Minggu, 31 Desember 2017

Sejarah Makassar (14): Tahun Baru (Nieuw Jaar) di Makassar; Nama-Nama Bulan, Hari, Jam; Apakah Ada Nama Menit dan Detik?

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini


Setiap jelang detik-detik terakhir hingga pergantian tahun baru ditunggu banyak orang. Detik-detik waktu ini sebagai dimulainya penanda Tahun Baru. Tradisi ini kota-kota besar sudah merasuk kemana-mana. Pemberitaan live di televisi membuiat lebih heboh, sehingga terkesan ada rangkaian tahun baru berkesinambungan yang dimulai di Jayapura, kemudian di Makassar dan selanjutnya di kota-kota lain seperti Jakarta. Hal ini karena di Indonesia terdapat pembagian tiga waktu jam (WIT, WITA dan WIB).

Blog 'Tapanuli Selatan Dalam Angka', detik-detik 2018
Peringatan tahun baru itu telah menjelma menjadi Perayaan Tahun Baru. Penanda Tahun Baru itu dengan membuyikan bunyi petasan (mercon) dan menghiasi langit malam dengan menembakkan kembang api yang berwarna-warni. Di dalam suatu kota pada detik-detik perayaan tahun baru itu, tampak di atmosfir seluruh penjuru kota atmosfir (ruang di atas kota) seakan lautan kembang api. Itulah perayaan Tahun Baru masa kini.

Perayaan semacam ini tidak sesemarak tempo doeloe. Perayaan Tahun Baru terutama di kalangan orang-orang Eropa/Belanda hanya dilakukan di tengah keluarga di rumah. Beberapa hari sebelumnya sejumlah tokoh atau (perwakilan) nama perusahaan sudah memberikan ucapan selamat tahun baru di surat kabar (dalam bentuk iklan). Tradisi ucapan selamat ditemukan pada surat kabar Sumatra Courant yang terbit di Padang (akhir 1800an).

Dalam almanak-alamanak VOC belum ditemukan penanggalan hari-hari besar (peringatan/perayaan). Baru pada Almanak (pendudukan Inggris, 1815) penanggalam hari besar dinyatakan baik untuk orang Inggris maupun untuk orang Belanda. Untuk orang Inggris dibedakan Moveable feast maupan Immoveable feast. Dalam immoveable feast antara lain 25 Desember (hari Natal) dan 30 May (hari Penaklukan Jacatra). Di kalangan orang-orang Belanda dibedakan antara Onbwreglyke feest dagen (hari meriah) dan bukan hari meriah. Tahun baru 1 Januari dikategorikan bukan hari perayaan meriah.. Dalam Alamanak ini juga dinyatakan Nieuw Jaar of Maand Soero dan Hari Maulid, kelahiran Nabi Muhammad (1816 M, 1232 H). Penanggalan hari besar Tinghoa (paling tidak) sudah ada tahun 1838 (lihat Almanak 1838). Perayaan hari besar Tionghoa (Chineesch Feestdagen) antara lain: Nieuwjaar, Tjap Gome, Go Gooe Tje (Petjon)

Tradisi Chineesche Niew Jaar

Sejak kapan perayaan tahun baru bermula sulit diketahui. Hal ini karena perayaan tahun baru yang sudah diadakan bukan berita penting. Di kalangan orang-orang Eropa/Belanda hanya ditandai sekadar ucapan selamat tahun baru di surat kabar. Perayaan Tahun Baru Cina kali pertama dilaporkan di Medan. Tong A Fie merayakannya secara besar-besaran di mansionnya di Medan. Semua pejabat pemerintah di Medan hadir (lihat De Sumatra post, 22-01-1921).

Almanak, 1838
Perayaan tahun baru di kalangan orang-orang Tionghoa (Chineesche Nieuw Jaar) baru dilaporkna pada tahun 1927. Perayaan tahun baru Tionghoa (tahun baru Imlek) tidak mengikuti tradisi Eropa/Belanda dengan memberikan ucapan selamat di surat kabar, tetapi perayaan tahun baru dilaksanakan di lingkungan Tionghoa sendiri. Dikatakan tahun baru Imlek sudah penting, meski masih terbatas, dalam beberapa hal kegiatan harus ditutup karena alasan Tahun Baru Imlek. Sejauh ini tidak ada terlaporkan tradisi penggunaan petasan dan kembang api.

Perayaan dalam Agama Islam

Di Jawa, perayaan 1 Suro sudah sejak lama dilakukan. 1 Suro menandai penanggalan baru dalam tarikh Hijriah. Perayaan ini tampak lebih semarak jika dibandingkan dengan hari (raya) Idul Fitri maupun Idul Adha. Oleh karenanya, pemerintah Hindia Belanda hanya mencantumkan dalam Almanak tanggal 1 Suro dan tanggal hari Maulid. Hari idul Fitri dan Idul Adha belum dinyatakan secara eksplist dalam almanak. Namun dalam tradisi yang berlangsung di masyarakat, pemulaan puasa cukup menarik perhatian karena ditandai dengan pemukulan bedug.

Bataviaasch nieuwsblad, 20-03-1893: ‘Poeasa. Kemarin pukul empat sore mengumumkan dengan memukul bcdoeks oleh masyarakat asli sebagai tanda dimulainya puasa’. Bataviaasch nieuwsblad, 01-04-1895: ‘Di  Bantam bulan poeasa bulan terlihat kurang bahagia. Ini telah menarik tol besar pada kesabaran kita. Malam demi malam, seluruh penduduk kita satu bulan dari tidur kita terganggu dan yang terburuk adalah pada malam tanggal 27 ke tanggal 28 bulan ini ketika sampai pagi suara memekakkan telinga, dengan beduk keras dan berteriak keras dibuat, sehingga mustahil untuk beristirahat dengan baik saat malam. Itu adalah kehidupan neraka seolah-olah semua setan diberi longgar. Semua orang penganut agamanya untuk teguh iman dengan cara serupa itu dengan cara yang membuatnya sangat mengganggu orang lain; ini sama sekali bertentangan dengan konsep kebebasan beragama, yang merupakan hambatan dan gangguan lain tidak mentolerir. bahkan memberi kesempatan pribumi untuk beduk dan doa-doa mereka untuk isi hati mereka dan berteriak sampai tengah malam, tapi dengan lisensi yang bagi semua bangsa malam dari mengganggu; atau akan takut gejolak?’

Di Medan, untuk menandai permulaan hari poeasa tidak ada berita yang digunakan dengan pemukulan bedug atau kentongan. Permulaan puasa ditandai dari (halaman) kesultanan. Penanda dimulainya puasa dilakukan dengan penembakan meriam.

De Sumatra post, 05-11-1937: ‘Permulaan Poeasa. Tadi malam terdengar dari halaman istana Maimoen (Maimoenpaleis) tiga kali tembakan meriam. Untuk Islamis, khususnya dibawah dari ZH. Sultan Deli ini berarti bahwa tanggal, bulan puasa, Ramadhan telah dimulai. Di kalangan Islam tradisi ini muncul lagi, seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, tetapi ada perbedaan pendapat tentang awal bulan puasa (Poeasamaand). Dengan demikian, ada kelompok Islam di Medan yang mulai puasa kemarin. Almanak Pemerintah menunjukkan awal dari Poeasa tidak disebutkan, tetapi dua hari di akhir Poeasamaand ditunjuk sebagai hari libur resmi, yaitu tanggal 5 dan 6 Desember’.

Pada tahun 1940 perayaan Hari Raya Idul Adha semakin menggema. Untuk menandakan Hari Raya Idul Adha dilakukan dengan tembakan meriam dari halaman istana Sultan (De Sumatra post, 20-01-1940). Tembakan meriam serupa ini telah lebih awal dilakukan untuk menandakan Hari Raya Idul Fitri. Pada hari raya Idul Adha (yang sekarang), kantor negara ditutup.

Tahun, Bulan, Minggu, Hari, Jam, Menit dan Detik

Peringatan perubahan tahun sudah lama menjadi tradisi. Peringatan tahun baru dilakukan setiap tahun. Diantara perubahan tahun baru yang pernah dilalui, perubahan tahun baru dari tahun 1999 menjadi tahun 2000 cukup heboh. Kehebohan tidak hanya karena suasananya yang lebih meriah dibanding tahun-tahun sebelumnya, tetapi juga terjadi kehebohan di dalam sisten komputer.

Perubahan abad terjadi pada tahun 1999 pada tanggal 31 Desember 1999 pukul 23, menik 59, detik 59. Saat itu, ada dua hal yang menarik, yakni saat berubah tahun 1999 menjadi tahun 2000 yang mana terdengar bunyi petasan dan kilauan kembang api di langit Jakarta. Disamping itu, terjadi perubahan sentting penanggalan di dalam komputer.

Sejak era digital, perubahan waktu tidak hanya terjadi pada perubahan tahun, tetapi juga perubahan bulan dan perubahan minggu. Tiga ukuran waktu ini sudah lazim: perubahan tahun berarti perubahan tahun anggaran (pemerintah atau swasta); perubahan bulan biasanya dikaitkan dengan gajian, pembayaran tagihan dan sebagainya; perubahan minggu dihubungkan dengan hari pekan, hari libur; sedangkan perubahan hari dikaitkan dengan berubahnya malam menjadi siang atau peralihan edisi suratkabar hari kemaring dengan hari ini (harian surat kabar).

Perubahan waktu juga semakin pendek. Perubahan jam, perubahan menit dan perubahan detik. Perubahan jam sejak dari dulu sudah dikaitkan dengan perubahan waktu solat. Penggunaan perubahan menit juga sudah dikaitkan dengan pelajar atau mahasiswa yang tengah menghadapi ujuan. Llu kemudian hitungan detik muncul di era digital. Salah satu surat kabar online menggunakan nama Detik (www.detik.com). Tidak diketahui mengapa harus diberi nama detik, sebab kenyataannya berita yan disajikan tidak muncul dalam hitungan detik, paling tidak baru muncul dalam hitungan menit.

Diantara satuan-satuan waktu yang digunakan dalam melihat perubahan hanya bulan dan hari yang memiliki nama. Nama-nama bulan: Januari, Februari hingga Desember; sedangkan nama-nama hari adalah Senin, Selasa hingga Minggu. Tidak lazim ada nama-nama tahun, minggu, jam, menit dan detik. Mengapa ada nama-nama bulan dan nama-nama hari? Apakah ada nama-nama tahun, nama-nama minggu, nama-nama jam, nama-nama menit dan dan nama-nama detik.

Konversi waktu: 1 tahun = 12 bulan; 1 bulan = 4 minggu; 1 minggu = 7 hari; 1 hari = 24 jam; 1 jam = 60 menit; dan 1 menit = 60 detik. Konversi turunannya adalah 1 bulan = 4 minggu; 1 bulan = 30 hari (plus 28 atau 31); 1 lustrum = 5 tahun; 1 windu = 8 tahun;  1 dasawarsa = 10 tahun; dan 1 abad = 100 tahun.

Nama-nama jam (TJ Willer, 1846)
Nama-nama menit dan nama-nama detik jelas tidak lazim dan memang agak rumit dan kegunaannya juga tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, faktanya ada juga nama-nama jam yang digunakan oleh masyarakat. Nama-nama jam ini (boleh jadi dan hanya) ditemukan kali petama di wilayah Angkola dan Mandailing, Tapanuli (Tapanuli Bagian Selatan). Jumlahnya jam hanya 15. Jam pertama adalah Bitjar mata ni ari (Terbit matahari), jam kelima adalah Tinkos (Matahari tepat di atas kepala), jam kesembilan Loesoet mata ni ari (Matahari terbenam), jam ketigabelas Tonga borngin (Tengah malam) dan jam kelima belas Andostorang (Jelang terang). Dari penamaan nama-nama jam ini terkesan mencerminkan bukan jam biologis dan juga bukan ‘jam tangan Seiko’ yang jumlahnya 12 atau 24 jam, tetapi jam (penanda kegiatan) sosial-budaya yang dilakukan oleh masyarakat setiap harinya.

Nama-nama hari (TJ Willer, 1846)
Tidak hanya nama-nama jam, juga penamaan nama-nama hari. Umumnya nama hari adalah tujuh, akan tetapi di Mandailing dan Angkola jumlah nama hari ada sebanyak 30 hari. Hari pertama adalah Haditia (bulan baru/Nieuwe maand), bulan kelimabelas Toela (Bulan pernama/Volle maand). Tampaknya tidak dikenal satuan waktu minggu. Jika satu minggu adalah tujuh hari dan satu bulan adalah empat minggu, tampak bahwa tujuh hari pertama diadopsi dari Bahasa Sanskerta (Hindoe?). Tujuh nama hari tersebut secara umum berulang untuk tujuh hari berikutnya dengan pemberian keterangan (nama) tambahan. Oleh karenanya satu minggu sesungguhnya terdeteksi tetapi penamaan hari lebih cenderung untuk mengedepankan hari sebagai ukuran hari dalam satu bulan. Untuk hari keduapuluh sembilan dan hariketigapuluh diberi nama Hoerong dan Hoerong hoeririt. Nama-nama bulan ada 12: Pasada, Padoean, Patoloe, Paopat, Palima, Paonom, Papitoe, Pawaloe, Pasambilan, Pasapoeloe; Li dan Hoerong.

Nama-nama arah (TJ Willer, 1846)
Penentuan ukuran waktu jam dan hari tersebut di Mandailing sangat terikat dengan tanda-tanda alam (bulan dan matahari) yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. TJ Willer (1846) juga menyebutkan adanya sistem penanggalan sebagaimana tarikh (tahun) dalam tahun Masehi, tahun Hijrah, tahun Jawa dan tahun China. TJ Willer mengamati tanggal pertama dalam bulan Pasada adalah 29 Mei tahun 1843. Pada tahun 1844 tanggal satu bulan Pasada 18 Mei; tahun 1845 adalah 7 Mei. Catatan tambahan: di Mandailing dan Angkola juga terdapat penentuan arah mata angin yang spesik tidak hanya timur, selatan, barat dan utara tetapi juga nama arah diantara dua nama arah utama, misalnya selatan-timur adalah Anggoni (Tenggara).

Di Makassar tidak pernah dilaporkan adanya nama-nama bulan, tetapi nama bulan yang ada mengacu pada nama bulan Islam. Boleh jadi di masa lampau ada, sebab di Bugis terdapat nama-nama bulan. Nama-nama bulan ini banyaknya 12 (satu tahun) dengan merujuk pada jumlah 30, 31 dan 32 hari dalam satu bulan. Namun jumlah hari dalam satu minggu dihitung sebanyak lima hari. Sistem penanggalan ini mirip dengan sistem penanggalan Jawa. Untuk arah mata angin Makassar memiliki jumlah delapan. Peanggalan dan arah dalam hal ini mengacu pada sistem matahari dan bulan. Apakah penunjukkan arah menurut sistem bintang (terutama di dalam pelayaran) terdapat di Makassar?
.
Perayaan Tahun Baru 1 Januari Masa Kini

Ukuran waktu detik telah digunakan untuk memantau seberapa dekat kepada perubahan waktu. Penggunaan ukuran waktu detik dulu hanya digunakan untuk saat peluncuran roket (ke angkasa), Lalu kemudian ukuran detik digunakan di dalam racing seperti balam mobil, balap motor. Pada masa kini ukuran waktu detik sudah semakin kerap diperhatikan sebagai ukuran penanda seberapa dekat kepada perubahan tahun baru. Kejadian ini semakin lazim digunakan oleh stasion televisi untuk menghitung mundur berapa detik lagi terjadinya tahun baru.

Dalam penulisan artikel ini juga, sambil menunggu perubahan tahun baru, diharapkan tulisan ini selesai sebelum bergantinya tahun. Ini adalah artikel ke-206 tahun ini di blog Poestaha Depok. Sambil editing terakhir sudah terdengar bunyi petasan dan terlihat kilauan kembang api di udara, sesekali melihat perubahan menit dan detik pada jam blog. Tepat pada pukul 23 menit 59 detik 59 jam blog di screen print siap-siap untuk merekam detik pertama tahun baru 2018 . Mari kita mulai dengan detik pertama: 00-00-01.
 .
Selamat Tahun Baru, 2018


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar