Kota Makassar, secara geografis berada diantara dua sungai, yakni sungai Tallo di utara dan sungai Gowa (Janebarang) di selatan. Di bagian hilir dua daerah aliran sungai (DAS) tersebut pada masa lampau terdapat pusat dua kerajaan: Kerajaan Tello [Tallo] dan Kerajaan Goa [Gowa]. Area antara dua muara sungai tersebut kemudian VOC membangun benteng Rotterdam (yang menjadi cikal bakal Kota Makassar masa kini).
Peta Goa-Tello, 1693 |
Pada masa lampau, Kota (Stad) Somba Opu, yang
merupakan ibukota Kerajaan Gowa terdapat di hilir (muara) sungai Gowa
(Janebarang) yang areanya kini masuk wilayah Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.
Lantas mengapa terjadi pergeseran lokasi ibukota Kerajaan Gowa? Mari kita
telusuri.
Di Tapanoeli, terdapat suatu pelabuhan kecil bernama
Moeara Opoe, muara dari sungai Batang Toroe. Apakah ada kaitan antara nama
pelabuhan Somba Opu di Sulawesi dengan pelabuhan Moeara Opoe di Sumatra? Apakah
setelah VOC menaklukkan Somba Opoe pada tahun 1669, pasukan Somba Opu/Makassar
melarikan diri ke Tapanoeli, suatu wilayah yang aman bagi mereka bermukim
karena kala itu Tapanoeli berada di bawah pengaruh kekuasaan Inggris (bukan
VOC). Militer VOC yang bekerjasama dengan pasukan Aru Palaka terus mengejar
pasukan Somba Opu di Soerabaya/Oost Java dan juga pasukan Aru Palaka membantu
militer VOC di Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Boleh jadi awalnya
pasukan Somba Opu ini di Padang lalu bergeser ke Tapanoeli (yang mana pemukiman
mereka ini kelak dikenal sebagai Moara Opu).Peta 1730
Kota (Stad) Somba Opoe
Sebelum terjadinya pertempuran yang berakhir
dengan takluknya Kerajaan Gowa tahun 1669, Somba Opu terbilang cukup besar
(luas). Ibukota (stad) Somba Opu berada di dalam benteng (Somba Opu). Benteng
ini berada di antara dua muara sungai, yakni induk sungai Janaberang (kanan)
dan anak sungai Janaberang (kiri). Di dua muara sungai ini terdapat pelabuhan.
Benteng Somba Opu. Peta 1730 yang dibuat oleh Jacobus van der Schley
menggambarkan benteng (stad) Somba Opu dikelilingi oleh tembok empat persegi
yang masing-masing sudut terdapat bastion.
Benteng Somba Opu yang juga merupakan ibukota
(Stad) Somba Opu pasca penaklukan telah dihancurkan. Hal ini didasarkan pada
perjanjian Bongaya (16 November 1667). Perjanjian ini terdiri dari 30 pasal
(artikel). 10. Pada Art.10 dineyatakan bahwa seluruh benteng di garis pantai
Makassar harus dihancurkan (Barombong, Panekoke, Grise, Marisso, Borrebos).
Hanya benteng Somboepo [Sombaopoe] yang tetap ada bagi Raja. Sedangkan Art.11
menyatakan bahwa benteng Udjoeng Pandang diserahkan kepada VOC dalam keadaan
baik, bersama perkampungan dan lahan di sekitarnya.
Pasal 11 inilah yang menjadi dasar pembentukan Kota
Makassar yang baru (lihat artikel lain dalam blog ini).
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Benteng yang dinamai rotterdam itu adalah benteng milik kerajaan gowa yang dikenal sebagai benteng pannyua atau bebteng ujungpandang yg di bangun oleh raja gowa, dan kemudian di ambil alih belanda setelah perang makassar terjadi sesuai dwngan isi perjanjian bongaya
BalasHapus