*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Di (kabupaten) Bima tentu saja sejak tempo doeloe ada nama kampong Melajoe dan kampong Panaraga, tetapi tidak ditemukan ada nama kampong Kodja. Tidak ada kampong Bima di Soerabaja, Semarang, Batavia dan Makassar. Yang ada adalah nama kampong Tambora di Batavia. Namun ada kampong Kodja di Batavia dan juga ada nama kampong Pekodjan di Batavia dan Semarang. Lantas mengapa di Batavia ada nama kampong Bali, kampong Makassar dan kampong Ambon, sementara tidak ada nama kampong Bima?
Di (kabupaten) Bima tentu saja sejak tempo doeloe ada nama kampong Melajoe dan kampong Panaraga, tetapi tidak ditemukan ada nama kampong Kodja. Tidak ada kampong Bima di Soerabaja, Semarang, Batavia dan Makassar. Yang ada adalah nama kampong Tambora di Batavia. Namun ada kampong Kodja di Batavia dan juga ada nama kampong Pekodjan di Batavia dan Semarang. Lantas mengapa di Batavia ada nama kampong Bali, kampong Makassar dan kampong Ambon, sementara tidak ada nama kampong Bima?
Kelurahan Melayu di Kota Bima (Now) |
Apakah nama kampong Kodja dan kampong Pekodjan merupakan
kampong orang-orang Bima di Batavia? Lalu apa hubungan orang-orang Koja dengan
dengan orang-orang Bima? Di Bima tempo doeloe ada seorang syahbandar yang
dikenal sebagai Codja Roeboe. Koja ini sangat dekat dengan raja Bima dan juga
sangat dekat dekat dengan anak raja Bima yakni pangeran Panaraga. Koja pada
masa itu merujuk pada orang Kodja dan juga merujuk pada nama gelar seperti
halnya lebai atau haji. Gelar koja merujuk pada orang orang Kodja (Moor). Lalu
apakah nama Codja Roeboe menjadi sumber asal-usul nama kampong Koja dan kampong
Pekojan di Batavia? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Kecamatan Tamboea dan kecamatan Koja di Jakarta (Now) |
Codja Roeboe dari Bima
Sebelum mengidentifikasi nama kampong Koja dan
kampong Tambora di Batavia (kini Jakarta) ada baiknya mengidentifikasi nama orang
asing di Bima. Berdasarkan catatan kasteel Batavia (Daghregister) tanggal 8 Oktober
1675 disebutkan Codja Roeboe dari Bima membawa surat dari ondercoopman Paulus
de Bock. Dua bulan kemudian Daghregister 13 Desember 1675 surat dari Radja Bima
diterjemahkan (ke dalam bahasa Belanda) yang dibawa oleh sabandhar Codja Roeboe.
Sisi timur Batavia (Peta 1682) |
Codja Roeboe menjadi penghubung antara kerajaan
Bima dan pemerintah VOC (di Batavia). Posisinya sebagai sahbandari di Bima
memungkinkan Codja Roeboe diterima di kerajaan Bima dan juga dipercaya pemerintah
VOC. Codja Roeboe adalah seorang Moor. Codja Roeboe juga telah menjadi
penghubung antara pemerintah VOC dengan kerajaan-kerajaan Dompo, Tambora dan
Soembawa. Selain Codja Roeboe, di Bima juga tecatat nama Codja Ratoe (lihat
Daghregister 17 Desember 1680). Di Bima juga tercatat nama Moor yang lain yakni
pedagang (coopman) Codja Derwis.
Orang
Moor sudah sejak lama di nusantara. Orang Moor adalah beragama Islam yang
berasal dari pantai utara Afrika di laut Mediterania (percampuran Eropa, Arab
dan Africa). Mereka ini adalah pelaut-pelaut ulung sebelum kedatangan orang
Eropa (Portugis/Spanyol). Mereka ini adalah penyebar agama Islam yang dimulai
di Pasai/Perlak dan kemudian mereka telah menggantikan orang-orang India
(Hindu/Budha) di Baros dan Panai/Aru. Menurut laporan Tome Pires (1512-1515)
kerajaan Aru (Batak Kingdom) dipimpin oleh orang-orang Moor dan juga kerajaan-kerajaan
di Atjeh. Saat itu orang Portugis berada di Melaka. Sejak kapan orang-orang
Moor di Bima tidak diketahui secara pasti. Orang-orang Moor lebih dulu ada di
Jawa dan Makassar sebelum ada catatan orang Moor di Bima.
Sejak 1682 nama Codja Roeboe tidak muncul lagi.
Besar dugaan sudah pensiun. Codja Roeboe menjadi shahbandar Bima paling tidak
selama tujuh tahun (1675-1682). Sebagai sahbandar di Bima, peran Codja Roeboe digantikan
oleh anaknya, soon van Codja Roeboe van Bima (lihat Daghregister 9 Maret 1682).
Hubungan
Codja Roeboe (mewakili orang-orang Moor) dengan pemerintah VOC di satu sisi dan
di sisi lain dengan kerajaan-kerajaan Bima, Dompoe, Tambora dan Soembawa
menyebabkan nama Codja Roeboe begita penting dan terkenal. Anaknya sendiri
tidak bisa menggantikan namanya. Nama anaknya hanya disebut soon van Codja
Roeboe. Nama Codja Roeboe hanya terhubung dengan kerajaan-kerajaan Bima,
Dompoe, Tambora dan Soembawa.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Batavia dan Codja Roeboe
Codja Roeboe diduga telah pindah ke Batavia.
Meski demikian, posisi sosial Codja Roeboe tetap penting. Hubungannya dengan kerajaan-kerajaan
Bima, Dompoe, Tambora dan Soembawa tidak terpisahkan. Posisi Codja Roeboe di
Bima telah digantikan oleh anaknya. Codja Roeboe sekarang berada di ibu kota
VOC (Batavia). Pertanyaannya sekarang: dimana Codja Roeboe bertempat tinggal?
Codja
Roeboe sebagai pedagang, pelaut (pemilik kapal) dan sahbandar, sudah barang
tentu memiliki kekayaan yang cukup. Dinassti Codja Roeboe terus eksis di Bima.
Kedekatan Codja Roeboe dengan pemerintah VOC termasuk di Batavia. Faktor-faktor
itu semua menjadi membuat posisi dan ekonoi Codja Roeboe di Batavia
diperhitungkan. Kapal-kapalnya tidak hanya mudah keluar masuk Kali Besar
(pelabuhan Batavia), tetapi juga dimungkinkan memiliki gudang-gudang
perdagangan di Kali Besar.
Perkembangan ekonomi dan keuangann Codja Roeboe menimbulkan
faktor baru untuk memiliki akses dalam pemilikan lahan seperti halnya pedagang=pedagang
dan pejabat-pejabat VOC. Sejak tahun 1641 muncul kebijakan baru pemerintah VOC
yanga mana para pedagang VOC dapat mengembangkan pertanian di sekitar Batavia.
Lalu muncullah kebijakan berikutnya dalam hal pemilikan lahan absolut yang
dikenal sebagai tanah partikelir (land). Persil-persil lahan dijual pemerintah
untuk menambah kas pemerintah, juga pemilikan lahan dan pengembangan pertanian
di atasnya akan mendoroang produktivitas para pedagang untuk mendorong
perdagangan ekspor pemerintah VOC. Lahan-lahan di sekitar Batavia sudah habis
terkavling-kavling.
Joan
van Hoorn (Gubernur Jenderal VOC 1704-1709) telah memiliki lahan yang luas di
dekat benteng Jacatra (daerah Pasar Baru yang sekarang. Komandan militer VOC Majoor
Saint Martin sudah membuka lahan di sebelah timur lahan van Hoorn (kini daerah
Kemayoran). Pejabar VOC lainnya yakni Cornelis Chastelein telah membuka lahan
di selatan van Hoorn. Lahan ini sebelumnya dibeli dari Antonij dan kemudian
dijual kepada Justinus Vink (untuk membeli lahan di Depok). Justinus Vink tidak
hanya mengembangkan lahan, tetapi juga membangun pasar (kini Pasar Senen). Di
lahan ini Vink membangun mansion besar. Mansion ini kemudian dibeli oleh
Gubernur Jenderal Jacob Mossel yang kemudian dibeli oleh Gubernur van der Parra
(mansion ini kini menjadi RSPAD).
Pada fase inilah besar dugaan Codja Roeboe juga
telah memiliki persil lahan (land). Lahan kepemilikannnya berada di timur lahan
Majoor Saint Martin. Oleh karena Codja Roeboe di lahannya juga membangun gedung
mewah, maka lahan miliknya lambat-laun dikenal sebagai land Gedong Roeboe.
Lahan ini sangat luas yakni mulai dari Sunter hingga Tandjoeng Priok. Dalam
perkembangannya lahan milik Codja Roeboe nilai komersilnya semakin meningkat.
Lahan
milik Codja Roeboe ini belum begitu subur karena termasuk wilayah basah, banyak
rawa-rawa. Boleh jadi karena itu dengan jumlah uang tertentu, Codja Roeboe
mendapat lahan yang sangat luas. Berdasarkan Peta 1724, akse jalan dari kota
(stad) Batavia ke lahan Codja Roeboe sudah muncul sebagai kanal. Pembangunan
kanal pada saat itu oleh pemerintah VOC dimaksudkan untuk jalur pelayaran antar
land dan juga dimaksudkan untuk fungsi drainasi. Kanal ini sudah terhubung
dengan sungai Soenter di Poelo Gadoeng. Oleh karena kanal ini terhubung dengan
sungai besar (sungai Soenter), maka fungsi kanal yang melewati lahan Codja
Roeboe juga difungsikan untuk menambah debit air di pelabuhan Kali Besar
(terutama di musim kemarau). Dengan demikian tinggi permukaan air di pelabuhan
Kali Besar terjaga sepanjang tahun.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Orang-Orang Bima, Dompoe, Tambora dan Soembawa di Batavia
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kampong Tambora dan Kampong Koja Batavia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar