*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Bali dan Sejarah Tapanoeli berada dalam rentang waktu satu masa, namun memiliki riwayat yang berbeda. Ekspedisi pertama Belanda yang dipipin Cornelis de Houtman (1595-1597) sudah mengidentifikasi nama (wailayah) Bali dan Batak (kemudian disebut Tapanoeli). Cornelis de Houtman hanya melewati perairan Tapanoeli sebelum berakhirnya pelayaran di Bali. Pada era VOC, dua wilayah ini tidak begitu menarik perhatian pemerintah VOC ke pedalaman dan hanya melakukan perdagangan yang longgar di (kota-kota) pantai. Situasinya menjadi berbeda ketika Belanda memasuki dua wilayah ini untuk membentuk pemerintahan.
Sejarah Bali dan Sejarah Tapanoeli berada dalam rentang waktu satu masa, namun memiliki riwayat yang berbeda. Ekspedisi pertama Belanda yang dipipin Cornelis de Houtman (1595-1597) sudah mengidentifikasi nama (wailayah) Bali dan Batak (kemudian disebut Tapanoeli). Cornelis de Houtman hanya melewati perairan Tapanoeli sebelum berakhirnya pelayaran di Bali. Pada era VOC, dua wilayah ini tidak begitu menarik perhatian pemerintah VOC ke pedalaman dan hanya melakukan perdagangan yang longgar di (kota-kota) pantai. Situasinya menjadi berbeda ketika Belanda memasuki dua wilayah ini untuk membentuk pemerintahan.
Pada
tahun 1938 Pemerintah Hindia Belanda berhasil membebaskan tirani di Tapanoeli
bagian selatan yang kemudian membentuk pemerintahan pada tahun 1840 dengan ibu
kota di Panjaboengan. Namun tidak semua penduduk dan pemimpin lokal menerima
kehadiran Belanda, lalu terjadi perang pada tahun 1842. Pemimpin penduduk
ditangkap (lalu diinternir), sebagian penduduk eksodus ke Semenanjung
(Inggris). Dua tokoh penting dalam pembebasan dan permulaan pemerintahan di
Tapanoeli bagian selatan ini adalah [Luitenant Kolonel] AV Michiels. Di Bali
mulai bergejolak tidak lama setelah Pemerintah Hindia Belanda membuka agen
perdagangan di Bali tahun 1840 dan kemudian terjadi kasus Tawan Karang (kliprecht)
1841. Perang antara Belanda dan Bali tidak terhindarkan, kembali [Majoor
Generaal] AV Michiels aktif memimpin pasukan. Seperti halnya Tapanoeli (Selatan)
sudah dibebaskan Belanda, tetapi menemui kesuliran di utara, sementara di Bali
(Utara) sudah berhasil dibebaskan tetapi tidak mudah membebaskan di selatan.
Setelah Sisingamangaradja XII tewas tertembak tahun 1905 pemerintahan di (Residentie)
Tapanoeli terbentuk seluruhnya; lalu menyusul di (pulau) Bali terbentuk
pemerintahan keseluruhan tahun 1908 setelah peristiwa poepoetan di Badoeng
(1906) dan peristiwa poepoetan di Kloengkoeng (1908). Pembebentukan pemerintahan
Belanda secara keseluruhan di Bali dan Tapanoeli membutuhkan waktu
masing-masing 55 tahun.
Bagaimana proses pembentukan pemerintahan di (pulau)
Bali? Pembentukannya dimulai
pada tahun 1908. Jika di Tapanoeli ibu kota tetap berada di selatan, di Bali
ibu kota justru dipindahkan dari utara ke selatan (Denpasar). Mengapa? Setiap
wilayah di Indonesia (baca: Hindia Belanda) memiliki alasan sendiri-sendiri.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Ekspedisi 1906 dan Pembentukan Pemerintahan di Bali, 1908
Secara geografis, pulau Bali adalah wilayah
paling mudah diakses. Semua pintu (pelabuhan) terbuka dan dari pantai sangat
dekat ke pedalaman. Namun secara mental, pertempuran (ekspedisi) Belanda tidak
selalu mudah. Ada jiwa yang sangat kuat di dalam tubuh sejumlah pemimpin Bali
(raja-raja Bali). Setelah setengah abad, Bali tidak bisa sepenuhnya dijinakkan
Belanda. masih ada tiga raja yang tersisa untuk menjaga harga diri: Badoeng, Tabanan
dan Kloengkoeng. Pendaratan ekspedisi dimulai di Gianjar dan kemudian Badoeng.
Situasi
dan kondisi saat ekspedisi 1906 dimulai kehidupan sehari-hari berjalan normal
di Gianjar dan Badoeng. Kehadiran orang asing (Eropa, Cina dan pribumi non-Bali
sudah ada) di Bali. Dalam hal ini kehadiran ekspedisi militer di Bali (Selatan)
lebih tepat disebut militer Pemerintah Hindia Belanda melawan pemberontakan
pribumi. Koresponden perang juga menyertai ekspedisi termasuk koresponden surat
kabar yang terbit di Semarang dan yang terbit di Soerabaja. Pada tanggal 13
September ekspedisi dari laut mulau mendarat (lihat De locomotief, 20-09-1906).
Disebutkan beberapa kapal sudah berada di perairan Sanoer dimana Komisaris
Pemerintah (pimpinan ekspedisi) tetap berada di kapal MS Wilhelmina. Pendaratan
tanpa perlawanan sukses sore hari menjelang malam jauh yang diperkirakan angkatan
laut. Pelukis dan fotografe Nieuwkamp juga ikut berada di TKP, Tidak ada orang
Bali yang muncul dan pasukan dengan tenang menaiki pantai yang sedikit naik.
Pasukan didistribusikan di Pabean Sanoer di kompleks perumahan Cina. Tampaknya
muncul sikap baik orang Gianjar yang secara mengejutkan tidak diduga militer
mendapat tawaran sebanyak 400 kuli angkut dan 40 kuda beban. Militer merangsek
sepanjang pantai menuju Badoeng. Pada tanggal 15 mulai ada serangan. Mayor
Biyan diperintahkan untuk menggunakan Batalyon ke-11, Kavaleri ke-4, dan bagian
artileri cepat untuk membersihkan area dari kompleks kampung Sanoer hingga
Sindoe dari musuh. Sebanyak
20 hingga 30 Baliers (pasukan Bali) ditangkap dibaringkan. Saat itu pukul 1 siang
bendera putih dinaikkan dimana-mana dan penduduk Sanoer kemudian dikumpulkan.
Awal ekspedisi berjalan sukses dan dengan situasi dan kondisi di Sanoer, milter
semakin percaya diri untuk maju melawan Den Pasar. Belum diketahui kapan pasukan
bergerak. Yang jelas saat ini Puri (Den Pasar) ditembaki setiap hari oleh
angkatan laut. Namun, belum diketahui secara jelas hasilnya.
Koresponden surat kabar De Telegraaf mengirim
pesan bahwa Angkatan Laut membakar Den Passar. Pawai umum pasukan disana
berlangsung kemarin pagi [20 September]. Ibu kota (hoofdplaats) kerajaan Badoeng
terdiri dari dua bagian yang dipisahkan oleh sungai Badoeng: Pametjoetan dan
Den Passar. Ibu kota ini memiliki penduduk sekitar 2,000 jiwa. Poeri (sterkte)
di Den Passar, kediaman kepala pangeran Badoeng adalah sebuah bangunan kolosal
dengan panjang sekitar 200 meter dan lebar 175 meter dan dikelilingi oleh
tembok batu besar setinggi sekitar 4 meter dan tebal 1.5 meter.
Sebelumnya,
Komisioner Pemerintah di Bali kemarin sore mengirim ke pemerintah dan diterima di
Buitenzorg surat kedua dari raja Tabanan, yang menyatakan bahwa dia bersedia
membayar setengah biaya perang dan bahwa jumlahnya telah diminta. Raja tidak
berbicara tentang tuntutan lain yang dibuat dalam ultimatum (lihat De
locomotief, 20-09-1906).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar