C Kruijt. Artikel Eenige ethnographische aanteekeningen omtrent de To Boengkoe en de Tomori ditulis oleh Ktuijt dan De talen der To Boengkoe en To Mori ditulis oleh Adriani (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-09-1900).
Nama Boengkoe di pantai timur Sulawesi dalam hal ini sudah diidentifikasi
sebagai nama wilayah dan juga menjadi nama etnik (To Beongkoe) sejak lama.
Sedangkan soal bahasa Boengkoe baru dilaporkan oleh Adriani. Sebagai suatu
wilayah (lanskap) wilayah Boengkoe dan Banggai berada di dalam bentang alam di
pantai Timur Sulawesi yang memiliki kaitan dengan kesultanan Ternate. Wilayah diantaranya
(orang pedalaman) To Mori yang independent melakukan aneksasi ke wilayah Boengkoe.
Mengapa? Atas bantuan Pemerintah Hindia Belanda, wilayah Tomori berhasil
ditaklukkan yang kemudian jatuh ke tangan Sultan Ternate.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar