*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Pada era dunia maya sekarang ini ada yang disebut follower dan ada juga yang disebut leader. Dalam musik dunia (world music) dan dunia musik, fingerstyler Alip Ba Ta dapat dianggap sebagai leader Indonesia. Paling tidak Alip Ba Ta sudah memiliki follower di seluruh belahan dunia. Bagaimana Alip Ba Ta menjadi leader sulit dijelaskan. Hukum alam(iah) berlaku, hukum alam yang mengatur. Dalam bahasa ilmu sosial, yang mengatur disebut invisible hand (diatur oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan). Dalam bahasa dunia maya yang sekarang, bukan ‘hukum rimba’ yang berlaku, tetapi ‘hukum pasar’ di dunia maya. Tentu saja situasi dan kondisi masa kini berbeda dengan tempo doeloe.
Pada era dunia maya sekarang ini ada yang disebut follower dan ada juga yang disebut leader. Dalam musik dunia (world music) dan dunia musik, fingerstyler Alip Ba Ta dapat dianggap sebagai leader Indonesia. Paling tidak Alip Ba Ta sudah memiliki follower di seluruh belahan dunia. Bagaimana Alip Ba Ta menjadi leader sulit dijelaskan. Hukum alam(iah) berlaku, hukum alam yang mengatur. Dalam bahasa ilmu sosial, yang mengatur disebut invisible hand (diatur oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan). Dalam bahasa dunia maya yang sekarang, bukan ‘hukum rimba’ yang berlaku, tetapi ‘hukum pasar’ di dunia maya. Tentu saja situasi dan kondisi masa kini berbeda dengan tempo doeloe.
Dulu, ketika Apollo,
pesawat ruang angkasa akan diluncurkan menuju bulan sejumlah hal dipersiapkan.
Pilot tentu saja sudah dipilih Neil Amstrong yang dibantu Michael Collins dan
Edwin Aldrin. Dalam persiapan itu dari sejumlah elemen-elemen bumi, hanya
elemen musik yang belum dipilih. Kandidat musik yang akan dibawa ke bulan adalah
musik klasik (pemilik portofolio tertinggi). Sejak itulah musik dunia, musik
klasik diperdengarkan di bulan. Apa hasilnya? Tidak pernah dilaporkan. Lantas
bagaimana dengan musik tradisi kita macam gamelan, degung dan gondang? Tentu
saja tidak diperhitungkan. Akan tetapi, bumi terus berputar mengelilingi
matahari dan bulan mengelilingi bumi hingga ini hari. Sementara di bumi, kehidupan
berputar bagai roda pedati ada kalanya di bawah dan ada juga waktunya di atas
(exchange: take and give). Hukum alam perputaran terus bekerja yang dalam
bahasa bumi diatur oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan (Invisible Hands).
Semakin kencang tingkat perputaran (exchange) itu, putarannya seakan diam
(seakan tidak berputar). Situasi inilah yang disebut titik keseimbangan
(equilibrium) yang baru. Pada era dunia maya yang sekarang akan terbentuk
ekuilibrium yang baru, tidak terkecuali dalam hal musik. Musik klasik adalah
masa lampau, musik pop akan segera berakhir dan musik tradisi akan eksis di
masa dekat (ingat Javaansche Rhapsody door Paul Seelig lebih dari satu abad
yang lalu, 1909). Dalam soal musik tradisi, Alip Ba Ta telah memulainya. Leader
tidak lagi ditentukan oleh tingkat portofolio yang tinggi tetapi sangat
ditentukan oleh talenta (bakat-bakat yang tidak kelihatan). Dalam bahasa viral,
untuk menciptakan pesawat terbang di udara tidak hanya insinyur.
Pada masa lampau, pemusik (musisi) kita cenderung
follower. Arus utama musik dunia adalah musik Eropa/Amerika, sebut saja misalnya musik klasik, musik blues dan musik rock. Musik kroncong produk asli
Indonesia sulit bersaing dengan musik-musik yang telah mendunia tersebut.
Alih-alih memajukan musik kroncong, justru pemusik kita hanyut dengan
musik-musik Eropa/Amerika. Meski demikian (cara belajar meniru), faktanya
itulah awal musik modern Indonesia. Dari proses peniruan itu, lahirlah
penyanyi-penyanyi berbakat dan muncul grup-grup band seperti Koes Plus, AKA
Group, The Mercy’s, The Lloyd, Panber's, Bimbo dan sebagainya. Di antara
genre-genre musik yang populer terselip satu genre musik produk alam Indonesia,
yakni dangdut. Lantas bagaimana itu semua terjadi secara estafet hingga kita
menemukan leader musik Indonesia Alip Ba Ta? Mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Fase Transisi Musik Modern Indonesia: Dari Musik Kroncong
ke Musik Hawaian
Rekaman musik-musik Barat sudah sejak lama beredar
di Hindia. Ini sehubungan dengan diperdagangkannya alat pemutar gramofon. Untuk
memenuhi tujuan segmen masyarakat tertentu (pribumi dan Timur Asing) lalu
muncul perekaman musik-musik non Barat seperti musik kroncong dan musik gambus.
Perkembangan perekaman musik semakin semarak sehubungan dengan muncul berbagai
(siaran) radio amatir di sejumlah kota. Lebih-lebih setelah beroperasi stasion
radio telegrafi Malabar, Bandoeng tahun 1923. Stasion radi Malabar ini memungkinkan
komunikasi radio terhubung antara Hindia dan Belanda/Eropa.
Grup musik di Jawa, 1870 |
Dalam perkembanganya pemerintah memberikan
konsesi kepada swasta untuk menyelenggarakan penyiaran radio secara nasional.
Lalu pada tahun 1929 terbentuk radio NIROM. Pemilikan radio penerima masih
terbatas pada orang-orang Eropa dan orang-orang kaya pribumi dan Timur Asing.
Penjualan radio secara massal baru terjadi pada tahun 1933. Pemilik radio
semakin banyak dan kemudian pada tahun 1933 terbentuk asosiasi pendengar radio.
Soerabaijasch handelsblad, 23-04-1934 |
Para pendengar radio tidak bisa menuntut
layanan radio kepada radio-radio swasta. Para pendengar hanya bisa menuntut
layanan radio kepada radio NIROM (yang dinaungi oleh pemerintah). Pada tahun
1934 muncul protes dari para pendengar radio karena layanan radio swasta dan
radio NIROM tidak mempertimbangkan para pendengar pribumi dan Timur Asing.
Program-program musik dan nyanyian hanya menyiarkan musik/lagu Eropa (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 11-06-1934). Protes ini kemudian
diadopsi oleh manajemen radio NIROM. Sejak inilah musik pribumi mulai
diperdengarkan di radio, suatu era baru perkembangan meluasnya musik pribumi.
Berdasarkan daftar
acara/radio yang diberitakan di surat kabar, musik-musik yang disiarkan selain
musik dan nyanian Barat adalah musik kroncong dan musik gambus. Salah satu
orkes gambus terkenal adalah orkes pimpinan Sech Albar (kakek Rocker Indonesia
Achmad Albar). Sementara orkes musik kroncong adalah Populair Orchest yang
dipimpin oleh Achmat Bandoeng (dari label Toko Populair).
Grup musik di Sipirok, 1880 |
Grup musik di Sipirok, 1928 |
Nyanyian (lagu) pribumi yang dibawakan oleh
penyanyi (yang tentu saja diiiringi musik) yang pertama muncul adalah nyanyian
(liedren) dari Sipirok yang disiarkan oleh Raduio NIROM Bandoeng II, Batavia II
dan PMH (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-09-1939). Ini satu indikasi bahwa
para penyanyi (vokal) mulai lebih ditonjolkan. Para vokalis mulai muncul
diantara para musisi-musisi. Nyanyian-nyanyian (vokal) Eropa/Belanda sudah
sejak lama disiarkan.
Program radio NIROM tahun 1939 ini di bawah tajuk
‘Liederen uit Sipirok’ (nyanyian dari Sipirok) memperdengarkan musik tradisi
Batak yang lebih baik sistem perekamannya (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie. 06-10-1939). Besar kemungkinan rekaman ini berasal dari
grup musik dan vokal grup anak-anak Sipirok di Batavia. Dalam waktu singkat
sejak 1937, musik tradisi Batak dan vokal grup telah menjadi bagian penyiaran
radio yang telah menghibur tidak hanya warga Batak tetapi juga lainnya. Musik
tradisi Batak di radio masih eksis hingga terjadinya invasi Jepang ke
Nederlandsch Indie 1942.
Pada era pendudukan militer Jepang, musik dan
lagu (nyanyian) Indonesia menjadi pengganti musik/lagu Eropa/Belanda. Para
adiministratur militer Jepang juga di sana-sini memasukkan musik/lagu Jepang.
Lagu kebangsaan Jepang selalu menjadi pembuka setiap siaran di pagi hari. Radio
militer Jepang di Indonesia ini adalah hasil pengambilalihan radio nasional di
era Belanda, NIROM.
Nieuwe courant, 02-07-1948 |
Indonesian Rhapsody Memperkaya Musik Barat
Setelah kemerdekaan Indonesia dan semasa
perang kemerdekaan Indonesia juga gaung musik Indonesia hanya sayup-sayup,
Namun di Soerabaja diketahui telah muncul grup musik (band) pop keluarga
(Herman) Tielman. Grup ini membawakan genre musik tradisi dengan balutan musik
Barat dan Hawaiian. Selepas perang kemerdekaan dan pengakuan kedaulatan
Indonesia oleh Belanda, grup musik keluarga Tielman pindah ke Belanda.
Penyanyi dan musisi asal Indonesia (lahir di Indonesia),
selain grup musik keluarga Tielman juga muncul grup musik lainnya seperti The
Black Arrows, The Blue Diamonds dan Daniel Sahuleka. Tentu saja ke dalam daftar
ini masih dapat dimasukkan generasi kedua di Belanda (lahir di Belanda) seperti
Eddie van Halen dan Alex van Halen. Tentu saja ada juga generasi kedua di Jerman,
Belgia dan Amerika Serikat. Hah! Di
antara para musisi-musisi beradarh Indonesia tersebut tentu saja ada yang
menyanyikan lagu-lagu Indoenesia dengan sentuhan pop Barat, ada juga yang hanya
sekadar memasukkan elemen musik Indonesia (musik tradisi), dan tentu saja
diantaranya tidak lagi mengenal musik Indonesia tetapi di dalam memainkan musik
mereka masih mengalir darah Indonesia dengan jari-jari yang lincah pada permainan
gitar. Secara teoritis, cara bermain musik juga diturunkan secara genetik. Coba
perhatikan cara bermain gitar Eddi van Halen (yang bersifat unik dibandingkan
dengan pemusik-pemusik asli Eropa dan Amerika Serikat). Untuk soal ini tidak
usah jauh-jauh. Perhatikan diri kita sebagai penikmat musik ketika merespon
musik (apa pun musiknya) selalu darah kita bergetar (sangat menikmati nuansa
musiknya). Itu adalah cerminan genetik asli Indonesia (yang terbentuk ratusan
tahun melalui musik tradisi yang kaya). Para ahli musik dan musisi dunia
seperti Paul Seelig (1909) kelahiran Hindia dan Dr. Karl Halusa (1934)
kelahiran Austria telah mengakui itu.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-03-1950 |
The Timor Rhythm Brothers di bawah naungan label Niwa
Niwim melakukan tour keliling Sumatra Timur termasuk Medan awal tahun 1950
(lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-03-1950). Disebutkan pada pertunjukan
terakhir di Medan band lima bersaudara itu sukses. Papa dan Mama Tielman juga
hadir dalam pertunjukkan dua setengah jam itu. Personil Reggy 14 tahun pada
gitar, Ponthon berusia 12 tahun pada bas, Andy 10 tahun pada gitar, Loeloe 8
tahun pada drum dan Jany 7 tahun. Dalam pertunjukan itu Papa Tielman bagai seorang
virtuoso sejati pada banjo dan gitar, Pada parus pertama musik-musik Indonesia
dan paruh kedua dengan musik Barat. Loeloe kecil juga memainkan solo drum dan
Andy juga bermain solo gitar serta Reggy sang pemimpin juga memainkan banjonya.
Tidak ketinggalan sebagai bintang se kecil Jany yang bernyani dan juga dengan
penampilan ukulelenya.
Group band The Tielman Brothers boleh jadi
adalah band pertama yang telah melakukan banyak perjalanan tour ke berbagai
daerah. Dalam perkembangannya group band ini diketahui telah berada di Belanda
dan tampil di acara televisi akhir pekan (lihat Nieuwsblad van het Noorden, 23-01-1960). Dalam
perkembangannya di Belanda, grup musik The Tielman Brother sangat sukses. Dalam
hal ini, keluarga Tielman adalah satu contoh mengenai pemusik Indonesia di
manca negara. Kedalam daftar ini dapat kita sebut Daniel Sahuleka dan bahkan
Eddi van Halen (Grup musik rock Van Halen).
Eddie van Halen |
Pada tahun 1963 Tielman Brother
sudah cukup terkenal di Jerman (lihat Trouw, 06-03-1963). Saat Tielman Brother
terkenal di Jerman, sebaliknya grup yang terkenal di Belanda adalah grup
terkenal The Black Arrows. Personil grup band The Black Arrows terdapat tiga
bersaudara yakni Rinaldo, Jhonnie dan Casper Anthonio. Satu personil lainnya
adalah Raoul Groen. Sebelum dua drup ini eksis sudah terlebih dahulu eksis duo
Indo dengan nama grupnya The Blue Diamonds.
Trouw, 06-03-1963 |
Tiga bersaudara Anthonio ini, seperti Tielman
Brother, juga berasal dari Indonesia (lihat Trouw, 06-03-1963). Namun tidak
dijelaskan dari daerah atau kota mana mereka berasal. Johnny Anthonio yang berusia 20 tahun, bermain
dengan sologitaar, sementara Casper Anthonio dengan slaggitaar, sedangkan Rinaldo Anthonio
dengan basgitaar. Tiga bersaudara ini lahir di Indonesia. Keluarga mereka
datang ke Belanda pada tahun 1949. Grup band The Black Arrows mendapat liputan yang luas pada debut mereka dan telah menghasilkan
sejumlah hit dan tergolong grup band terkenal di Belanda. The Black Arrows masih
eksis hingga tahun 1970an.
Het Parool, 20-11-1959 |
Satu lagi grup musik yang perlu mendapat
perhatian adalah The Blue Diamonds. Grup musik ini kali pertama diberitakan di
Belanda pada tahun 1959 (lihat Nieuwsblad van het Noorden, 02-11-1959). Grup
musik ini disebutkan tampil cukup baik di acara televisi akhir pekan. Menurut De
waarheid, 02-11-1959 debut duo ini telah mengubah streotif bermain gitar yang
seimbang dengan vokal. Selama bulan November 1959 duo Indo ini banyak mendapat
liputan dan ulasan media-media di Belanda. Grup musik ini berawal dari dua Indo
bersaudara Ruud de Wolff (lahir1941) dan Riem de Wolff (lahir 1943) di
Batavia/Djakarta yang pindah ke Belanda tahun 1949 mengikuti orang tua mereka.
Setelah 10 tahun di Belanda dan tampil di televisi, grup dengan personel utama
dua Indo ini tidak terbendung dengan rekaman mereka dimana lagu Ramona menjadi hit
di Eropa dan Amerika. Ingat nama judul ini ingat juga nama penyanyi Indonesia
Ramona Purba yang membawakan lagu-lagu yang mirip lagu-lagu yang dibawakan oleh
The Blue Diamonds. Duo Indo van Driebergen, Utrecht yang mirip The Everly
Brothers ini pernah tampil di Indonesia. Het Parool, 20-11-1959.
De Telegraaf, 27-02-1960 |
Tielman Brother kembali tampil di televisi
sebagaiman terlihat dalam program acara televisi di surat kabar (lihat De
Telegraaf, 13-08-1965). Lagu-lagu Tielman Brother masuk dalam Top 40.
Pasca pengakuan kedaulatan RI (Desember 1949)
dunia musik Indonesia berada dalam ketidakteraturan. Bajak membajak terjadi.
Hal ini karena lagu-lagu pop Indonesia mulai menjamur untuk memenuhi kebutuhan
publik/pasar yang semakin bergairan. Tentu saja kebutuhan radio-radio untuk
mengisi acara/programa musik. Pengaturan hak cipta untuk lagu-lagu baru belum
ada. Melihat banyak pelanggaran hak cipta, pada tahun 1950 seorang komponis
Batak bernama R. Tobing merasa kesal dan meminta perhatian agar para composer
mendapat perlindungan atas ciptaan mereka. Para musisi berkumpul di Bandoeng.
Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode,16-08-1950:
‘Untuk melindungi komposer Indonesia diperlukan pendirian lembaga tersendiri
agar karya musik terlindungi. Sejumlah composer berkumpul di Bandung. Seorang
pianis terkenal di Singapura dan komposer dari lagu Indonesia modern, telah
tiba di Jakarta dan telah menghubungi berbagai pihak berwenang untuk mendirikan
sebuah perusahaan penerbitan karya musik Indonesia di Bandung. Menurut Mr
Tobing penerbit ini akan muziek kontemporer Indonesia akan menjamin hak cipta
dari komposer. Menurut Tobing, bahwa komposisi yang dibuat sang pencipta karena
kebanyakan dari mereka tidak pernah menulis di atas kertas, sering dimainkan
secara sewenang-wenang tanpa persetujuan dari komposer yang bersangkutan.
Bahkan sering terjadi, kata Mr Tobing yang karya musik yang dimainkan (siaran
radio dan film) tanpa menyebutkan nama penulis. Terlepas dari isu karya-karya
ini akan mendirikan studio musik di Bandung, yang tugasnya adalah untuk
memberikan komposisi dari pengaturan yang diperlukan. Ini adalah niat untuk
melakukan musik modern berbasis teknologi Barat, sehingga dapat dimainkan oleh
orkestra di luar negeri, kata Mr Tobing. Pelaksanaan rencana ini akan segera
menjadi konferensi di Bandung oleh komposer Indonesia, yang membahas masalah di
atas. Komponis berbagai genre musik akan diundang ke konferensi ini’.
Siapa Mr. R Tobing belum diketahui secara
jelas. Apakah R Tobing adalah pimpinan grup musik tradisi Jong Batak atau R.
Tobing adalah seorang anak Medan yang selama pendudukan militer Jepang hingga
agresi militer Belanda merantau dan menetap di Singapora? Juga belum jelas.
Namun melihat posisinya dalam pertemuan musik di Bandung dan gagasannya soal
hak cipta bukanlah pemusik biasa. Lantas pertanyaannya, apakah R. Tobing ayah
dari Gordon Tobing, penyanyi yang mulai kesohor dari grup musik ‘Sinondang
Tapanoeli’?
Pada tanggal 31 Mei 1952 Radio Jakarta (RRI Jakarta)
pukul 22.10 mengumandangkan suara Gordon Tobing di bawah label Sinondang
Tapanoeli (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 31-05-1952).
Kemudian nama Gordon Tobing terdeteksi lagi di Radio Jakarta I dan Radio
Jakarta II tanggal 1 November 1952 siaran pukul 21.15. Gordon Tobing kembali
dengan grup Sinondang Tapanoeli (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra,
01-11-1952). Lalu tanggal 3 November Gordon Tobing kembali muncul, di Radio
Jakarta III siaran pukul 22.15 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 03-11-1952). Gordon Tobing lahir di Medan, 25 Agustus 1925 adalah
anggota grup musik Sinondang Tapanoeli, yang secara defacto adalah sanggar
musik dan vokal grup yang umumnya terdiri dari anak-anak Sipirok. Grup musik
Sipirok di Djakarta ini sudah eksis sejak era kolonial Belanda.
Pada awal pengakuan kedaulatan Indonesia ini,
hanya penyanyi Gordon Tobing yang segera muncul ke permukaan. Gordon Tobing
membawakan lagu-lagu Batak berirama rumba dan sebagainya. Lagu-lagu Batak tidak
hanya di radio tetapi juga hadir di dalam pertemuan-pertemuan tertentu.
Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 02-01-1953:
‘kemarin warga Batak berkumpul di Concordia untuk merayakan tahun baru. Lebih
dari dua ribu pengunjung yang hampir semuanya warga Batak di Bandung. Menurut
adat, na.poso-bulung (laki-laki dan perempuan muda yang belum menikah) bertugas
untuk menyiapkan kelancaran acara. Acara ini diselingi dengan nyanyian para
muda-mudi. Mr. P. Harahap, ketua Komite Persiapan, dalam sambutannya
mengatakan: Pertemuan ini adalah salah satu faktor dimana warga Batak untuk
terus mengikat ke unit kohesif. Kami memiliki tradisi kuno dan budaya kuno
Batak: termasuk aksara sendiri, bahasa sendiri, musik sendiri, tarian sendiri.
Kami sudah berbaur dengan pengaruh asing, tetapi kami juga masih perlu untuk
sekali-sekali untuk bisa kembali ke tanah air kami (kampong halaman)’. Catatan:
Ketua komite persiapan dalam kegiatan ini adalah Ponpon Harahap, mahasiswa
Institut Teknologi Bandung.
Tentu saja selain Gordon Tobing, juga muncul
penyanyi-penyanyi baru seperti Mien Sondakh, Ade Ticoalu, Rose Sumabrata dan
Dien Jacobus. Namun penyanyi yang
mendapat liputan luas adalah Gordon Tobing. Bahkan Gordon Tobing dan orchest
kerap diundang ke istana.
De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
15-09-1954 (Presiden menerima bintang radio): ‘Senin pagi, Presiden dan Nyonya
Sukarno, menerima peserta dalam pemilihan bintang radio 1954 di istana. Pada
pertemuan ini atas permintaan Mrs. Soekarno untuk menyanyikan lagu berjudul
‘Alam Desa’ yang dinyanyikan oleh Gordon Tobing dan kemudian bersama-sama. Mien
Sondakh dan Ade Ticoalu menyanyikan lagu berjudul ‘Njiur Melambai’
Gordon Tobing tidak terbendung. Gordong
Tobing telah memiliki grup musik sendiri. Presiden kerap mengundang grup Gordon
Tobing (Impola) manggung di istana ketika ada acara penerimaan tamu asing. Grup
Impola Gordon Tobing juga beberapa kali termasuk dalam rombongan Presiden
ketika berkunjung ke luar negeri.
Pada bulan April 1954, grup Sinondang Nauli dengan suara
(vokal) Gordon Tobing secara mengejutkan disiarkan oleh Radio Nederland gel.
16.88, 19.45 en 19.71 pada pukul 20.30 (lihat De nieuwsgier, 29-04-1954). Pada
bulan Juli 1954 suara Gordon Tobing muncul kembali di Radio Jakarta III, namun
kali ini tidak disebutkan mewakili SinondangTapanoeli tapi dibawah judul: Zang
door Gordon Tobing (Nyanyian oleh Gordon Tobing). Berita ini terdapat dalam
jadwal programa radio De nieuwsgier edisi 24-07-1954. Ketika nama Gordon Tobing
tidak mewakili Sinondang Tapanoeli (menjadi solo karir), maka grup musik Batak
ini berubah nama menjadi Orkest Sinondang Sipirok. Grup musik Sinondang Sipirok
tampil di RRI Djakarta tanggal 21 Juli 1954 dengan penyanyi R. Batubara (lihat De nieuwsgier, 21-07-1954). Tiga hari
kemudian nama Gordon Tobing secara solo (tanpa diiringi oleh Sinondang) juga
muncul di RRI.
Gordon Tobing semakin kerap tampil secara solo di radio.
Ini yang terjadi sebagaimana dilaporkan De nieuwsgier, 21-09-1954 bahwa Gordon
Tobing di Radio Jakarta III mebawakan
lagu-lagu yang diiringi oleh piano Sudharnoto. Adakalanya Gordon Tobing berduet
dengan penyanyi lain. Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 25-11-1954 memberitakan Rose Sumabrata dan Gordon Tobing
berduet. Gordon Tobing kembali ke istana dalam suatu pesta yang dihadiri oleh
Presiden Soekarno. Artis utama tadi malam adalah Gordon Tobing dan Bing Slamet
(lihat De nieuwsgier, 08-12-1954).
Pada tahun 1955 muncul kali pertama majalah
olah raga dan musik (besar kemungkinan yang pertama ‘majalah musik ‘di
Indonesia). Majalah mingguan ini tidak terbit di Djakarta, tetapi majalah ini terbit
di Medan dibawah pimpinan Emir Sipirok dan diterbitkan oleh Syarikat Tapanuli.
Majalah ini berisi publikasi olahraga dan music serta film (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 10-08-1955).
Emir Sipirok adalah ketua PWI Medan. Berprofesi sebagai
wartawan dan fotografer. Pada tahun 1956 Emir Sipirok diundang oleh Pemerintah
Amerika Serikat untuk berkunjung ke Amerika Serikat dalam kaitan orientasi
pengembangan pers, Emir berangkat dari Batavia via Australia. Kemudian
pulangnya melalui Belanda (juga diterima selama sepuluh hari oleh pers
Belanda) Emir Sipirok, ketua klub Medan
Press (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-02-1956).
Keberangkatan Emir ke Amerika Serikat adalah bagian dari program pemerintah
Amerika Serikat dalam pengembangan pers Indonesia. Sejumlah wartawan Indonesia yang
diundang selain Emir dan Mochtar Lubis (pemimpin surat kabar Indonesia Raja).
Gordon Tobing terus meroket dan tidak
tertandingi oleh grup vocal manapun di Indonesia. Gordon Tobing memang berada
di jalur pop, tetapi bukan berarti tidak pernah terlibat dalam musik tradisi
Batak. Sebagaimana Nahum Situmorang, di jalur pop tetapi juga masih menyukai
musik tradisi Batak. Musik tradisi Batak pada dasarnya adalah suatu band yang
berbasis ensambel gondang dan ensambel gong. Dua instrumen musik ini pada
awalnya di jaman kuno menjadi alat komunikasi dalam religi yang dalam
perkembangannya disandingkan dengan istrumen tradisi lainnya sehingga terbentuk
band (musik tradisi Batak). Di dalam tradisi band inilah Nahum Situmorang dan
Gordon Tobing mencuat ke permukaan sebagai musisi dan penyanyi pop.
Sementara Gordon Tobing terus berkibar pada tahun 1955
dan 1956, musik tradisi Batak kembali muncul di udara Jakarta dalam program
acara Radio Jakarta. Selama tahun 1955 diantaranya: Sinondang Sipirok (De
nieuwsgier 28-01-1955); Sinonadang Sipirok (De nieuwsgier 05-03-1955);
Sinonadang Sipirok (De nieuwsgier 05-05-1955); ‘Oening-oeningan Batak’ (De
nieuwsgier 09-04-1955); ‘Tumba Batak’ (De nieuwsgier, 08-08-1955) 19.20 Tumba
Batak; ‘Kesenian Batak: Nauli Bulung’ (De nieuwsgier, 18-08-1955); ‘Orkes
Jajasan Kebudajaan Batak’ (De nieuwsgier, 27-10-1955); ‘Tumba Batak’ (De
nieuwsgier, 15-02-1956); ‘Ketjapi Batak’ (De nieuwsgier, 25-04-1956); Sinondang
Sipirok (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 28-07-1956). Namun di tahun 1957 musik tradisi Batak
kembali sunyi, tetapi Gordon Tobing masih terus eksis di radio
Salah satu hasil rekaman suara Gordon Tobing
dengan grup baru Impola (lagu-lagu rakyat) beredar secara luas pada tahun
1970an. Rekaman dan distribusinya dilakukan oleh Media Record. Lagu-lagu rakyat
dalam rekaman ini oleh Gordon Tobing dengan suara Impola terdiri dari: (1)
Soleram, (2) Mardalan ahu marsada-sada, (3) Mariam tomong, (4) Sajang dilale,
(5) Terkenang tanah airku, (6) Sigulempong, (7) Inang sarge, (8) Kaparinjo, (9)
Butet, dan (10) Tao na tio.
Fase Perkembangan Musik Pop Indonesia: Blues dan Rock
Ada kesinambungan musik tradisi Batak ke
musik pop (Indonesia dan daerah) hingga pada waktu nanti munculnya musisi dan
penyanyi baru seperti lahirnya grup musik AKA dan Panber’s di Surabaja serta The
Mercy’s di Medan. Sementara Gordon Tobing masih berkibar bermunculan
musisi-musisi dan penyanyi-penyanyi lainnya.
Penyanyi generasi baru antara lain adalah Tetti Kadi
dengan hitnya Sepanjang Jalan Kenangan dan Teringat Selalu; Erni Djohan dengan
hitnya Teluk Bayur dan Kau Selalu Dihatiku; Rahmat Kartolo dengan hitnya Patah
Hati; Titiek Puspa; Lilies Suryani dengan hitnya Gang Kelintji; Anna Mathovani.
Para musisi seperti A Riyanto. Grup musik seperti Zaenal Combo, Koes Bersaudara,
Sabda Nada (Keenan, Odink dan Debby Nasution). Perusahaan rekaman seperti
Remaco.
AKA Group, Panber’s, The Mercy’s bersama
sejumlah grup musik baru membuat semarak musik Indonesia pada tahun 1970an,
seperti Koes Ploes, Dlloyd dan Bimbo.
AKA Group Soerabaja bertumpu pada Andalas Datu Oloan
Harahap alias Ucok AKA. Sedangkan Djakarta Lloyd (Dlloyd) dengan personel Sjamsuar
Hasjim, Bartje Van Houten, Andre Gultom, Chairoel Daud, Buddiman Pulungan dan Sangkan
Panggabean.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Fase Kreasi Musik Indonesia: Musik Dangdut dan
Modernisasi Musik Tradisi (New Rhapsody)
Sementara musik dan lagu pop Indonesia dan
musik dangdut terus berkembang, satu yang penting dari fase terakhir ini adalah
muncul gagasan musik kreatif dan modernisasi musik tradisi. Perkembangan musik
tradisi ini anehnya juga munculnya perhatian pemusik atau ahli musik asing. Ini
seakan era Paul Seelig seakan timbul kembali. Paul Seelig pada tahun 1909
menciptakan karya musik tradisi (gamelan) dan musik Barat yang disebutnya
Javaansche Rhapsody.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar