*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini
JH Wattimena adalah guru pertama dari Ambon yang melanjutkan studi ke Belanda. JH Wattimena lulus sekolah guru dan mendapat akte guru di Amsterdam tahun 1884. Tahun itu juga JH Wattimena kembali ke tanah air. JH Wattimena kemudian ditempatkan menjadi guru di sekolah guru (kweekschool) di Ambon. JH Wattimena dalam hal ini adalah guru kedua dari Hindia Belanda yang menyelesaikan studi guru di Belanda dan kembali ke tanah air.
JH Wattimena adalah guru pertama dari Ambon yang melanjutkan studi ke Belanda. JH Wattimena lulus sekolah guru dan mendapat akte guru di Amsterdam tahun 1884. Tahun itu juga JH Wattimena kembali ke tanah air. JH Wattimena kemudian ditempatkan menjadi guru di sekolah guru (kweekschool) di Ambon. JH Wattimena dalam hal ini adalah guru kedua dari Hindia Belanda yang menyelesaikan studi guru di Belanda dan kembali ke tanah air.
JH Wattimena (belum menemukan foto/lukisan) |
Riwayat JH Wattimena sangat istimewa dalam
Sejarah Ambon. Namun nama JH Wattimena nyaris terlupakan. Padahal JH Wattimena
adalah seorang pionir di Ambon untuk studi ke Belanda. Lantas bagaimana
asal-usul mengapa JH Wattimean studi ke Belanda. Jawaban pertanyaan ini akan sendirinya
menjelaskan bagaimana awal mula pendidikan bagi pribumi di Hindia. Semangat JH
Wattimena ini tentu saja menarik untuk diperhatikan. Sebab kiprah JH Wattimena
dapat dianggap sebagai bagian dari modernisasi pendidikan di Ambon khususnya
dan Maluku umumnya. Untuk itu, mari kita telusuri.
Pendidikan di Maluku
Pendidikan di
Maluku terbilang awal di Hindia Timur. Itu dimulai sejak era Portugis, sekitar
tahun 1565. Orang-orang Portugis mengintroduksi pendidikan di Maluku dengan
menggunakan akasara Latin dalam bahasa Melayu. Pada tahun 1615 VOC/Belanda
melanjutkannya (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 05-11-1870). Pada tahun 1627 di Ambon terdapat 46 buah sekolah,
yang mana bahasa Belanda diajarkan. Saat itu muncul keputusan Gubernur Jenderal
Jan Pieter Zoon Coen bahwa ‘setiap anak yang rajin datang di sekolah akan
diberikan satu pon beras sehari, sebagai konpensasi terhadap orang tua mereka
untuk mengantarkan ke sekolah akibat hilangnya waktu kerja’ (lihat Bataviaasch
handelsblad, 03-12-1879). Namun bagaimana wujudnya dan hasilnya serta bagaimana
pendidikan diselenggarakan tidak dijelaskan hingga munculnya seorang guru muda
yang dikirim oleh misionaris di Belanda. Guru muda tersebut adalah BNJ Roskott.
BNJ Roskott lulus di Stads Instituut, sekolah tiga tahun
di Leerdam, Haarlem dibawah direktur J Voormolen pada tanggal 15 Juni 1831 (Opregte Haarlemsche Courant, 13-07-1830).
Pada tanggal 7 Desember 1834 BNJ Roskott tiba di Batavia dengan kapal De Jonge
Jan dari Rotterdam pada tanggal 28 Juli (Javasche courant, 10-12-1834). Pada
rapat Buitengewone en Algemeene Vergadering van het Nederlandsche
Zendeling-Genootschap tanggal 21 Juli di Rotterdam, Roskott dianggap telah
berhasil mengelola sekolah guru (kweekschool) di Ambon (Algemeen Handelsblad, 24-07-1843).
LJ an Rijn yang pernah berkunjung ke Hindia menyebut sekolah guru di Ambon
cukup memuaskan (Leeuwarder courant, 23-11-1847). Hampir semua guru sekolah di
Ambon adalah lulusan sekolag guru Ambon yang dipimpin oleh Roskott. Pemerintah
mengangkat Roskott sebagai pengawas sekolah di Ambon yang juga mencakup
Haroekoe dan Saparoea (Rotterdamsche courant, 23-07-1853).
Pendidikan di
Maluku sejak era Portugis tampaknya mengalami pasang surut. Antara ada dan
tiada. Antara gunanya pendidikan bagi penduduk dan penduduk yang dieksploitasi
untuk tujuan perdagangan (kepentingan kolonial). Kehadiran BNJ Roskott di Ambon
memang telah mengubah segalanya dan mulai memusat di Ambon. Namun, NBJ Roskott
sebagai bagian dari misi (Nederlandsch Zendeling Genootschap/NZG) pendidikan bagi
pribumi mengalami reduksi (hanya terbatas untuk kepentingan misi). Meski
demikian, kehadiran NBJ Roskott di Ambon telah menaikkan level pendidikan ke
tingkat (tahapan) yang lebih tinggi. Akan tetapi persoalan baru muncul ketika Pemerintah
Hindia Belanda mulai menyelenggarakan pendidikan bagi pribumi di sejumlah
tempat di Hindia Belanda.
Di tempat lain, yang jauh dari Ambon (di luar
misiononaris di Ambon) pemerintah menyelenggarakan pendidikan bagi pribumi
berdasarkan Keputusan Raja, tanggal 30 September 1848. Sebelumnya sudah ada
guru-guru swasta dari Belanda. Guru-guru yang didatangkan pemerintah juga dari Belanda,
selain guru juga termasuk kepala sekolah dan siswa-siswa dari Belanda. Sementara
untuk lebih memperbanyak guru di Soerakarta pada tahun 1851 didirikan sekolah
guru (kweekschool) yang dipimpin oleh Dr. Palmer van den Broek. untu penyelenggaraan sekolah dasar. Jumlah
tenaga yang didatangkan dari Belanda pada tahun 1854 sudah mencapai 102 orang
yang terdiri dari 57 guru dan 16 kepala sekolah plus 29 siswa sekolah guru di
Belanda. Jumlah ini terus meningkat pada tahun 1855 yang mana guru menjadi 60
orang dan kepala sekolah 30 orang (lihat Dagblad van Zuidholland en 's
Gravenhage, 21-11-1856). Ada indikasi dengan meningkatnya jumlah guru, jumlah
siswa Belanda yang diperbantukan dikurangi. Guru-guru dari Belanda ini disebar
di sejumlah tempat termasuk din luar Jawa seperti Kalimantan, Palembang,
Padangsch dan Mandailing en Angkola. Pada tahun 1856 atas saran Buddingh,
Asisten Residen JAW van Ophuijsen di Fort de Kock mendirikan sekolah guru
(kweekschool). Penyelenggaraan sekolah dasar sudah dilakukan sejak 1846 oleh
Residen Steimez di Residentie Padangsch Bovenlanden. Dengan demikian pada tahun
1856 sudah terdapat dua sekolah guru negeri dan satu sekolah guru yang dikelola
misionaris di Ambon (dengan kepala sekolah Roskott).
Pada tahun 1864
sekolah guru misionaris di Ambon harus ditutup (Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1870). Banyak faktor
penyebabnya. Pemerintah berupaya untuk mengambil alih pendidikan pribumi yang selama
ini ditangani oleh misi yang dipimpin NBJ Roskott karena levelnya yang rendah
jika dibandingkan dengan yang diselenggarakan pemerintah (di tempat lain di
luar Ambon). Faktor lainnya, beban yang harus ditanggung misionaris tidak
sepadan dengan yang dibutuhkan, banyaknya guru yang tidak mendapat gaji (sementara
guru-guru pemerintah mendapat gaji) menjadi kurang bersemangat yang pada
gilirannya siswa dan orangtua merasa tidak puas. Tentu saja karena penduduk Residentie
Ambon (Ambon, Haroekoe, Saparoea) juga banyak yang beragama Islam.
Pemerintah dan gereja (misi) dibedakan dan berbeda
tujuan. Pemerintah Hindia Belanda tidak membeda-bedakan apapun bagi penduduk,
termasuk pendidikan. Islam, Kristen dan pagan sama pentingnya bagi pemerintah.
Yang diutamakan pemerintah adalah siapa yang mau membangun jalan dan jembatan
apapun keyakinannya. Perbedaan dua misi ini (Pemerintah vs NZG) telah membuka
perhatian bahwa pendidikan di Ambon tidak berbeda jauh jika dibandingkan dua
ratus tahun sebelumnya. Diskusi dan polemik juga muncul diantara orang-orang
Eropa/Belanda di Hindia Belanda.
Kweekschool Ambon, 1874
Setelah 30 tahun
sekolah guru di Ambon yang dipimpin NBJ Roskott mau tak mau harus ditutup tahun
1864. Persoalannya bukan terletak pada semangat belajar anak-anak di Ambon,
melainkan sistem pendidikan yang diterapkan. Sistem yang diterapkan tidak
sejalan dengan standar minimal pengelolaan pendidikan. Meski sekolah-sekolah di
Ambon sudah lama ada, tetapi kenyataannya, jika tidak ingin dikatakan tidak ada
artinya, tidak dapat diperbandingkan dengan sekolah-sekolah yang belum lama diselenggarakan
pemerintah di beberapa tempat.
Pada tahun 1851 pemerintah tidak hanya mendirikan sekolah
guru (kweekschool) di Soeracarta (yang dipimpin oleh Dr. Palmer van den Broek
juga didirkan sekolah kedokteran di Batavia. Lalusan sekolah dasar pemerintah,
setelah melalui seleksi dapat diterima di sekolah guru Kweekschool Soerocarta
dan sekolah kedokteran di Batavia (kemudian dikenal sebagai Docter Djawa
School). Pada tahun 1854 dua siswa dari Afdeeling Mandailing en Angkola di Residentie
Tapanoeli diterima di Docter Djawa School, padahal baru tahun 1851 sekolah
dasar pemerintah di Mandailing en Angkola didirikan. Dua siswa dari Mandailing
en Angkola yang bernama Si Asta dan Si Angan ini adalah siswa-siswa pertama
yang diterima di Docter Djawa School yang berasal dari luar Jawa. Gambaran ini mengindikasikan
bahwa lulusan sekolah dasar di Ambon tidak memiliki kualifikasi di Docter Djawa
School.
Sejak sekolah guru NBJ
Roskott telah ditutup ternyata tidak otomatis pendidikan langsung diambil alih
pemerintah. Pemerintah tampaknya kebingungan sendiri. Di Residentie Ambon, bukan
satu, dua buah sekolah, tetapi malahan jumlahnya sudah ratusan dan siswanya
ribuan. Meski sudah tersedia infrastruktur dasar (sekolah-sekolah), persoalannya
adalah sarana yang kurang memadai dan kualifikasi (kompetensi) guru yang tidak
sesuai untuk standar pemerintah.
Pada awal penyelenggaraan sekolah guru pemerintah sudah
mulai terbit buku-buku pelajaran. Selain buku pelajaran membaca, pada tahun
1852 terbit buku dalam aksara Jawa. Masih pada tahun ini juga terbit buku
berjudul ‘Kitab Malajoe akan mengadjar permoelaƤn deripada ilmoe hitongan’ dan buku berjudul ‘Kitab akan mengadjar permoelaƤn
dari ilmoe boemi’. Pada tahun 1854 terbit buku berjudul ‘Kitab Akan dibatja
anak-anak di skola Djawa’ karangan Elisa Netscher. Pada tahun ini juga terbit
buku berjudul ‘Perladjarannja toekang hoekoer tanah dan Kitab goena pada segala
orang jang soeka adjar batja’. Dan sebagainya.
Situasi dan kondisi
di Ambon, jelas itu sulit bagi pemerintah karena harus mangangkat dan menggaji
guru yang sangat banyak di (residentie) Ambon. Belum lagi pengadaan buku dan
ATK yang tentu saja harus dihitung sebagai biaya. Akibatnya pendidikan di
Ambon terabaikan. Boleh jadi levelnya sekarang telah berada di bawah era NBJ
Roskott. Pendidikan di Ambon menjadi sebuah dilema.
Untuk sekadar perbandingan lainnya. Di Residentie
Tapanoeli belumlah banyak sekolah seperti di Residentie Ambon (termasuk Haroeko
dan Saparoea). Jumlah sekolah di Residentie Tapanoeli pada tahun 1851 baru dua
buah (satu buah di onderfadeeling Mandailing dan satu buah di onderafdeeling
Angkola). Seperti diutarakan di atas, tahun 1854 sudah dua siswa yang lulus tes
dan diterima di Docter Djawa School di Batavia. Dua tahun berikutnya dua siswa
asal Mandailing en Angkola diterima di Docter Djawa School. Pada tahun 1857 adik kelas Si Asta di sekolah
di Panjabangoen bernama Si Sati tidak melajutkan studi ke Docter Djawa School
tetapi juga tidak ke sekolah guru (kweekschool) yang baru dibuka di Fort de
Kock pada tahun 1856. Si Sati (Nasution) justru berangkat ke Belanda
melanjutkan studi untuk mendapat akte guru. Pada tahun 1860 Si Sati alias
Willem Iskander lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akte guru. Pada
tahun 1861 Willem Iskander kembali ke tanah air. Willem Iskander di Mandailing
mendirikan sekolah guru (kweekschool) pada tahun 1862 yang mengabil tempat di
kampong Tanobato. Pada tahun 1860 di Afdeeling Mandailing en Angkola sudah
terdapat enam sekolah negeri. Sekolah guru (kweekschool) di Tanobato ini
menjadi sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda. Pada tahun 1864 Inspektur
Pendidikan Pribumi, JA van Chijs berkunjung ke Kweekschool Tanaobato yang
diasuh Willem Iskander ini membuat penilaian sebagai sekolah guru terbaik di
Hindia Belanda. Seperti diutarakan di atas, sekolah guru yang dikelola NBJ
Roskott di Ambon ditutup. Untuk sekadar catatan: sekolah guru Kweekschool
Tanobato murni inisiatif Willem Isander dan para pemimpin penduduk (semacam
sekolah guru swasta). Kweekschool Tanobato baru diakuisisi pemerintah pada
tahun 1865 sehubungan dengan rencana pemerintah membuka sekolah guru keempat di
Bandoeng pada tahun 1866.
Kegiatan pendidikan
di Residentie Ambon mati suri. Sesungguhnya masih berjalan, tetapi
diselenggarakan seperti pada era NBJ Roskoot. Akan tetapi lama kelamaan mutunya
semakin menurun. Intervensi pemerintah belum ada. Polemik di surat kabar
muncul. Maluku umumnya dan Ambon khususnya, yang terbilang awal dalam
pendidikan, seakan ketinggalan ketika penduduk yang berpendidikan dibutuhkan
oleh pemerintah dan dunia swasta yang semakin berkembang.
Peranan misi (NZG) di Ambon telah lama berlangsung, dan
sekolah guru ditutp tahun 1864, sebaliknya kegiatan pendidikan yang
diselengarakan misi (Rheinische Missionsgesellschaft/RMG).di Siloendoeng (Nord Tapanoeli)
justru baru mulai. Para misionaris yang dipimpin oleh Ludwig Ingwer Nommensen
terkesan menerima kehadiran pemerintah. Akibatnya, pendidikan di Silindoeng en
Toba (Nord Tapanoeli) lebih intens oleh RMG dan pendidikan di Mandailing en
Angkola (Zuid Tapanoeli) lebih intens oleh pemerintah. Singkatnya: apa yang
sudah berlalu di Ambon, sebaliknya di Silindoeng en Toba baru memulainya.
Rencana pemerintah
baru muncul tahun 1870 yakni untuk meningkatkan pengadaan guru akan dibuka
sekolah guru (kweekschool) di Ambon tahun 1874. Sekolah guru pemerintah ini
memang dari awal dimaksudkan untuk menggantikan sekolah guru yang telah lama
dirintis oleh NBJ Roskott. Sebelum sekolah guru di Ambon dibuka, sudah terlebih
dahulu dibuka sekolah guru di Tondano pada 1873.
Rencana pemerintah dalam bidang pendidikan tahun 1870
pada intinya dua hal: Pertama, peningkatan jumlah guru dengan memperbanyak sekolah
guru (kweekschool). Setelah sekolah guru diselenggarakan sebanyak empat buah
(Soeracarta, sejak 1851; Fort de Kock, 1856; Tanobato, 1862, Bandoeng, 1866)
akan disusul pembukaan sekolah guru di Tondano, Ambon, Probolinggo, Banjarmasin
dan Makassar. Kedua, peningkatan kualitas sekolah dan kualitas guru. Terdapat
tiga sekolah guru yang akan ditingkatkan, yakni Kweekschool Soeracarta ditutup
dan akan dibangun sekolah guru yang lebih besar di Magelang; Kwekschool
Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru yang lebih
besar di Padang Sidempoean (ibukota Afdeeling Mandailing en Angkola);
Kweekschool Bandoeng yang sudah memiliki gedung yang baik hanya untuk
meningkatkan kualitas gurunya. Oleh karena itu, tiga guru muda segera dikirim
studi ke Belanda, yakni Barnas Lubis dari Tapanoeli yang akan ditempatkan di
Kweekschool Padang Sidempoean yang akan dibuka pada tahun 1879; Raden Soerono
guru di Soeracarta akan ditempatkan di sekolah guru yang baru di Magelang; dan
Ardi Sasmita, guru di Madjalengka yang akan ditempatkan di Bandoeng. Ketiga
guru ini dipimpin oleh Willem Iskander, yang mana di Belanda sambil membimbing
guru muda juga mengikuti pendidikan untuk mendapatkan akte kepala sekolah.
Willem Iskander akan ditempatkan sebagai Kepala Sekolah di Kweekschool Padang Sidempoean.
Penutupan Kweekschool Tanobato bersamaan dengan persiapan keberangkatan Willem
Iskander studi (yang kedua) ke Belanda. Willem Iskander dan tiga guru muda
berangkat dari Batavia pada bulan April 1875. .
JH Wattimena Lulus di Belanda 1884
Kweekschool Ambon
dibuka tahun 1874. Salah satu siswa yang diterima adalah JH Wattimena. Tidak
ada kesulitan bagi JH Wattimena dan lulus tepat waktu. Bataviaasch handelsblad,
08-08-1878 memberitakan pengangkatan JH Wattimena sebagau guru dan ditempatkan
di Allang. Dalam pemberitaan yang diumumkan oleh Directeur van Onderwijs,
Eeredienst en Nijverheid ini juga termasuk OM Anakotta di Amahoesoe; J Hisriej
di Lateri; C Lektpnpessij di Waai; JJH Lekello di Kilang; JP Mustamu di
Lilibooij; JA Risakotta di Hoetomoeria; LCG Risakotta di Galala; FCB van Room
di Roematiga dan SJ Tentoea di Hatalai.
Seperti diutarakan sebelumnya, di Residentie Ambon sudah
terdapat ratusan sekolah dan ribuan murid. Namun persoalannya sekolah-sekolah
tersebut terbilang mutunya masih di bawah standar pemerintah. Namun demikian,
tentu saja tidaklah sulit menemukan belasan murid yang berprestasi yang dapat
dipromosikan untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi di Kweekschool Ambon.
Tentu saja tidak hanya belasan murid-murid yang menonjol di sekolah-sekolah,
boleh jadi ratusan tetapi kapasitas sekolah guru pemerintah sangat terbatas.
Seleksi yang ketat menyaring murid yang menonjol yang jumlahnya banyak menjadi
hanya belasan yang benar-benar dapat diterima. Seperti di tempat lain,
kualifikasi masuk sekolah guru pemerintah adalah pengetahun matematika, ipa,
geografi, sejarah dan kemampuan bahasa (Melayu dan Belanda); kesehatan dan
karakter; kemampuan finasial orangtua; plus perjanjian kerja setelah lulus dan
bersedia ditempatkan oleh pemerintah dimana saja untuk kurun waktu tertentu.
Guru-guru muda yang
baru lulus Kweekschool Ambon ini, secara perlahan-lahan akan menggantikan
guru-guru lulusan sekolah guru yang dulu dikelola oleh NBJ Roskott. Guru-guru
muda ini tentu saja telah dibekali pengetahuan dan praktek yang jauh lebih
memadai jika dibandingkan lulusan sekolah guru NBJ Roskott.
Namun demikian, tentu saja guru-guru senior (guru didikan
NBJ Roskoot) banyak yang terus
meningkatkan kemampuannya melalui belajar mandiri. Ketika guru-guru muda
muncul, guru-guru senior yang berprestasi tentu saja dapat dipertahankan. Jika
dulu sebelum ada Kweekschool Ambon, pengawas sekolah di Residentie Amboen plus
Timor adalah NBJ Roskott (ditugaskan oleh pemerintah). Kini, pengawas sekolah
untuk menggantikan peran NBJ Roskott didatangkan dari tempat lain (umumnya
orang Belanda yang bergelut dalam bidang pindidikan). Secara berkala kualitas
pendidikan dinilai oleh staf Inspektur Pendidikan Pribumi dari pusat (Batavia).
Penilaian meliputi sarana dan prasarana, kinerja guru, kemajuan siswa dan
penerapan kurikulum. Sebelum datang pengawas pusat (untuk menilai) biasa pemerintah
lokal melakukan inspeksi secara berkala. Gubernur/Residen menilai sekolah guru
dan Asisten Residen menilai sekolah-sekolah dasar. Urutan dan mekanisme ini di
era NBJ Roskott tidak ada, hanya NBJ Roskoot dan NZG yang melakukan sendiri. Pemerintah
(Gubernur, Residen, Asisten Residen dan Controleur) Maluku hanya mengawasi pendidikan
yang diselenggarakan pemerintah seperti di tempat lain di Ternate, Tidore,
Hitoe dan lainnya.
Setelah tiga tahun
mengajar di Allang, JH Wattimena dikabarkan akan pergi ke Belanda untuk studi
lebih lanjut (lihat Nederlandsche staatscourant, 12-07-1881). Dalam berita ini,
JH Wattimena tidak sendiri juga ME Anakota. Disebutkan ME Anakota guru kelas 1
di Hative dan JH Wattimena, guru kelas 1 di Allang (Residentie Amboina). Mereka
berdua studi ke Belanda atas biaya pemerintah (semacam beasiswa).
Het nieuws van den dag : kleine courant, 16-09-1881
Anakotta dan JH Wattimena berangkan ke Belanda dengan menumpang kapal Conrad dari
Batavia menuju Amsterdam pada tanggal 13 Agustus 1881. Dalam manifest kapal ini
hanya mereka berdua yang pribumi.
Di Belanda mereka
berdua di sekolah guru di Amsterdam yang dipimpin oleh D. Hekker. Anakotta dan
JH Wattimena memenuhi syarat kelas 3 untuk lanjut ke kelas empat atau kelas
lima di sekolah guru Belanda (guru lisensi/akta Belanda). JH Wattimena selama
mengikuti pendidikan tidak menemukan kesulitan. Pada tahun 1884, JH Wattimena
dikabarkan lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akta guru Lager
Onderwijs (LO) (lihat Algemeen Handelsblad,
07-04-1884). Disebutkan dari 14
kandidat yang diuji oleh Universiteit Amsterdam empat siswa dinyatakan lulus,
salah satu diantaranya JH Wattimena (dari Amsterdam).
ME Anakotta tidak berumur panjang, ME Anakotta meninggal
selama pendidikan karena penyakit paru-paru di Amsterdam. Ini menambah daftar
guru-guru yang meninggal di Belanda. Tiga guru muda yang dulu tahun 1874
meninggal satu per satu selama pendidikan. Willem Iskander yang telah
menyelesaikan pendidikannya, sebelum pulang ke tanah air juga dikabarkan meninggal
di Amsterdam.
Setelah semua
urusan beres di Belanda, JH Wattimena kembali ke tanah air. Dalam manifes kapal
yang diberitakan Algemeen Handelsblad, 06-09-1884
terdapat nama JH Wattimena. Kapal Prins van Oranje yang ditumpangi JH Wattimena
berangkat dari Amsterdam menuju Batavia pada tanggal 6 September 1884. Sekali
lagi, dalam daftar penumpang ini tidak ada nama pribumi selain JH Wattimena.
Ini menunjukkan bahwa sejauh itu, orang pribumi ke Belanda adalah suatu
prestasi atau pengalaman sendiri. Di Batavia, JH Wattimena sudah barang tentu menghadap
Gubernur Jenderal, sebagaimana dulu tahun 1861 Willem Iskander menghadap
Gubernur Jenderal sepulang dari Belanda. Tidak lama kemudian kemudian, sebelum kapal
yang membawa JH Wattimena tiba di Ambon sudah keluar beslitnya untuk
ditempatkan sebagai guru di Kweekschool Ambon (De locomotief : Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 04-11-1884). Setelah JH Wattimena kembali ke
Ambon, selesai sudah perjuangannya menempuh studi, jauh ke negeri Belanda.
Ada jarak waktu yang cukup jauh selama 24 tahun ketika
Willem Iskander mendapatkan akta guru pada tahun 1860 dengan tahun 1884. Dalam
rentang waktu tersebut sudah dikirim guru muda; Banas Lubis, Sasmita, Soerono. Namun
ketiga tidak kembali karena meninggal dunia. Setelah itu, sebelum ME Anakota
dan JH Wattimena tiba di Belanda, dua guru pernah dikirim yakni Ardi Sasmita
(bukan guru yang meninggal) dan Si Hamsah tetapi keduanya gagal dan harus
kembali ke tanah air. Baru kemudian disusul lagi dua guru muda yakni ME Anakotta
dan Wattimena. Namun hanya JH Wattimena yang lulus dan kembali ke tanah air. Anakota
meninggal di Amsterdam. Di luar Willem Iskander, pemgiriman guru pada
tahun-tahun permulaan semuanya gagal: empat meninggal dunia, satu gagal dan
satu berhasil sebagian (Ardi Sasmita). Lalu kemudian pengiriman pada
tahun-tahun terakhir (setelah kepulangan JH Wattimena) terbilang sukses
sebanyak lima orang, yakni: Raden Kamil, Raden Soejoed, Darma Koesoema, E. Kandouj
dan J. Ratulangi. Semua yang dikirim tersebut atas biaya negara. Mereka semua
di Belanda berada di bawah pengasuhan guru Kepala Sekolah di Amsterdam, D.
Hekker.
Pada tahun 1886 JH
Wattimena dipindahkan dari Kweekschool Ambon ke Kweekschool Probolinggo (Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-03-1886). Sekolah guru yang masih ada
saat ini adalah sekolah guru di Fort de Kock dan di Padang Sidempoean
(Sumatra), di Bandoeng dan di Probolinggo (Jawa), Bandjarmasin (Kalimantan),
Makassar (Sulawesi) dan Ambon (Maluku).
Kweekschool Probolinggo bersama Kweekschool Padang
Sidempoean adalah sekolah guru terbaik di Hindia Belanda (lihat Bataviaasch
handelsblad, 30-06-1885). Saat ini Direktur Kweekschool Padang Sidempoean
adalah Charles Adrian van Ophuijsen. Sebelumnya, Charles Adrian van Ophuijsen
adalah guru di Kweekschool Probolinggo dan kemudian dipindahkan ke Kweekschool
Padang Sidempoean pada tahun 1881. Charles Adrian van Ophuijsen adalah anak
dari JAW van Ophuijsen, pendiri sekolah guru di Fort de Kock tahun 1856. Willem
Iskander sebelumnya diproyeksikan akan menjadi direktur Kweekschool Padang
Sidempoean tahun 1879, namun setelah selesai mendapat akta kepala sekolah di
Belanda pada tahun 1876 meninggal di Belanda. Pada tahun 1879 yang menjadi direktur
Kweekschool Padang Sidempoean adalah Mr. Harmsen (lalu kemudian digantikan oleh
Charles Adrian van Ophuijsen).
Tunggu deskripsi
lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar