Selasa, 06 Desember 2022

Sejarah Madura (19):Bahasa Madura Bahasa Asli Diantara Bahasa Melayu-Bahasa Jawa; Perbedaan Dialek Bahasa di Pulau Madura


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini   

Bahasa adalah satu hal. Bagaimana bahasa terbentuk hal lain lagi. Lalu bagaimana sejarah bahasa Madura? Dalam hal ini bahasa Madura adalah bahasa yang umumnya digunakan di pulau Madura, dimana dialek Sumenep yang dijadikan acuan. Bahasa Madura, khususnya kosa kata memiliki banyak kemiripan dengan dengan bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Hal itu boleh jadi karena bahasa Melayu sebagai lingua franca (pulau Madura cukup terbuka) dan kedekatan pulau Madura dengan pulau Jawa.


Bahasa Madura adalah bahasa digunakan suku Madura. Bahasa Madura mempunyai penutur kurang lebih 8 juta orang, terutama di pulau Madura, Jawa Timur atau di wilayah disebut Tapal Kuda (Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi). Fonotaktik dalam bahasa Madura jauh lebih kompleks jika dibandingkan fonotaktik bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Melayu-Polinesia. Bahasa Madura memiliki asal usul erat dengan bahasa Jawa Kuno (mengingat dalam Kakawin Nagarakretagama pupuh 15). Bahasa Madura juga memiliki serapan dari bahasa Melayu sebagai sesama bangsa Austronesia, bahasa Arab, bahasa Tionghoa, dan beberapa bahasa lainnya. Bahasa Madura juga memiliki keterkaitan erat dengan Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, dan Bahasa Bali mengingat masih merupakan satu komunitas budaya. Sebagian besar kata-kata dalam bahasa Madura berakar dari bahasa Melayu. Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di seluruh wilayah tuturnya. Di pulau Madura sendiri ada beberapa dialek seperti Bangkalan, Bawean (di pulau Bawean), Pamekasan, Sampang, Sapudi (di pulau Sapudi) dan Sumenep. Dialek yang dijadikan acuan bahasa Madura adalah dialek Sumenep. Di pesisir pulau Jawa, bercampur dengan bahasa Jawa, disebut bahasa Madura Pendalungan (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Madura, bahasa asli diantara bahasa Melayu dan bahasa Jawa? Seperti disebut di atas, bahasa Madura dianggap berbeda dengan bahasa Jawa, tetapi juga berbeda dengan bahasa Melayu. Satu yang jelas bahasa Madura memiliki perbedaan dialek bahasa di Pulau Madura. Lalu bagaimana sejarah bahasa Madura, bahasa asli diantara bahasa Melayu dan bahasa Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa Madura, Bahasa Asli Antara Bahasa Melayu dan Bahasa Jawa; Perbedaan Dialek Bahasa di Pulau Madura

Dr WR van Hoevell adalah orang pertama yang menganggap bahasa Madura sebagai dialek Jawa. Namun hal itu ada yang membantahnya di dalam Economist Januari 1864 (lihat Bijdragen tot de taal, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1866). Mengapa bisa begitu? Satu yang jelas Raffles dalam bukunya The History of Java mengindikasikan bahasa Madura adalah bahasa tersendiri.


Salah satu buku yang ditulis oleh Dr WR van Hoevel; yang diterbitkan tahun 1949 berjudul: Reis over Java, Madura en Bali.

Dalam laporan komisi Nederlandsche Maatschappij ter bevordering van Nijverheid tahun 1817 yang dimuat Tijdschrift uitgegeven door de Nederlandsche Maatschappij ter Bevordering van Nijverheid, 1871 terdapat beberapa soal isu bahasa.


Dalam laporan komisi tersebut yang dapat dikutip adalah sebagai berikut: perluasan pendidikan menengah di daerah kolonial tidak hanya diinginkan, tetapi bahkan penting…Pengetahuan tentang bahasa Melayu dengan suara bulat dianggap perlu. Telah ditemukan bahwa bahasa ini dipelajari dengan cepat oleh orang Eropa selama tinggal sebentar di Hindia, oleh karena itu tidak ada alasan cukup untuk menghilangkan pengajaran dalam bahasa Melayu…salah satu anggota menyatakan bahwa di Jawa orang tidak dapat hidup tanpa bahasa Jawa, karena bahasa Melayu biasanya hanya digunakan di kota-kota pesisir dan tidak lagi dipahami bahkan beberapa mil ke pedalaman…. Dengan asumsi demikian, pengetahuan bahasa Melayu, sebagai lingua franca di Kepulauan Hindia, akan lebih baik daripada bahasa Jawa, yang sedapat mungkin harus dipelajari… Anggota ketiga percaya bahwa jika bahasa Jawa juga diajarkan, bahasa Sunda dan Madoeresch wajib dimasukkan ke dalam pendidikan karena ini adalah bahasa utama di beberapa bagian besar Hindia Belanda. Di sisi lain, bagaimanapun, dikatakan bahwa bahasa Jawa, sebagai bahasa yang paling sulit dan paling berkembang, pasti memerlukan pelatihan teoretis, dan bahasa Sunda dan Madura, seperti bahasa Melayu, dapat lebih mudah dipelajari melalui praktik… Setelah semua yang telah dikatakan, Komisi setuju bahwa selain mempelajari bahasa Melayu, mempelajari dasar-dasar bahasa Jawa, Sunda, dan Madura sangat dianjurkan. untuk membiarkan mereka bebas membuat pilihan dari tiga bahasa terakhir ini, sesuai dengan persyaratan wilayah di mana mereka ingin menetap

Komisi ini tampaknya yang pertama yang memperdebatkan soal bahasa-bahasa di Hindia. Tampak bahasa Melayu sebagai lingua franca tidak tergantikan, karena diantara orang-orang Belanda bahkan sudah menggunakannya sejak ekspedisi pertama Belanda ke Hindia yang dipimpin Cornelis de Houtman (1595-1597). Yang cukup menarik dalam soal bahasa-bahasa itu, selain bahasa Jawa, posisisi penggunaan bahasa Madura juga cukup penting. Dalam hal ini, soal kemudahan, antara bahasa Melayu dan bahasa Jawa berada di dua titik ekstrim yang berlawanan di dalam garis continuum bahasa-bahasa di Hindia. Bahasa Madura tidak sesulit bahasa Jawa, tetapi juga tidak semudah bahasa Melayu. Lalu dengan demikian, apakah pendapat Baron van Hoevell yang menganggap bahasa Madura sebagai dialek Jawa telah terlupakan?

 

Dalam urusan teknis bahasa-bahasa di Hindia, bahasa yang pertama dipelajari adalah bahasa Batak. Seorang doctor linguistic, NH van der Tuuk telah dikirim ke Tanah Batak tahun 1850 untuk menyusun kamus bahasa Batak dan Menyusun tata bahasa Batak. Sebagai tata bahasa pertama di Hindia, van der Tuuk pada tahun 1857 telah menyelesaikan studinya. Memang sudah ada sejumlah kamus bahasa yang disusun oleh beberapa pejabat yang pernah bertugas di daerah, namun kamus tersebut hanya sebatas pengumpulan kosa kata yang dimaksudkan untuk penggunakan praktis (berkomunikasi dengan penduduk). Oleh karenanya kamus-kamus tersebut, termasuk kamus bahasa Melayu yang sudaah lama eksis tidak dianggap sebagai kamus yang bersifat lingusitik. Setelah sukses dengan tatabahasa dan kamus bahasa Batak, van der Tuuk juga telah menyelesaikan studi bahasa Lampong. Pada saat ini (1871) Dr NH van der Tuuk di Boeleleng tengah mempelajari bahasa Bali. Sebagaimana kita lihat nanti hasil studi bahasa van der Tuuk di Bali menjadi jalan untuk membuka kotak pandora, untuk memahami teks yang berasal dari zaman kuno yang berbahasa Jawa Kuno (Kawi), termasuk teks Negarakertagama (1365).  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perbedaan Dialek Bahasa di Pulau Madura: Kota-Kota Pantai dan Faktor Membedakan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar