*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam sejarah kota-kota adalah kehadiran media umum, surat kabar atau majalah. Keberadaan surat kabar atau majalah dapat dijadikan suatu indikasi apakah suatu kota sudah bersifat kosmopolitan. Syarat perlu munculnya media di suatu kota paling tidak karena adanya penerbit dan pembaca. Syarat cukupnya adalah para pembaca dari waktu ke waktu semakin meluas dan intensitas iklan meningkat (agar bisa bertahan dan berkesinambungan).
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam sejarah kota-kota adalah kehadiran media umum, surat kabar atau majalah. Keberadaan surat kabar atau majalah dapat dijadikan suatu indikasi apakah suatu kota sudah bersifat kosmopolitan. Syarat perlu munculnya media di suatu kota paling tidak karena adanya penerbit dan pembaca. Syarat cukupnya adalah para pembaca dari waktu ke waktu semakin meluas dan intensitas iklan meningkat (agar bisa bertahan dan berkesinambungan).
De locomotief, 24-01-1901 |
Sehubungan
dengan perkembangan awal pers di Hindia Belanda (baca: Indonesia) di masa
lampau, apakah kota Soekaboemi juga
mengikuti tren kosmopolitan tersebut? Surat kabar atau majalah apa yang pertama
dan sejak kapan bermula? Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan perhatian kita
untuk menelusuri sumber-sumber tempo doeloe. Mari kita lacak!
Poestaha Depok 12 November 2019 |
Soekaboemische Snelpersdrukkerij
Pada
tahun 1899 di Soekaboemi sudah diketahui keberadaan Soekaboemische
snelpersdrukkerij (lihat De Preanger-bode, 25-11-1899). Dari namanya
menunjukkan penerbitan dan percetakan. Soekaboemische snelpersdrukkerij
diketahui telah memberi kontribusi yang sangat berarti di Soekaboemi dalam hal barang
cetakan yang dibutuhkan pemerintah, swasta maupun masyarakat. Tidak diketahui
siapa pemilik Soekaboemische snelpersdrukkerij.
Penerbit dan percetakan (snelpersdrukkerij)
terdapat di sejumlah tempat. Di Kota Padang sejak 1900 sudah didirikan
Insulinde snelpersdrukkerij yang dimiliki oleh Dja Endar Moeda. Ini berawal
dari tahun 1895 ketika Dja Endar Moeda pensiun dari guru pemerintah dan mendirikan
sekolah swasta di Padang. Dja Endar Moeda selain kepala sekolah, Dja Endar
Moeda juga menulis buku pelajaran sekolah dan buku umum termasuk menulis roman
(noval). Pada tahun 1897 sebuah romannya ditawarkan kepada penerbit dan percetakan
Winkeltmaatschappij (sebelumnya Paul Baiimer & Co). Penerbit menerima roman
tersebut (lihat Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 25-10-1897). Akan tetapi
juga (sebaliknya) Dja Endar Moeda ditawarkan untuk menjadi editor surat kabar
berbahasa Melayu, Pertja Barat. Ini ibarat pucuk dicinta ulam tiba. Pada tahun
1900 Dja Endar Moeda diketahui telah mengakuisi penerbit dan percetakan tersebut
beserta surat kabar Pertja Barat. Pada tahun itu juga (1900), selain surat
kabar Pertja Barat, Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu
lainnya yakni surat kabar Tapian Na Oeli. Setahun kemudian Dja Endar Moeda
menerbitkan majalah bulan yang diberi nama Insulinde (lihat Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indië, 30-04-1901). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda
adalah alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean, lulus tahun 1884.
Pada
tahun 1901 pemilik penerbit dan percetakan Soekaboemische snelpersdrukkerij
diketahui seorang Tionghoa bernama Lauw Tjing Bie (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-01-1901). Disebutkan bahwa Lauw
Tjing Bie berniat menerbitkan majalah Melayu dengan nama Tiong Hoa Hwe Po di
bawah naungan asosiasi Tiong Hoa Hwe Koan yang berbasis di Batavia.
Soerabaijasch handelsblad, 16-09-1901 |
Pada
tahun 1905 surat kabar mingguan Siesta terbit di Soekaboemi (lihat De
Preanger-bode, 19-01-1905). Disebutkan majalah ini diterbitkan dan dicetak oleh
Soekaboemische Snelpersdrukkerij yang mana majalah itu dipimpin editor Ernst
Herf. Penerbitan majalah dimaksukan untuk memberikan bacaan untuk Hindia.
Tampaknya majalah ini bagus.
De Preanger-bode, 19-01-1905 |
Media-media
yang pernah muncul di Soekaboemi tampaknya tidak berumur panjang. Yang tetap
berumur panjang adalah penerbit dan percetakan Soekaboemische Snelpersdrukkerij.
Perusahaan barang cetakan ini tidak hanya mencetak barang-barang cetakan juga
memiliki outlet (toko) buku yang menjual buku-buku, majalah, surat kabar atau
brosur-brosur. Toko (usaha) Soekaboemische Snelpersdrukkerij juga menjadi agen
berbagai produk terutama yang terkait dengan peralatan kantor seperti mesin
ketik. Portofolio Soekaboemische Snelpersdrukkerij di Soekaboemi terus
meningkat dan bahkan sejak tahun 1916 Soekaboemische Snelpersdrukkerij kerap
menjadi sponsor dan nama piala (cup) berbagai kejuaraan terutama lomba pacuan
kuda.
Pada tahun 1917 Soekaboemische Snelpersdrukkerij
diduga telah dimiliki oleh L Zecha. Keberadaan (keluarga) Zecha di Soekaboemi
sudah muncul sejak 1907. Hingga tahun 1923 Soekaboemische Snelpersdrukkerij
masih dimiliki oleh L Zecha.
Keberadaan
perusahaan ini masih terdeteksi hingga 1931. Perusahaan ini belakang tampaknya
lebih menonjol dalam bidang importir daripada percetakannya (importir pulpen tinta
Parker). Dalam perkembangannya Soekaboemische Snelpersdrukkerij dipimpin oleh Chester
Sim Zecha sebagai direktur (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 15-04-1931). Pada tahun 1932 muncul permasalahan hukum di lingkungan Soekaboemische
Snelpersdrukkerij (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1932).
Dalam kasus ini pihak Soekaboemische
Snelpersdrukkerij menuntut seorang wartawan di Batavia karena memberitakan soal
panganiayaan terhadap Lim Eng Kay di dalam percetakan. Dalam pengadilan yang
dilakukan pihak Soekaboemische Snelpersdrukkerij membatah LEK sebagai karyawan Soekaboemische
Snelpersdrukkerij dan tidak ada hubungannya dengan kematian LEK. Dalam
pangadilan ini turut dihadirkan saksi-saksi diantaranya Law Tjeng Kit alias
Maximiliaan Theodoor Zecha (salah satu pemegang saham di Snelpersdrukkerij dan
Chester Sim Zecha serta Lawsim Zecha alias Louis Zecha (direktur Hotel
Victoria).
Sejak kasus
tersebut, nama Soekaboemische Snelpersdrukkerij di Soekaboemi tetap eksis. Satu
hal yang terpenting bahwa Soekaboemische
Snelpersdrukkerij telah menerbitkan buku kecil (buklet) tentang Kota Soekaboemi
dan sekitar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-12-1932).
Bataviaasch nieuwsblad, 02-12-1932 |
Pada tahun 1933 muncul nama perusahaan baru bernama Lawsim Zecha en Co.
Besar dugaan L Zecha adalah Lawsim Zecha. Pada tahun 1935 Lawsim Zecha en Co
diduga pemilik saham terbesar dari NV Bouwmaatschappij ‘Victoria’ di Soekaboemi
dimana L Zecha sebagai direktur (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 19-08-1935). Disebutkan rumah L Zecha berada di Groote
Postweg, Soekaboemi. Soekaboemische Snelpersdrukkerij tampaknya mengalami mimpi
buruk. Setelah sekian tahun Soekaboemische Snelpersdrukkerij mengalami masalah karena
disita (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1936). Akibat penerbit dan percetakan
Soekaboemische Snelpersdrukkerij sementara tidak beroperasi dampaknya terasa
bagi yang lain, surat kabar Soekaboemi Post juga tidak beroperasi. Antara
percetakan Soekaboemische Snelpersdrukkerij dan penerbit Soekaboemi Post (Jones
& Co Ltd) terjadi perselisihan. Dalam perkembangannya, seperti dilihat
nanti Soekaboemische Snelpersdrukkerij tetap melanjutkan kegiatannya.
Sebagai catatan surat kabar Soekaboemi Post di Soekaboemi paling tidak
sudah muncul pada tahun 1923 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-11-1923). Pada
tahun 1923 untuk kali pertama dilakukan pengangkatan wali kota (burgemeester)
Soekaboemi. Juga pada tahun ini rumah sakit kota dibuka. Surat kabar ini berbahasa
Belanda dan terbit setiap hari (harian). Dalam kasus Soekaboemische
Snelpersdrukkerij tidak disebutkan apakah surat kabar lainnya juga ikut
berhenti beroperasi. Surat kabar tersebut adalah Het Nieuwsblad voor de West
Preanger. Surat kabar yang dipimpin P van den Moosdyk mengalami mismanajemen
tahun sebelumnya (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-04-1935).
Hal ini diduga karena van den Moosdjik bepergian cukup lama setelah pernikahan
(bulan madu ke Eropa?) Moodijk menikah di Soekaboemi pada bulan November 1934
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-11-1934). Saat dia kembali ke Soekaboemi ini
Moosdijk menemukan surat kabarnya dalam masalah. Boleh jadi surat kabar ini
telah berhenti. Sementara itu, pasca perselisihan antara pihak Soekaboemische
Snelpersdrukkerij dan pihak surat kabar Soekaboemi Post, surat kabar ini tidak
pernah teridentifikasi lagi. Sebagai catatan nama P van den Moosdyk yang
beralamat di Soekaboemi termasuk salah satu nama-nama yang dinyatakan pailit
oleh Raad van Justitie di Batavia.
Setahun
kemudian, dalam rapat pemegang saham diketahui Ch S Zecha dan M Th Zecha masing-masing sebagai
komisaris dari NV ‘Victoria’ (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
30-09-1936). Hingga tahun 1938 L Zecha masih bertindak sebagai direktur NV
Victoria (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1938).
Keluarga Zecha ini tidak hanya pengusaha, ada
juga yang berprofesi sebagai dokter. Dr. PS Zecha sebelunya membuka klinik di
Amsterdam lalu kemudian di Soekaboemi (dan pada tahun 1939 sudah pindah ke
Tanah Abang).
Pada tahun 1939 Louis Zecha dikabarkan meninggal
dunia pada usia 60 tahun (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-04-1939). Lawsim
Zecha alias Louis Zecha perintis Soekaboemische Snelpersdrukkerij di dalam
keluarga Zecha telah memberi jalan sukses kepada anak-anaknya. Dalam situasi
duka ini, karyawan Soekaboemische Snelpersdrukkerij turut memasang berita duka
di surat kabar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-04-1939).
Louis
Zecha sebelumnya menggunakan nama Lawsim Zecha. Pada tahun 1899 untuk kali
pertama Soekaboemische Snelpersdrukkerij muncul di dalam pemberitaan. Pada
tahun 1901 pemilik penerbit dan percetakan Soekaboemische snelpersdrukkerij
diketahui seorang Tionghoa bernama Lauw Tjing Bie (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-01-1901). Disebutkan bahwa Lauw
Tjing Bie berniat menerbitkan majalah Melayu dengan nama Tiong Hoa Hwe Po di
bawah naungan asosiasi Tiong Hoa Hwe Koan yang berbasis di Batavia. Besar
dugaan Lauw Tjing Bie mengubah nama (inisialnya) menjadi Lawsim Zecha. Dalam
hal ini marga Lauw secara tradisional telah diubahnya dengan menabalkan nama
marga baru yakni Zecha, Seperti umum dilakukan saat itu penabalan nama marga
(family name) dilakukan melalui proses pengadilan.
Sejarah Awal Pers Indonesia
Pers
Indonesia bermula dari surat kabar atau majalah berbahasa Melayu, apakah yang
dikelola oleh orang-orang Eropa/Belanda atau Tionghoa dan pribumi. Dalam
perkembanganya muncul surat kabar atau majalah berbahasa daerah. Awalnya semua
media-media ini diawali oleh para investor orang-orang Eropa/Belanda dan
Tionghoa.
Surat kabar berbahasa Melayu pertama terbit tahun
1856 di Surabaya yakni Soerat kabar Bahasa Melaijoe yang diterbitkan E. Fuhri
& Co. Lalu pada tahun 1858 di Batavia terbit Soerat Chabar Batawie yang
diterbitkan oleh Lange en Co. Surat kabar berbahasa Belanda juga terus
bertambah. Surat kabar ketiga berbahasa Melayu terbit tahun 1860 di Batavai
bernama Selompret Malajoe, Soerat Kabar Basa Malajoe Rendah yang diterbitkan
oleh GCT van Dorp. Sejak itu surat kabar berbahasa Melayu terus bertambah dan
berkembang. Surat kabar berbahasa Melayu yang terkenal di Batavia adalah
Pembrita Betawie. Namun semua surat kabar atau majalah berbahasa Melayu
tersebut sepenuhnya investasi orang-orang Eropa/Belanda.
Surat
kabar berbahasa Melayu pertama yang investornya pribumi dimulai di Padang. Pada
tahun 1900 Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda mengakuisi surat kabar berbahasa
Melayu Pertja Barat beserta percetakannya. Percetakan Winkeltmaatschappij
(sebelumnya Paul Bauner & Co). Saat akuisisi percetakan Pertja Barat ini,
Dja Endar yang juga editor Pertja Barat langsung pada tahun itu menerbitkan
surat kabar berbahasa Melayu Tapian Na Oelie dan kemudian majalah (pembangunan
dan pertanian) dwimingguan Insulinde.
Kedua media baru ini dipimpin langsung editor Dja
Endar Moeda. Singkat kata: Dja Endar Moeda adalah investor pertama pribumi di
bidang media. Dja Endar Moeda sebelumnya pernah mengatakan sekolah dan pers
sama pentingnya. Pers juga dapat mencerdaskan bangsa. Surat kabar Pertja Barat sendiri terbit pertama kali tahun 1890 oleh
seorang Jerman di Padang. Setelah beberapa tahun kemudian, manajemen Pertja
Barat menemukan seorang mantan guru, Dja Endar Moeda yang telah membuka sekolah
swasta sejak 1895 di Padang.
Sementara
surat kabar Pertja Barat sudah diakuisisi orang pribumi, editor-editor pribumi
mulai bermunculan. Selain Dja Endar Moeda di Padang (sejak 1900), editor Pertja
Timor di Medan dipimpin oleh Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe (1902).
Di Batavia muncul editor pribumi tahun 1903 di surat kabar Pembrita Betawie yakni
Tirto Adhi Soerjo. Sampai sejauh ini sudah ada tiga editor pribumi di surat
kabar berbahasa Melayu yang cukup diperhitungkan.
Pada tahun 1908 menggalang dana investasi dari
kalangan pribumi. Upaya ini berhasil dengan menerbitkan surat kabar berbahasa
Melayu yang diberi nama Medan Prijaji. Boleh dikatakan grup investor Medan
Prijaji dan Dja Endar Moeda pemilik surat kabar Pertja Barat dan surat kabar
Tapian Na Oeli merupakan dua pribumi pertama yang mengawali kiprah pribumi di
dalam investasi pers(uratkabaran). Pada tahun-tahun ini dua pribumi yang sedang
menuntut ilmu di Belanda menjadi editor majalah bulanan Bintang Hindia. Abdu
Rivai yang sejak 1903 menjadi editor Bintang Hindia karena kesibukan ujian
akhir studi digantikan oleh Soetan Casajangan. Pada bulan Oktober 1908
diketahui Soetan Casajangan menggagas pendirikan asosiasi pelajar di Belanda
yang diberi nama Indische Vereeniging. Radjioen Harahap gelas Soetan Casajangan
adalah adik kelas Dja Endar Moeda di sekolah guru (kweekschool) di Padang
Sidempoean (Mandailing en Angkola, Tapanoeli).
Dalam
perkembangannya tiga pionir tersebut menghilang. Mangaradja Salamboewe
meninggal tahun 1908 di Medan. Sementara Tirto Adhi Soerjo meninggal di Bogor tahun
1914. Sedangkan Dja Endar Moeda setelah berhasil membidani surat kabar Pewarta
Deli dan surat kabar Pembrita Atjeh pensiun (karena sudah menua). Lalu dalam
perkembangannya jumlah editor pribumi semakin banyak jumlahnya. Demikian juga
jumlah investasi pribumi di bidang media semakin banyak.
Daftar surat kabar dan majalah berbahasa Melayu (edisi 1929) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar