*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Tidak ada yang ditakutkan AV Michiels dalam hidupnya, kecuali satu hal: masa tuanya terganggu. AV Michiels lahir di Maastricht, Belanda, 30 Mei 1797 datang ke Hindia untuk menguji keberanian, meraih kehormatan dan menikmati kemakmuran. Semua tahapan mencapai tujuan hidup itu, AV Michiels telah melewatinya dengan sukses. Apa yang mengganggu hidup AV Michiels di akhir masa tua itu? Perang Bali. AV Michiels ini tidak ada kaitannya dengan fans Bali United yang menginginkan Diego Michiels bergabung dengan Bali United FC.
Tidak ada yang ditakutkan AV Michiels dalam hidupnya, kecuali satu hal: masa tuanya terganggu. AV Michiels lahir di Maastricht, Belanda, 30 Mei 1797 datang ke Hindia untuk menguji keberanian, meraih kehormatan dan menikmati kemakmuran. Semua tahapan mencapai tujuan hidup itu, AV Michiels telah melewatinya dengan sukses. Apa yang mengganggu hidup AV Michiels di akhir masa tua itu? Perang Bali. AV Michiels ini tidak ada kaitannya dengan fans Bali United yang menginginkan Diego Michiels bergabung dengan Bali United FC.
AV
Michiels tidak sendiri. Riwayat Alexander van der Hart mirip dengan
komandannya, AV Michiels. Alexander van der Hart adalah militer profesional
yang terus setia membantu AV Michiels dalam Perang Palembang (1819-1821), Perang
Jawa ((1825-1830) dan Perang Padri di Bondjol dan Portibi (1833-1838). Sukses
komandan dan anak buah ini seakan menjadi satu paket ketika Kolonel AV Michiels
dipromosikan menjadi Gubernur pertama Pantai Barat Sumatra 1838 dan Majoor Alexander
van der Hart menjadi Residen pertama Tapanoeli 1845. Alexander van der Hart
adalah anak buah terbaik AV Michiels. Alexander van der Hart adalah komandan
detasemen yang berhasil masuk ke jantung pertahanan Padri yang dipimpin oleh
Tuanku Imam Bondjol (1837). Tidak sampai di situ, komandan dan anak buah ini dari
benteng Portibi juga berhasil menaklukkan benteng Daloe-Daloe yang dipimpin
Tuanku Tambusai (1838).
Kolonel AV Michiels telah mendapatkan semuanya
yang dapat diraih oleh seorang militer profesional. Kolonel AV Michiels promosi
kenaikan pangkat menjadi Majoor Generaal bersamaan dengan jabatannya sebagai status
Residen menjadi Gubernur di Pantai Barat Sumatra (Province Sumatra’s Westkust).
Satu kehormatan besar atas prestasinya Guibernur Jenderal mendirikan patung
besar dirinya di depan Markas Militer di Weltevereden (lapangan Banteng Jakarta
yang sekarang). AV Michiels tidak terganggu oleh Perang Bali. AV Michiels
terganggu karena tidak ada komandan militer yang berhasil menaklukkan Bali.
Lantas apakah pasca turun tangan dalam Perang Bali, AV Michiels masih terganggu
masa tuanya? Tidak lagi. Mengapa?
Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Komunikasi Batavia dan Bali Terputus Setelah Berabad Abad Terjadi Hubungan
Baik
Sesungguhnya terdapat hubungan yang mesra dan
abadi antara VOC dengan raja-raja di Bali. Komunikasi VOC dan raja-raja Bali
hingga berakhrnya VOC masih intens. Komunikasi abadi ini tentu saja dimulai
sejak Conelis de Houtman tiba di Bali pada tahun 1597. Bahkan komunikasi antara
raja-raja Bali dengan Pemerintah Hindia Belanda hingga pada tahun 1804 masih
ada (lihat Daghregister, 5 Juli 1804). Disebutkan surat berbahasa Melayu
diterima diterima di Batavia dari Srie Padoeka Ratoe Goesti Naverak Made Karang
Assam dan Padoeka Goesti Nengah Tegong yang keduanya dari Baly. Tampaknya dua
surat ini adalah surat terakhir dari Bali.
Sejak
dibubarkannya VOC tahun 1799 dan Kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia
Belanda, pemerintahan yang baru terbentuk masih sangat sibuk di Batavia dan di
pulau Jawa. Meski demikian, orang-orang Eropa/Belanda (eks VOC) masih terdapat
dimana-mana. Saat Gubernur Jenderal Daendels sibuk membangun ibu kota
(Weltevreden dan Buitenzorg), pembentukan garnisun-garnisun militer, pembanguna
jalan pos trans-Java, terjadi pendudukan Inggris tahun 1811. Program pertama
Letnan Gubernur Jenderal Raffles, seperti Daendels sngat sibuk di Jawa.
Kevakuman dan kehadiran Inggris belum meluas terjadi banyak hal di beberapa
tempat. Ketegangan antara Inggris dan Jogjakarta belum mereda pembantaian
orang-orang Belanda di Palembang menjadi urusan Inggris yang didahulukan. Namun
Inggris tidak lama dan kemudian digantikan kembali oleh Pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1816. Tentu saja Pemerintah Hindia Belanda yang sebelumnya
belum solid memulai pemerintahan dari nol kembali. Pembentukan pemerintahan di
mulai di Jawa, Bandjarmasing, Palembang dan baru kemudian pantai barat Sumatra.
Dalam pembentukan pemerintahan ini di beberapa tempat tidak mulus dan
terjadinya perang, seperti di Palembang (Perang Palembang 1819-1821), di
Djogjakarta (Perang Jawa 1825=1830) dan di Pantai Barat Sumatra (Perang Padri
1933-1838). Di Pantai Barat Sumatra sukses Perang Padri membuat portofolio
Kolonel AV Michiels menjadi tinggi dan mengantarkannya untuk psosi Gubernur
Provinsi Pantai Barat Sumatra. Situasi dan kondisi yang dihadapi oleh
Pemerintah Hindia Belanda dan pemerintah pendudukan Inggris inilah menyebabkan
komunikasi antara Bali dan Batavia (Belanda) terputus. Selama itu pula tidak
terdeteksi situasi dan kondisi di Bali (apa yang terjadi).
Komunikasi antara Bali dan Batavia mulai
menemukan jalan pasca Perang Padri di Pantai Barat Sumatra. Komunikasi antara
Belanda dan Bali ini ditandai dengan pembukaan agen perdagangan (cabang) Nederlandsche
Handel-Maatschappij (NHM) di Bali (lihat Algemeen Handelsblad, 20-03-1840).
Namun sambutan dari raja-raja Bali tidak semesra dulu lagi. Ada yang membuka
diri dan ada juga yang mulai menerima setengah hati.
Algemeen Handelsblad, 20-03-1840 |
Adanya beberapa sambutan di Bali yang kurang
menyenangkan bagi Belanda, boleh jadi ada sebagian radja-raja di Bali telah
mempelajari apa yang telah terjadi di tempat lain seperti di Jogjakarta dan
Pantai Barat Sumatra. Raja-raja non-cooperative ini tentu juga telah melihat
eskalasi politik yang mulai memanas antara pejabat-pejabat Belanda yang dikirim
ke Celebes dengan beberapa pemimpin lokal. Namun tentu saja diantara para
raja-raja di Bali tidak memiliki federasi yang menghubungkan satu sama lain.
Setiap raja memiliki otoritas sendiri-sendiri.
Situasi
dan kondisi di Bali berbeda dengan situasi dan kondisi di Jogjakarta dan Pantai
Barat Sumatra. Di Jogjakarta ada latar belakang yang mendahuluinya yakni antara
persaingan Jogjakarta dan Soerakarta sejak era VOC dan era pendudukan Inggris.
Sementara di Pantai Barat Sumatra situasi dan kondisi yang ada disebabkan
adanya pertentangan antara kaum adat dan kaum agama (Padri). Di Bali nyaris
tidak ada latar belakang yang menyebabkan situasi politik lokal dengan
kehadiran Belanda kembali. Tentu saja orang-orang Belanda yang datang kembali
ke Bali tidak mengetahui apa yang terjadi sejak putusnya komunikasi Belanda
dengan raja-raja Bali,
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar