Sabtu, 06 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (2): Bali, Klein Java pada Era VOC; Perseteruan Belanda, Portugis, Prancis, Inggris dan Perang di Selat Bali


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Setelah kontrak Belanda pertama dengan (kerajaan) Bali tahun 1597 tidak ada aktvitas Belanda yang cukup berada di Bali. Emanuel Rodenburgh (bersama Jacob Claesz van Delft, dan Jan Janes de Roy) yang tinggal selama dua tahun di Bali (1597-1599) tentu saja sudah mengenal secara mendalam potensi ekonomi dan perdagangan di Bali. Tampaknya kehadiran Belanda di Bali secara kebetulan (random), di luar rencana, terpaksa dan tidak ada pilihan. Arus perdagangan utama berada di titik utama di Atjeh, Banten dan Maluku. Meski demikian, Belanda masih menganggap Bali suatu kenangan, lebih-lebih jalur perdagangan Belanda antara Banten-Maluku masih tetap menggunakan jalur jalur temuan mereka Bali, Lombok, Sumbawa, Timor, Banda dan Maluku (Malaka, Gowa, Boeton, Maloekoe adalah jalur utama Portugis).

Pulau Bali (Peta 1724)
Pada tahun 1619 Belanda (VOC) di pulau Ontong Java melakukan invasi ke Soenda Kalapa dan membuat perjanjian dengan pangeran Kerajaan Jacatra. Sejak ini Jan Pieterszoon Coen dengan jabatan Gubernur Jenderal mulai membangun benteng (Kasteel) dan membangun kota (Batavia). Dengan demikian pos perdagangan utama dipindahkan dari Amboina ke Batavia Jabatan Gubernur diposisikan di Amboina. Oleh karena Batavia-Amboina tetap melalui jalur tradisional via Bali, maka Bali tetap dikenang dan tentu saja tetap ada hubungan diplomatik (politik) dengan Radja Bali tetapi tidak dalam urusan ekonomi perdagangan. Bali sebagai teman lama Belanda tetap dianggap penting, meski Amboina telah diduduki Belanda, tetapi Timor tetap dianggap Belanda sebagai hak Portugis (tidak menarik buat Belanda). Persaingan antara Belanda dan Portugis menjadi faktor penting hubungan Bali-Belanda (VOC) tetap dijaga. Bali dan Timor adalah dua tempat di garis terluar dimana dua bendera Eropa dikerek ke puncak tiang.

Lantas jika tidak ada aktivitas Belanda yang penting (urusan perdagangan) di Bali, apa saja yang terjadi di Bali dalam hubungannya dengan kepentingan Belanda? Kontrak yang dilakukan Belanda dengan Radja Bali tahun 1597 dengan menempatkan Emanuel Rodenburgh dan dua lainnya tetap menjadi dasar legitimasi hubungan bilateral antara Belanda dan Bali. Dengan kata lain, hubungan Belanda-Bali di Bali bukanlah ruang kosong yang tidak memiliki dimensi waktu. Nah, untuk menambah pengetahuan tentang situasi dan kondisi di Bali (selama era VOC), mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bali, Sumber Daya Manusia VOC

Kesibukan Belanda di Amboina, Banten dan Batavia menyebabkan hubungan Bali dan Belanda nyaris sepi sendiri. Besar dugaan, hubungan Belanda dengan Bali di jalur pelayaran Belanda antara Amboina dan Banten, Bali hanya diposisikan sebagai tempat persinggahan. Sangat sulit menemukan data dan informasi tentang Bali di awal era VOC. Namun demikian, di awal kehadiran Belanda, Frederik de Houtman sangat mengenal Bali.

Dalam ekspedisi kedua Belanda, kembali dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Namun  Cornelis de Houtman tewas terbunuh. Sementara adiknya, Frederik de Houtman ditawan di Atjeh. Selama ditawan di Atjeh dari 1599 hingga 1602. Pedagang Belanda sudah ditempatkan di Amboina sejak 1600 (rekan Frederik de Houtman). Belanda berhasill mengalahkan Portugis di Ambon pada tanggal 23 Februari 1605. Benteng Portugis di Ambon berhasil diduduki. Sejak itu nama benteng yang telah dibangun Portugis sejak 1575 diubah namanya menjadi Fort Victoria. Yang memimpin penaklukan ini adalah Admiral Steven van der Hagen (berangkat dari Amsterdam tanggal 18 Desember 1603). Dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Steven van der Hagen ini turut serta Frederik de Houtman. Salah satu kapal yang digunakan adalah kapal Mauritius (yang pertama kali ke Bali). Seperti halnya, catatan Cornelis de Houtman, catatan harian Admiral Steven van der Hagen juga dibukukan (yang dapat dibaca hingga sekarang).

Sukses penaklukan Amboina ini lalu menempatkan Frederik de Houtman sebagai pemimpin pedagang di Maluku (1605). Posisi Belanda yang semakin menguat di Maluku dengan poros utama di Amboina, Belanda kemudian menempatkan pedagangnya di Celebes, di Sambopp [Somba Opoe], Class Leuers pada tahun 1607 dan 1608, kemudian dilanjutkan Samuel Denis dari tahun 1609 hingga1612 [lihat De Opkomst van Het Nederlandsch Gezag in Oost Indie (1595-1610) door JKJ de Jonge (1865)]. Jalur pelayaran Belanda antara Bali (dari Banten) ke Amboina yang sebelumnya via Banda kemudian diperluas dengan melalui Somba Opoe (Gowa). Pada tahun 1608 Frederik de Houtman diperkuat dengan kedatangan empat pedagang baru. Frederik de Houtman yang berkedudukan di Fort Victoria, Ambon sejak 1605 mengakhiri tugasnya di Maluku pada tahun 1611. Dalam hal ini, Frederik de Houtman dapat dianggap setara dengan Cornelis de Houtman dan Steven van der Hagen. Frederik de Houtman dapat dikatakan pemimpin Belanda pertama di Hindia Timur (sebelum terbentuknya struktur pemerintahan VOC di Batavia 1619). Ini bermula ketika Pieter Both dari pelabuhan Amersfoort dengan kapal Patria berangkat Juni 1610, dan kemudian dilanjutkan pelayaran dan tiba di Bantam (Banten) 19 Desember 1610. Saat inilah konektivitas Ambon dan Banten berlangsung secara intens yang mana Pieter Both di Bantam dan Frederik de Houtman di Ambon. Pieter Both dianggap sebagai Gubernur Jenderal dan Frederik de Houtman sebagai Gubernur Molucco (Maluku).

Frederik de Houtman adalah sisa Belanda yang boleh jadi satu-satunya yang menganggap Bali penting. Setelah Frederik de Houtman kembali ke Belanda (1611) tidak ada lagi orang Beanda yang menjalin hubungan dengan Bali. Intensitas perhatian Belanda hanya Amboina dan Jacatra. Era baru Belanda dengan nama VOC dimulai dan Bali mulai terlupakan (karena jalur pelayaran yang baru semakin intens Batavia-Amboina via Somba Opoe (Gowa) pasca serangan Mataram.

Gerrit Reynst menggantikan Pieter Both di Bantam dan kemudian memindahkan pos utama ke Soenda Kalapa (Jacatra). Lalu kemudian penerus Laurens Reaal memindahkan pos utama dari Jacatra ke Ambon sejak kedatangannya tanggal 10 Juli 1616 (lihat Almanak 1810). Pada tanggal 31 Oktober 1617 Jan Pietersz Coen sebagai Gubernur Jenderal berangkat dari Belanda dan mulai memerintah Juni 1618 dan kemudian memindahkan pos dari Ambon ke Jacatra 10 Mei 1619. Inilah secara defacto Gubernur Jenderal pertama. Untuk kali pertama muncul nama Batavia. Jan Pietersz Coen berakhir tugasnya tahun 1623. Jan Pietersz Coen kembali menjabat Gubernur Jenderal antara tahun 1627-1629. Saat inilah terjadi serangan Mataram ke Batavia. Sebagai penggantinya bulan September 1629 Specx diangkat  menjadi Gubernur Jenderal. Jaques Specx adalah seorang jenderal militer pertama kali datang dari Derdrecht dengan kapal Patria tiba di Batavia tanggal 23 September 1619. Kapal Patria adalah kapal perang yang juga berfungsi sebagai kapal penumpang. Tampaknya kekuatan VOC di Batavia dari serang Mataram berada di tangan Generaal 1629 Specx. Lalu kemudian Generaal Specx menggantikan Coen sebagai Gubernur Jenderal. Setelah situasi dan kondisi VOC lebih kuat dan ancaman Mataram melemah,  Gubernur Jenderal Specx berakhir tugasnya pada 7 September 1632. Jaques Specx kembali ke Belanda berangkat dari Batavia tanggal 3 Desember 1632 dengan kapal Patria (lihat Almanak 1810). Dalam pelayaran pulang ini, Generaal Jaques Specx juga bertindak sebagai pemimpin pelayaran dengan membawa tujuh kapal dagang: Prins Willem, Hollandia, Zutphen, Amelia, Rotterdam, Hoorn dan Amboina (lihat surat kabar yang terbit di Amstedam, Courante uyt Italien, Duytslandt, &c., 16-07-1633). Kapal Hollandia adalah salah satu dari empat kapal yang dipimpin Cornelis de Houtman hingga ke Bali pada tahun 1597. Seperti disebut di atas kapal Mauritius ikut menaklukkan Amboina pada tahun 1605. Kapal Duyfken masih terdeteksi pada tahun 1612 ketika ikut berlayar dan tiba di Bantam tanggal 14 Juli 1612 (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1872). Kapal Amsterdam sendiri telah dikubur di Bali, jelang kembalinya ekspedisi pertama yang dipimpin Cornelis de Houtman kembali ke Belanda pada tahun 1597.

Nama Bali baru muncul kembali pada tahun 1659.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar