Kamis, 22 Maret 2018

Sejarah Kota Depok (45): Teka Teki Siapa Margonda, Nama Jalan di Depok; Mangapa Riwayat Hidup Margonda Tidak Lengkap?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini

Jalan Margonda adalah jalan yang cukup panjang di Kota Depok. Jalan besar ini merupakan urat nadi kota. Margonda di Bogor disebut dalam sejarah sebagai pahlawan Depok. Karena itulah namanya ditabalkan sebagai nama jalan utama di Kota Depok. Namun di dalam sejarah Depok, sejarah Margonda hanya ditulis sangat singkat. Sesingkat penulisan namanya. Dari uraian yang ada hanya itu yang diulang-ulang oleh satu penulis dan oleh penulis lainnya.

Margonda (internet)
Nama Margonda adalah nama yang unik (unique) di Indonesia. Jarang orang Indonesia, bahkan tidak ada yang menggunakan Margonda sebagai nama diri. Namun kalau nama Margono cukup banyak. Artinya, nama Margonda tidak lazim di wilayah Bogor termasuk Depok. Jika tiga huruf pertama ‘Mar’ akan cukup banyak ditemukan nama diri di Sumatra Utara.

Lantas siapa sesungguhnya Margonda? Padahal nama Margonda adalah nama paling penting di Kota Depok pada masa ini. Mengapa riwayat pahlawan Depok ini hanya ditulis seadanya. Dengan kata lain: mengapa riwayat hidupnya tidak lengkap? Pertanyaan-pertanyaan ini bukannya mudah dijawab, bahkan sebaliknya justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru. Karena itulah sejarah Margonda tetap menarik. Mari kita telusuri.

Organisasi Pemuda Pasoendan

Nama Margonda muncul kali pertama di surat kabar pada tahun 1938. Margonda, 11 dari 12 siswa dinyatakan lulus ujian Laborant (huipanalyst) di Laborantencursus (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-01-1938). Dua orang penguji dalam ujian Asisten Analisis tersebut adalah Prof. Ir. Amons dan Ir. Akkersdijk. Tidak disebutkan dimana alamat Kursus Loboratorium (Laboranten Cursus) berada.

Peta Bogor, 1934
Persyaratan untuk diterima sebagai siswa Kursus Laboratorium harus lulusan MULO bagian B. Para siswa di Kursus Laboratorium diberikan pelajaran teoritis dan kegiatan praktikum. Kursus ini ditempuh dalam satu tahun. Para lulusan Kursus Laboratorium diharapkan akan menjadi teknisi di laboratorium di berbagai tempat di Nederlandsch Indie (baca: Indonesia). Faktanya lulusan Kursus Laboratorium laris manis. Banyak laboratorium pemerintah maupun laboratorium swasta yang membutuhkan lulusan Kursus Laboratorium. Diduga, Kursus Laboratorium ini adalah cikal bakal Akademi Analisis Kimia (AKA) Bogor.

Setelah lulus, tidak diketahui dimana Margonda ditempatkan bekerja. Setahun setelah kelulusan Margonda, Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1939 memberitakan hasil rapat umum Jasana Obor Pasoendan. Hasil rapat ini berhasil menyusun dewan baru. Presiden adalah Tojib, Wakil Presiden Margonda, Sekretaris A. Muzani, Bendahara Doerachman serta Komisaris Toni. Sekretariat berada di Gang Kepatihan No. 2 Buitenzorg.

Jasana Obor Pasoendan adalah cabang Organisasi Pemuda Pasoendan. Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1939 juga memberitakan dewan baru organisasi pemoedi Pasoendan cabang Buitenzorg sebagai berikut: Hanidjat, sebagai Presiden; Maemoenah sebagai sekretaris dan Oertamah sebagai bendahara. Komisaris adalah Ahar. Sekretariat beralamat di Gang Slot No. 1 Buitenzorg. Sebulan sebelumnya Jasana Obor Pasoendan melaksanakan perayaan ulang tahun keempat  yang diadakan di gedung Harsodarsono, Gang Kebon Djahe (Bataviaasch nieuwsblad, 20-03-1939). Dalam perayaan ini hadir Bupati dan Patih Buitenzorg.

Pada bulan Juli 1939 Mergonda ditempatkan bekerja. Economische Zaken memberitahukan terhitung sejak 20 Juli 1939 Margonda dan Idham ditempatkan di laboratorium kimia Penelitian Industri. Keduanya bekerja sebagai teknisi laboratorium di Laboratorium Kimia Divisi Penelitian Industri (Bataviaasch nieuwsblad, 31-07-1939). Divisi Penelitian Industri ini diduga menjadi cikal bakal Balai Penelitian Industri yang sekarang yang terletak di Pasar Bogor (tidak jauh dari AKA Bogor).

Organisasi Pemuda Bogor, Jasana Obor Pasoendan juga memiliki divisi kepanduan (pramuka). Divisi kepanduan ini beralamat di Gang Empang Kidoel. Disebutkan jumlahnya telah meningkat (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-09-1939). Jasana Obor Pasoendan Bogor sebagai cabang Organisasi Pemuda Pasoendan pada tahun 1940 merayakan ulang tahun Organisasi Pemuda Pasoendan yang ke-10. Acara perayaan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 17 di gedung IEV Clubgebouw (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-02-1940). Beberapa waktu kemudian, Jasana Obor Pasoendan juga memperingati ulang tahunnya yang ke-5 yang duadakan di gedung klub IEV (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-02-1940). Catatan: Gedung IEV ini pada masa itu terletak di lokasi Gedung Dewan yang kemudian diatasnya dibangun bioskop Ramayana (kini jadi mal). Sementara Gang Kepatihan berada di seberang gedung IEV ini. Gang Slot sendiri berada di seberang kantor pos/samping SMP N 1 Bogor.

Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1941
Tidak diketahui secara jelas, setelah bekerja apakah Margonda masih aktif sebagai pengurus Jasana Obor Pasoendan. Namun yang jelas Organisasi Pemuda Pasoendan cabang Bogor ini terus berkembang. Pada tahun 1941 Organisasi Pemuda Pasoendan akan mengadakan kongres yang ke-7 di Bogor yang diadakan 10-14 April di gedung IEV (Bataviaasch nieuwsblad, 09-04-1941). Sebagai tuan rumah adalah Jasana Obor Pasoendan Bogor. Kongres ini dihadiri oleh 700 peserta dari seluruh Jawa Barat. Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1941 menjelaskan bahwa dalam beberapa hari ini nama Organisasi Pemuda Pasoendan telah berubah nama menjadi Jasana Obor Pasoendan (mengikuti nama cabang Bogor).

Organisasi pemuda lahir dari tubuh organisasi kebangsaan. Organisasi kebangsaan pertama didirikan tahun 1900 di Kota Padang yang diberi nama ‘Medan Perdamaian’. Organisasi ini digagas dan presiden pertama adalah Dja Endar Moeda. Organisasi kebangsaan Medan Perdamaian berhaluan nasional (baca: Indonesia). Pada tahun 1908 muncul organisasi kebangsaan berbasis kedaerahan di Batavia yang dikenal sebagai Boedi Oetomo. Beberapa bulan kemudian, seorang mahasiswa di Belanda, Soetan Casajangan merespon berdirinya Boedi Oetomo karena dianggap kemunduran menetapkan haluannya berbasis daerah. Soetan Casajangan lalu menggagas berdirinya perhimpunan mahasiswa Indonesia berhaluan nasional (Indisch Vereeniging) pada bulan Oktober 1908 di Leiden. Soetan Casajangan yang juga merupakan adik kelas Daja Endar  Moeda di Kweekschool Padang Sidempoean didaulat menjadi presiden pertama Indisch Vereeniging. Namun dalam perkembangannya, Boedi Oetomo yang semakin membesar (terutama setelah mendapat sokongan dari pemerintah) muncul organisasi pemudanya yang disebut Jong Java. Mahasiswa-mahasiswa di Belanda yang berasal dari Jawa merespon positif lahirnya Jong Java. Indisch Vereeniging mulai tergembosi sebagaimana selama ini pemerintah kurang tertarik dengan kiprahnya Medan Perdamaian (yang berhaluan nasional). Melihat situasi ini, seorang alumni yang menjadi asisten dosen di sekolah kedokteran hewan (Inlandschen Veeartsen School) di Buitenzorg yang tengah melanjutkan studi di Utrecht, Sorip Tagor memproklamirkan berdirinya Jong Sumatranen pada tanggal 1 Januari 1917. Sejak itu, bermunculan organisasi pemuda dari sejumlah organisasi kebangsaan seperti Organisasi Pemuda Pasoendan (Jong Pasoendan), Jong Ambon, Jong Minahasa dan lainya. Jong Batak kemudian didirikan pada tahun 1919 di Batavia oleh seorang mahasiswa STOVIA, Abdul Rasjid. Ini bukan serba kebetulan bahwa Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, Sorip Tagor [Harahap] dan Abdul Rasjid [Siregar] sama-sama kelahiran Padang Sidempoean, tetapi secara kebetulan sama-sama penggagas organisasi kebangsaan. Sorip Tagor alumni pertama Inlandschen Veeartsen School (yang didirikan di Bogor tahun 1907) kelak dikenal sebagai kakek (ompung) dari Inez/Risty Tagor dan Deisti Astriani Tagor (istri Setya Novanto).

Dalam kongres ke-7 Jasana Obor Pasoendan (nama lama Organisasi Pemuda Pasoendan) telah berhasil menetapkan dewan baru untuk periode 1941-1943). Ketua terpilih adalah K. Soekanda. Wakil ketua: Dj. Prawirawinata. Sekretaris I: Hedie. Sekretaris II: Lili Marsidi. Bendahara: Madnasih. Pemimpin propaganda: Memet (lihat De Indische courant, 19-05-1941). Juga disebutkan bahwa Sekretariat beralamat di Bandoeng, Gang Idjan No.14. JOP sebagai pemendekan Jasana Obor Pasoendan bertujuan untuk mempromosikan budaya Sunda pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, serta perkembangan mental dan fisik di antara anggotanya. Asosiasi ini memiliki partisipasi (cabang) di Batavia, Buitenzorg, Soekaboemi, Tjiandjoer, Tjimahi, Bandung, Tjlparaj, Oedjoengbroeng, Leles, Garoet, Tasikmalaja, Tjiamis, Bandjar, Cheribon dan Djokja.

Meski tidak pernah lagi ditemukan lagi nama Margonda di surat-surat kabar, Margonda diduga telah memainkan peran penting dalam perkembangan organisasi pemuda Pasoendan di Bogor, Jasana Obor Pasoendan. Ketika kongres pemuda Pasoendan di Bogor tahun 1941, walau tidak ada namanya dalam susunan pengurus pusat Jasana Obor Pasoendan, Margonda diduga kuat telah memainkan peran penting dalam kongres tersebut karena Jasana Obor Pasoendan Bogor adalah tuan ruma kongres. Sebagaimana diketahui pada tahun 1942 (setahun setelah kongres) terjadi pendudukan (militer) Jepang. Pemerintahan Hindia Belanda berakhir sudah. Namun demikian, nama Margonda selama pendudukan Jepang (1942-1945) tidak pernah terdeteksi lagi.  

Perang Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia: Kapan dan Dimana Margonda Gugur?

Pada masa ini, nama Margonda di dalam berbagai tulisan adalah seorang patriot. Disebutkan Margonda telah tertembak dalam perang yang berlangsung di Depok pada 16 November 1945 di area (sungai) Kalibata (sekitar Beji sekarang). Margonda disebutkan tertembak saat melemparkan granat ke pihak musuh. Margonda tewas dalam pertempuran tersebut. Namun tidak diketahui dimana Margonda dimakamkan.

Pertempuran di Depok ini dapat juga dilihat pada artikel lain dalam blog ini: Sejarah Kota Depok (36): Seputar Perang Kemerdekaan di Indonesia (1945-1949); Perang Kemerdekaan Bermula di Depok?; Sejarah Kota Depok (35): Seputar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; Revolusi Sosial di Depok, 11 Oktober 1945; Sejarah Kota Depok (34): Seputar Berakhirnya Era Kolonial Belanda; Situasi dan Kondisi di Tanah-Tanah Partikelir di Onderdistrict Depok

Margonda meninggalkan seorang istri bernama Maemoenah dan seorang putri yang cantik bernama Jopiatini (lihat detik.com). Margonda dan Maemoenah menikah di Bogor pada tanggal 24 Juni 1943. Wali nikah adalah ayah kandung Maemunah (Mintaredja). Setelah menikah, pasangan muda ini menetap di Gang Slot No.1. Kabar gugurnya Margonda dalam Perang Depok sempat membuat Maemoenah tak percaya, diceritakan Maemoenah selalu pergi ke Stasiun Bogor bersama anaknya Jopiatini yang masih berusia satu tahunan. Kedua ibu dan anak ini tetap menunggu dan berharap Margonda pulang dengan selamat. Namun harapan tidak terkabul karena kanyataannya Margonda telah gugur di Depok.

Margonda dan Maemoenah adalah sama-sama aktivis organisasi kebangsaan di Buitenzorg (baca: Bogor). Margonda adalah Wakil Ketua organisasi pemuda Jasana Obor Pasoendan, sementara Maemoenah adalah sekretaris organisasi pemoedi Pasoendan cabang Buitenzorg yang alamat sekretariatnya di Gang Slot No. 1 Buitenzorg (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1939). Alamat sekretariat ini diduga adalah rumah orangtua dari Maemoenah. Alamat ini juga yang diduga menjadi tempat tinggal Margonda dan Maemoenah setelah menikah. Di rumah ini diduga anak mereka Jopiatini lahir.Nama Jopiaatini diduga terinspirasi dari nama JOP (singkatan Jasana Obor Pasoendan).

Jopiatini, sebagaimana dilaporkan detik.com masih hidup berumur 72 tahun tinggal di Jakarta. Maemoenah, ibu Jopiatini disebutkan tidak menikah lagi dan hanya membesarkan sang putri pahlawan hingga ke jenjang perguruan tinggi di Jurusan Ekonomi, Universitas Indonesia (kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia di Depok).

Revolusi Sosial di Depok: Awal Perang Kemerdekaan

Pada tanggal 17 Agustus 1945 siang bahwa Indonesia telah merdeka sudah diketahui secara luas di Depok. Lalu pada tanggal 11 Oktober 1945 muncul kabar telah terjadi peristiwa berdarah yang tidak diinginkan di Depok. Robert Kiek, seorang reporter ANP/Aneta yang mendengar peristiwa tertarik untuk menyelidikinya. Pasukan Inggris di Batavia yang ingin bergerak ke Buitenzorg membagi pasukan sebagian (satu detasemen) untuk mengawal Robert Kiek dan dua reporter lainnya ke Depok. Surat kabar melaporkan bahwa pada tanggal 15 Oktober 1945 di Buitenzorg, 45 km di selatan Batavia tanpa insiden diduduki oleh pasukan Inggris. Robert Kiek bersama pasukan pengawal diduga pada tanggal 15 Oktober 1945 melakukan penyelidikan di Depok.

Telex, 16-10-1945: ‘Di Depok (antara Batavia dan Buitenzorg) kelompok bersenjata Nasionalis melakukan penggerebekan, warga cukup banyak terbunuh, rumah dirusak dan semua isinya telah diambil. Orang-orang telah meninggalkan desa. Kapal Australia telah berlayar dari Australia membawa sebanyak 687 tahanan politik (yang dipindahkan dari Digoel) menuju Indonesia (Tandjong Priok). Kemarin sore terjasdi pertempuran di Zuid Batavia di mana dua hari lalu pasukan Inggris telah mengambil kontrol di lapangan usara Tjililitjan (kini Halim) Tentara kontingen Nederland telah dikirim kesana untuk memperkuat’.

Laporan yang dimuat Telex besar dugaan adalah hasil reportase Robert Kiek. Surat kabar Provinciale Drentsche en Asser courant, 17-10-1945 juga merilis laporan Robert Kiek yang menyatakan setidaknya 15 orang laki-laki dan perempuan Eropa dan Indo-Eropa. Para kelompok nasionalis telah menguasai Depok selama empat hari, para warga telah menyerah dan meminta belas kasihan dan seluruh warga telah melarikan diri ke hutan. Saat kedatangan Robert Kiek bersama pasukan Gurkha (15/10) dengan tanggal kejadian (11/10) adalah empat  hari. Dengan demikian selama empat hari tersebut warga Depok (Depokker) ditahan sebelum pasukan Gurkha membebaskannya. Laporan Robert Kiek yang terperinci muncul dalam surat kabar Algemeen Handelsblad edisi 18-10-1945.

Warga Depokker yang dibebaskan dibawa ke Bogor, sementara pasukan Gurkha kembali bergabung dengan satuan induknya di Bogor. Dalam proses evakuasi tawanan wanita dan anak-anak ini, pasukan nasionalis dari yang bersemubunyi di balik pohon-pohon sepanjang perjalanan menembaki truk pengakut dengan senapan mesin. Di Bogor, pasukan Inggris tidak hanya melucuti tentara Jepang, juga membebaskan tahanan Belanda di penjara Paledang. Dalam pembebasan di penjara Paledang ini juga termasuk para sandera laki-laki dari Depok. Para warga Depokker lalu kemudian dievakuasi ke Tjiloear (salah satu tangsi pasukan Inggris).

Tentu saja dalam peristiwa Depok belum ada tentara Indonesia. Sebab kabinet RI sendiri baru tanggal 13 Oktober 1945 terbentuk (lihat Keesings historisch archief: 14-10-1945). Dalam daftar menteri tersebut tidak ada Menteri Pertahanan (yang ahli dalam pertahanan negara), yang ada hanyalah Menteri Keamanan Rakyat. Ini menunjukkan bahwa belum ada Panglima karena memang belum ada tentara. Namun tanda-tanda perang sudah mulai ada. Sebagai respon terhadap pasukan sekutu Inggris dan NICA yang tidak peduli terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, lalu Tentara Rakjat Indonesia mengumumkan Proklamasi Perang pada tanggal 13 Oktober 1945 dan yang juga hal yang sama dilakukan Oemat Islam sebagaimana dilaporkan Keesings historisch archief: 14-10-1945.

Akibat tidak adanya komando, maka muncul berbagai kelompok di tengah masyarakat yang mengatasnamakan dirinya sendiri (terutama setelah tidak berfungsinya militer Jepang). Salah satu atau beberapa kelompok yang bergerak di Depok itulah yang diduga melakukan aksi kerusuhan di Depok yang menyebabkan banyak korban meninggal dan luka. Aksi penawanan wanita dan anak-anak dan penyanderaan laki-laki bersar kemungkinan terkait dengan kedatangan pasukan asing (Sekutu/Inggris) memasuki wilayah Indonesia. Sebagaimana diketahui, Depokker berafiliasi dengan asing (Belanda). Oleh karenanya kerusuhan di Depok tidak berdiri sendiri. Apalagi di penjara Paledang sudah terdapat 1500 tahanan Eropa/Belanda terlebih dahulu sebelum sandera laki-laki dari Depok ikut dijebloskan dalam penjara (lihat Friesch dagblad, 24-10-1945).

Tanda-tanda perang kemerdekaaan ini sudah mulai terlihat di Depok pada tanggal 15 Oktober ketika pasukan Gurkha yang membawa tawanan mendapat gangguan di perjalanan dan kemudian bergabung dengan induknya di Bogor. Pada tanggal 16 Oktober 1945 juga dilaporkan bahwa pasukan Belanda telah mengambil kendali lapangan terbang Tjililitan (kini Halim) dan pasukan tambahan telah dikirim untuk memperkuatnya. Pada tangga 17 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara pasukan Belanda dengan nasionalis. Dua pasukan Belanda ditembak nasionalis dari atas pohon dengan senapan mesin (De patriot, 18-10-1945). Inilah hari-hari pertama kontak perlawanan nasionalis dengan (pasukan) Belanda/NICA yang dimulai di Depok.

Pasukan sekutu Inggris pada tanggal 20 Oktober 1945 mendarat di Semarang dan pada tanggal 25 Oktober 1945 di Surabaya. Lalu pada tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Surabaya. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan perdamaian. Pemimpin Sekutu di Soerabaya meminta pemimpin Indonesia (Soekarno) untuk mengadakan gencatan senjata di Surabaya. Soekarno dan Amir Sjarifoeddin Harahap ke Soerabaja.

Dari hari ke hari, tanda-tanda suhu perang semakin menguat. Presiden Soekarno dalam dilema. Sebagian menginginkan dengan jalan tertib dan damai dan sebagian yang lain (terutama dari kalangan pemuda) menginginkan perang. Radio Bandoeng yang dilansir surat kabar berbahasa Belanda melaporkan bahwa Markas Barisan Rakjat tidak bisa menerimanya dan Soekarno harus disalahkan (Provinciale Drentsche en Asser courant, 17-10-1945). Perang akan membawa banyak korban.

Dalam konteks desakan pemuda di berbagai tempat, gerakan pemuda dalam peristiwa kerusuhan di Depok boleh jadi sudah ‘mencuri start’ dalam perang (mempertahankan kemerdekaan) itu sendiri. Hal ini karena para nasionalis dari golongan muda telah menyandera para pria Depok dan membawanya ke Buitenzorg. Dengan demikian, kerusuhan di Depok bersisi dua: revolusi sosial di satu sisi (internal) dan perang (mempertahankan) kemerdekaan di sisi lain. Sekali lagi, dengan kata lain, kerusuhan di Depok tidak berdiri sendiri. Selain terungkap dalam kerusuhan itu perang suci juga ada indikasi keterlibatan anggota keamanan (yang menjaga tahanan di penjara Paledang) dalam kerusuhan di Depok seperti yang disampaikan dua tahanan yang berhasil melarikan diri sebagaimana dilaporkan surat kabar Telex edisi 22-10-1945. Genderang perang pada dasarnya sudah diumumkan pada tanggal 13 Oktober.

Dalam perkembangan selanjutnya setelah kejadian kerusuhan di Depok, dilaporkan telah ditangkap enam nasionalis terkemuka di Buitenzorg untuk diinterogasi yang juga dikaitkan dengan kerusuhan di Depok (Telex, 24-10-1945). Sementara itu seorang yang sudah berada dipenjara 10 hari malarikan diri dari penjara Paledang (sehari sebelum pasukan sekutu Inggris tiba) menceritakan apa yang terjadi di dalam penjara dan bagaimana kondisi para tawanan yang baru datang dibawa dari Depok dengan kereta api dan nasib mereka selama di penjara. Orang tersebut mengatakan mereka dipenjara karena alasan keamanan (Friesch dagblad, 24-10-1945).

Kerusuhan di Depok begitu menarik perhatian Belanda. Mengapa kerusuhan di Depok muncul timbul spekulasi sebagaimana dilaporkan Provinciale Drentsche en Asser courant, 27-10-1945 dikaitkan dengan seratus lima puluh tahun lalu tentang awalnya Land Depok oleh Cornelis Chastelein yang kemudian mewariskan lahan Depok kepada para budaknya setelah beralih ke agama Kristen. Dalam perkembangan lebih lanjut, kehidupan para warga Depok (Depokker), lebih-lebih dengan masuknya zending memunculkan perbedaan standar hidup yang membedakan dengan penduduk sekitar. Kontras standar hidup dan perbedaan agama inilah yang diduga menjadi faktor penting yang menyebabkan munculnya kerusuhan.

Namun argumen ini belum tentu sepenuhnya benar. Sebab sebelum terjadinya kerusuhan di Depok, ekskalasi politik antara Pemerintah Indonesia dan nasionalis Indonesia di satu pihak dengan pasukan sekutu Inggris dan NICA di pihak lain sudah meningkat tajam. Dalam permulaan perang ini terindikasi hanya satu saluran pemberitaan di kalangan nasionalis Indonesia yakni Radio Indonesia Bandoeng (lihat De patriot, 18-10-1945). Salah satu penyiar pemberani di Radio Bandoeng adalah Sakti Alamsyah Siregar (kelak dikenal sebagai pendiri surat kabar Pikiran Rakyat).

Kerusuhan di Depok yang dilakukan pada tanggal 11 Oktober 1945 seakan telah dimulai lebih awal dan mendahului Proklamasi Perang yang diundangkan pada tanggal 13 Oktober 1945 di Batavia. Perbedaan waktu antara kerusuhan di Depok (11 Oktober) dan maklumat perang di Batavia (13 Oktober) hanya dua hari, sementara dari sisi jarak antara Depok dan Batavia hanya 20 Km. Secara relatif, waktu dan tempat sangat berdekatan. Ini suatu indikasi bahwa kerusuhan di Depok tidak dipandang sebagai kerusuhan yang bersifat lokal, melainkan lebih mencerminkan perang nasional (memiliki keterkaitan dengan Batavia) itu sendiri yang kebetulan TKP-nya dimulai di Depok. Pihak sekutu/NICA kemudian merespon proklamasi perang dari nasionalis dan Oemat Islam itu dengan maklumat perang. (baca isi maklumat perang sekutu: Keesings historisch archief: 14-10-1945).

Dengan demikian kerusuhan di Depok meski tampak sebagai yang bersifat lokal, tetapi dengan melihat horizon kejadian di berbagai tempat pada waktu yang berdekatan, kerusuhan di Depok adalah bagian dari perang kemerdekaan itu sendiri di area antara Batavia dan Buitenzorg. Berikut adalah tanggal-tanggal kejadian yang berdekatan (sejak pasukan sekutu Inggris merapat di pelabuhan Tandjong Priok tanggal 29 September 1945):

11 Oktober 1945: Kerusuhan di Depok yang didahului informasi pembicaraan di Singapoera tidak menguntungkan karena pasukan sekutu Inggris di Indonesia ternyata ingin masuk lebih jauh (ke pedalaman) untuk mendukung Kerajaan Belanda.
13 Oktober 1945: Kabinet Indonesia pertama terbentuk dengan Menteri Penerangan Amir Sjarifoeddin. Proklamasi perang dari (pemerintah) Indonesia (yang juga diikuti oemat Islam). Pasukan sekutu Inggris mendarat di Medan dan di Padang.
14 Oktober 1945: Komandan pasukan sekutu di Jawa mengumumkan proklamsi perang.
15 Oktober 1945: Pasukan sekutu Inggris menduduki Buitenzorg.
16 Oktober 1945: Pasukan Belanda/NICA mengambil kendali lapangan terbang Tjililitan.
17 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara pasukan Belanda dengan nasionalis di sekitar lapangan terbang Tjililitan.
18 Oktober 1945: Pasukan sekutu Inggris memasuki Bandoeng.
20 Oktober 1945: Pasukan sekutu Inggris mendarat di Semarang.
25 Oktober 1945: Pasukan sekutu Inggris mendarat di Soerabaja.

Perang Depok: Pendudukan Depok oleh Belanda

Revolusi sosial di Depok pada tanggal 11 Oktober 1945 bisa dikatakan sebagai awal dari perang mempertahankan kemerdekaan RI. Satu detasemen pasukan Inggris yang terdiri dari Gurkha yang membebaskan sandera di Depok mendapat perlawanan dari nasionalis yang sudah bergerilya di Depok. Perlawanan inilah yang disebut awal perang tersebut. Perang sesungguhnya di Depok baru pada tahap berikutnya terjadi.

Dalam berbagai tulisan disebutkan bahwa Margonda telah tertembak dalam perang yang berlangsung di Depok pada tanggal 16 November 1945 di area (sungai) Kalibata (sekitar Beji sekarang). Dalam pertempuran di Depok yang menyebabkan Margonda gugur tidak disebutkan dengan siapa berperang: apakah pasukan Sekutu/Inggris atau pasukan NICA/Belanda?

Depok adalah salah satu area pemusatan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Hal ini sehubungan dengan kedudukan pasukan Sekutu/Inggris yang kuat di Batavia, Buitenzorg, Bandoeng dan Cheribon. Area lainnya di Tjikampek dan Tangerang. Tiga area ini merupakan basis pertahanan Indonesia yang mengelilingi Batavia/Djakarta.

Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia. 21-11-1945 TKR di Tjikampek, Tangerang dan Depok Jawa Barat. Syarifoeddin Harahap menyatakan TKR di tiga wilayah ini lebih rapih (disiplin) jika dibandingkan di Jawa Timur

TKR yang terkonsentrasi di Depok bermarkas kembali di markas yang pernah ditempati sebelum pembebasan Depok oleh pasukan Inggris/Gurkha. Selama terkonsentrasinya TKR dan laskar di Depok tidak ditemukan indikasi pertempuran. Posisi markas ini sangat strategis karena dekat dengan stasion Depok. Meski demikian, moda transportasi keretaapi belum dioperasikan. Pasukan NICA/Belanda sendiri belum ada pergerakan ke Depok. Pasukan Belanda/NICA baru beberapa bulan kemudian bergerak dan menduduki Depok tepatnya pada tanggal 24 Maret 1946.

Amigoe di Curacao: weekblad voor de Curacaosche eilanden, 25-03-1946: ‘Pasukan Belanda dengan kekuatan satu batalion pada hari Minggu menduduki Depok di jalan dari Batavia ke Buitenzorg. Ada beberapa pertempuran dan seorang petugas terluka’. Limburgsch dagblad, 25-03-1946: ‘Depok di jalur kereta api dari Batavia ke Buitenzere, kemarin oleh pasukan Nederlandsch Indie diduduki’.

Het dagblad, 26-03-1946
Dalam pendudukan ini, surat kabar Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 25-03-1946 melaporkan lebih rinci. Pasukan KNIL pada hari Minggu pagi telah menduduki Depok. Pasukan itu satu batalion yang terbagi dua resimen infrantri. Resimen pertama melalu simpangan (jalan raya Bogor)  yang menaruh pasukan di area tersebut (Tjimanggis)  dan kemudian pasukan ditempatkan di sekitar jembatan di atas Tjiliwong untuk mengamankan jembatan dan juga menjadi satu-satunya lalu lintas kendaraan. Resimen ini didukung sejumlah kendaraan lapis baja. Pendudukan ini tanpa ada hambatan berarti. Sementara resimen kedua berangkat dari Kali Bata, Pasar Minggoe dan Lenteng Agoeng menuju Depok. Dalam hal ini pasukan KNIL terjauh berada di Depok (tentu saja di Buitenzorg/Bogor diduduki oleh pasukan Sekutu/Inggris). Pasukan disebar di sejumlah titik utama di Depok. Resimen ini menemui beberapa pertempuran dari pejuang perlawanan. Dalam pertempuran itu seorang perwira terluka. Sebuah markas sementara didirikan di rumah asisten wedana (kantor kecamatan Pancoran Mas yang sekarang). Selama ini markas ini tampaknya berfungsi sebagai markas besar TRI.

Sehari kemudian dilaporkan dalam pertempuran di Depok. Di pihak Belanda empat orang pasukan terluka dan dua orang petugas. Sedangkan di pihak nasionalis 10 orang tewas. Sejumlah orang ditahan untuk penyelidikan lebih lanjut. Sejumlah senjata dan amunisi ditangkap (Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 26-03-1946). Area pertempuran lalu kemudian bergeser ke selatan Depok (di Tjitajam). Area pertempuran ini berada di antara Depok dan Buitenzorg. Mengapa pasukan Belanda/NICA sangat berambisi membebaskan area antara Batavia dan Buitenzorg dengan penguatan markas di Depok tidak lain untuk merebut sentra pangan dan juga untuk menyatukan pertahanan Batavia dan Buitenzorg. Dalam bulan April 1946 kerap terjadi pertempuran dan korban tewas dan luka di pihak TKR dan laskar cukup banyak.Lalu kemudian penggunaan moda transportasi keretapi oleh pasukan Belanda/NICA di jalur Depok dilakukan. Peristiwa pertempuran pertama di kereta api baru terjadi pada tanggal 17 April 1946 (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-04-1946). Penyusupan oleih nasionalis TKR terus terjadi hingga bulan Juli (Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 12-07-1946). Pertempuran pada bulan Agustus terjadi di Paroeng dan Serpong (barat Depok) dan di Tjilengsi (timur Depok). Depok menjadi penanda navigasi perang. Mulai bulan Oktober setiap penumpang kereta api dilarang turun kecuali orang-orang yang tinggal di Depok. Setiap yang turun harus melapor (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 03-10-1946). 

Het dagblad..te Batavia, 22-02-1947
Lambat laun seluruh area antara Batavia dan Buitenzorg dapat dikuasai kembali oleh Belanda. Pada bulan Oktober 1946 pihak Belanda di satu sisi mulai melakukan inventarisas terhadap orang-orang Eropa/Belanda yang dibunuh, mencari dan memindahkan kuburuannya dan di sisi lain mulai melakukan penyelidikan terhadap peristiwa, menangkap orang-orang yang terlibat. Juga pada bulan ini para wartawan Indonesia dari pers republikan, yang tinggal di Batavia, melakukan perjalanan pada Sabtu pagi ke daerah-daerah sekitar Batavia, termasuk Depok yang telah ditenangkan dan sekarang di bawah pemerintahan Belanda. Kota Depok tampak sebagai kota mati (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 14-10-1946). Ini seakan menandai kilas balik kunjungan reporter ANP. Robert Kiek pada tanggal 15 Oktober 1945 ke Depok untuk memastikan terjadinya kerusuhan di Depok. Lalu kemudian di Depok diberitakan bahwa telah diadakan konferensi gereja (Trouw, 02-11-1946). Belanda kembali di Depok lalu disusul para warga Depok (Depokker). Sementara para pejuang nasionalis masih bergerilya melawan militer Belanda di berbagai tempat. Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 22-02-1947 mempublikasikan surat seorang Depokker yang kaumnya berada di Kamp Kedong Halang bahwa mereka telah diberitahu tanggal 23 Januari 1947 untuk segera meninggalkan kamp tersebut dan kembali ke Depok. Pada tanggal 7 Februari, warga Depok (Depokker) terakhir harus meninggalkan kamp.

Para Depokker dalam hal ini adalah korban revolusi, tetapi nasib mereka tertolong dua kali. Sementara para revolusioner yang awalnya berpartisipasi aktif baik dalam melawan pasukan Sekutu/Inggris maupun bertempur melawan pasukan NICA/Belanda, sebagian diantaranya tidak tahan. Setelah di sejumlah tempat telah dikuasasi oleh Belanda kembali dan menjadi wilayah yang tenang muncul keinginan untuk meletakkan senjata dan bergabung ke wilayah Belanda (area van Mook). Mereka ini di pihak Belanda dianggap orang-orang yang sadar, tetapi sebaliknya di pihak republiken yang tetap terus setia berjuang meski tinggal di hutan dan kekurangan pangan, menganggap golongan orang-orang tersebut adalah penghianat bangsa. Di Bandoeng, seorang komandan TRI (berinisial M) menyerah dan menghentikan perlawanan (lihat Algemeen Indisch dagblad, 26-03-1947). Tentu saja komandan ini tidak sendiri tetapi juga punya pasukan. Juga di Djogjakarta dilaporkan sebanyak 169 mantan perwira TNI telah membelot ke Belanda (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-01-1949). Para pembelot ini harus dibedakan dengan orang-orang Depokker. Juga para penghianat ini harus dibedakan dengan Margonda.

Tentara RI dan laskar mengungsi di Bandoeng (1946)
Sementara di Bandoeng pasukan Inggris terus mendapat perlawanan (Nieuwe courant, 26-03-1946). Pasukan Inggris yang tengah menyisir Bandoeng Selatan setelah sebelumnya terjadi pertempuran melawan nasionalis di area Bandoeng Oetara. Catatan: penyisiran ini menyusul setelah terjadinya pembakaran massal yang disebut Bandoeng Lautan Api pada tanggal 23 Maret 1946. Sebelum terjadinya pembakaran didahului oleh ultimatum pemimpin Inggris. Kolonel Abdul Haris Nasution (Panglima Siliwangi) meminta pemerintah RI untuk bernegoisasi untuk penundaan karena butuh waktu untuk pengosongan. Sambil menunggu PM Syahrir berdiplomasi di Batavia, Amir Sjarifoeddin Harahap (Menteri Pertahanan RI) datang dari Djogjakarta naik kereta ke Bandoeng untuk memonitor proses evakuasi. Oleh karena penundaan tidak dtespon Inggris, maka para laskar dan penduduk membakar Bandoeng Selatan sambil mengungsi. Para militer tidak berdaya untuk mengatasi amuk massa. Dalam pertempuran selama 14 hari di dalam kota Bandoeng ini sebanyak 100 orang nasionalis terbunuh atau terluka (Nieuwe courant, 26-03-1946).

Kolonel Abdul Haris Nasution
Untuk mengatur perlawanan di Bogor dan sekitarnya Kolonel Abdul Haris Nasution dibantu oleh Letkol Kawilarang. Wilayah pertahanan Kawilarang juga  meliputi Soekaboemi dan Tjiandjoer. Untuk wilayah Bogor dan sekitarnya dipimpin oleh Majoor Ibrahim Adjie. Untuk area antara Bogor dan Batavia yang berpusat di Tjitajam dipimpin oleh seorang kapten. Di area pertahanan inilah Letnan Margonda diduga tewas, tepatnya di Kali Bata, Bedji.

Dalam perkembangan lebih lanjut, pasca Agresi Militer I (pertengahan 1947), wilayah pertahanan Siliwangi semakin sempit (garis demarkasi van Mook), konsentrasi (kepadatan) pasukan semakin tinggi. Kolonel Abdul Haris Nasution merelokasi sebagian pemimpin militer ke Tapanoeli untuk memperkuat pertahanan jelang Agresi Militer II (akhir 1948). Letkol AE Kawilarang dan Majoor Ibrahim Adji berangkat ke Tapanoeli. Letkol AE Kawilarang memimpin di wilayah pertahaan Laboehan Batoe dan Tapanuli Selatan. Sedangkan Majoor Ibrahim Asdji memimpin di wilayah sub pertahanan Tapanuli Selatan yang bermarkas di Padang Sidempoean. Wilayah pertahanan Tapanuli Selatan adalah kampung halaman Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin Harahap dan Panglima Siliwangi Kolonel Abdul Haris Nasution. 

Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D
Dalam Agresi Militer II yang dimulai pada tanggal 19 Desember pasukan Belanda menduduki Djogjakarta (ibukota RI setelah terusir dari Batavia/Djakarta). Sejumlah pemimpin RI di Djogjakarta diculik dan ditingkap yang mana dalam daftar top list yang harus dibunuh adalah Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D, seorang lulusan doktor hukum summa cumlaude di Leiden yang menjadi penasehat hukum (internasional) Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Masdoelhak Nasution lalu digiring ke Pakem dan di tengah kebun jagung dilepas dan diburu dan lalu tertembak dan tewas ditempat. Dewan Keamanan PBB marah besar. Pimpinan organisasi bangsa-bangsa yang berkantor di New York meminta sebuah tim netral di Belanda untuk melakukan penyelidikan segera atas kematian Dr. Mr. Masdoelhak Nasoetion di Yogyakarta 21 Desember 1948. Reaksi cepat badan PBB ini untuk menanggapi berita yang beredar dan dilansir di London sebagaimana diberitakan De Heerenveensche koerier: onafhankelijk dagblad voor Midden-Zuid-Oost-Friesland en Noord-Overijssel, 01-02-1949. Koran ini mengutip pernyataan pers dari kepala kantor Republik Indonesia di London yang pernyataannya sebagai berikut: ‘sejumlah intelektual terkemuka di Indonesia, diantaranya Masdoelhak, seorang penasihat pemerintah dibunuh hingga tewas tanpa diadili’. Lalu Pemerintah Kerajaan Belanda segera bergegas dan melakukan penyelidikan dan diadili sesegera mungkin. Dari ruang pengadilan Masdoelhkan ini dilaporkan surat kabar De waarheid, 25-02-1949. Koran ‘De waarheid’ (waarheid=truth=‘kebenaran’) melihat kasus ini selama ini sengaja ditutup-tutupi. Awalnya resolusi Dewan Keamanan hanya menuntut Belanda bahwa semua tahanan politik harus dibebaskan, malahan membunuh dengan cara keji begini. Koran ini memberi judul beritanya sebagai metode teror fasis (Fascistische terreur-methoden). Desas-desus yang sebelumnya diterima Dewan Keamaman PBB yang membuat mereka marah dan meminta dilakukan penyelidikan secara tuntas akhirnya terungkap di pengadilan. Hasilnya penyelidikan yang diungkapkan oleh koran ‘kebenaran’ ini sebagai: pembunuhan keji para intelektual, pembunuhan secara pengecut dan penggunaan metode fasis.

Setelah para pemimpin Indonesia di Djogjakarta ditangkap, sebagian langsung dibunuh (termasuk top list Masdoelhak) dan sebagian diasingkan seperti Soekarno dan Mohammad Hatta. Sejak itu muncul Pemerintahan Darurat RI yang beribukota di Bukittinggi. Mengapa ibukota di pengungsian ini begitu kuat dan tidak bisa ditembus pasukan militer Belanda? Hanya dua jalur akses menuju Bukittinggi, selain dari Padang juga dari Sibolga. Pada wilayah pertahanan Sumatra Timur bagian selatan dan Tapanuli komando di bawah pimpinan Letkol AE Kawilarang dengan anak buah terbaiknya Majoor Ibrahim Adji (orang yang diduga menjadi komandan Letnan Margonda di Depok). Kenyataannya area pertahanan Padang Sidempoean tidak pernah ditaklukkan militer Belanda hingga tiba waktunya gencatan senjata (yang dilanjutkan konferensi KMB). Di Kota Padang Sidempoean juga terjadi aksi bumi hangus seperti di Bandoeng Selatan. Ibukota RI di Bukittinggi selamat. Kampung halaman Abdul Haris Nasution persis diantara Kota Padang Sidempoean dan Kota Bukittinggi di Kotanopan. Wilayah pertahanan satu-satunya di Indonesia yang bersih dari militer Belanda adalah kampung halaman Abdul Haris Nasution. Tidak salah Kolonel Abdul Haris Nasution mengirim teman dekatnya Letkol AE Kawilarang ke Tapanoeli. Terbukti Letkol AE Kawilarang dan Majoor Ibrahim Adji menunaikan tugasnya: selain mengamankan kampung halaman Abdul Haris Nasution juga melindungi ibukota RI di Bukittinggi tetap aman. Kolonel Abdul Haris Nasution, Letkol AE Kawilarang dan Majoor Ibrahim Adji adalah trio Siliwangi di Padang Sidempoean.

Satu hal pertanyaan yang masih tersisa adalah kapan Margonda gugur?  Jika Margonda dinyatakan tertembak dan tewas di Kali Bata, Depok pada tanggal 16 November 1945, faktanya tidak ada bukti atau indikasi yang mendukung. Di sekitar tanggal ini tidak ada pergerakan militer menggunakan moda transportasi kereta api. Pasukan Sekutu/Inggris hanya terbatas di lokasi-lokasi dimana terdapat militer Jepang (yang dilucuti) dan internir Eropa/Belanda yang dibebaskan. Area Depok bukan lokasi militer Jepang maupun tempat penahanan Eropa/Belanda. Area Depok hanya basis pertahanan TKR dan laskar untuk melakukan gerilya ke Batavia dan Buitenzorg. Sedangkan pasukan Belanda/NICA baru bergerak dan menduduki Depok pada bulan Maret 1946. Saat pendudukan Depok oleh pasukan Belanda/NICA baru terjadi sejumlah pertempuran. Di pihak TKR dan laskar cukup banyak yang tewas dan terluka. Lalu muncul pertanyaan, apakah Margonda gugur di Kalibata, Depok pada bulan Maret 1946?. Atau apakah Margonda gugur pada tanggal 16 November 1945 tetapi bukan lokasi kejadian di Depok?


Het dagblad (edisi pertama) 23-10-1945
Salah satu surat kabar yang melaporkan hari demi hari di Batavia dan sekitarnya (termasuk Buitenzorg) adalah Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia. Surat kabar ini terbit di Batavia yang dimulai pada edisi tanggal 23-10-1945. Tentu saja kerusuhan di Depok yang terjadi pada tanggal 11 Oktober sudah berada jauh di belakang sebelum edisi pertama ini terbit. Kejadi tanggal 11 Oktober di Depok diperoleh dari surat kabar yang terbit di Belanda. Nah, untuk kejadian pertempuran di Kali Bata Depok yang disebutkan bahwa Margonda tewas tertembak tanggal 16 November, surat kabar ini tentu saja sudah terbit. Saya coba telusuri halaman demi halaman edisi pertama (23 Oktober), 24 25. 26 dan 27 Oktober. Lalu menelusuri edisi 29 Oktober, 30, 31 Oktober. 1 November, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Tidak ada edisi tanggal 11 November. Kemudian edisi 12 November, 13 dan 14. Tidak ada edisi tanggal 15. Selanjutnya edisi 16 November dan 17. Tidak ada edisi 18. Terakhir edisi 19 November hingga 24. Hasilnya nihil: tidak ditemukan ada pertempuran di Kali Bata Depok. Jika pun harus menyasar di tempat lain, yang paling dekat adalah berita edisi tanggal 14 November.

Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 14-11-1945: ‘Mengenai peristiwa militer di sekitar Batavia, kami menjelaskan hal berikut dari pihak resmi: Pada tanggal 12 November sejumlah tersangka ditangkap di daerah Pasarminggoe; senjata ditemukan pada mereka. Beberapa dari mereka mencoba melarikan diri dan karenanya digulingkan (ditembak). Para ekstrimis (nasionalis) menyerbu larut malam kemarin di Polonia bivak dan melemparkan granat tangan, di sisi kami ada seorang lelaki yang luka ringan. Tentara (Belanda) yang terluka parah yang disebutkan dalam ikhtisar sebelumnya telah meninggal’.

Dengan demikian, sejauh penelusuran yang dilakukan peristiwa pertempuran di Kali Bata Depok belum ditemukan. Dalam hal ini, tentu saja perlu dilakukan pada sumber lain. Akan ditambahkan dalam paragraf ini jika sudah ditemukan. Catatan: Pasukan Belanda baru mulai aktif (beroperasi) pada tanggal 12 November 1945.

Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 12-11-1945: ‘Mengenai situasi umum di sekitar Batavia, kami menerima ikhtisar resmi berikut pagi ini: Ketika pasukan Belanda diizinkan, maka area yang menjadi tersedia, oleh pihak berwenang Inggris menunjuk area-area sebagai berikut di Batavia. Pasukan kami sekarang menduduki: 1. Kantor Politik di Lapangan Kebajoran; 2. Pabrik sepatu Bata di Doeren Kalibata (dekat stasion jalur kereta api Manggarai-Buitenzörg); 3. Lapangan Polisi di Tjililitan; 4. Rumah desa Pondok Gede (dekat Tjtlilitan); 5. Tuindorp Polonia, sebuah desa vila di selatan Meester Cornelis, yang sekarang telah 'ditetapkan sebagai tempat peristirahatan bagi personel militer kami dalam mengamankan area-area yang disebutkan di atas. Kamp-kamp dan bivak ini berulang kali diserang oleh kelompok-kelompok ekstremis sejak pendudukan kami. Kebajoran dan Pondok Gede kejadiannya paling banyak’.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

3 komentar:

  1. Pak, selain Margonda dan Tole Iskandar, ada nama satu pahlawan lokal Depok yaitu Muchtar. Apa Bapak tahu tentang sejarah beliau ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sejauh ini belum. Jika ada data nama kedua tokoh ini akan dibuat dalam satu artikel. Terimakasih

      Hapus
  2. Diceritakan dari ibu bahwa bapaknya bernama muhtar bin kenang tinggal di depok tepatnya di sekitar PLN Depok 2 (bekas rumahnya adalah masjid saat ini di jalan Giring Giring Raya. Pa Muhtar bin Kenang menurut ceritanya adalah seorang tentara belanda yg reaign dan berganti peran menjadi guru dan kepala sekolah Di cipayung (sekarang SDN Cipayung) juga sempat menjabat sebagai kepala Desa/Lurah di Cikumpa.

    Mungkin admin punya literaturnya? Jadi saya bisa kembali terang silsilah keluarga saya. Terima kasih sebelumnya

    BalasHapus