*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Cakranegara pada masa ini hanya dipandang sebagai suatu kecamatan di Kota Mataram. Awalnya hanya ada dua kota yang berdekatan yakni (pelabuhan) Ampenan dan Mataram (ibu kota kerajaan). Namun kemudian (puri) Tjakranegara yang berada di timur kota Matara menjadi pusat pemerintahan yang baru sehubungan dengan terbentuknya kerajaan tungggal di Lombok, Bali Selaparang. Sejak menunggalnya kerajaan, puri yang menjadi kota Tjakranegara berkembang pesat (dan bahkan menjadi lebih besar dari kota Mataram dan kota Ampenan).
Cakranegara pada masa ini hanya dipandang sebagai suatu kecamatan di Kota Mataram. Awalnya hanya ada dua kota yang berdekatan yakni (pelabuhan) Ampenan dan Mataram (ibu kota kerajaan). Namun kemudian (puri) Tjakranegara yang berada di timur kota Matara menjadi pusat pemerintahan yang baru sehubungan dengan terbentuknya kerajaan tungggal di Lombok, Bali Selaparang. Sejak menunggalnya kerajaan, puri yang menjadi kota Tjakranegara berkembang pesat (dan bahkan menjadi lebih besar dari kota Mataram dan kota Ampenan).
Kota Tjakranegara (Peta 1895) |
Lantas bagaimana sejarah kota Tjakranegara
sendiri sebelum menjadi sebuah kecamatan di Kota Mataram? Yang jelas jika kita dari pusat kota Mataram menuju
Selong, pusat kecamatan Cakranegara akan dilewati. Lanskap kecamatan ini tampak
berbeda dengan pusat kota Mataram maupun pelabuhan Ampenan. Apa perbedaannya?
Perbedaan inilah yang menjadi penting untuk mengetahui sejarah (kecamatan)
Cakranegara. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Munculnya Kota Tjakranegara
Hingga tahun 1839, tidak ada orang yang tahu apa
dan bagaimana di pedalaman pulau Lombok. Bahkan nama Tjakranegara sekalipun
tidak dikenal. Nama Tjakranegara hanya dikenal sebagai nama (gelar) di (pulau) Jawa.
Orang asing (termasuk pedagang-pedagang Belanda) hanya berada di pelabuhan Ampenan
dan pelabuhan Tandjoeng Karang. Penguasa di Mataram sangat membatasi orang
asing masuk ke pedalaman. Lalu tiba-tiba merebak perseteruan antara kerajaan
Karangasem (dengan pelabuhan di Tandjoeng Karang) dan kerajaan Mataram (dengan di
pelabuhan Ampenan). Pada tahun 1838 tersiar berita Radja Mataram tewas, tetapi
kerajaan Karangasem kalah. Radja Karangasem membunuh semua keluarganya dan
termasuk dirinya ke dalam api yang menyala.
Nederlandsche staatscourant, 11-01-1839: ‘Permusuhan
di pulau Lombok telah berakhir antara Radja Karang Assam dan Goestie Mataram.
Goestie terbunuh tetapi pasukannya menang. Lalu Radja Karang Assam membakar
bentengnya dimana istri-istrinya dibakar, anak-anaknya dan semua pengikutnya,
lalu dia sendiri melemparkan dirinya ke tengah-tengah bara api dan mati’.
Setelah tiadanya Radja Mataram dan Radja
Karangasem di Lombok, pasca perang sudara, lalu di Lombok sepi sendiri, dalam
arti tidak ada orang asing yang mengetahuinya. Baru delapan tahun kemudian muncul
berita yang tidak terduga. Pangeran Mataram (Bali Selaparang) mengirim kapal
dengan pasukan di dalamnya turut membantu ekspedisi militer Pemerintah Hindia
Belanda tahun 1846 untuk melawan pangeran Boeleleng yang dibantu Radja
Karangasem Bali (lihat Javasche courant, 07-07-1846).
Orang-orang Belanda
kaget, tanpa ada permintaan dari Pemerintah Hindia Belanda, pangeran Bali Selaparang
(Mataram) mengirim bantuan ke Boeleleng. Namun tentu saja pejabat dan komandan
militer Pemerintah Hindia Belanda cepat paham. Pangeran Bali Selaparang telah
menjadi penguasa tunggal di pulau Lombok. Kerajaan Karangasem di Lombok sudah
hancur pada tahun 1838. Pengiriman pasukan ke Boeleleng dari Bali Selaparang
menjadi sinyal kepada kerajaan Karangasem di Bali. Kapal cepat yang membawa
pasukan dari Ampenan ke Boeleleng juga menjadi cara pangeran Bali Selaparang
untuk menunjukkan kepada raja-raja di Bali, terutama kerajaan Karangasem bahwa
kerajaan Bali Selaparang sudah makmur dan memiliki armada di laut. Catatan:
penduduk Bali dan juga penduduk Lombok bukan pelaut, bahkan untuk konsumsi ikan
laut masih sangat tergantung dari orang asing seperti Bugis dan Mandar.
Pasca Perang Boeleleng (1846) Pemerintah Hindia
Belanda menugaskan seorang Jerman Heinrich Zollinger untuk melakukan ekspedisi
ilmiah ke (pedalaman) Lombok pada tahun 1847. Dari laporan Zollinger inilah
segala sesuatu tentang ‘jeroan’ pulau Lombok diketahui. Laporan ini dimuat
pada jurnal Tijdschrift voor Neerland's Indie edisi September 1847. Dari isi
laporan ini juga terbaca ada indikasi pengaruh GP King di Lombok yang memiliki
hubungan erat dengan pangeran Mataram (Radja Bali Separang saat ini). Peran GP
King dihubungkan dengan meletusnya perang saudara di Lombok pada tahun 1838 dan
kepemilikan kapal fregat milik Radja Bali Selaparang dalam Perang Boeleleng.
GP King
adalah seorang pedagang Inggris yang mengalihkan wilayah perdagangannya dari
pantai barat Sumatra ke pantai timur pulau Jawa (Banjoewangi dan Bali). GP King
diketahui sudah berada di Bali pada tahun paling tidak tahun 1834 (lihat
Javasche courant, 23-07-1834). Pada tahun 1837 GP King diketahui sudah
merapat dan membuka usaha di pelabuhan Ampenan (lihat Javasche courant, 30-09-1837). Saat Heinrich Zollinger ke Lombok
pada tahun 1847, GP King seakan menjadi juru bicara dan sekaligus
menteri luar negeri kerajaan Bali Selaparang.
Banyak hal yang membuat Heinrich Zollinger
bingung. Semua peta yang dimiliki Zollinger tentang pedalaman Lombok tidak satu
pun yang akurat. Peta-peta tampaknya dibangun dari asumsi berdasarkan
keterangan orang-orang di pantai. Zollinger ingin memperbaiki semuanya bahkan Zollinger
rela untuk mendaki gunung Rindjani untuk membuktikan gambaran dalam peta
tentang danau Sagara. Ini mengindikasikan bahwa selama ini tidak ada orang
asing yang pernah memasuki pedalaman Lombok. Satu penelusuran nama Selaparang, Zollinger
meyakini Radja Mataram telah menambahkan nama Selaparang pada judul
kerajaannya: Bali Selaparang.
Menurut
Heinrich Zollinger Selaparang adalah kerajaan Selaparang yang menjadi ibu kota
Tanah Sasak. Pendapat Heinrich Zollinger sesuai dengan identifikasi kraton
Selaparang pada Peta 1720. Heinrich Zollinger menjadi lebih bingung lagi,
karena kernyataannya penduduk Sasak tidak mengenal Lombok sebagai nama pulau,
kecuali nama suatu tempat di timur pulau. Pendduduk asli hanya memahami Tanah
Sasak. Heinrich Zollinger berkeyakinan bahwa nama pulau disebut Lombok adalah
pemberian orang asing yang merujuk pada naa kampong Lombok di teluk pantai
timur.
Soal nama kerajaan Bali Selaparang, Heinrich
Zollinger menulis bahwa orang Bali telah menaklukkan dan menghancurkan kerajaan
Selaparang dan pemimpin mereka (orang Bali) kemudian memberi diri mereka nama
kemenangan mereka (menjadi Bali Selaparang) yang kemudian menetapkan ibu kota di
Mataram. Kota ini dikelilingi oleh pagar bambu tebal, ada empat pintu masuk
atau gerbang utama yang ditutup pada malam hari.
Jalan
dari empat pintu gerbang semua berteua di sudut kanan yang mebentuk dua jalan
utama yang berpotongan tepat di tengah kota, yang berada diantara dua istana
radja. Kedua istana yang ini dibangun dari pasangan bata dan tidak ada yang
istimewa atau mengesankan dari luar. Rumah-rumah lain dipisahkan dalam pagar-pagar
besar dengan dinding terbuat dari tanah. Rumah-rumah dibangun dari bahan yang
sama dan menyerupai orang-orang di pulau Bali. Semua rumah-rumah itu ditutupi
dengan atap (terbuat dari daun pohon palem). Menurut Heinrich Zollinger hampir
semua penduduk (kota) Mataram adalah orang Bali.
Menurut
Heinrich Zollinger pada awalnya ada empat kerajaan. Selain yang beribukota di
Mataram, tiga yang lainnya ber ibu kota di Karangasem (di sebelah timur
Mataram), di Pagasangan (selatan Mataram) dan di Pagoetan (terjauh dari
Mataram). Dalam perang terakhir (1838, red) tiga ibu kota ini telah hancur dan
hanya tinggal satu kerajaan yang beribukota di Mataram. Jalan dari (pelabuhan)
Ampenan ke Mataram (3.5 pal) dan hingga Karangasem (5 pal dari Ampenan) sangat
baik, dapat dilalui dengan kereta kuda karena di atas sungai-sungai dibangun
jembatan.
Berdasarkan laporan Heinrich Zollinger (1847)
tidak ada menyebut nama Tjakranegara. Itu berarti mengindikasikan bahwa nama
tempat Tjakranegara belum ada. Gambaran yang dinyatakan oleh Heinrich Zollinger
hanyalah tentang (ibu kota) eks kerajaan Karangasem.
Mataram dan Tjakranegara (Peta 1894) |
Kota Tjakranegara Hancur Tahun 1895
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar