Selasa, 06 Desember 2022

Sejarah Madura (20): Aksara Pulau Madura, Bagaimana Awal Terbentuk Aksara Madura? Persebaran Aksara-Aksara Era Nusantara


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Apakah ada aksara Madura? Yang jelas sudah ada penelitian tentang bahasa Madura. Disebutkan aksara Madura mirip aksara Jawa. Dalam aksara-aksara nusantara, para peneliti merujuk pada kebedaan aksara Pallawa di masa lampau. Di duga aksara asli Nusantara (seperti aksara Batak dan aksara Jawa) diturunkan dari aksara Pallawa. Pada zaman berikutnya muncul aksara Jawi (aksara Arab gundul). Sejak kehadiran orang Eropa (Portugis dan Belanda), diintroduksi aksara Latin (yang umum digunakan di Indonesia pada masa ini).

.

Abstrak: Dalam perkembangan kebudayaan suatu masyarakat, tulisan memainkan peranan yang penting sekall dalam sejarah kehidupan manusia, berkenaan dengan masalah kehidupan sehari-hari, sosial, politik, kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Salah satu suku bangsa di Nusantara yang masyarakatnya memiliki sistem tulisan adalah suku bangsa Madura. Masyarakat Madura menyebutnya dengan istilah carakan Madam atau aksara jaba. Disebut aksara jaba karena tulisan iniherasal dari luar Madura, yaitu Jawa. Secara fisik, bentuk maupun jumlah hurufnya memang mirip dengan tulisan Jawa, hanacaraka, hanya cara membacanya yang agak berbeda. Pada masa dahulu, aksara jaba bulcan saja digunakan sebagai sarana komunikasi melainkan juga sarana untuk menuangkan aspirasi keindahan. Sayang sekali, pada masa kini, tulisan Madura nyaris dilupakan oleh para pendukungnya, terutama generasi mudanya. Meskipun demikian, sebagai sarana sastra, fenomena tulisan Madura. di masa Ialu sampai sekarang rnasih dapat kita lihat buktinya, terabadikan dalam naskah-naskah kuno Madura. Sayang sekall, keterikatan orang pada tradisi lama seringkali menyebabkan munculnya pandangan khusus mengenai naskah-naskah lama tersebut, sehingga ada orang yang mengkultuskannya dan ada pula yang tidak memperdulikannya. Berkenaan dengan hal di atas, penelitian ini dilakukan. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana peranan tulisan Madura dalam masyarakat pendukungnya, dilihat dari fenomena rnasa lalu dan kini. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa orang Madura yang dapat membaca dan menulis aksara Jawa pada masa kini sudah sangat sedikit jurnlahnya, sedangkan naskah-naskahnya pun sekarang hanya dihargai sebagai benda keramat atau benda antik yang laku dijual (Aksara dan Naskah Madura: Peninggalan Budaya Nusantara, Titik Pudjiastuti dan Muhammad Fuad, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997).

Lantas bagaimana sejarah aksara di pulau Madura, bagaimana awal terbentuk aksara Madura? Seperti disebut di atas, aksara Madura mirip aksara Jawa dan untuk itu sudah ada penelitian tentang kebedaaan aksara Madura. Bagaimana dengan persebaran aksara-aksara di Nusantara? Lalu bagaimana sejarah aksara di pulau Madura, bagaimana awal terbentuk aksara Madura?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Aksara di Pulau Madura, Bagaimana Awal Terbentuk Aksara Madura? Persebaran Aksara-Aksara di Nusantara

Kapan aksara Jawa terbentuk? Sumber tertua dalam hal ini dapat ditelusuri apakah terdapat dalam prasasti. Salah satu teks tertua adalah teks Negarakertagama (1365). Apakah aksara dalam teks bersesuaian dengan aksara Jawa adalah suatu hal. Dalam hal ini satu sumber yang dapat dibandingkan dengan bentuk aksara Jawa dapat ditemukan di dalam buku yang ditulis oleh Francois Valentijn (1726).


Francois Valentijn adalah seorang yang sudah lama berada di Hindia Timur terutama di Amboina. Valentijn sudah banyak mengunjungi wilayah di Hindia. Francois Valentijn dalam hal ini dapat dikatakan ahli geografi pertama di Hindia Timur. Francois Valentijn masih memiliki akses ke sumber-sumber Portugis dan Francois Valentijn juga orang pertama yang menggunakan catatan harian Kasteel Batavia (Daghregister) yang menjadi salah satu sumber penting dalam penulisan bukunya. Di dalam Kasteel Batavia, catatan hari berfungsi untuk mendeskripsikan banyak hal yang terjadi suatu peristiwa yang dianggap penting di Hindia, termasuk soal kedatangan maupun keberangkatan (orang, kapal, surat dan sebagainya). Surat-surat dari pemimpin local dari berbagai wilayah juga disalin ke dalam bahasa Belanda dan surat aslinya diarsipkan. Surat-surat dari berbagai daerah ini ada yang berbahasa Melayu maupun berbahasa local, ada yang ditulis dengan aksara Jawa (Arab gundul) dan juga ada yang ditulis dengan aksara local seperti aksara Jawa. Foto: Teks akasara Jaw dalam buku Francois Valentijn (1726)

Aksara Jawa yang disalin oleh Francois Valentijn (1726) menjadi penting karena terbilang dokumen tertua dengan aksara yang sejenis, dalam hal ini aksara Jawa yang ditulis pada masa ini (di internet). Aksara Jawa diantara dua waktu yang berbeda (sekitar tiga abad) tampak ada kemiripan, tetapi aksara Jawa yang ditulis sekarang sesungguhnya banyak perbedaan.  Hal ini dapat dikatakan aksara Jawa yang ditulis sekarang sudah mengalami perubahan, baik bentuk maupun detailnya.


Gambar disamping ini adalah aksara Jawa modern (internet, cetakan masa kini) dengan aksara Jawa klasik (Francois Valentijn, ditulis tangan 1726). Lepas dari kerapihan (perubahan dari tulis tangan ke bentuk cetakan) dalam penulisan aksara, bentuk umum dapat dibedakan, dan semakin jelas perbedaan dalam detailnya. Sebagai misal aksara ‘ya’ aksara Valentijn memiliki lima garis tegak sementara aksara modern/cetakan menjadi enam. Perbedaan yang kontras terdapat pada aksara ‘ma’. Demikian dengan aksara lainnya.  

Dalam sejarahnya, aksara Jawa sendiri telah mengalami perubahan. Itu satu hal. Aksara yang dihubungkan dengan aksara di Jawa adalah aksara yang digunakan dalam teks Negarakertagama (1365). Antara dua sumber tua tersebut dapat diperbandingkan bentuk aksara yang digunakan dalam teks Negarakertagama 1365 (aksara/bahasa Jawa Kuno/Kwi) dan aksara dalam buku Francois Valentijn, 1726 (aksara modern Jawa). Sangat jauh perbedaannya.


Kakawin Nāgarakṛtâgama karya Empu Prapañca bisa dikatakan merupakan kakawin Jawa Kuno yang paling termasyhur. Kakawin ini adalah yang paling banyak diteliti pula. Kakawin yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh JLA Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Dia menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja itu dibakar oleh tentara KNIL. Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah "Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci". Nama "Nagarakretagama" sendiri tidak disebut dalam kakawin tersebut. Pada pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya Deçawarnana atau uraian tentang desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh pengarangnya tersebut malah dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga sekarang biasa disebut sebagai Nagarakretagama. Nama Nagarakretagama tercantum pada kolofon naskah yang digarap Dr JLA Brandes: "Iti Nagarakretagama Samapta". Rupanya, nama Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada bulan Kartika tahun saka 1662 (20 Oktober 1740 Masehi). Nagarakretagama disalin dengan huruf Bali di Kancana. Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September – Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra, bekas pembesar urusan agama Buddha di istana Majapahit (Wikipedia). Gambar: Teks Negarakertagama (1365)

Sementara itu aksara di Sumatra dapat dilihat pada naskah Tanjung Tanah yang ditemukan di (wilayah) Kerinci dan aksara yang digunakan dalam prasasti sejaman yang ditemukan di Padang Lawas (Tapanuli Selatan). Jadi dalam hal ini kita dapat memperbandingkan antara aksara-aksara yang digunakan di Jawa/Bali antara zaman berbeda dengan aksara-aksaran yang digunakan di Sumatra.


Naskah Tanjung Tanah ditemukan di Tanjung Tanah di Mendapo Seleman (terletak sekitar 15 Km dari Sungai Penuh, Kerinci) dan masih disimpan sampai sekarang oleh pemiliknya. Naskah Tanjung Tanah sebetulnya ditemukan dua kali, pertama pada tahun 1941 oleh Petrus Voorhoeve yang pada saat itu menjabat sebagai taal ambtenar (pegawai bahasa pada zaman kolonial) untuk wilayah Sumatra dan kemudian didaftarkan oleh sekretarisnya dengan nomor 252 di dalam Tambo Kerinci. Penemuan kedua oleh Uli Kozok pada tahun 2002. Kozok lalu membawa sampel naskah ini ke Wellington, Selandia Baru, untuk diperiksa di laboratorium menggunakan metode penanggalan radiokarbon. Hasil pengujian ini memperkuat dugaan Kozok bahwa naskah Tanjung Tanah adalah naskah Melayu yang tertua. Tarikh penangggalan naskah secara penanggalan radiokarbon diperoleh kisaran antara tahun 1304 dan 1436, dan berdasarkan data sejarah kemungkinan ditulis sebelum tahun 1397. Mengingat bahwa pada periode tersebut, yaitu antara 1377 dan 1397, ditandai oleh ketidakpastian dan diwarnai peperangan, dapat diduga bahwa naskah ini malahan ditulis sebelum tahun 1377, yaitu selama masa pemerintahan Adityawarman (Wikipedia) Gambar: Teks Tanjung Tanah (1377)

Tunggu deskripsi lengkapnya

Persebaran Aksara-Aksara di Nusantara: Aksara Sumatra versus Aksara Jawa

Aksara Madura digunakan dalam penyusunan kamus bahasa Madura-Belanda (Madoereesch-Nederlandsch woordenboek) yang diterbitkan pada tahun 1904. Setiap entri kamus ini juga juga ada dikaitkan dengan menemukan padanannya dalam bahas Jawa dan bahasa Melayu (serta bahasa Bali). Kamus ini yang mendaftarkan kosa kata bahasa Madura ditulis dengan aksara Madura, suatu aksara yang identic aksara Jawa.


Biasanya dalam berbagai kamas yang diterbitkan pada masa itu sudah ditulis dalam aksara Latin. Kamus-kamus bahasa Melayu bisanya sudah ditulis dalam aksara Latin, meski dalam teks-teks yang berasal dari (bahasa) Melayu masih banyak yang ditulis dalam aksara Jawi (Arab gundul). Kamus bahasa Batak, kamus bahasa Bali sudah ditulis dalam aksara Latin oleh NH van der Tuuk. Kamus yang menggunakan aksaran local (aksara asli, tradisi) juga ditemukan dalam kamus bahasa Jawa dan bahasa Soenda. Mengapa kamus ditulis dalam bahasa asli yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda tidak diketahui secara pasti tujuannya untuk apa. Apakah itu dimaksdukan untuk orang Madura dari golongan atas? Madoereesch-Nederlandsch woordenboek, 1904 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar