*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Taliwang pada masa ini adalah ibu kota kabupaten Sumbawa Barat (kabupaten pemekaran dari kabupaten Sumbawa). Nama Taliwang menjadi penting karena dijadikan nama ibu kota kabupaten. Dalam hubungan inilah, sejarah Taliwang tempo doeloe diperlukan perhatian. Namun nama (kerajaan) Taliwang tidak sehebat kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa (Bima, Dompu, Sumbawa dan Tambora). Kerajaan Taliwang masuk dalam kategori kerajaan-kerajaan kecil seperti Sanggar, Sape dan Pekat.
Taliwang pada masa ini adalah ibu kota kabupaten Sumbawa Barat (kabupaten pemekaran dari kabupaten Sumbawa). Nama Taliwang menjadi penting karena dijadikan nama ibu kota kabupaten. Dalam hubungan inilah, sejarah Taliwang tempo doeloe diperlukan perhatian. Namun nama (kerajaan) Taliwang tidak sehebat kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa (Bima, Dompu, Sumbawa dan Tambora). Kerajaan Taliwang masuk dalam kategori kerajaan-kerajaan kecil seperti Sanggar, Sape dan Pekat.
Nama Sumbawa dan nama Alas tentulah sangat
penting pada masa lampau. Nama Sumbawa telah diidentifikasi sebagai nama pulau
dan nama Alas diidentifikasi sebagai nama selat. Selat Alas adalah perairan
yang memisahkan pulau Lombok dan pulau Sumbawa. Pulau Lombok sendiri sudah
pernah dikunjungi oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada
tahun 1597. Pada ekspedisi kedua Belanda tahun 1599 nama Sumbawa sudah
diidentifikasi sebagai nama pulau. Pada peta-peta Portugis (sebelum kehadiran
Belanda), sejumlah kerajaan yang terdapat di pulau Lombok adalah Tambora, Bima,
Dompu, Sumbawa, Sape dan Sanggar. Nam pulau disebut pulau Sumbawa. Lalu,
bagaimana dengan Alas? Dalam peta-peta Portugis nama Alas belum
diidentifikasi. Yang telah diidentifikasi adalah teluk Aram. Nama Aram juga
sudah diidentifikasi pada ekspedisi
kedua Belanda. Mengapa nama selat belum diidentifikasi?
Tampaknya belum begitu penting. Nama (tempat) Alas paling tidak baru
diidentifikasi pada peta tahun 1675.
Kerajaan Taliwang adalah salah satu vassal dari
kerajaan Soembawa. Sebagai kerajaan kecil, namanya baru muncul belakangan. Nama
Taliwang baru dicatat ketika VOC mulai membina perdagangan di pantai barat pulau
Sumbawa (lihat Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en
weetenschappen, 1786). Okelah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Peta 1675 |
Nama Alas dan Taliwang
Deskripsi (pulau) Sumbawa dapat dibaca pada
Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en weetenschappen
edisi tahun 1786. Disebutkan di (pulau) Sumbauwa terdapat enam Raja yang
independen, yaitu: Bima. Sumbauwa, Dompo, Tambora, Sanggar dan Papekat. Kerajaan Sombawa
terbilang kuat, mereka memiliki benteng yang tebal dindingnya enam kaki. Disebutkan,
orang pemberani di pulau Soembawa selain Soembawa adalah Tambora, Satu-satunya
yang mereka waspadai adalah Bali yang 50 tahun sebelumnya merebut Selaparang
(Lombok), Pedagangan Soembawa awalnya ke Selaparang semasih berkuasa (di
Lombok). Pemerintah VOC pada tahun 1684 pernah menempatkan setingkat residen di
Bali (sekarang residen hanya di Bima).
Verhandelingen van het Bataviaasch, 1786. |
Pemerintah VOC kurang intens di pantai barat
pulau Soebawa, karena jauhnya jangkauan residen yang berada di Bima. Di wilayah
ini pedagang-pedagang Inggris lalu lalang. Sebelumnya pedagang-pedagang VOC
juga mencakup Allas, Taliwang dan Oetang. Semasih Selaparang berkuasa, masih
mengirimkan barang dagangan ke Batavia (kayu cendana). Namun setelah terjadi
penaklukkan Bali terhadap Selaparang, arus perdagangan tidak ada lagi.
Tampaknya VOC menghindar dari pantai barat pulau Soembawa karena menghindari
gesekan dengan Inggris.
Arus
perdagangan di pantai utara dan timur pulau Soembawa umumnya terhubungan dengan
perdagangan di Makassar, sementara arus perdagangan di pantai barat pulau
Soembawa terhubung dengan penduduk Sasak di pulau Lombok.
Kerajaan Taliwang (Sumbawa) dan Laboehan Hadji (Lombok)
Pada awalnya pulau Soembawa menjadi bagian dari
Residentie Zuid Celebes. Setelah terjadi bencana letusan gunung Tambora tahun
1815, ekonomi perdagangan jatuh. Situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan
di pulau Soembawa dan jarak yang lebih jauh ke Sulawesi, maka wilayah pulau
Soembawa disatukan dengan pulau-pulau lain yang berdekatan ke dalam satu
residentie, Province Celebes en Onderhoorigheden: Residentie Timor en Onderhoorigheden.
Pulau Soembawa menjadi satu afdeeeling yang mana terdiri dari tiga
onderafdeeeling: Bima, Soembawa dan Taliwang.
Sejak
terbentuknnya pemerintahan di Bali, mulai muncul inisiatif Soeltan Bima untuk
bergabung dalam satu administrasi wilayah dengan Pemerintah Hindia Belanda. Ini
bermula pasca Perang Lombok (1895), yang mana di Residentie Bali en Lombok,
pulau Lombok dipisahkan dari Bali (Karangasem) sebagai satu afdeeeling sendiri
yang membentuk onderfadeeeling Oost Lombok dan Wesr Lombok namun kemudian
ditambahkan dengan membentuk onderafdeeeling Midden Lombok. Setelah terjadi
Perang Badoeng (1906) dan Perang Kolongkong (1908) dibentuk afdeeeling Zuid
Bali dengan ibu kota Denpasar. Dengan demikian seluruh Residentie Bali en
Lombok sudah terbentuk cabang pemerintahan. Sebelumnya muncul inisiatif Soeltan Bima untuk bergabung dengan Pemerintah
Hindia Belanda. Namun district Ngali menolak bergabung pada bulan Oktober 1907.
Sementara penduduk district Taliwang ingin membentuk pemerintahan sendiri. Atas
persetujuan Soeltan Bima, gouverneur van Celebes en Onderhoorigheden pada bulan
Februari 1908 mengirim satu pasukan terdiri dari militer dan polisi ke Ngali
dan kemudian ke Taliwang (18 Maret 1908). Perlawanan di district Djarewe baru
berakhir pada tanggal 14 April yang dengan demikian seluruh keamanan di pulau
Soembawa berhasil dipulihkan pada tangga 8 Mei. Dalam hal ini Perang Kloengkong
(di Bali) bersamaan dengan Perang Taliwang (dua perang terakhir di Bali dan
Soembawa). Itulah mengapa afdeeling Soembawa terbagi ke dalam tiga
onderafdeeeling: Bima, Soembawa dan Taliwang.
Lantas mengapa tiga nama tersebut yang
dinominasikan menjadi nama tiga onderafdeeeling di pulau Soembawa? Banyak faktor dan sejarah perjalanannya cukup
panjang. Kerajaan Bima sejak kehadiran VOC terus eksis hingga Pemerintah Hindia
Belanda. Kerajaan Bima di mata Pemerintah Hindia Belanda di pulau Soebawa
sebagai primus inter pares (sebagaimana bahasa Melayu sebagai lingua franca.
Kerajaan Soembawa setelah bencana letusan gunung Tambora tahun 1815 tampaknya
lebih cepat pulih daripada kerajaan Dompu (kedua kerajaan ini sama-sama
menanggung bencana yang relatif sama dari dampak Tambora.
Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima (Now) |
Jauh sebelum terjadi perlawanan kerajaan Taliwang
Terhadap inisiatif Radja Bima agar pulau Soembawa bergabung dengan Pemerintah
Hindia Belanda, gerakan perlawanan penduduk Sasak di Lombok berujung pada
terjadinya Perang Lombok (antara Pemerintah Hindia Belanda dengan kerajaan
Bali-Selaparang) pada tahun 1895. Pasca perang ini wilayah Lombok (Residentie
Bali en Lombok) dipisahkan dari (pulau) Bali dengan membentuk afdeeeling sendiri
di Lombok yang terdiri dari onderfadeeeling West Lombok (ibu kota di Mataram)
dan onderafdeeeling Oost Lombok (ibu kota di Laboehan Hadji).
Pada
awal era VOC sesungguhnya sudah tercapai kemakmuran di pulau Lombok (kerajaan
Selaparang, di sekitar Pringgabaya yang sekarang).. Kerajaan Soembawa bahkan
berkiblat ke kerajaan Selaparang. Namun situasi berubah, kerajaan Karangasem
Bali menganeksasi kerajaan Selaparang (pulau Lombok) pada tahun 1740. Kerajaan
Selaparang tamat dan muncul bentuk kerajaan baru yang disebut kerajaan Bali
Selaparang yang ber ibu kota di Mataram (vassal dari kerajaan Karangasem).
Kerajaan Soembawa sambil membentengi diri dari kemungkinan serangan dari Bali-Selaparang,
orientasi perdagangannya bergeser ke arah timur (pelabuhan Bima). Pergeseran
ini menyebabkan kerajaan Bima (dimana VOC telah membangun pos perdagangan) berada
di atas angin. Lalu kemudian muncullah bencana baru meletusnya gunung Tambora
pada tahun 1815.
Kerajaan
Bima lebih cooperative dengan Pemerintah Hindia Belanda. Tidak demikian halnya
dengan kerajaan Karangasem (Bali) yang bersaudara dengan kerajaan Boeleleng.
Akumulasi perseteruan Bali dengan Pemerintah Hindia Belanda mulai terbuka pada
tahun 1846. Kerajaan Boeleleng (yang juga telah menginvasi kerajaan Djembrana)
yang didukung kerajaan Karangasem Bali mulai dihukum oleh Pemerintah Hindia
Belanda, tidak hanya soal pelanggaran perjanjian damai antara kedua belah pihak
juga soal Tawang Karam. Ultiatum yang tidak digubris Boeleleng akhirnya
Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi militer ke Bali (Boeleleng) pada
tahun 1846. Anehnya kerajaan Bali Selaparang turut membantu Pemerintah Hindia
Belanda (dan juga persetujuan kerajaan-kerajaan Bali lainnya seperti
Kloengkong, Gianjar dan Badong). Lantas mengapa Bali Selaparang juga turut
menghukum Boeleleng (plus Karangase Bali)? Itu bermula pada tahun 1838. Terjadi perang
saudara di Lombok antara kerajaan Karangasem Lombok (yang terhubung dengan
kerajaan Karangase Bali) dengan kerajaan Bali Selaparang (Mataram). Kerajaan
Karangasem Lombok berhasil dihancurkan kerajaan Bali Selaparang. Sejak itu
kerajaan Bali Selaparang menjadi kerajaan tunggal di Lombok. Atas dasar inilah
diduga kerajaan Bali Selaparang di Lombok berpartisipasi dalam menghukum
kerajaan Boeleleng (yang didukung kerajaan Karangasem Bali).
Sejak terjadinya Perang
Bali 1846, seorang Eropa-Jerman yang bekerja untuk Peerintah Hindia Belanda,
Heinrich Zollinger melakukan ekspedisi ilmiah ke (pulau) Lombok dan pulau Soembawa.
Laporan-laporan Zollinger telah menambah pengetahuan Peerintah Hindia Belanda
tentang kedua pulau tersebut (juga pulau Bali). Satu hal yang penting dalam
laporan Zollinger di Lombok karena kehadiran seorang pedagang Inggris bernaa CP
King (orang yang dianggap turut berperan dalam menghancurkan kerajaan Karangase
Lombok oleh kerajaan Bali Selaparang di Mataram. Sejak kehadiran King inilah
pantai barat pulau Soembawa para pedagang-pedagang Inggris lalu lalang. Kerajaan-kerajaan
kecil di pantai barat Soembawa mulai intens terhubung dengan pelabuhan Laboehan
Hadji (Lombok) yang lagi naik daun. Penduduk Sasak di Lombok yang beragama
Islam mulai terhubung dengan penduduk di pulau Soembawa (yang umumnya beragama
Islam). Lalu terjadilah riak-riak kebencian penduduk Sasak terhadap kerajaan
Bali Selaparang yang berujung pada munculnya pemberontakan. Para pemimpin
penduduk Sasak meminta intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Gayung
bersambut. Seperti halnya Boeleleng, kerajaan Bali Selaparang dianggap telah
melanggar perjanjian tahun 1846 (termasuk pembentukan Residentie Bali en
Lombok) dan tentu saja, meski tidak dinyatakan, kehadiran orang-orang Inggris
di perairan seputar Lombok, khususnya GP King di Mataram dianggap telah
menggangu otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya terjadi Perang Lombok
pada tahun 1894 yang berakhir pada November 1895 (setelah kerajaan Bali
Selaparang hancur). Pada tahun 1895 boleh dikatakan awal kemerdeakaan penduduk
Sasak di Lombok sejak 1740.
Inisiatif Radja Bima agar semua kerajaan di pulau
Soembawa bergabung dengan Pemerintah Hindia Belanda di satu sisi ada benarnya
(memperhatikan situasi dan kondisi politik kawasan Bali, Lombok dan Soembawa),
tetapi di sisi lain tidak semua kerajaan dapat menerimanya. Lalu muncul
perlawanan di Taliwang. Atas restu Radja Bima, pemerintah Hindia Belanda di
Makassar dikirim satu ekspedisi ke pantai barat pulau Soebawa (Taliwang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar