*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Keutamaan (kota) Bima pada era Hindia Belanda,
karena di kota ini sejak era VOC sudah menjadi ibu kota, tempat dimana residen
berada. Hubungan Bima dan VOC yang akrab tetap berlanjut pada era Pemerintah
Hindia Belanda. Pada era pendudukan Inggris, saat gunung Tambora meletus (April
1815) dampaknya tidak terlalu fatal di (kerajaan) Bima. Setelah bencana tahun
1815 Kota Bima secara perlahan-lahan dibangun kembali.
|
Lukisan makam kuno di Bima (1821) |
Tidak
banyak laporan tentang (kota) Bima pasca bencana kecuali beberapa seperti laporan
Residen Bima (1819) dan hasil kunjungan Reinwardt tahun 1821 (tetapi baru
dipublikasikan pada tahun 1858). Setahun sebelum publikasi Reinwardt ini, tulisan
Heinrich Zollinger diterbitkan sebagai bagian hasil ekspedisinya ke Bima
(Sormbawa) tahun 1847. Jung Huhn juga memiliki kesempatan ke Soembawa. Dari
laporan-laporan tersebut, kerajaan Bima masih banyak yang tersisa, tetapi
kerajaan-kerajaan Tambora, Pekat, Dompu dan Soembawa nyaris punah. Disebutkan
penduduk dari kerajaan Tambora dan Pekat hanya survice tidak lebih dari lima
orang, sementara penduduk kerajaan Dompu yang masih hidup sekitar 40 orang, sedangkan
penduduk dari kerajaan Soembawa masih hidup sebanyak 26 orang. Penduduk Bima
yang terkena dampak langsung letusan gunung Tambora tidak terlalu banyak, tetapi
faktor kelaparan setelah bencana yang menyebabkan penduduk (kerajaan) Bima
menemui kematian sehingga penduduk kerajaan Bima yang tersisa diperkirakan
tidak lebih dari 5.000 orang.
Bagaimana kota Bima bangkit kembali pasca bencana
gunung Tambora? Itu dimulai dari
beberapa bangunan (situs) yang masih tersisa. Rumah penduduk luluh lantak,
kapal-kapal yang berada di pantai tersapu habis dihantam tsunami yang
puing-puingnya berada jauh di daratan di tengah kota. Bangun istna Radja Bima
yang dibangun dengan konstruksi kuat masih tersisa kecualu atapnya rusak berat.
Bangunan pemakaman kuno juga masih berdiri utuh. Secara keseluruhan ekonomi,
pedagangan serta kemakmuran (kerajaan) Bima ratusan tahun jatuh ke titik nadir.
Bima
bangkit dan membangun kembali. Tidak mudah lagi. Untuk menambah pengetahuan,
mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
|
Pulau Sumbawa (Peta 1877) |
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*. Peta 1660 Peta 1675
Bencana Gunung Tambora dan Membangun Kembali Kota Bimma
Satu-satunya penanda navigasi sejarah kota Bima
yang terpenting adalah situs makam kuno. Dari wujudnya (sebagaimana dilukis
pada tahun 1821) menunjukkan lambang kemakmuran yakni membangun kuburan dengan
bangunan yang tidak lazim. Bangunan ini sangat kuat terbuat dari batu yang
direkatkan dengan semen, Kapan bangunan makam ini dibangun? Radja Bima pun tak tahu.
|
Lukisan kota Bima (1821) |
CGC Reinwardt
di Bima tahun 1821 yang secara sengaja pergi ke area makam tersebut memperhatikan
situs kuno ini menduga situs terserbut dibangun pada era Portugis. Eksistensu
Portugis di (pulau) Cumbava telah dikalahkan oleh Belanda pada tahun 1613.
Portugis hanya tersisa di Timor (sebelah timur). Sejak itu pos utama Portugis
pindah ke Dilli. Kapan awal keberadaan Portugis di pulau Cumbava tidak
diketahui secara pasti. Keyakinan CGC Reinwardt situs (paling) tua itu dibangun
oleh Portugis karena menurutnya penduduk Bima tidak lazim memotong batu,
kecuali orang-orang Portugis yang telah memiliki teknologi sendiri.
Situs lainnya yang diabadikan oleh Reinwardt pada
tahun 1821 adalah penampakan baru daei wajah kota yang dibangun kembali dengan
latar belakang teluk Bima, yang mana pada horizon terlihat gunung Api.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar