Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini
Ambarawa, pada masa ini adalah sebuah kota kecil di pegunungan yang nasuk wilayah Kabupaten Semarang. Pada masa lampau, sejak era VOC Ambarawa sebagai nama tempat sudah teridentifikasi sebagai persimpangan jalan. Secara perlahan, Ambarawa menjadi tempat penting pada era Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini terutama karena Ambarawa telah menjadi pusat transaksi yang penting dalam transaksi ‘booming’ kopi. Ambarawa tidak hanya semakin aman dengan diperkuatnya benteng (dengan nama baru Fort Willem I) juga semakin ramai dengan dibukanya moda transportasi kereta api ruas Kedong Djati-Ambarawa.
Ambarawa, pada masa ini adalah sebuah kota kecil di pegunungan yang nasuk wilayah Kabupaten Semarang. Pada masa lampau, sejak era VOC Ambarawa sebagai nama tempat sudah teridentifikasi sebagai persimpangan jalan. Secara perlahan, Ambarawa menjadi tempat penting pada era Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini terutama karena Ambarawa telah menjadi pusat transaksi yang penting dalam transaksi ‘booming’ kopi. Ambarawa tidak hanya semakin aman dengan diperkuatnya benteng (dengan nama baru Fort Willem I) juga semakin ramai dengan dibukanya moda transportasi kereta api ruas Kedong Djati-Ambarawa.
Stasion Fort Willem I (1890) |
Stasion kereta api Ambarawa selesai dibangun dan
diresmikan pada tanggal 21 Mei 1873 bersamaan dengan selesainya pembangunan rel
kereta api ruas Kedong Djati-Ambarawa. Sejak itu, kota Ambarawa tidak ada
matinya. Kota yang sangat hidup karena tiga hal: pertahanan (benteng Fort
Willem I); perdagangan ekspor (gudang kopi) dan pariwisata (semakin banyaknya wisatawan
terutama dari kota Semarang yang datang).
Jalur Kereta Api Ambarawa-Magelang
Tanaman kopi sudah sejak lama diintroduksi di Semarang.
Pada tahun 1714 Bupati Semarang memiliki kebun kopi di area pekarangannya yang
luas di sisi barat sungai Semarang. Introduksi kopi di Semarang ini relatif
bersamaan waktunya dengan di Batavia. Lalu dalam perkembangannya lahan-lahan
kopi menyebar ke area yang lebih tinggi di Buitenzorg dan Ambarawa. Sebelum
berakhirnya VOC, produksi kopi di dua wilayah ini sudah tinggi dan mengalir ke
pelabuhan-pelabuhan di Batavia dan Semarang.
Peta 1724 |
Produksi yang terus meningkat di wilayah Vorstenlanden
(Soerakarta dan Djogjakarta) menimbulkan kesulitan bagi pengusaha-pengusaha
Eropa/Belanda untuk mengalirkannya ke pelabuhan di Semarang dan Soerabaja. Moda
transportasi darat ke Semarang dengan pedati dan koeli tidak memadai lagi
karena mengalami kesulitan di musim hujan serta moda transportasi sungai ke
Soerabaja dengan menggunakan kapal/perahu juga tidak memadai lagi karena
mengalami kesulitan di musim kemarau. Keluhan dari pengusaha-pengusaha inilah
yang kemudian menimbulkan ide pembangunan moda transportasi massal (kereta
api). Jalur kereta api pertama dapat terealisasi
antara Semarang-Kedong Djati dan antara Kedong Djati-Ambarawa.
Peta Ambarawa 1910 |
Hotel de Ark di Bandoengan (1912) |
Ambarawa-Magelang (Peta 1902) |
Rel khuisus (bergerigi) di Ambarawa (1900) |
Perekonomian yang terus berdenyut di Ambarawa, denyutnya
semakin kencang setelah pemerintah menyetujui pembangunan rel kereta api ruas
Ambarawa-Magelang. Pemerintah mengambil risiko itu (biaya bangun rel yang
mahal), itu semata-mata karena oportuniti yang akan diperoleh jauh lebih besar
(arus perdagangan). Hal serupa ini juga telah berjalan sukses di Sumatra’s
Westkust dalam pembangunan rel keret api dan eksploitasi tambang batubara Ombilin di
Sawahlunto. Idem dito dengan di wilayah perkebunan antara Ambarawa dan
Magelang. Ruas antara Ambarawa-Magelang ini pada dasarnya tinggal sedikit lagi.
Hal ini karena jalur kereta api Magelang-Scang sudah beroperasi dan
Ambarawa-Djamboe.
Setelah Semarang ke Vortenlanden terhubung dengan moda transportasi kereta
api NIS mulai melakukan investasi besar-besaran. Pertama mengoperasikan jalur
kereta api pegunungan ruas Amabarawa-Magelang. Kedua, untuk mengantisipasi
volume perdagangan yang besar, NIS mulai memikirkan pembangunan kantor baru
yang representatif. Kantor inilah yang kemudian menjadi Hoofdkantor van de
Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij te Semarang. Situs gedung ini kini
dikenal sebagai Lawang Sewu.
Pariwisata Ambarawa Masa Kini
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan
artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya
yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar