Senin, 09 April 2018

Sejarah Jakarta (23): Macan Kemayoran, Julukan Klub Persija Bukan Mitos, Macan Memang Benar Pernah Ada di Jakarta, 1882


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini nama Macan Kemayoran selalu dikaitkan dengan nama julukan klub Persija Jakarta. Kapan klub Persija Jakarta diberi nama julukan Macan Kemayoran tidak diketahui jelas. Nama Macan Kemayoran dikaitkan dengan cerita rakyat yang mengisahkan pemuda bernama Murtado yang dijuluki sebagai Macan Kemayoran.

Macan Batavia terakhir ditembak oleh Simons van Kemayoran
Kisah Murtado yang dijuluki Macan Kemayoran dapat dibaca dalam buku berjudul ‘Cerita Rakyat Dari Sabang Sampai Merauke’ yang diterbitkan Pustaka Widyatama. Murtado dikisahkan hidup di zaman kompeni (era kolonial Belanda). Murtado diriwayatkan sebagai pemuda tampan dan juga pemberani. Ketika di kampungnya di Kemayoran sering terjadi kejahatan, Murtado tampil untuk melakukan perlawanan. Dalam suatu pengejaran penjahat, Murtado bersama teman-temannya dapat melumpuhkan para garong tersebut. Barang-barang yang dijarah perampok tersebut dikembalikan Murtado kepada pemiliknya. Penduduk Kemayoran memuji tindakan Murtado.

Kisah legenda Murtado yang dijuluki sebagai Macan Kemayoran tentu menarik untuk sekadar bacaan. Namun pertanyaannya adalah apakah benar-benar ada sesesorang disebut Macan Kemayoran? Lantas apakah pernah ada macan (harimau) di Kamayoran? Pertanyaan ini sudah sejak lama muncul dalam pikiran, tetapi secara tidak sengaja baru saat ini dapat menemukan jawabannya. Ternyata macan memang pernah ada di Jakarta tahun 1882. Orang yang berhasil melumpuhkan sang macan tersebut adalah seorang penembak jita dari Kampong Kemajoran. Mari kita simak.

Simons Pemburu Macan Kemayoran (1882)

Keberadaan harimau (macan) di Batavia sesungguhnya memang benar-benar ada. Keberadaan macan ini di Batavia paling tidak dilaporkan pada tahun 1882. Macan ini diduga telah berkeliaran di hutan-hutan seputar Batavia. Java Bode edisi 04-11-1882 melaporkan keberadaan macan tersebut berada di Pepango [Papanggo, kini sebuah kelurahan di Kecamatan Tanjung Priok]. Macan yang telah meresahkan warga tersebut tengah diburu.

Java-bode: 04-11-1882
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-11-1882: ‘Tadi malam harimau, yang kami sebutkan sebelumnya di surat kabar ini, lagi-lagi muncul di desa Pepango, dimana harimau ini sekali lagi membuat serangan pada seekor sapi. Oleh karena sapi terluka parah, pemiliknya lalu menyembelih sapi tersebut. Beberapa pemburu terlatih dari Kemajoran, antara lain  Mr. Simons, akan memburu hewan yang berbahaya tersebut dalam beberapa hari ini, dan kami berharap semoga usaha mereka dapat sukses dengan hasil yang memuaskan’.

Untuk memburu macan tersebut muncul nama seorang opsir Belanda bernama Simons. Nama Simons selama ini kerap dikaitkan sebagai pemburu hewan besar. Simons berdomisili di Kemajoran. Tentu saja tidak mudah melacak dimana macan bersarang. Namun membiarkan harimau berkeliaran tidak jauh dari perkampungan sangatlah berbahaya. Meski sukar dicari, harimau lapar tersebut haruslah tetap dicari  Para pemburu sangat berhasrat untuk mendapatkan harimau tersebut.

Pada masa dulu, penjara Batavia terletak di Kemejoran (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-03-1877). Besar dugaan, Simons dan kawan-kawan adalah pegawai penjara (sipir). Para sipir ini dalam tugasnya selalu memegang senjata, tetapi di luar dinas bergabung dalam komunitas pemburu. Berburu adalah kegiatan yang cukup digemari oleh orang-orang Eropa/Belanda tempo doeloe. Para pemburu ini adakalanya melakukan kegiatan berburu jauh dari tempat tinggalnya.   

Algemeen Handelsblad, 18-09-1886
Hampir empat tahun tidak terdengar kabar macan Batavia ini. Surat kabar Algemeen Handelsblad, 18-09-1886 memberitakan penemuan macan Batavia. Disebutkan dalam berita tersebut bahwa macan yang selama ini dicari berada di hutan pantai Kampong Doerie Soenther, di sebelah tenggara Tandjong-Priok, seekor harimau telah ditembak. Dua anggota klub pemburu Kampong Kemajoran, melakukan pemburuan bersama, satu orang ke satu arah dan lainnya pergi ke arah yang berbeda. Pada suatu ketika mereka berdua mendengar di semak belukar suara keras di kejauhan dan lalu pergi ke sana, apa yang terjadi mereka langsung berhadapan dengan seekor harimau yang dililit oleh seekor ular besar, yang dengan mulutnya mencoba meraih harimau di lehernya, sementara macan melakukan segala upaya untuk meraih leher ular itu. Terlepas dari kejutan besar, kedua pemburu berusaha agar hewan-hewan itu tidak mendeteksi atau menyerang mereka, tetapi segera keduanya membidik, menempatkan satu di kepala harimau, yang lain ke kepala ular itu. Harimau menerima peluru di belakang telinga, sedanglkan ular di tengah kepala. Jarak dimana tembakan dilepaskan hampir lima belas langkah.

Sejak tertembaknya macan Batavia ini tidak pernah terdengar lagi keberadaan macan di Batavia. Besar dugaan macan yang tertembak ini adalah macan terakhir di Batavia. Lantas apakah dari fakta ini, bahwa Simons pemburu macan dari Kemajoran menjadi sumber cerita rakyat tersebut? Boleh jadi. Yang jelas, nama Moertado sendiri pada era tersebut tidak pernah ditemukan sebagai sosok pemberani sebagaimana diriwayatkan sebagai Macan Kemayoran. Faktanya, macan Kemayoran itu memang benar-benar pernah ada dan tewas tertembak di Sunter tahun 1886 oleh seorang pemburu, Simons dari Kemayoran. Catatan tambahan: Tokoh Si Pitoeng ditemukan dalam berbagai surat kabar edisi tahun-tahun sekitar 1893. Berita-berita dalam surat kabar tentang [Si] Pitoeng tampaknya agak berbeda dengan yang diceritakan pada masa ini. Siapa tokoh [Si] Pitoeng? Pada kesempatan lain, deskripsi Si Pitung akan dibuat dalam artikel tersendiri,   

Macan Tutul di Depok (1878)

Berita sejenis penemuan harimau di Papanggo (1882) beberapa tahun sebelumnya dilaporkan keberadaan macan tutul di Depok. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1878 melaporkan penemuan macan tutul besar bersarang di hutan asli dekat Situ Pitara. Harimau ini panjangnya 1.055 meter dan tinggi 0,74 meter. Sebelumnya sudah banyak lahan pertanian yang rusak dan hasilnya hilang yang diduga perbuatan babi liar. Lalu kemudian warga dan dibantu tentara coba menyisir hutan asli dengan membawa anjing pemburu. Beberapa anjing memberi petunjuk bahwa ada hewan besar berada di atas pohon besar. Ternyata itu adalah macan tutul besar. Dugaan babi liar yang melakukan pengrusakan ternyata adalah ulah macan tutul. Kemudian salah satu penembak jitu mengarahkan tembakan dengan laras panjang ke atas pohon dimana macan tutul berada. Tembakan kedua mengenai perut lalu macan itu jatuh dan tidak bernyawa. Lalu para warga memanfaatkan daging macan itu untuk disatai.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

5 komentar:

  1. Wahhh mantapppp ..!!! lagi pengen tau arti macan kemayoran... akhirnya dapat juga...

    BalasHapus
  2. Akhirnya tau juga... Pernah denger seporter psjs Jaksel dulu sebelum berubah menjadi nama Persija. Julukan suporternya Ya itu macan kebayoran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Persija ya Persija, dari lahir udah Persija (walau jaman Belanda namanya VIJ, kalo diartiin ke bahasa Indonesia ya artinya Persija, Perserikatan Sepakbola Indonesia Jakarta). PSJS sendiri lahir dari rahim Persija. Klub internal Persija. Bukan ganti nama dari PSJS terus jadi Persija.

      Hapus
  3. Mudah2an terjawab... Brarti yang memburu dan menembak macan trakhir di Batavia itu adalah Tuan Simon yg bekerja sebagai Sipir Penjara diKemajoran . Pertanyaan kdua apakah saya boleh tau lokasi bekas penjara yang pernah ada di kemajoran ? Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada Peta 1682 area dari sisi timur sungai Tjiliwong (benteng Noordwijk) baru ada land Briel, sementara di sisi timur land ini masih berupa persawahan. Dalam perkembangan selanjutnya land Briel ini dibeli Cornelis Chastelein (land ini kemudian disebut land Weltevreden, yang pada masa ini disebut wilayah Gambir yang berbatasan dengan Senen). Pada tahun 1682 ini Majoor St Martin memimpin ekspedisi dalam mengamankan kerusuhan di (kesultanan) Banten/sisi barat benteng Tangerang/sungai Tjisadane. St Martin yang telah memiliki lahan di sebelah timur Briel (kemudian disebut land Kemajoran), atas sukses di Banten, pemerintah memberikan hadiah bagi Martin dua lahan baru di Tjienere dan Pondok Terong/Tjitajam. Cornelis Chastelein yang telah memiliki lahan di Srengseng, kemudian membeli lahan baru di Depok (lahanya di selatan land Briel/disebut land Antonij, diduga nama anaknya, dijual kepada pengusaha Vinke (yang telah memiliki lahan di Senen). Dalam fase inilah land Kemajoran eksis yang dimiliki oleh Majoor St Martin.
      St Martin meninggal di India/Ceylon pada saat pemulihan kesehatan karena sakit pada tanggal 14 April 1694. St. Martin meninggal dalam status lajang dan tidak memiliki keturunan. Oleh karena itu, semua lahannya diambil kembali pemerintah VOC (karena tidak memiliki pewaris yang tinggal di Hindia) dengan cara melelang tanggal 17 Mei 1696. Sampai sejauh ini tidak terinformasikan berapa usia Martin saat meninggal. Satu yang jelas Martin adalah orang (keturunan) Prancis yang sama dengan Rumphius di Amboina dan Cornelis Chastelein di Depok. Mereka bertiga yang secara estafet menyelesaikan buku botani (5 jilid) dimana ketika Rumphius meninggal diteruskan Martin dan setelah Martin meninggal diteruskan Chastelein.
      Nama Kamajoran sebagai nama kampong/land baru diidentifikasi pada Peta 1818. Itu berarti ada sekitar satu abad antara eksisitensi St Martin dengan semakin populernya nama land/lampong Kemajoran. Dalam Peta 1896 di land Kemajoran disebut Kemajoran Kepoeh (mungkin merujuk pada kampong Kemajoran di utara dan kampong Kepoe di selatan yang menjadi ujung Gang Kadiman). Pada rentang waktu inilah sejarah St Martin mulai menarik perhatian dan mulai ditulis dimana nama Kemajoran dihubungkan dengan nama St Martin.
      Dalam fase ini juga keberadaan harimau di wilayahj Tandjoeng Priok muncul dalam pemberitaan. Yang mana dalam berita disebutkan harimau tersebut (yang diduga harimau terakhir di Kawasan Jakarta Utara yang sekarang) berhasil diburu oleh opsir Simon dari kampong Kemajoran. Simon disebut sebagai sipir di Kemajoran. Dimana penjara itu berada diduga kuat berada di seberang pangkal jalan Kadiman (lihat Peta 1860 dan Peta 1896). Gang Kadiman ini kini adalah jalan Gunung Sahari IV, sedangkan penjara berada sekitar pangkal jalan Budi Utomo yang sekarang (besar kemungkinan SMA 1 yang sekarang). Di arah utara Gang Kadiman berada jalan Kemajoran (terusan jalan Schoolweg; kini jalan pasar Baru/BPS). Di ujung jalan/gang Kemajoran ini berada kampong Kemajoran, di tengah perswahan yang luas. Pada Peta 1919 penjara masih eksis. Penjara ini kemudian direlokasi ke wilayah Struijswijk (Jalan Salemba. kini jalan Percetakan Negara).
      Demikian
      Hanya itu yang dapat saya ringkas, namun untuk lebih jelasnya tentang St Martin tersebar dalam berbagai artikel dalam blog ini (saya lupa di artikel-artikel yang mana).

      Hapus