*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
Ada dua tokoh yang kerap disebut pendekar di Batavia. Namanya Si Pitoeng dan Si Djampang. Pada masa ini Si Pitung disebut berasal dari Rawabelong, padahal Si Pitoeng berasal dari Soekaboemi. Juga pada masa ini disebut Si Djampang berasal dari Sukabumi, padahal Si Djampang berasal dari Djampang. Judul di atas sepintas tampak membingungkan. Tapi cara berpikirlah yang membuat kita bingung.
Ada dua tokoh yang kerap disebut pendekar di Batavia. Namanya Si Pitoeng dan Si Djampang. Pada masa ini Si Pitung disebut berasal dari Rawabelong, padahal Si Pitoeng berasal dari Soekaboemi. Juga pada masa ini disebut Si Djampang berasal dari Sukabumi, padahal Si Djampang berasal dari Djampang. Judul di atas sepintas tampak membingungkan. Tapi cara berpikirlah yang membuat kita bingung.
Si Pitung dan Si Jampang (sketsa, sumber internet) |
Lantas dari mana asal sebenarnya Si
Jampang dan Si Pitung? Itulah pertanyaan intinya. Untuk mengurangi
kesalahpahaman kita tentang asal-usul
dua tokoh di Tanah Betawi (Batavia) ini ada baiknya kita menelusuri kembali
sumber-sumber tempo doeloe. Semoga penelusuran ini berhasil menjelaskan
kebingungan yang ada.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Si Pitung dari Soekaboemi, Batavia
Pada
tahun 1931 satu film diproduksi dengan judul Si Pitoeng dan diputar di bioskop
(lihat De Indische courant, 29-06-1931). Film ini sejatinya mengangkat kisah
nyata Si Pitoeng, namun karena diangkat ke layar putih, ceritanya diperkaya
dengan unsur herois dan unsur keadilan. Oleh karena namanya sebuah film, film
yang berbasis true-story yang ingin lebih menghibur penonton bergeser menjadi
fiction. Dari film inilah diduga menjadi sebab persepsi tentang kisah nyata si
Pitung mulai bergeser seperti yang diceritakan pada masa ini.
Film pertama tentang Si Pitung yang diproduksi
pada tahun 1931 kini telah berusia 88 tahun yang lalu. Sementara saat film Si
Pitung itu sendiri dibuat pada tahun 1931 kejadiannya sudah berlalu 39 tahun
sebelumnya. Kasus Si Pitung benar-benar terjadi pada tahun 1892. Dalam film itu
ceritanya telah bergeser dari fakta yang sebenarnya (fact menjadi fiction).
Lalu sejak film itu ditonton khalayak umum hingga sekarang persepsi tentang Si
Pitung telah bergeser lagi. Adakalanya disebut leganda yang diceritakan turun
temurun.
Berita
tentang Si Pitoeng kali pertama muncul pada tahun 1892. Surat kabar Bataviaasch
nieuwsblad, 08-08-1892 memberitakan bahwa kemarin penduduk pribumi ditangkap
karena pencurian, Salikoen alias Pitoeng dari Soekaboemie dan Saidie serta Tong.
Berita ini juga dilaporkan oleh surat kabar Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 08-08-1892. Salinan berita itu adalah
sebagai berikut:
Bataviaasch nieuwsblad, 08-08-1892 |
Surat
kabar Bataviaasch nieuwsblad, 09-08-1892 memberitakan bahwa Pitoeng dapat
ditangkap karena
dia jatuh ke jerat. Asisten Residen di sini memerintahkan seorang mata-mata
untuk membujuk Pitoeng agar membayar denda karena memiliki senjata api yang
dimilikinya tanpa lisensi di kantor jaksa utama dan mereka ditangkap disana.
Selanjutnya, enam orang dari Meester Cornelis telah mengakui Pitoeng sebagai
pemimpin perampokan di rumah Hadji Sapaoedin di Meroenda. Pitoeng juga mengakui
pistol yang dimiliki berasal dari pencurian yang dilakukan di rumah Mr. F di
land Grogol.
Kepada mata-mata yang ditugaskan untuk menjerat
Pitoeng telah diberi hadiah sebesar f100 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-08-1892). Sidang terhadap kasus
Pitoeng segera dilakukan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-11-1892). Disebutkan
bahwa pengadilan (landraad) telah mendakwa Pitoeng karena melakukan pencurian
di rumah Ny DC berupa barang-barang senilai f188. Pengadilan ini seharusnya
diadakan kemarin harus ditunda hingga saat ini karena saksi-saksi Ussin,
Ketjiel dan Resam tidak hadir di persidangan. Selanjutnya dalam persidangan
kasus Pitoeng yang dilakukan di pengadilan di Bekasi mereka yang merampok lebih
dari dua orang diancam dengan hukuman mati (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-12-1892).
Disebutkan mereka yang merampok di malam hari dengan menggunakan senjata tersebut
adalah Drachman, Moedjeran, Salihoen alias Pitoeng, Merais, Gering dan Djii
karena merampok di rumah Hadji Sapioedin di Meroenda.
Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-04-1893
memberitakan bahwa dua dari enam pembunu yang dihukum mati, hari ini melarikan
diri dari penjara di Meester Cornelis. Nama mereka adalah Pitoeng dan Djiie dan
mereka telah melakukan pembunuhan di Bekasi dengan empat orang lainnya.
Sejumlah uang f300 telah dijanjikan untuk yang mendapatkan mereka.
Dalam pemberitaan esoknya diketahui bahwa Djii diketahui
di Depok tadi malam (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-04-1893). Disebutkan Pitoeng
mungkin telah disembunyikan di kampung Soekaboemi (Kebajoran) karena memiliki
banyak kerabat yang kaya sementara tidak dilakukan untuk Dji-ie yang berasal
dari kampung yang sama karena dianggap seorang pemabuk. Sel tempat Pitung
dipenjara berada di dekat gerbang depan penjara; pembukaan yang dibuatnya dekat
dengan pintu. Kami sudah mengumumkan kemarin bagaimana mereka lolos. Dari
dinding mereka melompat dan menyeberang kali dengan berenang. Itu bukan upaya
pertama Pitoeng untuk melarikan diri. Ketika dia pertama kali melakukannya lima
atau enam minggu yang lalu, dia ditangkap; seorang putra sipir menemukannya dan
segera memngabari ayahnya. Ada desas-desus bahwa pelarian Pitoeng dibantu
teman-temanya dengan menyuap staf penjara. Dalam beberapa hari kemudian telah
ditahan sebanyak 64 orang karena dituduh telah ikut membantu pelepasan Pitoeng dan Djii dari sel mereka (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 26-04-1893).
Sehubungan belum ditemukannya Pitoeng telah dinaikkan harga dari f300 menjadi
f400 kepada siapa yang berhasil menangkapnya (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-04-1893).
Beberapa
waktu kemudian Pitoeng diketahui berada di Kebajoran (lihat Bataviaasch
handelsblad, 16-05-1893). Disebutkan Pitoeng hari ini ada yang melihatnya sedang
mandi di sungai dan memberitahunya ke petugas. Lalu si petugas memanggis untuk menyerahkan,
tetapi Pitoeng menjawab akan bersedia menyerah segera setelah berpakaian. Petugas
polisi itu menunggu di sisi kali, tetapi ketika dia siap dengan itu dan penjaga
itu ingin meraihnya, Pitung mengambil pistol dengan mana dia berbalik mengancam
akan menembak penjaga jika dia menyentuhnya. Dengan todongan senjata api petugas
itu diminta kabur dan kesempatan itu digunakan Pitoeng untuk melarikan diri
(dengan membawa pistol itu).
Tiga hari kemudian Pitoeng diberitakan melakukan
aksinya (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-05-1893). Disebutkan di Rawah
Lindoeng, Tanah Uludjani (Kebajoran). sehari sebelum kemarin, sekitar jam 7
pagi, Pitoeng pergi untuk merampok warga Djeran Latip di kampung itu. Latif sadar,
ketika seseorang mengetuk pintu, membukanya, dan segera dia melihat Pitung di
depannya, lalu mengelak yang mana Pitoeng kemudian melepaskan enam tembakan ke
arah lawannya tanpa mengenainya, yang mana stok pelurunya habis. Kemudian
keduanya terlibat perkelahian yang masing-masing dipersenjatai dengan senjata
tajam sehingga Pitung terluka dan melarikan diri. Keesokan harinya Bataviaasch
handelsblad, 20-05-1893 memberitakan seorang tukang ayam melihat Pitoeng berada
di Grogol di dekat penggilingan tebu. Dalam perkembangannya diketahui empat
rekan Pitoeng dipenjara telah diberi pengampunan (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
13-06-1893).
Singkat cerita akhirnya Pitoeng dapat dilumpuhkan
dengan tiga tembakan (lihat Bataviaasch handelsblad,
16-10-1893). Pitoeng tewas tertembak. Penembaknya adalah Schout Tanah Abang
Hinne. Sementara itu Djii juga berhasil ditangkap dan akan dihukum selama 20
tahun kerja paksa. Jelas dalam berita-berita tersebut bahwa Si Pitoeng hanyalah
suatu kasus biasa yang sangat berbeda dengan yang diceritakan pada masa ini.
Pembuatan film Si Pitoeng pada tahun 1931 diduga juga telah membelokka persepsi
masyarakat tentang Si Pitoeng.
Si Djampang dari Soekaboemi?
Fakta tentang Si Pitung tidak sepenuhnya seperti
yang diceritakan. Kulitnya lebih tebal dari isinya. Fact seakan menjadi
fiction. Fakta Si Pitung adalah satu hal, fiksi Si Pitung adalah hal lain. Lalu,
apakah Si Jampang adalah fakta seperti kisah nyata Si Pitung? Atau apakah kisah
Si Jampang hanya fiksi belaka?
Kisah Si Pitoeng terjadi pada tahun 1892-1893. Pertanyaannya kapan kisah
Si Djampang terjadi? Sangat sulit menemukan di internet kapan kasus Si Djampang
terjadi. Dalam website jakarta.go.id (Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta)
terdapat kisah Si Jampang, tetapi kapan kisah itu terjadi tidak disebutkan. Oleh
karenanya, kisah Si Jampang yang ada di jakarta.go.id hanyalah fiksi, tidak
dapat dikategorikan sejarah Si Jampang.
Sesungguhnya kisah-kisah seperti Si Pitung banyak
terjadi di era kolonial Belanda. Pelakunya sangat banyak dan bahkan ada beberapa
pelaku yang lebih heboh dari Si Pitung. Hanya saja mereka itu tidak ada yang
tercatat sebagai nama Si Jampang. Jika Si Pitung nama yang sebenarnya Salihoen,
lalu Si Jampang siapa nama aslinya?
Okelah,
jika tidak ada seseorang yang disebut Si Jampang, lantas apakah ada judul buku,
judul roman, judul novel atau judul cerpen yang menggunakan nama Si Jampang?
Ternyata Nihil. Lantas apakah ada sepotong berita di surat kabar yang mengutip
nama Si Jampang apa pun itu, ternyata juga nihil. Jika ada sebutan nama Si
Pitung masa ini, itu juga nama masa lampau, tetapi nama Si Jampang diduga hanya
nama masa kini karena tidak ditemukan pada masa lampau (masa era kolonial
Belanda).
Oleh karena itu, untuk sementara lupakan nama Si
Jampang. Mari kita coba identifikasi pelaku-pelaku kejahatan masa era kolonial
yang mirip dengan Si Pitung atau yang mirip Si Jampang yang diceritakan masa
ini. Satu yang penting diantara nama-nama pelaku kejahatan pada masa era
kolonial Belanda adalah Asbo.
Het nieuws van den dag voor NI, 27-04-1926 |
Kisah Si Asbo ini terjadi setelah 30 tahun kisah
Si Pitung. Dari sejumlah penjahat terkenal yang dihubungkan dengan Soekaboemi
adalah Si Asbo. Namun dalam berita ini Si Asbo hanya disebut berasal dari Pasir
Moentjang. Disebutkan bahwa Si Asbo pernah melarikan dari penjara Tjipinang.
Pada
era Si Pitung (1890an) penjara hanya terdapat di pusat pemerintahan seperti di
Meester Cornelis (kini Jatinegara) di Bekasi dan di Tangerang serta di Kota.
Dalam perkembangan, setelah penjara Kota dibangun penjara yang lebih besar di
Tjipinang dan di Struiswijk (Salemba). Si Pitung pernah dibui di Meester Cornelis
dan Bekasi, sedangkan di Si Asbo dibui di penjara Tjipinang. Memang ada penjara
di Buitenzorg, tetapi mengapa Si Asbo dibui di Tjipinang itu menandakan Si Asbo
adalah penjahat yang sangat berbahaya.
Nama Si Asbo lenyap kembali. Si Asbo tengah
menjalani masa tahanan di penjara. Tidak diketahui berapa lama ditahan Si Asbo.
Juga tidak diketahui di penjara mana Si Asbo menjalani masa tahanan. Setelah
dua tahun kemudian, kembali muncul nama Si Asbo (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-10-1928).
Disebutkan Si Asbon belum lama ini melarikan diri dari penjara Tjipinang dan
melakukan pembacokan kepada dua aparat..
Koresponden
di Sukabumi menulis: ‘Seperti yang kami sebutkan secara singkat, sebuah drama
telah terjadi di Tjiawi dekat Buitenzorg pada malam tanggal 19 hingga 20, dimana
polisi mantri Tjikreteg dan lurah Tjiherang menjadi korban. Dalam hal ini, kami
memnghimpun hal-hal berikut: Si Asbo, seorang bandit terkenal di pinggiran
Buitenzorg, yang telah bersalah atas berbagai kejahatan, yang terakhir berusaha
membunuh loerah Tjitoegoeh, baru-baru ini melarikan diri dari penjara
Tjipinang. Dikhawatirkan dia akan kembali ke ladang lamanya dan polisi
memerintahkan untuk sangat waspada. Polisi mantrie Tjikreteg mengetahui dari
pesan mata-mata bahwa Asbo bersembunyi di retretnya. Dengan loerah dari
Tjiherang, ia pergi ke rumah yang ditunjuk dan mengira penjahat itu mudah untuk
menyerah. Dia ternyata keliru, karena Si Asbo mengeluarkan revolvernya dan
sebelum mantrie dapat menggunakan senjatanya sendiri, dia sudah dipukul di bahu
kanan dengan tembakan penyamakan. Rasa sakit itu kemudian menjatuhkan revolver
mantrie. Lurah yang pergi bersamanya ingin membantu pemimpinnya dan mencoba
memegang senjata api dengan tangan kirinya, sementara dengan revolvernya di
kanan dia mengira dia mengendalikan si penjahat. Tetapi Asbo melukai loerah di
pergelangan tangan kiri, sehingga dia juga harus menjatuhkan senjatanya.
Penjahat Asbo memanfaatkan ini untuk dengan cepat mengambil senjata api mantrie
dan melanjutkannya dengan menembak lurah lagi dan kemudian melarikan diri.
Kedua korban diangkut ke rumah sakit Buitenzorg. Karena Asbo diduga tetap
berada di daerah itu. Ada laporan bahwa Si Asbo berada di Genteng, polisi
sekarang dengan segera mencari Si Asbo.
Bagaimana Si Asbo menantang dan melumpuhkan dua
petugas mirip yang pernah dilakukan Si Pitung pada tahun 1893. Si Pitung dapat
memperdayai satu petugas dengan sedikit tipu muslihat sebelum merampas pistol
si petugas, tetapi Si Asbo dengan kecapatan dan sangat tangkas melumpuhkan dua
petugas sekaligus. Masing-masing revolver yang dimiliki petugas dapat
dijatuhkan Si Asbo dan mengambilnya sebelum kabur.
Beberapa
hari kemudian dilaporkan Si Asbo berada di perbatasan Batavia di sekitar Pasar Rebo
dan Pasar Minggoe (lihat De Sumatra post, 01-11-1928).
Dalam berita ini juga disebutkan bahwa situasi keamanan di Buitenzorg dan
selatan Batavia menjadi sangat mengkhawatirkan karena tidak hanya Si Asbo yang
masih berkeliaran, juga dilaporkan keberadaan penjahat Ma’at yang melarikan
diri dari penjara Sawah Loento. Disebutkan penjahat terkenal Si Ma’at
sebelumnya dijatuhi hukumam 15 tahun karena berbagai kasus perampokan dan
penganiayaan lalu dikirim sebagai kerja paksa ke Sumatra. Si Ma’at berhasil
melarikan diri dari penjara Sawah Loento dan kini setelah melakukan perjalanan petualangan
dari Sumatra sudah berada di sini.
Sangat beralasan kekhawatiran polisi di
Buitenzorg tentang keamanan yang terus mengancam. Dua penjahat kelas kakak
sedang berkeliaran bebas, Si Asbo dan Si Ma’at. Kekhawatiran itu menjadi
kenyataan. Surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21-11-1928
melaporkan bahwa dalam beberapa hari terakhir ini telah terjadi lima kasus
perampokan yang mana empat kasus sukses dilakukan penjahat termasuk kasus yang
menimpa satu keluarga Eropa. Satu penjahat telah berhasil diringkus. Sementara
itu penjahat terkenal, Si Asbo masih belum bisa dilacak. Diduga ia telah
memindahkan wilayah operasinya. Premi yang cukup besar telah ditetapkan untuk
penangkapannya. Dalam berita berikutnya diketahui bahwa geng Si Asbo juga
(pernah) ada di Djampang Koelon.
Bataviaasch
nieuwsblad, 12-04-1930: ‘Kami mendapat pesan dari Sukabumi: Polisi lapangan
menangkap penjahat kemarin di Rodjong Toegoe. Disebutkan perampok ini adalah
penjahat lama Si Adoeng, teman dan mantan anak buah perampok Si Asbo. Dapat
kami tambahkan baha beberapa waktu lalu kami melaporkan bahwa polisi lapangan
di Bekassi telah berhasil menangkap salah satu dari para penyelundup yang masih
buron di Sukabumi, Bapa Are. Yang lainnya masing-masing telah dihukum oleh Landraad
Soekaboemi selama tujuh tahun penjara. Satu-satunya perampok tersebut yang
masih bebas dari komplotan itu adalah Bapa Alam, juga belakangan ini ditangkap
oleh polisi lapangan di Bekassi di Kampoeng Kebantenan dan telah dikirim ke
Sukabumi untuk menunggu hukumannya. Bapa Alam ini adalah seseorang yang telah
dipenjara selama beberapa waktu karena keterlibatannya dalam upaya perampokan pada
tahun 1926’. Beberapa hari kemudian Bataviaasch nieuwsblad, 15-04-1930 memberitakan bahwa berdasarkan telegram
yang diterima hari Sabtu untuk melengkapi berita tanggal 12 kami juga dapat
menyatakan bahwa pasukan polisi Soekabumi yang lain juga menangkap anggota geng
Si Asbo lainnya di Waroeng Kiara di Djampang Koelon, sehingga tiga anggota geng
saat ini ditahan. Orang-orang ini sudah dikonfrontir dengan teman mereka Kosim,
yang ditangkap beberapa bulan yang lalu’.
Jika membandingkan Si Pitung dan Si Asbo tampaknya
kurang lebih mirip. Namun ada perbedaan dalam hal menghadapai (lawan) pertugas.
Si Asbo terkesan sangat percaya diri dan tangkas. Seperti halnya Si Pitung
(yang beroperasi di Batavia dan Bekasi), Si Asbo (yang beroperasi di selatan
Batavia hingga Soekaboemi juga memiliki geng sendiri. Geng Si Asbo bahkan
diketahui ada di Djampang (Koelon) di wilayah Soekaboemi. Lantas apakah Si Asbo
ini yang kemudian diceritakan sebagai Si Jampang? Tapi bukankah Si Asbo disebut
berasal dari Pasir Moentjang. Lalu apakah masih ada sosok lain yang disebut Si
Jampang?
Sesungguhnya
masih banyak penjahat-penjahat kelas kakap di seputar Batavia. Beberapa yang
terkenal sekitar tahun 1937-1939, paling tidak harus menyebut nama Si Tengel.
Kelompok Si Tengel memliki julukan dari masyarakat sangat menyeramkan sebagai
geng si pembunuh. Geng ini beroperasi di sekitar Buitenzorg dan kerap
dilaporkan berada di sekitar Tjikeas. Si Tengel dikenal sebagai pemimpin rampok
yang cerdas dan brutal, yang selama bertahun-tahun berhasil lolos dari
pengejaran polisi. Satu kebiasaan Si Tengel adalah sangat menyukai tarian
tradisional dan dia adalah pengagum berat para penari ronggeng. Mengetahui
kebiaaan di Tengel ini, polisi menyelidiki Si Tengel dengan seksama kepada
semua pihak yang mengetahuinya. Dan akhirnya antusiasmenya (terhadap ronggeng)
menjadi fatal baginya. Pada sebuah acara ronggeng di desa Tjikeas yang
dikenalnya sejak lama, Si Tengel jatuh ke dalam perangkap dan digelandang oleh
polisi’. Tamat Si Tengel. Satu geng lagi yang setara dengan geng Si Tengel
adalah trio pemimpin Si Lias, Si Komin dan Si Kodel. Tiga orang pemimpin geng ini
kemudian pecah kongsi dan membentuk dua geng yang terpisah.
Nama Si Asbo cukup lama terdengar di dunia
kriminal. Paling tidak namanya sudah terberitakan tahun 1926 dan hingga tahun
1930 nama Si Asbo masih bebas berkeliaran. Seperti dikutip di atas bahwa pada
tahun 1931 nama Si Pitung difimkan. Kisah Si Pitung sekitar 1892-1893 diangkat
ke layar putih dengan sosok penjahat yang bubuhi bumbu-bumbu hiburan. Film Si
Pitung ini sangat disukai penonton (boleh jadi karena adanya bumbu penyedap
sebagai hibuiran).Kisah nyata Si Pitung demi kebutuhan komersil, si sutradara diduga
kuat telah mencermari kisah yang sebenarnya tentang Si Pitung. Lantas apakah
saat film Si Pitung diproduksi dan beredar di bioskop-bioskop nama Si Asbo muncul ke permukaan sebagai penjahat terkenal yang
ditakuti dan masih bebas berkeliaran. Apakah dalam situasi ini para pengarang
hiburan telah mengkreasi nama Si Jampang sebagai kompetitor Si Pitung?
Entahlah. Yang jelas nama Si Jampang tidak ada ditemukan dalam pemberitaan
sejaman (hingga berakhirnya era kolonial Belanda).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar