*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Kota Denpasar dibangun di atas ratapan tangis dan
air mata penduduk. Ibarat kota Surabaya dihancurkan oleh Sekutu/Inggris dan di
atas darah yang mengalir Kota Surabaya dibangun kembali. Kota Denpasar dibakar oleh
angkatan laut Belanda dengan morti. Puri Badoeng rata dengan tanah tinggal
debu. Di atas puing-puing inilah Pemerintah Hindia Belanda kembali membangun
kota: Kota Denpasar yang kini menjadi ibu kota Provinsi Bali.
|
Denpasar (Peta 1906) |
Pembangunan
ibu kota di era Pemerintah Hindia Belanda pada dasarnya tidak dimulai dari
pemukiman penduduk apalagi di atas tempat tinggal pemimpin lokal. Namun ada
kekecualian dengan kota Denpasar. Baik pemerintah VOC maupun Pemerintah Hindia
Belanda, membangun (ibu) kota di tempat marjinal, area kosong yang tidak
berpenghuni. Kota Batavia berawal dari area rawa-rawa dimana benteng (kasteel)
Batavia dibangun. Kota Makassar dibangun di suatu eks benteng di ujung pantai
(Oedjoeng Pandag). Kota Semarang dan kota Surabaya dibangun idem dito Batavia
dibangun di area rawa-rawa di hilir sungai. Kota Buitenzorg dibangun di area
kosong eks peninggalan Kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Bandoeng dibangun di suatu
area rawa-rawa di sisi timur sungai Tjipakantjilan yang jauh dari kampong (negorij)
Bandoeng.
Lantas mengapa Pemerintah Hindia Belanda kemudian
memilih ibu kota di Badoeng dan kota Denpasar. Dimana posisi GPS kota Denpasar
bermula? Mungkin pertanyaan ini terkesan sepele dan tidak
penting-penting amat. Hal ini karena sudah cukup dengan mengenal (pantai) Kuta
dan Sanur. Namun ketika sudah mengenal bagaimana keramaian pantai-pantai ini
Anda akan mundur ke belakang. Dimana keramaian ini bermula? Saat inilah Anda
memutar jarum jam ke masa lampau sambil bertanya dimana area kota Denpasar yang
sekarang bermula. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
|
Wilayah Kerajaan Badoeng (Peta 1883) |
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Kota Denpasar Lama
Pada saat terjadi ekspedisi militer pada tahun
1906, surat kabar Telegraaf menyebutkan Angkatan Laut telah membakar (kota) Den
Passar. Ibu kota (hoofdplaats) kerajaan Badoeng terdiri dari dua bagian yang
dipisahkan oleh sungai Badoeng: Pametjoetan dan Den Passar. Ibu kota ini memiliki
penduduk sekitar 2,000 jiwa. Poeri (sterkte) di Den Passar, kediaman kepala
pangeran Badoeng adalah sebuah bangunan kolosal dengan panjang sekitar 200
meter dan lebar 175 meter dan dikelilingi oleh tembok batu besar setinggi
sekitar 4 meter dan tebal 1.5 meter. Puri kepala pangeran Badoeng di Denpasar dalam
hal ini dapat dikatakan sebagai pusat kota (ibu kota) Kerajaan Badoeng.
|
Puri Kerajaan Badung di Denpasar (Peta 1906) |
Berdasarkan
peta yang dibuat oleh Topographische Inrichting (Batavia) tahun 1906 di kota
Denpasar terdapat dua puri. Satu puri berada di sisi timur sungai Badoeng dan
satu puri lagi berada di sisi barat sungai Badoeng. Seperti yang dideskripsikan
Telegraf kerajaan Badoeng terdiri dari dua bagian yang mana dalam hal ini puri
di sisi timur sungai (Denpasar) adalah puri dari kepala pangeran Badoeng,
sedangkan puri yang berada di sisi barat adalah tempat kediaman pangeran
Badoeng yang lain (Pametjoetan). Puri Denpasar, puri kepala pangeran Badoeng ini
dihubungkan dengan jalan ke Pabean Sanoer, pelabuhan bea dan cukai yang diduga
menjadi hak kepala pangeran Badoeng di Denpasar
Puri Badoeng di Denpasar ini cukup luas dan
dipagari oleh tembok tebal. Puri (istana) ini tentu saja sudah hancur lebur. Berdasarkan
Peta 1906, puri Denpasar ini pada masa kini terletak di sudut jalan Puputan dan
jalan DI Panjaitan, Situs terdekat dari situs lama ini (puri) pada masa
sekarang adalah Monumen Bajra
Sandhi (Renon).
|
Eks area Puri Kerajaan Badung di Denpasar (Now) |
Jalan
Puputan yang sekarang adalah jalan yang terhubung langsung ke Pabean Sanoern
(timur), sedangkan jalan DI Panjaitan adalah jalan yang terhubung ke wilayah utara
dan juga ke wilayah selatan (pantai). Dua jalan ini sesuai yang diidentifikasi
pada Peta 1906. Sementara jalan yang berada di belakang (timur) puri adalah
jalan Kusuma Atmaja yang sekarang, Dengan kata lain, jalan Kusuma Atmaja yang sekarang adalah batas eks
area puri tempo dulu dengan monumen Bajra Sandhi.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kota Denpasar Baru
Setelah penaklukan Kerajaan Badoeng, Tabanan dan
Kloekoeng pada tahun 1906, Pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk cabang
pemerintahan di eks kerajaan-kerajaan di Bali (Selatan). Pengadministrasian
wilayah dimulai dengan membentuk afdeeling yang baru (sementara) yang disebut
Afdeeling Zuid Bali. Afdeeling yang sudah lama terbentuk adalah Afdeeling Boeleleng
dan Afdeeling Djembrana. Afdeeling baru ini disatukan dengan Residen Bali en
Lombok (ibu kota Residentei tetap berada di Singaradja, Afdeeling Boeleleng).
Catatan: di pulau Lombok hanya satu afdeeling (Afdeeling Lombok). Wilayah
afdeeling pada masa ini setara dengan kabupaten.
|
District Denpasar (Peta 1909); Kab Badung, Kota Denpasar (Now) |
Afdeeling
Zuid Bali dibagi ke dalam enam onderafdeeling, yaitu Tabanan, Badoeng, Gianjar,
Bangli, Karangasem dan Kloengkoeng. Ibu kota Afdeeling Zuid Bali ditetapkan di
District Denpasar (Onderafdeeling Badoeng). Onderafdeeling Badoeng (eks Kerajaan
Badoeng) dibagi ke dalam lima district, yaitu Denpasar, Kasiman, Koeta, Mengwi
dan Abiansemal. District Denpasar dijadikan sebagai ibu kota Onderafdeeling Badoeng.
Kota Denpasar pada masa ini dulunya adalah District Denpasar ditambah District
Kasiman.
Penetapan District Denpasar sebagai ibu kota Afdeeling
Zuid Bali menjadi prakondisi terbentuknya kota Denpasar yang baru. Asisten
Residen ditempatkan di Denpasar. Penempatan Asisten Residen ini bersamaan
dengan ekspedisi 1906. Asisten Residen akan memimpin penataan kota-kota di
Afdeeling Zuid Bali dan secara khusus di district Denpasar sebagai ibu kota
akan mendapat anggaran yang lebih besar. Anggaran pusat juga akan menambah
bangunan-bangunan fisik di kota Denpasar dalam hubungannya penempatan pejabat
dari bidang (kementerian) tertentu di daerah seperti kesehatan, PU, pendidikan,
justitie dan sebagainya. Dimana kantor Asisten Residen dibangun?
|
Singaradja (ibu kota Residentie), Denpasar (ibu kota afd.) Peta 1909 |
Seperti di tempat lain sejak era VOC, sudah barang
tentu ibu kota tidak dibangun di area dimana reruntuhan perang. Pada era Pemerintah
Hindia Belanda juga tidak pernah mengakuisisi area yang sudah jelas ada pemilik
atau ahli warisnya. Memang para pengeran Badoeng sudah tiada, tetapi tentu saja
masih ada ahli warisnya yang tersisa. Seperti lazimnya di tempat lain, area eks
pemukiman pemimpin lokal dibiarkan kosong (di sisi timur sungai Badoeng) hingga
ahli warisnya yang akan membangun kembali. Pola yang umum juga berlaku adalah Pemerintah
Hindia Belanda membangun kantor Asisten Residen di dekat garnisun militer. Berdasarkan
Peta 1906 area garnisun militer Denpasar berada di sisi barat sungai Badoeng di
suatu area kosong (bukan pemukiman penduduk). Area ini berada di sisi barat
jalan menuju Koeta. Area ini tidak jauh dan mengikuti garis puri Pametjoetan. Seperti
biasanya Pemerintah Hindia Belada menetapkan posisi garnisun dan kantor
pemerintah berada di sisi jarak terdekat dengan pusat Eropa (escape, dalam hal
ini tempat kapal-kapal pemerintah berlabuh di pantai barat Koeta).
Kenyataan yang terjadi kantor Asisten Residen
dibangun di eks area puri. Ini berarti ibu kota Denpasar yang baru dibangun
kembali di eks puri yang dihancurkan militer sebelumnya. Mengapa?
Padahal pola ini tidak lazim sejak era VOC. Apakah Pemerintah Hindia Belanda
menganggap area (eks) puri sebagai pampasan perang? Boleh jadi. Sudah barang
tentu akuisisi area (eks) puri ini dimasukkan dalam perjanjian (placaat).
|
Tata kota Denpasar (Peta 1915) |
Dengan
membandingkan peta ekspedisi militer (Peta 1906) dengan peta (desain) kota di
Denpasar (Peta 1915) tampak bahwa kantor Asisten Residen Zuid Bali dibangun
tepat di area eks puri kepala pangeran Kerajaan Badoeng. Pada posisi sudut
jalan (Puputan dan DI Panjaitan yang sekarang) dibangun kantor Asisten Residen.
Posisi ini tepat berada di bangunan utama puri kepala pengeran Kerajaan
Badoeng. Sementara di sisi sebelah timur kantor Asisten Residen dibangun rumah
Asisten Residen. Sedangkan disi sebelah timur rumah Asisten Residen dibangun
kantor dan rumah kepala kepala pos dan telegraf. Di seberang tiga bangunan
utama dan terpenting ini dikosongkan sebagai alun-alun kota.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perkembangan Kota Denpasar Selanjutnya
Pada era pendudukan militer Jepang, Singaradja
masih sebagai kota utama dimana peerintahan militer Jepang berkedudukan. Pada
era perang kemerdekaan, ketika Belanda-NICA telah menguat di Bali (khususnya di
Denpasar), pusat pemerintahan mulai dipindahkan dari Singaradja ke Denpasar,
paling tidak keterangan ini diketahui pada bulan Agustus 1946 (lihat Het
dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 13-08-1946).
Disebutkan bahwa Paroeman Agoeng dan layanan lainnya dipindahkan dari
Singaradja ke Denpasar. Hal ini boleh jadi, karena dalam banyak hal seperti fasilitas
umum lebih banyak di Denpasar dan sekitar yang meliputi hotel-hotel dan
bangunan-bangunan pemerintah.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar