*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini
Tiga orang pertama, Frederick de Houtman, Georg Eberhard Rumphius dan Francois Valentjn tidak pernah ditemukan dalam sejarah Kota Ambon masa kini, padahal ketiganya adalah tiga nama tokoh penting di era awal Kota Ambon. Memahami sejarah dengan memperhatikan kiprah orang-orangnya, sesungguhnya menjadikan sejarah itu lebih mudah dipahami dan lebih menarik untuk dibicarakan. Kesalahan memilah dan memilih konten yang tepat, tulisan sejarah bisa menjadi sampah. Tiga orang pertama ini sejatinya menjadi faktor utama mengapa Kota Ambon menjadi penting di lintasan sejarah Indonesia (baca: Hindia Timur/Hindia Belanda).
Tiga orang pertama, Frederick de Houtman, Georg Eberhard Rumphius dan Francois Valentjn tidak pernah ditemukan dalam sejarah Kota Ambon masa kini, padahal ketiganya adalah tiga nama tokoh penting di era awal Kota Ambon. Memahami sejarah dengan memperhatikan kiprah orang-orangnya, sesungguhnya menjadikan sejarah itu lebih mudah dipahami dan lebih menarik untuk dibicarakan. Kesalahan memilah dan memilih konten yang tepat, tulisan sejarah bisa menjadi sampah. Tiga orang pertama ini sejatinya menjadi faktor utama mengapa Kota Ambon menjadi penting di lintasan sejarah Indonesia (baca: Hindia Timur/Hindia Belanda).
Georg Eberhard Rumphius |
Siapa Frederick de
Houtman sudah dideskripsikan di artikel pertama. Georg Eberhard Rumphius dan Francois
Valentjn seharusnya ditempatkan pada urutan kedua dan ketiga dalam perjalanan
sejarah Kota Ambon. Francois Valentjn dan Georg Eberhard Rumphius meski memiliki
minat yang berbeda tetapi keduanya secara personal sangat dekat satu sama lain.
Georg Eberhard Rumphius boleh dikatakan adalah guru Francois Valentjn.
Georg Eberhard Rumphius
Kota Ambon pada
masa ini tidak begitu penting, tetapi di masa lampau Kota Ambon adalah yang
pertama untuk segalanya pada era VOC/Pemerintah Hindia Belanda. Seperti halnya Frederick
de Houtman yang pertama untuk urusan pemerintahan VOC/Belanda, Georg Eberhard
Rumphius juga yang pertama orang VOC yang memiliki minat di bidang botani dan
etnografi.
Georg Eberhard Rumphius, seorang Jerman, lahir 1 November
1627 memulai petualangan bekerja dengan VOC/Belanda tiba di Batavia tahun 1653
dan kemudian ditempatkan di Maluku pada tahun 1654 dengan status orang kedua
pedagang VOC di pulau Hitu (sebelah utara Kota Ambon). Georg Eberhard Rumphius menempati
posisi sebagai pedagang pertama pada tahun 1662. Sejak itu, Georg Eberhard
Rumphius mulai mengeksploitasi minatnya di bidang botani di Hindia Timur
khususnya di Maluku dan Ambon. Minat Georg Eberhard Rumphius di bidang botani
didukung oleh Gubenrur Jenderal Joan Maetsuycker (1653-1678).
Situasi yang tidak
kondusif di Makassar tidak mengurangi minat Georg Eberhard Rumphius untuk terus
menekuni bidang botani. Perang Gowa/Makassar meletus pada tahun 1667 antara
Soeltan Hasanoedin di pihak Gowa dan Laksamana Cornelis Speelman di pihak VOC.
Pekerjaan bidang botani baru mendapat tempat kembali pada era Gubernur Jenderal
Johannes Camphuys (1684-1691) yang telah menggantikan Rijckloff van Goens
(1678-1781) dan Cornelis Speelman (1681-1684). Georg Eberhard Rumphius sejauh
ini satu-satunya pejabat VOC yang menaruh minat pada botani. Georg Eberhard
Rumphius hidup sendiri dalam dunianya di bidang botani.
Pada tahun 1675
seorang tentara profesional kelahiran 1629 berdarah Prancis St. Martin tiba di Batavia. St.
Martin sebelumnya memulai karir militer dari bawah. Pada tahun 1662 St. Martin berpangkat
letnan yang membantu Rijckloff van Goens yang memimpin ekspedisi ke Malabar
(India selatan). Rijckloff van Goens yang membawa St Martin ke Hindia. Setelah
mengabdi selama delapan tahun, St. Martin pada tahun 1683 mendapat cuti selama
dua tahun ke Vaderland (Belanda). Setelah dua tahun kemudian, St. Martin
kembali ke Hindia Timur. Pada tahun 1689 St. Martin ditugaskan pemerintah
memimpin ekspedisi ke Bantam untuk mengendalikan situasi yang gagal dilakukan
oleh Kapitein Jonker. Hasilnya sangat menggemberikan pemerintah.
Georg Eberhard
Rumphius yang sejak lama sendiri dalam bidang botani, Gubernur Jenderal Johannes
Camphuys menugaskan St. Martin sebagai asisten Georg Eberhard Rumphius di Herbarium
Amboinense. Georg Eberhard Rumphius di Ambon dan St. Martin di Batavia dapat
dikatakan sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan di Hindia (baca: Indonesia).
Berbeda dengan Georg
Eberhard Rumphius sebagai pedagang, St. Martin adalah seorang tentara yang
berminat pada botani dan etnografi (bahasa-bahasa lokal). Karena kemampuan
berbahasa lokal itulah diduga St Martik selalu sukses dalam setiap ekspedisi, Atas
prestasi St. Martin ke Bantam, pemerintah memberikan lahan kepadanya yang
terletak si sungai Krokot di Land Kanjere atau Tjinere. Ini menambah
kekayaannya yang sudah ada di sungai Bekasi lahan perkebunan tebu dan pabrik
tebu. Persil lahannya yang lain terdapat di Batavia yang kemudian dikenal
sebagai Kemajoran (Land Majoor, yang menjadi asal nama Kemayoran). Dalam
perkembangan lebih lanjut setelah memiliki Land Tinere, St. Martin memiliki
lahan yang disebut Land Tjitajam. Semua lahan-lahan tersebut adalah lahan
tersebut di sekitar Batavia. Semasa Rijckloff van Goens menjadi Gubernur
Jenderal (1678-1781), St. Martin mengusulkan perlunya sebuah kantor di Batavia untuk
urusan yang terkait dengan minatnya yakni di bidang botani dan etnografi. Sejak
inilah St. Martin terhubung (secara jarak jauh) dengan Georg Eberhard Rumphius
di Ambon. Inventarisasi St. Martin menunjukkan
bahwa dia menyukai dalam hal senjata oriental, tetapi juga dalam tulisan dan
manuskrip oriental; juga tanaman langka dan instrumen fisik. Perpustakaannya di
Batavia mengisi enam lemari besar. Dia sangat dikenal karena pengetahuan yang
tidak biasa dari bahasa Oriental, negara dan bangsa yang sangat berguna untuk
penelitian ilmiah. Pemikiran St Martin ini hampir satu abad mendahului sebelum didirikannya
Bataviaasch Genootschap (Batavia Society of Arts and Sciences) tahun 1778.Pada
tahun 1686 St Martin bersama Joan van Hoorn diminta Dewan untuk mengekploitasi
lahan-lahan di Batavia dan sekitar bersama para pemimpin pribumi. Mendatangkan
pekerja dari luar Batavia mulai dilakukan. Joan van Hoorn kelak menjadi
Gubernur Jenderal (1704-1709).
St. Martin tidak berumur panjang. St. Martin diberitakan
meninggal pada tahun 1694. Nama St. Martin kadung sudah terkenal sebagai ahli
senjata (ahli perang) tetapi juga sangat berminat dalam bidang botani dan
menguasai bahasa-bahasa lokal. Sementara Georg Eberhard Rumphius dikabarkan
meninggal tahun 1702. Pekerjaan botani ini, setelah meninggalnya dua pionir di
bidang botani ini kemudian dilanjutkan oleh Cornelis Chastelein. Pada tahun
1696 Cornelis Chastelein membuka lahan di Seringsing dan lalu pindah ke Depok
tahun 1704. Lahan-lahan Cornelis Chastelein ini tidak jauh dari lahan-lahan
yang pernah dimiliki St Martin di Tjinere dan Pondok Terong (Tjitajam).
Selain Georg Eberhard
Rumphius, St. Martin dan Cornelis Chastelein dalam urusan pertanian masih ada
satu lagi, yakni. Abraham van Riebeeck. Ketika Cornelis Chastelein telah
mengusahakan lahan di Sringsing, Abraham van Riebeeck tertarik mengeksplorasi
lebih jauh ke hulu sungai Tjiliwong. Ini sehubungan setelah ekspedisi pertama
ke hulu sungai Tjiliwong tahun 1687 yang dipimpin Sersan Scipio dan kemudian benteng
Padjadjaran dibangun (lokasi benteng ini kini berada Istana Bogor). Abraham van
Riebeeck yang juga berminat di bidang botani pada tahun 1703 mengajak Cornelis
Chastelein melakukan eksplorasi ke hulu sungai Tjiliwong hingga dataran tinggi
Preanger. Namun tidak lama kemudian van Riebeeck harus dikirim ke Malabar karena
terjadi kerusuhan. Sepulang dari Malabar (India Selatan), van Riebeeck tidak
lama kemudian menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1709. Saat menjabat inilah
van Reibeeck mengintroduksi bibit kopi dari Malabar ke Hindia yang dimulai di Kedawong
tahunn 1711 dan kemudian di sekitar sungai Tjiliwong. Sejak inilah sabab
musabab mengapa tanaman kopi kemudian menjadi andalan ekspor dari Hindia Timur
untuk menggantikan komoditi-komoditi lama. Pada tahun 1724 sukses di hulu sungai
Tjiliwong ini, tanaman kopi diperluas ke Semarang. Inilah awal mula VOC.Belanda
mulai bertani (tidak hanya sekadar pedagang).
François Valentijn yang lahir tahun 1666, tiba di Batavia
tahun 1685 dan selanjutnya ditempatkan di Ambon. Di kota inilah seorang pemuda François
Valentijn dan senior Georg Eberhard Rumphius bertemu. Dua beda generasi ini
mudah akrab karena keduanya memiliki minat yang sama dalam ilmu pengetahuan.
Sebagaimana Georg Eberhard Rumphius dan St Martin yang menguasai bahasa Melayu,
François Valentijn juga cepat belajar dan bisa berbahasa Melayu.
Georg Eberhard Rumphius
memulai karir dari pedagang, sementara St Martin memulai karir dari militer, sedangkan
François Valentijn datang ke Hindia sebagai sarjana, lulusan universitas di
Belanda. Francois Valentjn sangat menyukai
petualangan dan menuliskannya. Sebagai pejabat VOC yang bisa berbahasa Melayu, Francois
Valentjn juga ikut serta dalam ekspedisi pertama ke Jawa (via Tegal dan via
Soerabaja). Meski demikian, sebagian besar waktu keberadaan François Valentijn
di Ambon. Francois Valentjn pemegang kesarjanaan (filsafat dan agama), karena
itu, Francois Valentjn selain menjadi pejabat VOC juga merangkap sebagai
pendeta di Ambon.
Francois Valentjn kembali ke Belanda selama 10 tahun
sebelum kembali lagi ke Oost Indie pada tahun 1705. Francois Valentjn kembali
ke kampung halamannya Dordrecht dan mulai menulis dan menerbitkan serial Oud en
nieuw Oost-Indiën (1724-1726). Pada tahun 1727 Francois Valentjn meninggal di
Den Haag. Satu hal yang penting, sebagai
pejabat VOC, Francois Valentyn tidak hanya memiliki akses ke dokumen-dokumen
lama dan baru VOC tetapi juga telah memanfaatkan Daghregiste (catatan harian
Casteel Batavia).
Volume yang ditulis oleh
Francois Valentyn telah disadur oleh berbagai penulis-penulis sedudahnya dan
diterbitkan oleh sejumlah penerbitan di Eropa. Penulis-penulis sejarah Oost
Indie di abad ke-18 dan ke-19 secara masif telah mengutip dekripsi Francois
Valentyn, namun penulis-penulis di abad ke-20 seakan merujuk pada
penulis-penulis abad sebelumnya, sehingga penulis-penulis sejarah Oost Indie secara
perlahan terkubur. Padahal sejatinya, Francois Valentyn yang memulainya,
dimulai dari Ambon. Itulah nama Francois Valentyn, seorang pionir penulis
sejarah Hindia yang namanya sering terlupakan
Tunggu deskripsi
lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar