*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Nama Lengkong ada di Bandoeng juga di Tangerang. Pertempuran di Lengkong, Tangerang (di Serpong), peristiwa yang disebutkan terjadi tanggal 25 Januari 1946.menjadi peristiwa heroik dalam sejarah Tangerang. Sebanyak tiga perwira dan 34 orang taruna gugur. Salah satu perwira yang gugur, yang juga menjadi komandannya adalah Majoor Daan Mogot (yang kini namanya ditabalkan sebagai nama jalan utama antara Tangerang dan Grogol, Jakarta).
Nama Lengkong ada di Bandoeng juga di Tangerang. Pertempuran di Lengkong, Tangerang (di Serpong), peristiwa yang disebutkan terjadi tanggal 25 Januari 1946.menjadi peristiwa heroik dalam sejarah Tangerang. Sebanyak tiga perwira dan 34 orang taruna gugur. Salah satu perwira yang gugur, yang juga menjadi komandannya adalah Majoor Daan Mogot (yang kini namanya ditabalkan sebagai nama jalan utama antara Tangerang dan Grogol, Jakarta).
Lengkong di Serpong (Peta 1944) |
Peristiwa terbunuhnya tiga perwira dan 34 orang
taruna bukanlah peristiwa kecil. Bad news is good news. Pada tanggal kejadian
ini sudah bercokol Belanda/NICA di Djakarta/Batavia. Surat kabar berbahasa
belanda, Het Daghblad sudah terbit di Batavia sejak tanggal 23-10-1945. Surat
kabar ini sangat intens memberitakan kejadian day to day di seputar Batavia.
Kematian tiga perwira dan 34 orang taruna Indonesia oleh milter Jepang sudah
barang tentu dapat menjadi amunisi yang bernilai tinggi bagi Belanda untuk
menyoal seterunya Jepang. Untuk itu mari kita lacak di dalam surat kabar Het
Daghblad.
Monumen Lengkong di BSD, Tangerang Selatan |
Gudang Amunisi Jepang di Serpong
Pemerintah pendudukan militer Jepang sejak
kedatanganya, 1942 diduga telah memilih Serpong sebagai lokasi tempat
penyimpanan (gudang) amunisi. Lokasi ini sangat strategis karena posisi tengah
ke berbagai arah: Serang, Tangerang, Buitenzorg dan (jalur kereta api) ke
Batavia/Djakarta. Posisi GPS yang dipilih diduga kuat berada tepat di situs
kono benteng pada era VOC, Fort Sampoera. Sebagai eks benteng yang dibangun
Belanda/VOC, situs ini memiliki persyaratan yang dibutuhkan militer Jepang.
Pada tanggal
29 September 1945 pasukan Sekutu/Inggris telah merapat di pelabuhan Tandjong
Priok. Setelah selesai di Djakarta/Batavia pasukan Sekutu/Inggris melanjutkan ke
Buitenzorg tanggal 15 Oktober 1945 untuk tujuan pelucutan tentara Jepang juga
melakukan pembebasan terhadap tahanan tawanan Eropa/Belanda dan membebaskan sandera
di Depok. Di belakang Sekutu/Inggris menyusul NICA/Belanda. Pada tanggal 16
Oktober 1945 NICA/Belanda telah mengambil kendali lapangan terbang Tjililitan
dan pasukan tambahan telah dikirim untuk memperkuatnya. Tanggal 17 Oktober 1945
terjadi pertempuran antara pasukan NICA?Belanda dengan nasionalis di sekitar
lapangan terbang Tjililitan. Pada tanggal 18 Oktober 1945 pasukan Sekutu/Inggris
dari Buitenzorg memasuki Bandoeng. Pasukan Sekutu/Inggris pada tanggal 20
Oktober 1945 mendarat di Semarang dan pada tanggal 25 Oktober 1945 di Surabaya.
Sekutu/Inggris sangat sibuk di Soerabaja dan puncaknya 10 November 1945.
Dalam fase konsolidasi organsiasi tentara RI,
perang terus berkobar dimana-mana, Menteri Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin
Harahap menilai terdapat tiga wilayah TKR yang melakukan tugasnya dengan rapih (disiplin)
jika dibandingkan di Jawa Timur seperti dikutip oleh surat kabar Het dagblad:
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia. 21-11-1945. Beberapa hari
kemudian pesawat Dakota yang mengangkut pasukan Sekutu/Inggris dari Djakarta ke
Semarang mendarat darurat di Rawa Gatel, Tjakoeng pada Jumat 23 November 1945.
Sebanyak 18 tentara Inggris/India dan empat orang tentara Inggris dibunuh
laskar di Bekasi.
Setelah
seminggu, setelah cukup informasi (dan dianggap memiliki waktu dan sumber
daya), pada hari Kamis [29-11-1945] batalion Punjabi dikirim ke Bekasi yang
didukung satu pasukan 9 buah tank dan pasukan kaveleri serta satu skuadron
empat pesawat pembom (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche
Dagbladpers te Batavia, 30-11-1945). Dalam satu konferensi pers Menteri
Pertahanan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap menuduh pasukan Sekutu/Inggris telah
membakar dua kampong di Bekasi (lihat Het dagblad : uitgave van de
Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 08-12-1945).
Dalam perkembanganya, markas Sekutu/Inggris
meminta bantuan pasukan TKR untuk mengawal kereta api Rapwi yang hendak ke Bandoeng
dan (sebaliknya) dari Poerwakarta ke Batavia. Permintaan ini dituruti dan dapat
dilaksanakan sesuai dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan. Kereta api di
Bekasi sempat diserang oleh para pejuang bersenjata (lihat Het dagblad :
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 10-12-1945). Dengan dalih
untuk melakukan tindakan balasan terhadap pejuang di Bekasi, pasukan
Sekutu/Inggris yang disertai tank melakukan perjalanan ke Bekasi kamis pagi.
Dilaporkan pagi ini ekspedisi tersebut diketahui tidak menemukan pejuang di
Bekasi (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 13-12-1945). Pasukan Sekutu/Inggris kemudian membakari rumah-rumah
penduduk.
Tentu
saja ada negara lain yang membela Bekasi dan mencela perbuatan pasukan
Sekutu/Inggris. Sejumlah surat kabar di Amerika Serikat mengecam tindakan
pasukan Sekutu/Inggris di Bekasi (lihat
Het vrije volk : democratisch-socialistisch dagblad, 18-12-1945).
Disebutkan, sejumlah surat kabar di Amerika Serikat pada tanggal 15 Desember
menyebut Bekasi yang dibom sebagai ‘Lidice Kedua’. Lidice adalah sebuah desa di
Polandia, dihancurkan oleh Jerman sebagai tindakan balasan. Koresponden New
York Times mengirim pesan dari Batavia bahwa RAF tampaknya telah menimbulkan
banyak korban. Dalam perkembangannya, perhatian Sekutu/Inggris segera bergeser
dari Bekasi ke Bandoeng. Ibukota RI akhirnya dipindahkan dari Djakarta ke Djogjakarta
tanggal 4 Januari 1946.
Pada tanggal 22 Januari 1946 tiga pasukan
Sekutu/Inggris dari Buitenzorg akan pergi ke Serpong untuk memeriksa gudang
amunisi Jepang (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te
Batavia, 22-01-1946). Sementara itu satu pasukan pergi ke Kota Batoe di lerang
gunung Salak untuk menyita persediaan senjata dan amunisi Jepang.
Nederlandsche
Dagbladpers te Batavia, 23-01-1946 [Rabu] memberitkan satu pasukan yang pergi
ke Kota Batoe pada hari Senin [23-01-1946] telah menyita persediaan senjata dan
amunisi Jepang dan 18 ton beras dan gula, mereka telah kembali ke Buitenzorg.
Sementara itu, pasukan yang telah berangkat ke Serpong untuk memeriksa pada
hari Senin, harus kembali setelah perjalanan 8 Km, Mereka tidak bisa kembali ke
Buitenzorg sebelum gelap karena dua jembatan hancur dan jembatan yang kedua
tidak bisa dilewati. Berbagai hambatan dan perangkap tangki ditemukan di sepanjang
jalan. Semuanya telah dibersihkan.
Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche
Dagbladpers te Batavia, 29-01-1946 bahwa pada akhir pekan tidak ada aktivitas Sekutu/Inggris
di Buitenzorg. Eksplorasi mengungkapkan bahwa jembatan menuju Serpong dari
Buitenzorg hancur. Pada tanggal 25 malam 26 Januari.ada kejadian dimana seorang
penjaga Jepang diserang. Tidak ada informasi lebih lanjut yang diterima dari
Serpong.
Informasi
yang mana seorang penjaga Jepang diserang pada tanggal 25 sesuai tanggal yang
selama ini dikaitkan dengan pertempuran di Lembang yang dipimpin oleh Majoor
Daan Mogot. Tapi tidak ada informasi lebih lanjut yang diterima dari Serpong.
Apakah serangan terhadap penjaga ini telah menjadi pemicu balas (dendam)
menyerang pasukan yang dipimpin oleh Majoor Daan Mogot? Pertanyaannya, sebanyak
tiga perwira dan 34 taruna tewas dalam pertempuran, tetapi mengapa tidak
terlaporkan (terekspos)? Apakah pihak Jepang dan atau pihak Indonesia sama-sama
menyembunyikannya atau mendiamkan karena tidak memiliki nilai berita? Jika itu
yang terjadi, dalam situasi perang, apakah kejadian itu hanya dimasukkan
sebagai insiden (kecelakaan) biasa?.
Sementara
itu di sekitar dan dekat Lembang, kelompok-kelompok Jepang, antara lain di
bawah Kapten Moriami, dikelilingi oleh para pejuang (lihat Het dagblad :
uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30-01-1946). Dalam hal ini
tidak ditemukan berita lain. Boleh jadi kejadian di Lembang dan Serpong mirip,
tetapi menjadi berbeda ketika terjadi penyerangan terhadap penjaga Jepang di
Serpong.
Dalam
hubungan ini, penyerangan di Serpong adalah tindakan heroik, tetapi di sisi
lain boleh jadi suatu kesalahan prosedur (tindakan yang melanggar). Hal ini
kerena semua pihak sudah mengetahui bahwa yang berhak melucuti senjata militer
Jepang hanyalah Sekutu/Inggris. Jepang juga hanya bersedia memberikan senjata
kepada Sekutu/Inggris karena mereka mendapat jaminan perlindungan pada saat
evakuasi. Oleh karenanya, di luar itu dianggap penyerangan. Tindakan balasan
Jepang untuk menyerang adalah suatu pembelaan diri?
Pada
hari berikutnya di Bandoeng, operasi pengambilalihan gudang amunisi berjalan
sukses (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia,
01-02-1946). Disebutkan pada hari Selasa oleh brigade ke-37 (37ste brigade) berhasil
mendapatkan depot amunisi Jepang, dengan pasukan Inggris/India yang dibantu
oleh TKR. Selama seluruh operasi, hanya satu atau dua tembakan yang dilakukan
terhadap pasukan Inggris/India. Mereka tidak menderita kerugian. Situs penyimpanan
amunisi ditemukan benar-benar utuh. Lantas mengapa TKR ikut membantu
Sekutu/Inggris? Kesepakatannnya memang demikian antara pimpinan Sekutu/Inggris
dengan (pemerintah) Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar