*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Gunung Krakatau meletus kembali. Beberapa hari yang lalu, letusan gunung Krakatau telah menyebabkan tsunami. Hingga hari ini jumlah korban belum final. Letusan gunung Krakatau yang menyebabkan tsunami sekarang mengingatkan kita kembali untuk membuka sejarah lama, yakni: meletusnya gunung Krakatau tahun 1883. Kejadian itu dianggap suatu peristiwa besar di masa lampau.
Gunung Krakatau meletus kembali. Beberapa hari yang lalu, letusan gunung Krakatau telah menyebabkan tsunami. Hingga hari ini jumlah korban belum final. Letusan gunung Krakatau yang menyebabkan tsunami sekarang mengingatkan kita kembali untuk membuka sejarah lama, yakni: meletusnya gunung Krakatau tahun 1883. Kejadian itu dianggap suatu peristiwa besar di masa lampau.
Bataviaasch handelsblad, 27-08-1883 |
Bagaimana kejadian
meletusnya gunung Krakatau tahun 1883 tidak terinformasikan secara jelas.
Memang kejadiannya telah ditulis dalam berbagai versi, tetapi informasinya
sangat minim dan bahkan cenderung kabur, bagaikan melihat bintang kecil di
kejauhan. Kita, pada masa kini, kita ingin melihat kejadian tahun 1883 seakan
melihat bulan purnama yang sangat dekat di mata. Untuk itu, mari kita telusuri
sumber tempo dulu, untuk mendeskripsikan letusan gunung Krakatau dan kejadian-kejadian
yang sebenarnya: lengkap dan akurat.
Catatan sejarah gempa
dan tsunami Indonesia sesungguhnya terbilang lengkap. Data dan informasinya
masih dapat ditelusuri di dalam berbagai surat kabar sejaman. Catatan sejarah
gempa dan tsunami terawal kejadian tsunami di Ambon tahun 1674. Beberapa
kejadian gempa dan tsunami berikutnya yang terbilang besar, antara lain adalah:
tsunami Ambon. 1754; tsunami Padang, 1797; letusan gunung Tambora di Bima,
1815; letusan gunung Gede di Buitenzorg, 1834; dan letusan gunung Krakatau,
1883. Seperti diberitakan, suara letusan gunung Krakatau di Selat Sunda terdengar jelas hingga di
Sibolga dan di Penang. Berita yang menyertai sebelum dan sesudah meletusnya
gunung Krakatau dapat dibaca pada surat kabar. Sejak hari letusan, berita di surat kabar dapat dibaca hari demi hari. Artikel ini menyarikan
berita hari demi hari letusan gunung Krakatau dan bencana yang ditimbulkannya.
Mari kita ikut berita pada hari pertama kejadian.
Warga Eropa/Belanda
umumnya sudah menduga gempa dan debu berasal dari Selat Sunda. Hanya saja warga
pribumi umumnya kurang mengetahuinya,
Bataviaasch handelsblad beberapa hari sebelumnya sudah pernah
mempublikasikan laporan Controleur Ketimbang (di Lampoeng). Hanya saja redaksi Bataviaasch
handelsblad perlu mengkonfirmasi kepada awak-awak kapal yang baru saja melewati
Selat Sunda untuk lebih memastikan bahwa sumber gempa dan abu berasal dari
(pulau) Krakatau.
Bataviaasch handelsblad, 22-08-1883:
‘Dari laporan Controleur Ketimbang
berikut ini muncul tentang pulau Krakatau: Di pulau itu sekarang telah
terbentuk dua kawah di sekitar dua tumpukan tanah, yang masing-masing masih
berfungsi. Yang tertua, sebagai kawah barat, berada di kaki gunung Perabewatan
(Perboeatan) dan yang lainnya, di timur yang pertama, di kaki gunung Danan.
Tiga batu besar yang membentuk puncak Gunung Perboewatan sebelum erupsi
benar-benar hilang dan bentuk gunung telah berubah sepenuhnya. Banyak teluk
masuk dari bagian barat pulau, yang digunakan untuk menawarkan jangkar yang
aman untuk kapal-kapal kini sangat berlumpur, sehingga tanah di sana naik di
atas permukaan laut. Hutan-hutan di sekitar pegunungan Perboewatan dan Danan
dan di pulau Tamiang yang berdekatan dan sebagian dari Klein Krakatau telah
dihancurkan seluruhnya. Selama bulan sebelumnya, pulau Krakatau sekali lagi
terlihat jelas. Kedua kawah berasap itu tidak dapat dilihat dari luar pulau
karena selalu tersembunyi dari pandangan oleh asap dan abu”.
Berita Hari Kedua, Selasa 28-08-1883:
Di Batavia Terjadi Tsunami
Penduduk di Banten dan di
Batavia tidak mengetahui persis apa yang menyebabkan terjadinya gempa, bunyi letusan
dan abu tebal di udara. Informasi yang diperoleh dari awak kapal uap Zeeland
mengindikasikan gunung Krakatau telah meletus. Kapal Zeeland yang berangkat
dari Suez menuju Batavia melewati Selat Sunda hari sebelumnya. Para awak kapal
telah melihat dari gunung Krakatau muncul ‘wedhus gembel’, awan panas
bergulung-gulung yang disertai letusan. Peristiwa yang dialami di Batavia dan
keterangan awak kapal Zeeland menjadi ‘headline’ surat kabar Bataviaasch
handelsblad yang terbit di Batavia tanggal 27-08-1883 (hari kejadian).
Pulau Krakatau, 1883 (sebelum meletus) |
Bataviaasch handelsblad,
27-08-1883:’ Batavia, 27 Agustus 1883. Fenomena yang sama seperti selama
beberapa bulan telah berulang di sini, semacam gemuruh bawah tanah. Itu dimulai
kemarin sore, hingga sepanjang malam, dan bahkan hari ini masih ada banyak
ledakan di kejauhan. Tak perlu dikatakan lagi bahwa ada banyak kerusuhan di
Batavia dan bahwa ratusan, yang takut di rumah dan keluarga, telah menghabiskan
malam terakhir dalam tidur tanpa tidur. Suara gemuruh di kejauhan, yang,
seolah-olah, muncul semakin banyak dan dalam keheningan malam itu mereka sangat
menakutkan, terutama karena mereka tidak tahu penyebabnya. Secara umum, letusan
berulang-ulang gunung berapi Cracatau sebagaimana dilaporkan sebuah kapal yang
tiba di sini kemarin dari Selat Sunda, ditutupi dengan lapisan abu dan
guncangan serta daya dorong diamati pada arah yang sama dari Bantam. Fenomena
ini mencapai tingkat yang paling intens di tengah malam; ledakan muncul pada
jam 1. yang meledakkan semua lampu gas di kota dan di sebagian besar lingkungan
membuat pintu dan jendela menakutkan dan berdering mengkhawatirkan. Ini
berlanjut sampai dini hari; pada pukul lima terdengar ledakan keras. Ketika
hari sudah siang, abu yang jatuh dapat terlihat dimana-mana, meliputi jalan,
rumah, kebun dan tanaman, dan tersebar di seluruh Batavia dan tempat-tempat
sekitarnya. Goncangan atau gerakan melambai dari tanah, namun, kami tidak
mendengar apa-apa. Namun di bawah gedung-gedung yang baru didirikan di sini
terlihat retak orang-orang berlarian, kasus pagi ini sekitar jam 7 di gedung
stasiun di Noordwijk, yang pada satu waktu retak bahwa semua orang melarikan
diri. Tampak di udara, kemarin dan hari ini, burung-burung laut beterbangan
mereka melewati Batavia dengan segerombolan penuh, bahkan di jam-jam
sesudahnya. Erupsi itu pastinya cukup ganas. Fenomena alam menjadi lebih
menyedihkan besoknya, ketika pada jam sebelas datang kegelapan total, dan
cahaya lilin harus dinyalakan di kantor-kantor di kota. Pengganti penerangan
ini terpaksa dilakukan, karena pabrik gas tidak melakukan operasi apa pun di
pipanya pada siang hari. Segera abu mulai turun dan sementara kami menulis ini
masih terus berlanjut. Udara berat dan tebal dan terutama dari satu sisi ke
sisi lain mungkin tidak bisa ditembus. Terlepas dari pesan-pesan yang telah
kami terima, dilaporkan juga bahwa di Bantam berbagai jembatan telah tersapu
oleh kekuatan yang membuat laut dikocok oleh gejolak dalam tanah hingga menembus
sungai. Konsekuensi dari ini harus diamati di sini besoknya, di tengah-tengah
kegelapan, ketika sungai besar membengkak beberapa meter dalam beberapa menit
dan aliran air naik. Bagian bawah antara lain Boom kecil dan Passar, dibanjiri
dalam sekejap mata, dan umumnya terjadi kepanikan, termasuk ribuan orang
Banten, takut dan berakhir dengan banjir, bergegas pulang. Seluruh kota yang
lebih rendah, dengan beberapa pengecualian,telah ditinggalkan; populasi Eropa
meninggalkan kantor mereka dalam kegelapan yang terus-menerus, dan ketika air
naik dengan kekuatan seperti itu, penduduk pribumi juga mencari keselamatannya.
Namun, tidak ada yang menarik perhatian kita dari kecelakaan pribadi. Namun,
dengan minat, kami terus melihat dan memberi laporan lebih lanjut tentang
fenomena alam yang aneh ini’. Sumber peta:Sumber peta: Krakatou en
omstreken voor en na de verwoesting van 28 augustus 1883, volgens de nieuwe
hydrografische opneming / door J. Kuyper.
Berita surat kabar Bataviaasch
handelsblad edisi Senin, 27-08-1883 mengindikasikan dampak yang terjadi dari
meletusnya gunung Krakatau di Selat Sunda. Gempa yang ditimbulkan telah merusak
rumah dan bangunan dan bahkan istana Gubernur Jenderal retak. Banjir besar
akibat air laut (tsunami) tidak hanya di pantai barat Banten, juga dirasakan
dengan meningginya air sungai Tjiliwong di Batavia. Debu letusan gunung
Krakatau telah mencapai langit Batavia pada siang hari sehingga terjadi gelap
total dan harus memasang lampu. Debu yang mulai jatuh membuat pendangan warga
dari satu sisi ke sisi lain tidak kelihatan. Batavia yang terbilang jauh dari
Selat Sunda dan dampak yang dirasakan warga mengindikasikan betapa besarnya
letusan gunung Krakatau.
Telegram versi ringkas (Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883) |
Berita Hari Kedua, Selasa 28-08-1883: Di Batavia
Terjadi Tsunami
Berita terkait meletusnya gunung Krakatau dan yang terkena dampak mulai berdatangan dari seputar Batavia. Selain itu, Bataviaasch handelsblad edisi tanggal 28 ini juga memuat sebuah telegram (diringkas) dari Serang yang menyatakan bahwa debu yang terdapat di Serang tingginya tujuh sentimeter. Tidak terdapat bangunan yang rusak. Namun menurut si pengirim bahwa Anjer dan Merak hancur dimana mayat banyak ditemukan. Pada malam hari, Residen berangkat ke Anjer dan kemudian bertemu dengan orang yang selamat di Tjilegon. Berita ini telah dikirim oleh seseorang yang tinggal di Serang yang turut mendampingi Residen ke Anjer dan baru mengirim berita sepulang dari Serang (diduga hanya di Serang kantor terlegraf yang masih berfungsi).
Telegram versi lengkap (Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883) |
Gambaran yang dilaporkan
oleh Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883 di atas telah menjelaskan bahwa di
Batavia dan Tandjong Priok telah terjadi tsunami. Itu adalah gambaran titik yang
jauh dari pusat gempa di gunung Krakatau di Selat Sunda. Kita belum bisa
membayangkan seperti apa yang terjadi di tempat-tempat lain yang lebih dekat
dengan pusat letusan di gunung Krakatau. Sebab Anjer dan Merak sendiri hancur total sebagaimana disebut dalam
telegram yang berasal dari Serang. Bagaimana dengan situasi dan kondisi di Lampong, khususnya Telok Betong?
Bataviaasch handelsblad, 28-08-1883 juga
memuat telegram dari berbagai tempat: Semarang, 27 Agustus. ‘Di Djoeja,
Salatiga, Japara dan Demak, suara gemuruh yang keras terdengar terus menerus’; Tjandjoer,
27 Agustus. ‘Kabut tebal terus tergantung di langit. Seluruh tempat gelap.
Warga terpaksa menyalakan lampu’; Bandong, 28 Agustus. ‘Minggu sore yang lalu
sekitar pukul tiga, gejala pertama dari efek vulkanik dimulai dan pada malam
hari pukul delapan ledakan besar dapat didengar, diikuti oleh goncangan berat.
Ini berlangsung sepanjang malam dan menjadi lebih kuat kemarin. Pada jam 10
pagi hari sudah gelap gulita, sehingga lampu harus dinyalakan di mana-mana.
Getaran itu sekarang bertahan dan berlangsung hingga pukul sembilan malam
kemarin. Sekarang lebih tenang’; Tjilatjap, 28 Agustus. ‘Semua perahu, 16 buah
oleh aliran gelombang menghantam jangkar dan terdampar dimana-mana’. Telegram
dari berbagai tempat ini menunjukkan luasnya dampak yang ditimbulkan letusan
gunung Krakatau.
Di Sumatra juga tidak
ada akses telegraf ke Telok Betong di Lampong, Hal ini diduga karena sambungan
telegraf juga diduga terputus. Berikut adalah hal terkait letusan gunung
Krakatau yang dimuat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad edisi Selasa 28-08-1883.
Letusan terdengar hingga di Sibolga (Tapanoeli) |
Hingga hari kedua ini,
situasi masih tidak menentu, banyak orang terus bertanya-tanya. Sementara di
Batavia sudah mulai ada kejelasan apa yang menyebabkan gempa, debu dan tsunami
yakni meletusnya gunung Krakatau. Hal ini diperkuat informasi dari kapal
Zeeland dan telegram yang dikirimkan dari Serang. Sementara itu, surutnya
bekali-kali sungai di Padang mengindikasikan adanya tsunami namun tidak
diketahui penyebabnya. Hal yang terjadi di Sibolga, suara letusan diiterpretasi
bahwa benteng Belanda di Sipoholan (Silindung) telah diledakkan oleh pasukan
Sisingamangaradja.
Ada dua hal yang perlu
digarisbahasi sejauh ini adalah, pertama: suara letusan gunung Krakatau
terdengar hingga ke Sibolga (ibukota Residentie Tapanoeli). Suatu jarak terjauh
yang terlaporkan hingga ini. Kedua, suatu hal yang dapat dikatakan bad news is
good news. Kapal uap Gouverneur Generaal Loudon yang telah berangkat dari
Padang ke Batavia pada hari Minggu sore posisinya tengah mengarah dan mendekati
posisi dimana suara letusan di gunung Krakatau.
Berita Hari Ketiga, Rabu 29-08-1883:
Kapal Uap Governeur Generaal Loudon di Tengah Bahaya Krakatau, Pulau Krakatau Lenyap
Sebagian, Hanya Tinggal Air
Pada hari ketiga, Bataviaasch
handelsblad, 29-08-1883 mulai melaporkan situasi di tempat-tempat jauh. Residen
Bantam mengabarkan bahwa di Tjaringin diperkirakan tewas mencapai sebanyak
10.000 orang. Distrik Panimbang telah tersapu habis. Di distrik Tanara sebanyak
701 jiwa korban tewas telah ditemukan. Sementara di Batavia sebanyak 800 korban
di kampoeng Moeara telah dimakamkan. Kampong Maoek dikabarkan tergenang akibat
luapan sungai ke darat. Juga dilaporkan bahwa pemerintah Singapura telah menyediakan
uang sebanyak 25.000 dollar untuk membantu Nederlandsch Indie yang terkait
dengan bencana alam di Banten.
Distrik Panimbang di
pantai barat Banten adalah wilayah terdekat dengan pusat ledakan di gunung
Krakarau. Distrik Panimbang kini lebih dikenal sebagai Kecamatan Panimbang
dimana terdapat kawasan wisata Tanjung Lesung.
Bataviaasch handelsblad,
29-08-1883 juga memuat catatan yang dibuat oleh kapten kapal uap Gouverneur
Generaal Loudon dari Padang. Mereka telah melewati Selat Sunda, tengah-tengah
pusat bencana, pasca letusan gunung Krakatau. Pemuatan ini mengindikasikan
bahwa Gubernur Jenderal telah tiba di Batavia dari lawatannya di Padang.
Catatan kapten kapal tersebut adalah sebagai berikut:
Setelah melewati Sumatra kami mengarah
ke Anjer sekitar pukul 3.30. Namun
sangat sulit sepanjang pantai Telok Betong karena sudah seperti rawa
besar, banyak sampah. Lalu kami kemudian masuk ke wilayah Teluk Lampong. Kami
diterjang abu yang berat saat mana udara disertai guntur. Kami tiba pada pukul 7.25
di Telok Betong, tetapi tidak bisa mendekati pantai karena abu dan batu apung
yang terus-menerus bergerak gemuruh oleh arus yang deras. Pada malam hari,
karena agak terdengar sunyi, saya mencoba dengan sekoci, tetapi 'oleh arus yang kuat dan
gelombang tinggi menghalangi kami. Ttidak ada komunikasi dengan pantai yang
memungkinkan. Pada siang hari kamis putuskan berada di tengah laut di luar
jangkar. Pada malam hari kami mendengar sinyal alarm dari kapal, tetapi kami
tidak berani dan tidak dapat membantu karena arus laut yang liar.
Peta Pulau Tiga, garis lurus dengan Karakatau |
28 Agustus. Pada pukul 1 dini hari terlihat
tampak cerah sehingga kami mempersiapkan diri untuk terus mengukus (uap). Karena
itu, kami melepas jangkar dan menjelajahi hari itu. Kemudian kami berhenti di
Poeloe Tiga. Kami membersihkan kapal kembali dengan laut yang tenang. Kami
bertemu banyak abu dan kayu terapung apung. Poeloe Tiga kira-kira dua mil jauhnya
ke pulau Sebukoe. Sejak dini hari, seluruh kru, dibantu oleh tentara, penumpang
dan penumpang rantai (tahanan) dan kuli ikut kerja untuk membersihkan batu
apung setinggi satu setengah kaki, tali dan tenda untuk membersihkan geladak
sebanyak mungkin. Selat (di kepulauan) Lagundi relatif cukup bersih dari batu
apung dan kayu apung, tetapi, di luar itu terlalu berat lapisan yang sama
hingga Poelo Sekoetoe dan kami sangat lambat dan dari waktu ke waktu berhenti
di sana, dan memerhatikan bahwa disekitar lapisan batu apung yang sangat besar dan
bahkan ada berukuran batu apung setebal 7 atau 8 kaki. Bebas dari hal ini, kami
terus berjalan, melintasi Selat Sunda ke arah timur dan kemudian ke selatan dekat
Krakatau. Satu hal pemandangan ketika kami melewati Krakatau, kami melihat
bahwa tengah pulau itu hilang, dan dari sini tidak ada tempat untuk dilihat,
tetapi ketika kami memutar ke barat Krakatau, kami melihat terumbu besar muncul
antara (pulau) Sebesie dan Krakatau, tempat beberapa kawah terlihat
mengeluarkan kolom asap.
Perbedaan sebelum dan seudah gunung Krakatau meletus |
Catatan kapten kapal ini
tampaknya dikirim melalui kurir via telegraf dari Serang. Pada saat catatan ini
dimuat Bataviaasch handelsblad, 29-08-1883,
kapal uap dan Gubernur Jenderal belum tiba di Batavia. Catatan kapten kapal ini
telah menceritakan banyak, tentang posisi mereka saat dan setelah letusan, gambaran
tentang wujud pulau Krakatau setelah letusan dan situasi dan kondisi di sekitar
Teluk Betong dan pantai pulau Jawa di Anjer dan sekitarnya. Illustrasi
perbedaan gunung/pulau Krakatau sebelum dan sesudah letusan lihat peta.
Sementara itu Bataviaasch handelsblad, 29-08-1883 memuat berita orang-orang
yang selamat di Anjer yang dikirim dari Serang.
Peta Anjer, sebelum dan sesudah tsunami Krakatau, 1883 |
Seorang wanita yang diselamatkan menukar segelas air berlumpur dengan dua cincin emas, dan dia masih disebut bahagia! Seperti yang sudah Anda ketahui, menara air juga telah binasa dan juga bersamanya seluruh kekayaan keluarga, sekitar f20.000 hilang lenyap, sehingga istri yang malang itu sekarang tidak hanya menjanda, tetapi juga jatuh miskin. Seluruh Serang tampak seperti hutan belantara kelam. Sebagian besar pohon ranting telah tergantung dan jatuh di tanah; bahkan semua tanaman telah hancur, sedangkan warna debu menempel di semuanya, sangat mematikan. Karena kekeringan dan angin sekarang mulai melayang mengerikan, sehingga orang tidak bisa keluar dari perlindungan dan bangunan terlihat mengerikan secara internal dan eksternal. Saya menulis ini dengan berlindung tertutup, namun pena, tinta, dan kertasnya selalu penuh abu terus menerus dan saya lelah berhenti. Dari pihak resmi saya mengetahui hari ini bahwa dua kapal uap dengan pakan ternak diharapkan di Karang Antoe dari Batavia dan juga akan memberikan sejumlah uang untuk persedian untuk kebutuhan yang menyedihkan bagi Anjer dan Tjeringin. Orang yang diselamatkan sekarang semuanya di bawah atap dan mulai mendapatkan sedikit tentang kisah mereka dan menyadari betapa mereka telah kehilangan banyak. Tetapi, betapapun menyedihkannya, penyelamatan dari kesusahan semata, mungkin memang berterima kasih atas terima kasih mereka.
Dari kisah keluarga
Dokter ini diperoleh keterangan bahwa dau kali banjir besar yangh tinggi
menghantam Anjter. Rumah mereka yang berada di area lebih tinggi membuat mereka
agak terhindar dari banjir. Namun, kisah mereka ketika melarikan diri hingga ke
Mancak dan kemudian dievakuasi ke Cilegon telah menggambarkan medan yang mereka
lalui bahwa semua bangunan hancur dan semua tanaman telah hangus. Bataviaasch
handelsblad, 29-08-1883 juga memuat telegram-telegram yang sebelumnya belum
sempat dimuat.
Satu hal yang menjadi
perhatian dari telegram-telegram tersebut, seseorang mengabarkan letusan gunung
Krakatau terdengar jelas di Penang. Dampak gempa dan tsunami juga telah
menghacurkan mercusuar dan beberapa pula tersapu hilang. Tinggi banjir tsunami
diperkirakan 30 meter. Dalam telegram-telegram ini yang juga menjadi perhatian
adalah tentang kabar kapal uap Gouverneur Generaal Loudon.
Telegram khusus dari
Ned. Ind. Stoomv. Maatsij. kapal uap Gouverneur Generaal Loudon, melalui
letusan Krakatau dan gempa besar, berada dalam bahaya besar, tetapi tetap tidak
terluka. Tidak ada komunikasi dengan Telok Betong, yang hancur. Itu juga telegraf
ke Anjer, yang tidak ada lagi. Untuk sementara ke tempat Anjer dulu, di tempat
dua rumah tinggal ke Teluk Bantam, dari mana dia dari Kroei tadi malam jam
tujuh, dalam pelayaran sepulang dari Padang yang kembali melalui Selat Sunda
berbahaya. Lindemann (kapten kapal) telah membuat penyelamatan.
Telegram dari pemerintah. Sekretaris jenderal menyanyikan pesan-pesan berikut yang
sangat penting: Residen Bantam memberi isyarat pagi ini: Bencana yang melanda
Banten sangat besar. Seluruh wilayah pesisir dari Merak ke Tjeringin hancur
oleh gelombang pasang. Tidak ada yang tersisa mercusuar titik ke-4 Java di
Anjer dan mercusuar Telok-Betong. Krakatau telah runtuh, sehingga, dimana
puncaknya dulu, sekarang hanya ada air. Di sisi lain enam belas semburan vulkanik
muncul antara Krakatau dan Sibesie. Situasi dan kondisi Selat Sunda benar-benar telah berubah. Kecepatan
kapal menjadi berbahaya. Di wilayah Anyer dan sebagian besar Bantam Barat Utara
(wilayah Merak) telah menjadi gurun pasir tandus oleh abu. Pakan sudah tidak
ada lagi. Populasi ternak yang masih hidup, meninggalkan pantai dengan putus
asa, tidak yakin ke mana harus pergi. Insinyur Nieuwenhuis, Senin pagi ke Merak
pergi, ia melihat Pulau Maneter, tetapi bahayanya telah bertahan bahagia. Dia
datang ke Merak kemarin pagi, tetapi menemukan semua yang ada di sana dan
manajemen mengungsi di bukit yang cukup tinggi. Semua penduduk lenyap hanyalah
orang Eropa dan dua penduduk asli yang selamat. Gelombang pasang naik jauh di
atas atap gedung, jadi tingginya sekitar tiga puluh meter. Satu-satunya yang
diselamatkan adalah akuntan Pechler, yang masih terlalu bingung untuk
memberikan perincian. Semua penduduk tampaknya telah mengungsi di bukit, tetapi
yang selamat hanya yang berada di bukit yang lebih tinggi. Lima pejabat Eropa
dengan wanita dan anak-anak hilang. Lokomotif dan gerbon penyok dan pecah
berkeping-keping. Tidak ada mayat yang ditemukan. Asumsi dari fenomena ini
adalah penghapusan jalan antara Krakatau dan Merak, dan jalan sepanjang garis
pantai telah diberikan bentuk yang sama sekali berbeda. Di jalan-jalan sampah-sampah
besar berserkan dan massa rongsokan mengambang di laut.
Telegram lainnya: Residen Bantam
memberi isyarat sesaat: pesan diterima dari kehancuran Tjeringin. Asisten-residen,
controleur, letnan dari topografi, bupati, patih. wedana dan kolektor tidak
ada. Mereka mungkin mati. Semua bangunan gonvernements telah hancur.
Berita Hari Keempat, Kamis 30-08-1883: Letusan Gunung
Krakatau Bersamaan dengan Ledakan Benteng Sipoholon oleh Sisingamangaradja
Pada hari keempat,
berita-berita dari tempat yang lebih jauh mulai banyak yang diterima, seperti
dari Pelabuhan Ratoe. Satu berita yang dikirim dari Serang yang mengindikasikan
bawah dirinya telah menemani Residen meninjau. Telegram yang dikirim ini
menceritakan banyak hal situasi dan kondisi di Anjer, Tjiligon dan Banten.
Keluarga dokter yang selamat di Tjilegon yang kemudian ditandem dari Mantjak ke
Tjilegon telah tiba di Serang.
Residen yang tiba di Serang dari
Batavia sehari sebelum kemarin (28 Agustus) pada saat gelap gulita dan abu yang
lebat- di malam hari pukul 7:00. Satu setengah jam kemudian saya dan Residen melakukan
perjalanan ke Anjer, Jalan umum telah tertutup, Residen tidak bisa melangkah
lebih jauh malam itu daripada Tjilegon, karena jalan dipenuhi cabang-cabang pohon
dengan berbagai ukuran dan, apalagi, abu sangat tebal dengan menutupi jalan sehingga
kuda-kuda kereta sulit melanjutkan. Dini hari kemarin pagi (29 Agustus), Residen
melanjutkan dari Tjiligon, tetapi dengan menunggang kuda, tidak ada masalah tentang
penggunaan kendaraan. Namun, beberapa tumpukan jauhnya dari Tjiligon, tidak ada
yang terlihat dari jalan besar; sejauh mata memandang, orang tidak bisa melihat
apa-apa selain rawa yang luas. Jalan setapak diambil melalui jalan darat dan
setelah melalui jalan berat dengan berjalan kaki lalu menunggang kuda, Residen
tiba di Mantjak, sebuah kampung, di sekitar Anjer, terletak di ketinggian yang
tinggi, tempat yang diselamatkan dari Anjer. Sementara Anyer sendiri sudah
tidak ada lagi! Semuanya, semuanya hilang dan itu memberi kita sesuatu untuk
dilihat secara berbeda menjadi kolam lumpur besar. Tidak ada yang terlihat jalan,
bangunan, dll., bahkan fondasinya telah dihancurkan. Singkatnya, orang tidak
dapat melihat bahwa pernah ada tempat bernama Anjer. Asisten Residen (Anjer),
kepala pelabuhan, janda tua istri Schuit, pengawas air, keluarga penjaga murcu
suar, petugas kolektor dan banyak penduduk pribumi, berada di tempat yang
mengerikan diantara bangunan yang runtuh dan laut yang meluap - yang pasti
lebih tinggi dari 100 kaki - terkubur. Juga, pria tua dan nyonya telah tenggelam.
Dokter dan istrinya diselamatkan, tetapi penyelamatan saudara perempuan dari
pasangan itu, Ms. 0, sangat diragukan masih selamat. Di mana-mana orang dan
binatang mengungsi seperti pisau cukur, terutama yang terakhir, karena mereka
tidak punya makanan dalam dua hari. Karena banjir yang deras dan hujan, tidak
ada tempat untuk mencari makanan, baik untuk manusia maupun hewan. Dengan cara
yang sama, KaRang Autoe, Lontar dan Tanara dihancurkan. Dari Tjeringin belum
ada yang terdengar, tetapi semua khawatir tentang mereka di tempat itu, karena
tidak ada surat atau pesan sejauh ini yang telah diterima dari sana dalam tiga
hari ini. Juga jauh dari Krakatau seperti Telok Betong dan, seperti yang sudah
Anda dengar, tidak ada tempat itu lagi dan bahkan bagian terbesar dari Lampong
telah mengalami nasib yang sama seperti Anyer. Di Bantam sendiri lebih dari 50 orang mati yang dihitung kemarin
malam. Dengan nasib ini, kepala pemerintah daerah (Banten) telah mengirim
telegram kepada pemerintah untuk Dewan Hindia segera meninjau, untuk melihat situasi
yang sebenarnya dan mengusulkan langkah-langkah untuk menyelamatkan manusia dan
hewan dari kelaparan. Pengiriman segera pakan ternak sesegera mungkin, karena.
Jika kawanam ternak-ternak di Bantam Utara tidak berjalan dengan baik, akan
mati binasa. Di sini, tentu saja, tidak ada yang rusak, telah disiram untuk
mendapatkan rumput. Karena itu, hewan diberi makan sebanyak mungkin dengan nasi
dan jerami. Bantam tentu saja tidak pernah mengalami situasi seperti itu.
Mereka yang diselamatkan tiba disini hari ini (30 Agustus). Kebanyakan dari
mereka terluka parah karena mereka terbanting atau ditimpa dinding atau mereka
telah terlempar ke mana-mana oleh air. Semua yang telah diselamatkan berhutang
keselamatan kepada elemen yang bermusuhan, air, yang setelah banyak berayun,
lalu mereka dilemparkan ke ketinggian
oleh banjir. Saya akan berbagi dengan Anda sepotong drama menakutkan pengalamn buruk
tentang penyelamatan Ny. Bedoelde. Wanita yang dimaksud berdiri bersama anak
lelakinya di halaman, di luar rumah, ketika tiba-tiba laut muncul. Dia segera
memegangi dan dilemparkan ke dalam kamar oleh air terlebih dahulu, kemudian
dilemparkan ke dinding beberapa kali, kemudian dilempar ke luar ruangan lagi,
setelah itu dia mengikatkan badannya dengan jemuran yang tertambat. Wanita
malang itu semakin mendekap anaknya, tetapi begitu bangunan itu runtuh, dia
terluka parah, sementara air menyeret punggungnya. Dia melihat seorang lelaki
di atas reruntuhan dengan wajah ketakutan, lalu menyelamatkan tubuhnya dengan
memanjat pohon, tetapi dia dilarikan oleh air itu. Wanita yang mengapung itu
dilemparkan lagi dari tempat terakhir sampai akhirnya mencapai ketinggian tempat
yang kering. Anak yang masih dipeluknya telah kejang dan pingsan, dan ketika
dia sadar, dia mengambil beban yang mati rasa ke dalam pelukannya. Sang ibu
mengira dia masih hidup, tetapi tawa kebahagiaan segera menghilang, ketika si
kecil ternyata telah meninggal. Lainnya, seorang anak perempuan melihat ibunya
meninggal dengan mengerikan. Tapi cukup tentang kesengsaraan yang disayangkan
itu. Yang diselamatkan dan berada di bawah atap sekarang. Mereka malang! mereka
tidak memiliki apa pun dalam arti kata yang lengkap; hanya beberapa pakaian yang
melekat di badan. Di Serang, bangunan-bangunan ini hanya menderita sedikit seperti
lapisan abu, yang menutupi atap, tetapi sangat berbahaya. Petugas sudah
melakukan pembersihan. Kuli tidak bisa didapat. Seluruh penduduk duduk dengan
sedih di depan pintu rumah-rumahnya, sehingga para prajurit dipekerjakan.
Dimana-mana ada cabang-cabang pohon dan selama tidak hujan, tidak ada harapan
bahwa kita dilepaskan dari lapisan abu. Seperti yang Anda pahami, seluruh tanaman
dan tumbuhan kami juga telah dihancurkan disini.
Bataviaasch handelsblad, 30-08-1883 |
Residen Banten telah memberitahukan
orang Eropa/Belanda yang selamat di Anjer adalah Mevrouw Buijs en 1 kind; Familie
(dokter?) Loijsen Dellie, Mevrouw Kosmalen en zoon; Telegransten Schrok, Courant
en Kijnders; Klerk Beijermans; Mejufvrouw Schuit en broeder; Mevrouw Bursleij. Mevrouw
Schwalm, Vrouw van lichtopziener Schuit en loods de Vries. Sementara nama–nama
yang selamat di Tjeringin adalah Mevrouw van den Bosch en kinderen. Mevrouw
Regensburg. Familie Gaston dan Familie Ripassa. Sementara seberapa banyak orang
pribumi dan Tionghoa yang tidak selamat tidak diketahui. Sedangkan seorang
insinyur (Nieuwenhuijzen) dan keluarganya saat kejadian tengah berada di
Batavia.
Seseorang menulis artikel
dan dimuat yang pada intinya adalah sebagai berikut: Sudah waktunya pemerintah
memikirkan telekomunisi telepon, Dalam hal ini, telegraf tidak menyediakan sara
yang memadai untuk konsultasi dengan pemerintah daerah hanya dengan komunikasi
telegraf, harus diputuskan pada penyediaan jaringan telepon yang murah. Sebuah
stasiun pengamatan gunung berapi juga seharusnya didirikan di Selat Sunda
sementara sekarang ini sudah ada beberapa gunung berapi baru di Selat Sunda. Juga membutuhkan
penelitian ilmiah. Terkait dengan telepon, masa depan Perusahaan Telepon yang
didirikan di sini sama menggembirakannya dengan saudara-saudaranya di luar
negeri. Oleh karena itu, merupakan ide yang bagus untuk membelanjakan 100
gulden dan dengan demikian juga memberi kesempatan kepada ibukota kecil. membuka
diri untuk investasi, Yang dalam hal kepentingan publik yang sangat baik
seperti ini, tidak hanya menjanjikan untuk menjadi solid, tetapi juga investasi
memang, kemungkinan besar menguntungkan. Kami dengan sepenuh hati berdoa kepada
Lembaga Telekomunikasi untuk sambutan kehormatan ini.
Juga diberitakan perbaikan telegraf
dari Serang ke Anjer mulai dilakukan perbaikan. Sementara itu disebutkan bahwa
ada permintaan dari asosiasi perdagangan ke pada Gubernur Jenderal untuk segera
melakukan langkah-langkah diambil terkait dengan stasion pelayaran dari dan ke
Batavia, agar kapal dan kapal uap dari Eropa yang melalui Selat Sunda normal
kembali. Kepentingan perdagangan sangat terlibat dalam situasi tersebut.
Perbaikan alat-alat komunitas sesegera mungkin sangat dibutuhkan. Juga
dilaporkan Resident Bantam telah meminta rekannya dari Preanger untuk melakukan
beberapa inspeksi ke wilayahnya yang bermasalah.
Dari Direktur Regional
Telok Betong, tempat kapal uap GG Laudon Lindeman terbakar, melaporkan bahwa
komunikasi pecah disana dan menghancurkan Telok Betong sendiri dan bahwa
bantuan yang diperlukan tidak mungkin diperoleh. Seorang Controleur dari Bantam
telah berangka untuk memeriksa di sana. Hari ini seorang insinyur telegraf
pergi ke Telok Betong dengan sebuah tongkang gerbong dari pelabuhan Batavia. Juga
turut beberapa pemangku kepentingan dan pedagang sehubungan dengan perdagangan
di tempat itu. Beberapa kebutuhan hidup dan persediaan kini telah disediakan untuk
turut diangkut.
Juga dilaporkan bahwa Gouverneur-Generaal
akan segera melalui darat menuju Banten yang menderita secara langsung. Letnan Steers dan Calmeijer, yang
bertanggung jawab atas perekaman dan pemetaan ulang Selat Sunda akan berangkat
dengan kapal.
Bataviaasch handelsblad,
30-08-1883 kembali memuat surat telegram yang dikirim kapten kapal uap yang
membawa Gubernur Jenderal. Dimuatnya kembali surat ini boleh jadi karena
dianggap suatu peristiwa yang mengerikan dan perjuangan yang heroik. Berikut
isi suratnya:
Serang 29 Agustus. 1883. Berghuis
Batavia. Mendesak. Datang malam sebelum kemarin (26 Agustus 1883). Telok-Betong,
tidak memiliki komunikasi dengan pantai karena listrik yang mati. Kemarin pagi (27
Agustus) sama saja. Pada pukul 7 ada empat gelombang lautan sangat tinggi yang
mengalir ke pantai dan menabrak daratan dan mungkin banyak penghuni pantai. Mercusuar
dihancurkan, kapal uap pemerintah Barow dan kapal penjelajah, beberapa perahu terbawa
tinggi di atas pantai, mungkin gempa laut; berangkat segera dari sana, tinggal
dalam bahaya, diberitahu akan ke Anjer namun harus berhenti di tengah laut di
pagi hari pukul 10 di teluk Lampong karena hujan abu dan batu apung yang berat.
Setengah jam kemudian kegelapan total, badai dan lumpur, laut tinggi akibat
gempa, saya takut banyak kemiringan, dibuang di belakang dua jangkar, beberapa
jam sebelumnya: pada pukul l tenang. Mesin dimatikan, kegelapan. mesin dinyalakan
kembali pukul 4 pagi (28 Agustus), air di Lagoendi dan ke sebelah selatan Krakatau,
di sini di tengah Krakatau menghilang.
Antara Krakatau dan Sebesie terumbu besar dengan beberapa kawah yang terlihat
aktif. Pada pukul 4 sore (masih 28 Agustus) tiba di Anjer; Residen Bantam datang
dan atas permintaannya untuk ikut ke Bantam, segera kami pergi menemui (kapal)
Bijlandt Kroei untuk memperingatkan tentang bahaya di teluk Lampong. Lalu
memberikan pos dan penumpang untuk Telok-Betong ke Bijlandt. Ketika sudah tiba
di Anjer, meskipun tidak ada yang terlihat dari tempat itu, kapten dan Masinis
pergi ke darat untuk mendapatkan informasi. Bertemu dengan Residen Bantam dan
memutuskan untuk kembali langsung ke kapal bersama Gubernur Jenderal untuk
membawa meninjau pantai Bantam, karena Residen mengklaim ini sangat penting
bagi negara. Kemudian melanjutkan mengitari St. Nicolaaspunt dan selanjutnya menuju
Poeloe Pandjang dan berlabuh disana pada pukul 6.50. Reede Bantam, 28 Agustus,
1883.
Informasi dari kapten
kapal yang mengatakan pada pukul 7 di teluk Telok Betung gelombang tinggi ini
sesuai dengan informasi yang telah terjadi gelombang kedua yang tinggi di Anjer
pada pukul 7.20. Kapal ini tiba di Pulau Pandjang 6.50 (28 Agustus) dan
kemudian malam itu surat ditulis kapten kapal dan kemudian dikirim via telegram
dari Serang. Bataviaasch handelsblad, memuatnya pada edisi 29-08-1883. Surat
ini menjadi sangat berguna karena telah menjelaskan semua apa yang terjadi.
Karena itulah Bataviaasch handelsblad memuatnya dua kali tanggal 29 dan tanggal
30 Agustus.
Bagaimana situasi dan
kondisi di Sumatra terutama di Lampung dibaca pada Sumatra-courant: nieuws- en
advertentieblad edisi 30-08-1883. Sumatra-courant tidak terbit pada tanggal 29,
sebab Sumatra-courant hanya tiga kali terbit dalam sepekan. Simpang siur suara
ledakan yang terdengar di Padang, Sibolga, Bengkoelen dan Palembang mulai ada
titik terang. Sehari sebelum kemarin sore (tanggal 28 Agustus) kami menerima
telegram yang dari Palembang, tempat ledakan bukan Dempo Residentie Palembang,
tetapi gunung Krakatau di Selat Sunda sedang aktif. Disebutkan bangunan kantor
dan sekolah tidak bisa dipakai lagi di sini. Kemarin (27 Agustus) sepanjang
hari harus menyalakan lampu (Resident Palembang yang berada di Lahat kemarin
(27 Agustus) meminta informasi disini. Juga telegram dari Lahat melaporkan bahwa
seluruh Telok Betong telah dihancurkan, dimana sumber ledakan dipastikan
berasal dari Krakatau. Dari Bengkoelen kemarin (29 Agustus) agen perusahaan
pelayaran negara melaporkan bahwa kapal uap Graaf van Bijlandt akan melakukan pelayaran
dari Batavia (sementara di iklanterlihat jadwal kapal tersebut dari Batavia 29
Agustus ke Atjeh melalui Telok Betong, Padang dan lainnya). Juga diterima
telegraf dari agen perusahaan pelayaran
negara bahwa kapal uap Gubernur Jenderal telah berangkat siang pukul 3 pagi
dari Benkoelen. Dari Padang sendiri belum mengetahui nasib kapal uap Gouverneur
Generaal Loudon yang pada Minggu pagi (tanggal 26 Agustus) berangkat ke Batavia
belum ada yang diketahui. Surat kabar Sumatra courant menerima surat kabar
berbagai edisi yang terbit di Belanda yang dibawa oleh kapal uap Gouverneur
Generaal Loudon.
Sumatra-courant, 30-08-1883 |
Sejatinya masih ada
perang di berbagai tempat di bagian utara Sumatra, seperti yang dilaporkan Sumatra-courant:
nieuws- en advertentieblad, 30-08-1883. Di Tapanoeli, khususnya di Toba dan
Silindoen yang dilakukan oleh Sisingamangaradja dan pengikutnya. Di Asahan juga
terjadi kerusuhan, terkait dengan pengasingan Sultan Asahan (yang terhubung
dengan Sisingamangad=radja di Toba). Perlawaban terhadap Belanda yang dilakukan
di Tamiang. Seperti halnya di Toba dan Silindoeng, perang juga masih
berlangsung di Atjeh.
Sejak ledakan gunung
Krakatau, komunikasi telegraf terputus antara Jawa dan Sumatra. Di Jawa
telegraf terdekat dengan Krakatau yang masih terhubung adalah Serang. Sedangkan
di Sumatra berada di Bengkoelen, Palembang dan Lahat. Saat tidak adanya
hubungan komunikasi antara Jawa dan Sumatra terjadi penyerangan yang dilakukan
(pengikut) Sisingamangaradja terhadap benteng Sipoholon. Bagaimana bisa terjadi
saat letusan gunung Krakatau terdengar di Sibolga juga terdengar bunyi ledakan
benteng Sipoholon. Tentu saja sejauh ini tidak ada berita yang muncul di
Batavia tentang peledakan benteng Sipoholon di Silindoeng, Tapanoeli.
Pembangunan telegraf di Hindia
Belanda dimulai tahun 1856 di Batavia (lihat Almanak 1870). Hubungan pertama
Batavia Buitenzorg. Tahun 1857 dibangun hubungan Batavia dengan Soerabaja. Pada
tahun 1859 sudah terhubung dengan semua kota-kota utama di Jawa termasuk
Serang. Selain itu, tahun 1859 hubungan Batavia, Muntok dan Singapoera
terpasang dan juga dari Muntok ke Palembang. Pada tahun 1865 dibangun hubungan
Anjer dan Telok Betong. Lalu untuk wilayah Sumatra dari Telok-Bctong
dihubungkan dengan Palemhang, Benkoelen dan Padang, Dari Padang dihubungkan
dengan Siak. Sementara dari Telok-Betong ke Manggala, Batoe-Radja, Lahat dan Palembang.
Pada tahun 1870 terhubung Australia, Java dan Singapoera. Pada tahap
selanjutnya Padang terhubung dengan Sibolga dan Padang Sidempoean. Pada saat
kejadian letusan gunung Krakatau, sambungan telegraf terjauh dari Batavia
adalah Banjoewangie di timur (Jawa), Sibolga dan Padang Sidempoean di utara
(Sumatra).
Pada tahun 1870 di Telok Betong
pejabat Eropa/Belanda yang sudah ada adalah kepala pelabuhan, dokter, petugas
bahan bakar, garnisun, Sejak tahun 1870 Controleur di Telok Betong ditingkatkan
menjadi Residen. Residen pertama adalah A. Pruys van der Hoeven (sebelumnya
sebagai Asisten Residen Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli).
Distrik Lampong terdiri dari tujuh afdeeling: Telok Betong ibukota Telok
Betong; Boemi Agoeng (Pakoean Ratoe); Toelang Bawang (Manggala); Sepoeti
(Tarabangi); Sikampong (Soekadana); Semanka (Tandjoeng); IV Marga (Katimbang);
Jumlah penduduk Distrik Lampoeng pada tahun 1870 sebanyak 62 orang
Eropa/Belanda; 102,587 pribumi; 117 Chinees; dan 25 Arab dan 3 timur asing
lainnya. Saat kejadian letusan gunung Krakatau Residen Lampong yang berkedudukan di Telok
Betong adalah Bayerick.
Berita Hari Kelima, Jumat,
31-08-1883: Orang Banten Mengatakan Bencana Karena Gara-Gara Menghancurkan
Kraton dan Masjid di Atjeh
Surat kabar Bataviaasch
handelsblad edisi 31-08-1883 hanya terdiri dari dua halaman. Kedua halaman
tersebut hanya berisi iklan. Apa sebabnya demikian tidak begitu jelas. Namun
tidak ada pemberitahuan. Boleh jadi halaman 3 dan seterusnya tidak tersedia
atau hilang. Sebagai penggantinya digunakan surat kabar Java Bode yang juga
terbit di Batavia.
Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-08-1883 memberitahukan bahwa editor
dan penerbit dengan rela menyediakan diri untuk menerima sumbangan bagi korban di
daerah-daerah atas bencana Krakatau, mulai hari ini. Semua bantuan akan segera diberitahukan
di surat kabar ini.
Selain itu juga diterima telegram
dari Semarang bahwa Indisch Vaderland telah mengumpulka uang sebanyak f4.000
untuk bantuan bencana. Pada Minggu malam nanti, konser musik akan diadakan di
kebun binatang, hasilnya akan digunakan untuk kepentingan yang membutuhkan di
Bantam. Komite Bandjir yang dibentuk pemerintah di Batavia tahun 1864,
hari-hari ini menyediakan f10.000 untuk bantuan bencana di Banten.
Seperti di berbagai
tempat, sebuah telegram dikirim seseorang dari Serang mengeluh dua kali lipat,
selain rumah dan tokonya yang abu masuk ke dalam setinggi satu inci, dan juga
mengeluh karena sulit menemukan kuli untuk membersihkan. [Sebagaimana
disebutkan pada hari-hari sebelum ini sulitnya menemukan kuli karena mereka
juga terdampak dan mengalami sedih yang mendalam]. Si pengirim juga menyebutkan
bahwa hari ini orang-orang mulai bekerja lagi, dan bahkan hari ini orang bisa
mendapatkan rumput lagi untuk pertama kalinya (buat kuda dan ternak lainnya).
Disebutkannya bahwa di Karangantu, apa yang tidak dibangun dari batu tidak ada
lagi, bahkan orang hampir tidak menemukan sisa-sisa. Sebanyak 46 mayat
ditemukan di satu tempat. Dua kampung berseberangan, dengan Karang Aantoe sebanyak 80 penduduk juga telah tewas,
hanya lima dari penduduk di situ yang ditemukan hidup.
Si pengirim juga
berceloteh...Tetapi, para pengungsi yang selamat dari Anjer dan Tjeringin
(orang Eropa/Belanda yang selamat) tidak menemukan sedikit pun bantuan dengan
penduduk pribumi. Bahkan minta air pun ditolak untuk pengungsi yang malang itu,
padahal mereka memohon hanya untuk anak-anak mereka yang sekarat. Tentu saja,
ada jauh lebih sedikit makanan. Mereka mengusir orang-orang pengungsi dari satu
kampung ke kampung lainnya, menutup rumah-rumah untuk mereka dan membentak
mereka, dengan kata-kata: ‘Itulah hukuman atas apa yang Anda lakukan pada orang
Aceh!’ Seseorang yang telah lemah kakinya menawarkan 30 gulden jika dia ingin mendapatkannya.
Tapi tidak, tidak ada bantuan. Dan untuk para dermawan yang tidak mengalami
musibah sekarang ingin memberikan bantuan! Anda sekarang memiliki perasaan
filantropis! Jika Anda mendengar apa yang dilakukan para pengungsi Eropa/Belanda
yang malang itu, di tengah kegelapan, di bawah hujan batu, tanpa makanan, tanpa
pakaian, selalu dalam ketakutan bahwa akan terjadi lebih banyak lagi, maka hati
ini akan menyusut. Air minum di sumur tidak dapat digunakan selama dua hari
setelah Senin, oleh abu yang jatuh ke dalamnya. Sungai adalah sup abu-abu. Itu
cerita pendek. Apa yang dilaporkan oleh telegram di surat kabar adalah
kebenaran, tetapi tidak lengkap, bahkan lebih buruk. Kegelapan itu, disertai guntur,
pohon-pohon dan ranting-ranting yang rontok dan kemudian hawa dingin, semuanya
bekerja bersama, untuk memberikan perasaan bergidik. Betapa dinginnya disini
ditunjukkan oleh fakta bahwa minyak kelapa telah memadat. Tentu saja ocehan si
pengirim telegram ini bersifat debatable.
Hingga pada hari kelima
ini (31 Agustus 1883) belum ada laporan situasi dan kondisi di Telok Betong.
Berdasarkan informasi dari kapten kapal uap Governeur Generaal Loudon,
Lindemann, orang-orang hanya berasumsi bahwa hanya Residen (Altheer) yang
terbebas karena rumahnya terletak di tempat yang tinggi. Pengamatan dari kapten
Lindaman ini kira-kira mirip dengan pengamatan dari daratan yang telah
diteruskan via telegram ke Padang pada tanggal 28 sore yang dimuat pada Sumatra
courant pada tanggal 30 Agustus. Disebut dari Lahat bahwa Telok Betong telah
habis.
Pertanyaan juga muncul di Batavia
bagaimana dengan Kroe dan Bengkoelen. Orang di Batavia hanya berasumsi di Kroe
kecenderungan selamat, karena kota kecil itu berada agak tinggi di daratan.
Tentang Bengkoelen, sejauah ini tidak ditemukan berita bencana yang dikirimkan
dan diterima di Padang. Hal penyelidikan ke Selat Sunda, dialporkan pemetaan
vulkanik sudah selesai dan kini diinstuksikan untuk membuat peta baru di pulau
(pantai barat Jawa di Selat Sunda. Juga dilaporkan bahwa hari Rabu (hari
ketiga) administrasi militer telah bekerja tanpa hambatan membawa sejumlah
besar jerami Australia, yang tersedia di gudang, dengan kapal uap, untuk dibawa
ke tempat bencana dan diberi pakan ternak. Komandan angkatan laut juga telah
memerintahkan kapal perang ke Selata Sunda, kapal itu telah berangkat pagi ini
untuk menarik bangkai kapal uap Bogor yang karam saat terjadi gelombang, Sejak
kantor telegraf hancur di Anjer, telah mendirikan kantor sementara di Tjilegon,
Selama tidak ada
penjelasan tentang situasi dan kondisi di Lampong selama itu pula orang-orang
berandai-andai. Sementara dari Sumatra, tentang situasi dan kondisi di Lampong
juga hanya terdengar samar-samar: Hanya disebutkan Telok Betong habis, tetapi tanpa
ada pnejelasan dan kejelasan. Seseorang menulis tentang Lampong yang dimuat
pada Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-08-1883.
Di pantai-pantai di distrik Lampong,
tidak kurang dari apa yang terjadi di daerah Banten tentang hal yang tidak
menguntungkan.Telok Betoeng, ibukota, di mana belum lama ini menjadi kediaman
baru (koloni), yang memiliki harta berharga, telah selesai dan yang pada
akhirnya, kemakmuran, seperti yang Anda tahu, benar-benar telah hancur,
sebagian besar kampung penduduk asli terletak di tepian dimana ada sungai besar
yang mengalir ke laut. Kemudahan komunikasi yang ditawarkan oleh sungai-sungai
ini, dengan ketiadaan parasarana sama sekali, setidaknya sampai beberapa tahun,
jalan pedesaan; menamgkap ikan menjadi mata pemcaharian, yang memberi kehidupan
cabang perdagangan penduduk asli, dan kenyamanan lainnya, yang menawarkan
kedekatan air yang mengalir, penduduk lebih memilih untuk menemukan pemukiman
di tepi sungai. Tanah yang terletak di antara sungai biasanya hanyalah hutan
belantara dan hutan yang tidak dapat diakses, dimana pejalan kaki dalam bahaya
menjadi mangsa binatang buas, yang jauh lebih banyak di Sumatera daripada di
wilayah ini (Jawa). Orang-orang berpikir tentang kehancuran yang pasti
menyebabkan laut memasuki sungai. Seperti Bantam, distrik Lampongsohe juga
untuk waktu yang lama akan mengalami kemunduran dan kesengsaraan. Selama
bertahun-tahun yang mengerikan di wilayah ini telah menghela nafas di bawah
administrasi Sultan Banten. Perompak laut selama bertahun-tahun menjadi
kekhawatiran di Banten, ketakutan dan teror bagi penduduk. Setelah negara itu
diberikan kepada pemerintah (Pemerinta Hindia Belanda) dan pemerintah itu
sendiri dimulai pertama sekitar 25 tahun lalu (1858?). Dewan pertama dibawah Residen
Pruijs van den Hoeven. Dari tahun 1870
hingga 1873, daerah-daerah tersebut membuat langkah besar dalam perjalanan
kemajuan, dan meskipun sebagian besar cabang budaya, setidaknya produk yang
ditujukan untuk pasar Eropa, masih dalam awal kelahiran mereka, kemajuan yang
dicapai dalam beberapa tahun terakhir perdagangan, terutama dengan Jawa, khususnya
Batavia, didasarkan pada harapan bahwa Lampong sedang menuju pembangunan, yang sumber daya alam kaya provinsi ini.Semua ilusi
yang dipupuk tentang hal itu kini telah menghilang menjadi abu selama
bertahun-tahun ke depan. Mungkin saja kerusakan yang diakibatkannya tidak
terlalu besar, tetapi kami pikir kami memiliki alasan untuk takut akan yang
terburuk menimpa daerah ini.
Sementara dampak di Bantam
sudah mulain terpetakan dan Lampong masih tanda tanya besar, redaksi Java-bode
yang selama ini hanya berpikir untuk memilih surat telegram yang masuk sebagai
news, meras perlu untuk mulai melakukan analisin/ulasan. Hal itu dikaitkan
dengan belum adanya tindakan yang kongret dari pemerintah pusat (Raad van NI),
sementara pemerintah daerah (Residen seakan dibiarkan mengambil tanggungjawab
sendiri di Banten, sedangkan publik telah mulai menggalang dana bantuan. Bahkan
dari luar negeri (di Singapoera) segera setelah kejadian telah mengalokasikan
ribuan dollar untuk bantuan bencana di Banten. Redaksi, setelah hampir sepekan
mulai menurunkan ulasan.
Ulasan redaksi Java Bode bermuara
pada dua sisi: Pada satu sisi gerak lambat pemerintah mengambil langkah-langkah
masa depan Banten dan di sisi lain menguatnya pertentangan diantara publik (baca:
orang Eropa/Belanda) antara alokasi bantuan yang dikumpulkan dengan situasi kejiawaan
diantara para korban di Banten. Adanya sikap tidak simpatik dari penduduk asli (yang
juga malang) terhadap pengungsi Eropa/Belanda yang malang (yang meminta welas
kasih) menjadi isu panas yang melebar kemana-mana. Penduduk pribumi yang
melihat bencana ini sebagai kutukan yang harus mereka terima karena
Eropa/Belanda telah menghancurkan Atjeh. Isu panas ini telah mempertentamgkan
agama. Publik mulai mempertimbangkan bahwa bantuan hanya bagi pengungsi Eropa/Belanda.
Pribumi tak pantas menerimanya. Namun menerut redakasi asumsi-asumsi itu hanya
merugikan semua pihak. Sebab pribumi adalah elemen strategis dalam produks
(eksploitasi)i untuk mendatangkan kemakmuran (bagi Eropa/Belanda). Redaksi
menggarisbawahi, pemerintah yang diam hingga ini hari, menjadi faktor penting
melihat bencana yang ditanggung semua pihak dalam konteks masa depan Banten.
Bagi pemerintah, masalah Banten tidak berdiri sendiri: apakah membangun kembali
Bantam atau tetap terus melanjutkan Perang Atjeh.
Sebagaimana diketahui,
krakton dan masjid Atjeh telah dihancurkan militer pada bulan April 1874.
Perlawanan penduduk Atjeh, demikian juga perlawanan Sisingamangaradja dan
pengikutnya hingga saat ini adalah perrjuangan pemerintah yang belum selesai.
PR pemerintah semakin bertambah dengan munculnya bencana Krakatau yang tidak
terduga ini. Dalam konteks inilah, ketika bencana Krakatau di Banten hanya
ditangani sendiri oleh pemerintah daerah (Residen), pemerintah pusat (Gubernur
Jenderal dan Raad van NI) masih diam seribu bahasa.
Berita Hari Keenam, Sabtu 01-09-1883:
Kapal Gouverneur Generaal Loudon Tidak Menemukan Orang di Pantai Telok Betong
Berita Telok Betong dan
situasi dan kondisi di Telok Lampong mulai muncul ini sehubungan dengan
pelayaran kapal uap Graaf van Bijlandt. Bataviaasch handelsblad, 01-09-1883
melaporkan bahwa hari ini telah tiba di Kroe dan bertemu dengan kapal uap GG
Loudon. Di Telok Betong tidak menemukan orang.
Kapal uap Graaf van Bijlandt yang
disebutkan akan berangkat dari Batavia 29 Agustus ke Atjeh melalui Telok
Betong, Padang dan lainnya (lihat Sumatra courant, 29-08-1883) telah berangkat.
Kapal uap Graaf van
Bijlandt melaporkan bahwa di Vlakkenhoek, menemukan tumpukan batu apung, yang
berukuran hingga empat kaki atau satu setengah hasta di bawah permukaan laut. Kapal
yang melaluinya tergesek batu apung dan kondensor klorinnya tidak berfungsi. Di
Teluk Lampong, Graaf van Bijlandt menemukan kapal tongkang ‘Kedirie’ yang terperangkap
dan telah berusaha sia-sia untuk mendekati pantai dan menyerahkan paket pos itu
kepada G v. Bijlandt. Mercusuar pada bangunan di Vlakken masih berdiri, tetapi ketika
Bijlandt melewatinya pada malam hari, ia tidak melihat cahaya menyala, sehingga
menara harus dianggap tidak berfungsi.
Direksi Bat, Havenwerker melaporkan
bahwa pada tanggal 30 pagi kapal tongkang ‘Kedirie’ berangkat ke Telok Betong, inspektur
telegraf Epple dan dengan peralatan telegraf dengan beberapa orang dari
perdagangan (Kotting dan Weber). Sore hari kapal tongkang dengan kapaten Lourens
berangkat ke Selat Sunda yang terdiri dari pelaut angkatan laut. Mereka ke laut
Boelen untuk menyelamatkan orang-orang yang karam dan memperingatkan kapal.
Pada tanggal 31 Agustus dini hari kapal tongkang ‘Tagal’ dengan insinyur
Nieuwenhuijs pergi ke Merak untuk menyelamatkan apa yang dibutuhkan dan untuk
membantu dimana diperlukan. Banyak persediaan beras dan obat-obatan dibawa. Tim
kuli besar akan bergabung, untuk bekerja di Merak. Kapal ini juga akan menyeret
4 prauw pakan ternak ke Karang Antoe. Pada tanggal 1 September pagi-pagi sekali
kapal tongkang ‘Surabaya’ dengan peralatan laut ke Selat Sunda untuk melayani
angkatan laut. Kapal itu sarat dengan batu bara, anggur dan air untuk menarik kapal uap Bogor. Pada tanggal 1 September kapal
tongkang ‘Pekalongan’ akan berangkat bersama inspektur Drooge ke Selat Sunda
sore ini untuk melayani penerangan pantai.
Lebih lanjut kapal uap Graaf
van Bijlandt menyebutkan bahwa Teluk Lampong, di sepanjang Varkenshoek dan
utara pulau Dwart ke St., Nikolaaspunt masih dapat dilayari seperti dulu. Di Telok
Betong Bijlandt belum bisa mendapatkan orang. Karena kedatangan terlambat
sebagai akibat dari situasi di Selat Sunda. Salinan laporan kapten Bijlandt dan
kapal tongkang telah dikomunikasikanoleh
perusahaan pelayaran NI kepada Komandan Pasukan Angkatan Laut, sementara pada
saat yang sama komunikasi telegrafik dilakukan kepada kepala pekerjaan
pelabuhan, untuk memungkinkan mereka mengambil tindakan yang mereka anggap
perlu. Oleh karena komunitas yang hancur di Telok Betong, barang-barang yang
ditujukan untuk tempat itu dibawa kembali ke sini oleh Bijlaudt.
Laporan-laporan bencana di Lebak
selatan mulau berdatangan. Demikian juga dari Karawang. Laporan juga datang dari
Tjilatjap dan (pulau) Nusakabangan. Laporan dari Pelabuhan Ratoe beberapa
sebelum ini sudah muncul.
Laporan lain Bapak K. pejabat
di Landberg & Zoon, yang datang pertama dengan kapal tongkang di Telok
Betong, telah menerima dari kapal Bijlandt di Straat Sunda, dan laporan
berikut, dibuat dengan terburu-buru, tertanggal 31 Agustus, memberitahukan
sebagai berikut.
Kemarin (30 Agustus) di
Nicolaaspunt; dari waktu ke waktu batu apung persisten, puing-puing dan mayat. Pukul 6 mesin bermasalah, injeksi dan dobkey diblokir
oleh rintangan di bawah kapal, karena tidak ada jangkar di Varkenshoek; 80 depa
kedalaman aliran dan musim dingin yang menguntungkan. Pada pukul 10, kapal
berhasil dan berlabuh dalam angin melewati Pigshoek, disana mengalir deras batu
apung atau abu kolosal dari Teluk Lampong, yang memberi kami harapan bahwa
teluk itu akan bersihdilepaskan. Sebelumnya pada pukul 8.30 dibersihkan oleh
penyelam untuk jangkar dan pipa injeksi. Kami sepakat. Untungnya 2 penyelam
tidak ada di kapal, kami mengapung. Pukual setengah sepuluh dengan kecepatan di
depan dengan prospek berada di Telok-Betong hingga pukul 2, tapi sayangnya
setelah setengah jam mengepul sebuah bank muncul, sejauh mata memandang.
Perlahan-lahan mengepul sampai ternyata bank itu bukan permukaan batu apung
yang besar, mesin untuk berhenti mengukus setelah 10 menit ketika kami
menemukan permukaan batu di sekitar kami di mana mesin tidak bisa bekerja, jadi
berhenti dengan jangkar. Waktu hilang. Sama sekali tidak mencapai Telok Betong;
akan lebih baik mencoba melakukan ini di darat. Ketebalan batu apung dua
setengah kaki; tidak ada pertanyaan tentang bahaya.
Sementara itu, seperti
dilaporkan Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 01-09-1883 bahwa kapal
uap Gouverneur Generaal Loudon telah tiba di Padang kemarin (tanggal 31
Agustus). Disebutkan kapal dengan kapten kapal Lindamann akan ke Atjeh besok
pukul 8 melalui Asalabou (Meulaboh). Surat kabar ini juga melaporkan bahwa
kemarin (tanggal 31 Agustus) seorang penumpang GG Lodon dari Bengkoelen melaporkan
setelah membaca surat kabar yang dibawa kapal GG Loudon tentang apa yang
dialami oleh kapal tersebut pada hari bencana di Telok Betong. Oleh karena
kapal itu sudah tiba di Padang dan telah mendapat surat kabar serupa lalu
memuatnya.
Pada saat gelombang besar 27 Agustus
kapal ini berada di telok Telok Betung dan pada besoknya (tanggal 28 pukul 6.50
malam) berlabuh di Pulau Pandjang, Banten. Tidak diketahui apakah kapal ini ke
Tandjong Priok. Besar dugaan kapal uap Gouverneur Generaal Loudon tidak ke Tandjong
Priok tetapi langsung balik arah ke Sumatra dan pada tanggal 31 Agustus tiba di
Padang. Pada saat tiba kapal uap Graaf van Bijlandt di Kroe, masih sempat
bertemu dengan kapal GG Loudon.
Kedatangan kapal GG
Loudon di Padang yang juga membawa surat-surat kabar telah membuat jelas di
Sumatra. Pemberitaan melalui telegraf dari Padang ke Palembang dan Sibolga
telah membuat lebih jelas apa yang terjadi dengan letusan beberapa hari yang
lalu. Namun bagaimana situasi dan kondisi di Lampong belum banyak kejelasan.
Sebagaimana di Batavia di Jawa yang tetap bertanya-tanya, juga idem dito di
Sumatra.
Pemberitaan Sumatra courant selain
sumber dari GG Loudon tentang Krakatau juga berita-berita tentang Perang Batak
yang dipimpin oleh Sisingamangaradja. Disebutkan bahwa Bakkara, pusat
Sisingamangaradja telah direbut militer dan Sisingamangaradja tetap tidak
menyerah dan terus bergerak melakukan penyerangan. Beberapa kampung yang diduduki
oleh militer telah diminta militer harus bayar denda atau hanti rugi. Boleh
jadi ini untuk membayar peluru dan granat ynag digunakan.
Berita Hari Ketujuh, Minggu 02-09-1883:
Laporan dari Telok Betong Hancur
Surat kabar Bataviaasch
handelsblad tidak seperti sebelumnya, pada hari Minggu adalah libur, tapi kali
ini surat kabar Bataviaasch handelsblad edisi Minggu 02-09-1883 terbit dengan
subjudul Extra Nummer Bataviaasch
handelsblad. Pada kolom headline tercetak Telok Betong. Biasanya halaman depan
dan beberapa halaman berikutnya adalah halaman iklan. Namun kali ini dengan
berita sangat ringkas. Hanya satu halaman saja dengan headline Telok Betong.
Isi beritanya sebagai berikut:
Bataviaasch handelsblad edisi Minggu 02-09-1883 |
Surat kabar yang terbit
di Batavia, Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, tidak terbit tanggal 2 September. Hanya Bataviaasch
handelsblad satu-satunya yang terbit dengan ekstra nummer. Disinilah keutamaan Bataviaasch
handelsblad dalam hal ini.
Berita Hari Kedelapan, Senin
03-09-1883: Controleur Lampung. Beyerinck di Telok Betong Melihat Sendiri
Gunung Krakatau Meletus, oleh Bara Api yang Terlempar, Rumah Mereka Terbakar,
Istrinya Luka Bakar Parah
Berita letusan gunung
Krakatau dan dampak yang ditimbulkannya hingga hari kedelapan setelah kejadian
belum selesai. Selain situasi dan kondisi di Lampong, khususnya di Telok Betong
belum rinci, kisah-kisah yang terjadi mulai terbuka. Gambaran peristiwa yang
mewakili situasi dan kondisi yang terjadi pada tanggal 26 dan 27 Agustus,
seseorang telah menulis dan dimuat oleh Bataviaasch handelsblad, 03-09-1883. Si
Penulis menulis setelah sembuh di rumah sakit. Berikut kisahnya yang diberi redaksi
dengan judul Kisah Seseorang Selamat di Anjer:
Langit agak gelap di sore hari (26
Agustus 1883) dan air laut terlihat lebih tinggi dari biasanya. Angin datang agak
keras, sehingga perahu saya terdorong cepat di pantai. Suara bergemuruh dan
menggelegar di kejauhan, dan dari waktu ke waktu orang-orang mendengar suara
yang sangat keras, seperti ledakan Krakatau sebelumnya. Seperti biasa, orang di
Anjer istirahat malam itu, beberapa penduduk memiliki perasaan bahaya yang
nyata, tidak ada yang bisa menjelaskan, Angin yang sedikit kencang, laut yang
agak tinggi dan ledakan dahsyat di kejauhan, sampai bencana besar itu mengancam
kami.
Seperti biasa, masih pagi-pagi
sekali dan ketika saya keluar tampak baik-baik saja. Saya pergi untuk melihat
perahu saya di pantai dan menemukan salah satu dari mereka lepas, saya
memutuskan untuk membuat ikatan yang lebih kuat lagi. Dalam perjalanan pulang,
sekitar pukul 6 pada waktu itu, pria tua dan pria muda yang tengah berada di
depan tempat tinggalnya, serta kapten yang dikenal di Anjer, dengan siapa saya
memulai percakapan biasa tentang itu, tetapi banyak yang acuh tak acuh. Setelah
beberapa menit, saya mendengar teriakan di satu baris ke arah pantai: ‘bandjir
datang!’ Dan, saya berbalik, saya melihat di kejauhan sebuah massa air besar tinggi
yang di langit tampak hitam, pada pandangan pertama, bahwa dengan kehancuran
yang menakutkan dan suara petir.
Pada saat berikutnya air telah
mengangkat saya dan membanjiri saya dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga
saya terhempas bersama air, dan membuat beberapa puing di atas kepala saya. Antara
udara dan air dengan rasa takut. Badan saya diliputi kulit hitam, segera
dibanjiri dengan semua jenis benda, untungnya aku mempertahankan diri dan aku
segera yakin bahwa, aku sudah di dalam, Saya bersyukur dan tidak berharap lagi
terjadi. Di sana saya terangkat oleh banjir di saat yang tidak dapat diceritakan.
Aku bisa bernapas, ketika kepalaku naik ke atas. Di permukaan banjir tampak dibawa-bawa
seperti pohon palem, dan benda-benda yang beragam, termasuk banyak barang rumah
tangga, melaju melewati saya dengan kecepatan yang menakutkan. Saya didorong oleh
air, saya coba tangkap pohon, tetapi arus terlalu kuat untuk saya. Di momen
berikutnya dengan pohon lain aku dapat berpegang lebih aman. Saya memegang dan
berpegangan pada batang pohon, tetapi membuat diri gemetar ketakutan di dalam
air, tetapi saya berpikir pegangan di pohon itu bisa menjadi sarana keselamatan
saya. Sebagus yang saya bisa, saya naik di batang pohon beberapa kaki, tetapi
banjir sepertinya masih naik, kaki saya masih tergantung di air. Pada satu
titik, ke arah yang sama dimana batang pohon saya berada di atasnya, atap besar
sebuah rumah yang terbuat bambu mendorong dan bertabrakan dengan pohon itu,
menghantam kaki saya sehingga saya menjerit kesakitan. Menyadari saya dimana-mana
terancam oleh kematian, dan tidak dimana pun, bahkan di tempat dimana saya
menemukan diri saya, menemukan keselamatan, pikiran itu datang kepada saya
sejenak untuk melepaskan saya dari mati. Aku merasa nyeri dan merasakan kakiku,
terjepit di antara pohon dan atap, pecah. Berapa lama saya menghabiskan dalam
kondisi itu tidak diketahui oleh saya; untuk menebak hanya beberapa menit,
tetapi beberapa menit itu dalam penderitaan seakan menjadi berjam-jam.
Tiba-tiba saya merasa lega; karena perubahan arah arus, oleh pusaran air atau
apa pun, tetapi atap bambu oleh gelombang bergeser dan melepaskan kaki saya
dari ketukan yang mengerikan. Saya masih memiliki kekuatan dan kesadaran untuk
mendaki beberapa kaki lebih tinggi agar tidak terjebak untuk kedua kalinya dan
untuk merebut setiap kesempatan keselamatan yang ditawarkan kepada saya dalam
kondisi saya.
Saya melihat-lihat sekitar dari
pohon. Itu terlihat mengerikan; tempat bangunan Carnation berdiri, aku tidak
melihat apa-apa selain banjir yang menderu dan liar, yang darinya hanya
beberapa semacam tanduk dan puncak-puncak atap yang nimbul di sana-sini. Di
sekelilingku berdiri lelaki tua de Jong yang disebutkan di atas, yang telah
membawa tetangga itu bersama istrinya di atap datar rumahnya, yang belum
terendam banjir. Kedua orang tua itu sama menderitanya seperti aku, dan mereka
berlari di sepanjang sisi atap, mungkin menghitung detik yang memisahkan mereka
dari kematian. Mereka berdua satu-satunya makhluk hidup yang muncul di mataku. Namun,
pada saat tertentu, air turun dengan sangat cepat dan kembali ke laut lagi.
Saya melihat bahwa air melarikan diri di bawah kaki saya, dan segera saya
perhatikan bahwa saya dapat dengan aman meluncur dari posisi tinggi saya untuk
mencari tempat pelarian yang aman.
Dan begitulah yang saya lakukan. Aku
berdiri lagi di atas ketinggian, tetapi, Tuhan, sungguh pemandangan yang muncul
dari pandangan setengah linglungku! Itu adalah adegan kebingungan terbesar yang
tidak bisa digambarkan oleh pena. Massa yang menumpuk dari perabotan yang
rusak, balok, potongan kayu, tanduk, bejana yang pecah, tubuh manusia,
dimana-mana membentuk harapan yang bingung dan liar. Saya merangkak dengan
tangan dan kaki di atas banyak benda yang berserakan, diantaranya saya bertemu
disini dengan mayat yang terselip di antara perabotan dan akhirnya saya
beruntung menemukan diri saya di bagian yang lebih tinggi dari tempat dekat
kamp Cina. Seorang Tionghoa yang meratap dan meremas-remas berdiri di depan
warongnya, saya meminta untuk segelas air, tetapi lelaki itu, tetapi bergegas
masuk dan menyerahkan saya air dan sejumlah kue yang cukup. Aku hampir pingsan,
meletakkan botol itu di bibirku dan minum yang menguatkan badan kembali.
Sementara itu, saya melihat dari
satu tempat ke tempat lain, ketika dimana saya sekali melihat pada psosi berada
di tempat saya tinggal; rumah saya sudah hanyut, tentu saja dengan semua yang
menjadi milik saya. Aku sangat kekurangan pakaian, makanan, uang, singkatnya
segalanya, lebih buruk dari yang termiskin, karena setidaknya tidak ada yang
tersisa bagiku selain yang buruk yang kupakai dan celana panjangnya, yang
hampir tidak bisa menutupi kakiku yang terluka. Namun di Anyer ini memberi saya harapan lebih, dan
ketika saya menganggap diri saya satu-satunya yang diselamatkan dari bencana,
yang telah memusnahkan seluruh tempat, saya memutuskan untuk meninggalkan
ruangan itu sesegera mungkin dan jika mungkin bergegas ke Serang untuk melapor
ke sana tentang yang terjadi. Di kuburan saya melihat pasangan de Jong yang
sudah disebutkan yang istrinya menghilang dengan gelombang pasang kedua.
Abu mengerikan mulai turun; Begitu
cepat sehingga kaki saya yang terluka memungkinkan saya untuk berjalan melakukannya,
saya menyeberang sepuluh rintangan bertebaran dan saya akan melewati beberapa paal
pada perhitungan saya, ketika saya melihat kereta pos mengarah ke Serang, yang
kudanya ampak berusaha keras. untuk bekerja melalui lapisan abu yang sedikit
yang menutupi permukaan tanah dimana-mana. Hewan itu nyaris tidak bisa berjalan
dengan langkah cepat dan dengan sangat mudah aku bisa mengimbangi kendaraan
itu, yang bagaimanapun, tidak terlihat tempat yang dapat untuk tempat
berlindung semua abu yang penuh. Bagaimana saya dapat memeiliki kekuatan untuk
meenempuh jarak antara Anjer dan Serang, tanpa menyerah dan tidak keletihan di
sepanjang jalan, tidak dapat dipahami oleh saya; Tentu saja kekuatan yang lebih
tinggi telah mendukung saya, dan keinginan untuk menyelamatkan kehidupan selalu
menguatkan saya ketika mengancam akan menjatuhkan saya. Pada sore hari yang
sama, hari Senin (27 Agustus) yang malang itu, saya tiba di Serang dan lalu dibawa
ke rumah Pak Metman disana. Pakaian saya tampak bagai seorang bodoh dan di
kepala saya serta di beberapa bagian tubuh saya yang lain ada beberapa inci
lapisan abu yang tebal. Ketika saya menceritakan takdir, ketika di Anjer menghatam
saya, beberapa pengobatan dilakukan ke saya di depan rumah Tuan M., dan setelah
kelelahan yang kami alami, saya siap untuk istirahat yang sangat diperlukan.
Dokter membawa saya segera ke rumah sakit untuk menyembuhkan luka kaki saya.
Sekarang, setelah dipulihkan
kembali, adalah keinginan saya untuk mengucapkan terima kasih yang tulus kepada
dokter di Serang, tuan van der Meij atas
upaya besar yang telah ia lakukan untuk pemulihan saya dan lebih dari perhatian
penuh kasih yang dengan teman temannya, dan juga direktur rumah sakit, sersan-mayor
Veltman, telah menangani saya, itu membuat hati baik dalam kebutuhan yang
paling putus asa dan setelah menanggung begitu banyak bahaya dan banyak orang
dalam perjalanan untuk bertemu, yang bersaing dalam pengorbanan dan untuk
merekonsiliasi korban kecelakaan dengan kehidupan, untuk menghiburnya dalam
keadaan sepi dan, dengan memberikan manfaat materi dan untuk meringankan
kesedihannya, untuk mendorong dan membangkitkan nasib sulit lagi melawan
langkah-langkahnya. Orang-orang seperti mereka itu tidak selalu ditemukan,
karena itu terima kasih yang saya pulih dengan senang.
Jumat lalu (31/8) saya sembuh dari
rumah sakit dan hari berikutnya (Sabtu 1/9) saya dibawa ke Karang Antoe dengan
mobil keliling, untuk berlayar ke Batavia di atas kapal Ophir. Sebelum kami
berangkat, kami masih bisa berbagi dalam amal komite-komite, yang presidennya
memberikan dukungan moneter kepada yang diselamatkan di hadapan Residen. Dukungan
itu diperkirakan sebesar f90 per orang untuk pria, untuk wanita di f60 -f65. Seorang
janda seorang pejabat yang kehilangan suaminya di Anjer bersama dua anaknya
menerima jumlah pertama, tetapi semua orang mendapatkan sesuatu. Adalah harapan
saya lebih jauh untuk berkompromi dengan badan amal komite, atau rencana untuk
ingin memohon kepada para bangsawan untuk dukungan lebih lanjut dari yang tidak
beruntung, tetapi bagi saya kelihatannya keuangan yang diberikan tidak memadai,
bahkan tidak memadai kebutuhan pertama, terutama bagi para wanita. Apa manfaat
dari beberapa gulden baginya, yang, karena kehilangan segalanya, harus segera
mulai mencari akomodasi untuk mencari uang? Memang benar, yang paling cepat
membantu, paling membantu, tetapi diperbolehkan bagi saya untuk
merekomendasikan pembangunan kembali Carnation yang diselamatkan dalam amal
semua teman manusia untuk selanjutnya. Terlalu banyak yang hilang untuk
pembayaran bantuan sebagian sudah cukup; bantuan haruslah kuat dan luas, jika
hanya sedikit usaha untuk mencoba meringankan kesan menyakitkan dari
penderitaan yang diderita.
Namun, bukan untuk saya, saya
menulis, dan saya hanya meminta pembaca Anda untuk memperhitungkan bahwa saya
tidak menarik bagi badan amal umum. Saya masih tidak memiliki harapan, bahkan
sebagai individu pribadi; Saya sudah tua dan akan bisa memenangkan roti saya
untuk kehidupan yang saya tinggalkan dapat dipulihkan. Tetapi orang-orang yang
diselamatkan, sejauh jumlah mereka diketahui saat ini, masih dapat ditolong
oleh sesuatu selain dari penerimaan hanya beberapa lusin bantuan, dan harapan
saya tulus bahwa para pria yang membebani diri mereka dengan pekerjaan amal itu
belajarlah untuk memahami sesegera mungkin.
Batavia, 3 September 1883
V
Catatan tambahan dari Redactie bahwa penulis di atas adalah seorang pemilik ttansportasi untuk
Selat Sunda di Anjer, telah datang secara langsung menemui kami. Dia mengenakan
pakaian pinjaman, memiliki kamisol dari warga Serang, celana panjang dari
kapten kapal, mantel tuan rumah dan sepasang sandal dari rumah sakit di Serang.
Dia sudah dijamin akomodasi dan kebutuhan makanannya; tetapi kami ingin memohon
kepada orang yang serba kekurangan itu atas belas kasihan semua orang yang
menerima kisahnya dan meminta bantuan mereka untuk memperoleh beberapa set
pakaian yang dengan senang hati akan kami terima untuk orang yang malang itu agar
mereka untuk dapat mencari nafkah sesegera mungkin untuk mendapatkan nafkah,
yang di sini di Batavia atau di tempat lain dalam profesinya memang memiliki peluang.
Karena itu kami berkomitmen untuk setiap kontribusi dan akan senang untuk
berkomunikasi.
Sementara itu Bataviaasch
handelsblad, 03-09-1883 kembali memuat berita singkat satu halaman pada edisi
hari Minggu tanggal 2 September 1883. Tulisan yang dimuat kemarin itu menjadi
bagian kepala berita (selanjutnya).
Sebagai tindak lanjut dari berita di
atas, kita mengetahui bahwa tuan-tuan yang berangkat ke Telok Betong dengan tongkang
pasti tidak berhasil mencapai tempat itu. Kapal tidak melanjutkan lebih jauh,
meskipun ada upaya yang dilakukan, sebab mengambang oleh massa batu apung yang
mengambang dan terakumulasi di dekat pantai. Karena itu mereka menelusuri
sepanjang pantai timur Teluk Lampong, untuk melihat apakah ada sesuatu yang
bisa diselamatkan. Mereka telah berhasil dalam hal ini dengan menemukan
keluarga Controleur, yang telah diperkenalkan dalam kondisi ini.
Tentang keluarga (Controleur) ini,
kita diberitahu bahwa dia ada di rumah pada tanggal 27 Agustus, di hadapan
Krakatau, dan tiba-tiba melihat dari pantai aksi vulkanik yang sangat besar.
Controleur melihat nyala api dan abu, naik dari tanah. Nyala api keluar dari
tanah di bawah rumah dan membakarnya segera rumah, sehingga Controleur maupun istrinya
membuat luka bakar yang parah. Mereka awalnya diangkut dari Boom (pelabuhan) ke
rumah sakit di sini (Batavia). Mengenai kehidupan istri Controleur, orang masih
ragu apakah bisa bertahan; dia adalah yang paling terluka dan menderita rasa
sakit yang tak tertahankan.
Tidak jauh Telok Betong, dari Katimbang
juga terjadi ketakutan, seorang petugas Kalie Auda juga merasakan pada
kesempatan yang sama dan juga terbakar parah. Selain itu, beberapa penduduk
asli, juga kondisi yang menyedihkan dibuat. Atas permintaan Controleur, kapal
tongkang ‘Kediri’ menyediakan beras untuk mereka yang sok yang kelaparan dari
populasi. Di Kali Anda, pesan dibuat oleh penduduk asli, bahwa hanya penduduk
seluruh populasi Eropa Telok Betong yang diselamatkan.
Bataviaasch handelsblad,
03-09-1883 redaksi juga menurunkan tinjauan sebagai berikut: Sungguh
menyedihkan untuk dicatat kemarin bahwa pada saat kedatangan orang diselamatkan
di Anjer tidak ada seorang pun terlihat di pelabuhan, baik karena ingin memberi
selamat kepada mereka yang kurang beruntung dengan keselamatan mereka, dan bagi
mereka yang kehilangan segalanya, dan untuk alasan itu kita mengumpulkan uang
untuk memberi bantuan. Mereka telah diberitahu tentang kemungkinan kedatangan
Ophir, dan itu akan membuat kesan yang baik jika komisi itu menemui mereka,
Bagaimanapun, seseorang akan menikmati kepuasan bantuan langsung dan memadai. Tapi
tidak ada jejak bantuan seperti itu! Tidak ada yang menunggu, tidak ada yang
mengeluh, mendorong atau menghibur dan tidak ada dari mereka yang peduli dalam
kemalangan dan kehilangan mereka, orang-orang diselamatkan kemarin untuk
menemukan tempat tinggal di sana-sini, begitu baik, tanpa perlu dan bahkan
dengan pakaian pinjaman. Sungguh menyedihkan untuk disebutkan dan kesan pertama
orang-orang malang pada kedatangan mereka yang aman di ibukota tidak akan
terlalu menarik. Ngomong-ngomong, mempraktekkan amal juga termasuk dalam
kebijaksanaan.
Hingga hari kedelapan ini, belum ada
yang menangani penguburan orang-orang yang mati di Anjer. Bau busuk sudah
sangat menyebar. Sangat dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit. Orang mungkin bertanya mengapa satu batalion belum
dikirim ke Bantam, tidak hanya untuk pelestarian dan perbaikan, tetapi juga
untuk pemenuhan penguburan orang mati, jika ditunda dapat mengancam kesehatan
seluruh Jawa hingga tingkat tertinggi. Dilaporkan bahwa hari ini, sebuah
tongkang dari Bat, Havenwerker telah dikirim dengan tujuan ke Telok Betong.
Menurut laporan asisten Gouvernuer Generaal, Koster telah dikirim dengan kapal
ini untuk mengumpulkan bersama Residen Telok Betong jika memungkinkan. Dalam ekspedisi
itu (?) telah ditambahkan Dr. Vorderman
dan tim 10 petugas medis. Mereka dipersenjatai dengan pistol. Berita lainnya
bahwa kapal yang tiba di sini dari Selat Sunda kemarin mengabarkan di jalan
sempit yang masih dipenuhi tumpukan dalam jumlah yang begitu besar, untuk
sesaat kecepatan kapal Jerman terhalang oleh tanah di bawah laut.
Berita dari Serang,
Komisi darurat untuk bencana 27 Agustus, melaporkan ribuan penduduk yang selamat
dan malang di Banten telah mengungsi ke pedalaman. Karena itu, ratusan ribu gulden
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan, melalui penyediaan sarana
untuk pembangunan rumah dan pembelian pakaian dan peralatan, membantu penduduk
untuk kembali berusaha. Dalam kebutuhan sementara orang Eropa hanya sedikit
jumlahnya, dari bantuan yang sudah dikirim paling tidak cukup. Banyak orang orang
timur asing terkena bencana ini. Pemetaan dan penghitungan masih berlangsung.
Semangat penduduk terhadap
Pemerintahan dan orang Eropa, menurut Residen, sepenuhnya memuaskan; tidak ada
keluhan yang diterima. Pernyataan yang dibuat oleh beberapa penduduk pribumi,
bahkan dalam ancaman yang mengancam jiwa. salah atau dibesar-besarkan. Sebagian
besar sumur penuh abu, akibatnya kekurangan air minum sementara. Residen
meminta dia untuk membuat sepuluh ribu gulden lagi sesegera mungkin permintaan
itu dibuat. Sementara atas permintaan Residen Batavia, sejumlah dua ribu gulden
diajukan.
Bataviaasch handelsblad,
03-09-1883 juga memuat sebuah surat yang
dikirim dari Palembang: Selepas tengah malam semua orang sudah tidur. Fenomena
alam disini sangat mencekam dan menakutkan. Tidak tahu dimana terdengar semacam
tembakan meriam, pada jarak yang tidak jauh. Perabotan kaca, lampu, semuanya bergerak
dan gempa seperti yang kadang dirasakan ketika badai ada di sana-sini. Ketika di
mana guncangan datang dari selatan tidak akan mengejutkan saya jika Krakatau yang
menjad sumber letusan. Pada esoknya dari
pukul 12 dan seterusnya harus memasang lampu. Pada pukul 11,30 sebelumnya saya
melihat fenomena udara yang bagus dari tenggara Saya bisa menggambarkan ini
lebih baik daripada kipas atau burung merak 'warna keperakan terhadap langit
abu-abu, seperti yang terlihat di langit-langit atau juga sebuah topan di Teluk
Benggala. Setelah seperempat jam, fenomena menghilang, auman di kejauhan
berakhir, dan kemudian arus hujan abu yang begitu menenggelamkan udara di
mana-mana, menjadi gelap, lalu lampu dinyalakan.
Bataviaasch handelsblad, 03-09-1883
menambah halaman baru untuk menampung dan memuat berita terakhir yang diterima
dari Residen Banten, sebagai berikut: Secara umum tidak ada yang terdengar
tentang suasana hati penduduk pribumi di wilayah ini terhadap pemerintah
[Pesan-pesan yang kami dengar, menyebutkan semangat buruk penduduk pribumi di
depan orang-orang Indo Eropa, bukan dari pemerintah. Kami telah mengkonfirmasi pesan
itu berdasarkan informasi yang lebih lanjut diperolah].
Memang benar bahwa di sana-sini
sulit untuk mendapatkan sebanyak mungkin pekerja sukarela seperti dalam keadaan
sulit yang dialami akan diinginkan; tetapi ini berasal dari kenyataan bahwa
setiap orang masih terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, untuk memahami bahwa
kepentingan umum berjalan sebelumnya, setiap orang telah menderita kurang lebih
dan dengan demikian mencoba terlebih dahulu dan terutama untuk memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Subjek di salah satu koran dengan
demikian dikomunikasikan kepada saya oleh orang-orang kepada siapa hal itu
terjadi. Di desa Djakar, dekat Kareo, di distrik Anjer, datang, mereka
menemukan keluarga Loijsen Dillié, beberapa penduduk wilayah itu, dan pengungsi
pribumi dari Anjer bersatu di dekat Misigit. Untuk pergi ke mereka diminta kepada
mereka: ‘Orang poeti tida boleh pegi di mesdjid (kata-kata ini disampaikan
kepada saya oleh pelayan Kamil kepada keluarga Dellié. Untuk memasuki sebuah
rumah, mereka dilarang oleh seorang wanita, sementara seseorang menambahkan
kata-kata yang didengar istri Dilie: “Kasian Njonja orang Atjeh bikin tjelaka
sama kompeni. Selanjutnya, baik keluarga
maupun orang lain tidak ada yang seperti itu, Meskipun dengan sedikit
kesulitan, dibantu dengan apa dia butuhkan, Insinyur pertama dan Controleur Cate,
hampir tanpa ditemani banyak orang dari Carnation tidak melihat apa pun yang
menjadi perhatian. Saya juga menghubungkan kejadian di desa Djakar dengan
dorongan spontan perasaan religius yang ditimbulkan oleh rasa takut dan tanpa
ada perasaan buruk atau permusuhan yang disuarakan. Semangat umum baik dan
tidak mengilhami saya dengan kecemasan sedikit pun.
Menurut laporan yang diterima dari
Gubernur Pantai Barat Sumatra dan dari Residen Benkoelen, Palembang dan Banka, dari
tanggal 27, 28, 29 dan 30 Agustus, gelombang dan getaran udara juga diamati di
wilayah tersebut. Namun di Bankoelen, gempa itu terasa tanpa menyebabkan
kerusakan. Kantor Residensi, pemukiman Eropa dan rumah guru di dekatnya, serta
penjara baru di Palembang, rusak berat. Penduduk Krawang mengirim telegram tanggal
1 (September): Di sepanjang pantai wilayah-wilayah Pamanukan dalam gempa kecelakaan
terjadi. Menurut beberapa pesan yang diterima oleh Komandan Angkatan Laut,
mercusuar di point-1 Jawa dan Vlakkenhock. Mercusuar Vlakkenhoek tidak mungkin
menyalakan cahaya. Selanjutnya, sebuah telegram dari Residen Bantam, dd. 2, sebagai
berikut: Bienoewangan (Pantai Selatan) terganggu oleh gelombang pasang. Semua perahu
sebanyak 14 telah dibawa oleh laut. Bukan untuk menyesali kehidupan orang;
hanya 10 orang dari desa di Poeloe Dcli, masih belum diketahui. Pada peninjauan
Jumat dan Sabtu pada pukul 3.0 dan 4.30 (kejutan gempa terasa di Menes, dan
pesan dari Direktur Pekerjaan Umum melaporkan: Inspektur Pos dan daerah Layanan
Telegraf Anjer menyelidiki jejak kabel, ditemukan ujung tanah dalam kondisi
yang relatif baik, terpapar di banyak tempat. Di tempat di mana rumah kabel
berdiri, kabel ditemukan. Pada terumbu di lautan, massa kabel yang saling
menembus mungkin terlihat dari lembah kabel. Fondamenten telegraafkantoor masih
ada. Diselidiki tetapi tidak menemukan apa pun. Ketika mayat ditemukan, kuli
menolak penyelidikan lebih lanjut. Kapal di Selat Sunda untuk melakukan. Tidak
ada yang ditemukan. Di sepanjang pantai mencari tanpa hasil. Residen meminta
agar patroli dilakukan pada wilayah ini jika memungkinkan, karena banyak orang
ditemukan khawatir terjadi perampokan.
Berita Hari Kesembilan, Selasa 04-09-1883:
Kapal Penjelajah Angkatan Laut di Telok Betong Terdorong Gelombang Laut ke
Darat Satu Setengah Paal
Hingga hari kesembilan
situasi dan kondis di Telok Betong belum begitu jelas. Namun demikian
penjelasan Controleur Katimbang, Beyerinck sudah mulai menunjukkan informasi
yang lebih banyak tentang Telok Betong. Saat ini, Controelur Ketimbang
Beijerinek, serta keluarganya, yang mendapat luka bakar sudah di Batavia.
Berikut adalah informasi lebih lanjut yang diperoleh dari Controeluer.
Tiga kali ia mengirim pesan ke
Residen (di Telok Betong), tetapi ia tidak pernah menerima balasan. Dia bertemu
dengan penduduk pribumi yang mengatakan bahwa Telok Betong dan kampung-kampung
di sekitarnya hancur total. tetapi Residen di Tandjong Karang aman. Controleur
itu juga mengatakan bahwa 32 kampung hancur di lingkungan Ketimbang. Dia
memperkirakan jumlah orang yang tenggelam 1.000 orang, jumlah yang meninggal
karena abu sebanyak 2.000. Dia merasa bahwa bantuan makanan sangat dibutuhkan.
Dia juga takut akan gangguan kampung-kampung anarkis. Di bagian Ketimbang,
banyak badan manusia tampak tidak terkubur, sementara Radja Bassa juga.
Sebagai hasil dari
komunikasi dari Beijerinck hari ini (04-09-1883)
pelayaran dengan bantuan 700 pikul beras dan garam untuk penduduk yang
menderita. Di atas kapal, letnan angkatan laut dan ajudan Gouverneur Generaal
Koster, Dr. Vorderman, dan sepuluh penjaga dan 20 orang rantai (tahanan) dengan
barang-barang anggur dan alat makan. Lamponger, Hadji Mohamad Saleh yang
terkenal, yang membawa Controleur Beijerinck kesini (Batavia), ikut sebagai pemandu.
Menurut pengumuman selanjutnya dari Controleur tersebut, disposisi penduduk
Lampong tidak semenguntungkan seperti yang dibayangkan pada awalnya. Dia tidak
mendapat bantuan hanya dari satu kepala. Kesulitan terbesar pada rute dari Kali
Anda ke Telok-Betong dan sekitar Teluk Blantong, tempat gelombang pasang
menghancurkan jalan. Jika penjangkauan tidak mungkin, upaya akan dilakukan
untuk menyeberangi laut dan mendarat di suatu tempat antara Teluk Blantong dan
Telok Betong. Panduan Hadje Mohauiat Saleh bisa menjadi layanan hebat dan Anda
memiliki semua harapan bahwa Telok-Itetong akan tercapai, meskipun dengan usaha
keras.
Peta Telok Betong (1883-1885) |
Laporan lain dibertitakan
bahwa Mr. S. dari Anjer sekarang nerada di penampungan di Batavia, sementara istri
dan dua anaknya saat berada di Anjer, kedua anak itu tenggelam, sedangkan Ny.
S. diselamatkan, tetapi dia sangat terluka sehingga dia dirawat di Serang, dimana
kondisinya sedang memburuk sehingga dia meninggal pada Sabtu malam, sehingga Mr.
S. melihat dirinya sendir. Berita lainnya adalah Direktur pos dan telegraaf akan
mengirim Inspektur Layanan Pos dan Telegraf ke Distrik Lampong. Tujuan
perjalanan ini agar sedekat mungkin ke tempat ibukota di Telok Betong untuk
mendirikan kantor telegraf dan untuk menghubungkannya dengan garis naik ke utara,
di mana sambungan telegraf dengan Palembang akan diperoleh komunikasi antara
Telok Betong dan kota-kota di Jawa.
Berita Hari Kesepuluh Rabu 05-09-1883:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar