Senin, 18 September 2023

Sejarah Bahasa (26):Bahasa Tomini di Teluk Tomini, Diantara Sulawesi Tengah-Sulawesi Utara; Tomini Dialek Tialo dan Dialek Lauje


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Tomini, kelompok masyarakat daerah sekitar teluk Tomini kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Di bagian barat kabupaten Donggala bercampur dengan Bugis dan Gorontalo, di bagian timur percampuran Gorontalo dan Minahasa. Dahulu, wilayah Tomini pernah memiliki kesultanan. Setiap suku dikepalai oleh seorang pemimpin secara turun temurun. Permukiman suku Tomini berbentuk rumah panggung; di pesisir membangun rumah di sepanjang garis pantai, di pedalaman/dataran tinggi membangun rumah di atas bukit dan lereng-lereng bukit. Orang Tomini adalah mayoritas agama Islam.

 

Bahasa Tomini (Tialo), adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Tomini, di Sulawesi. Suku Tomini tersebar di wilayah Kecamatan Tomini Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Suku Tomini memiliki bahasa yang agak berbeda dengan bahasa Poso (Bare'e) dan bahasa Ledo. Suku Tomini sendiri memiliki 2 sub-suku, yaitu suku Tialo dan suku Lauje. Istilah Tomini sendiri lebih merujuk kepada kelompok masyarakat yang berada di sekitar teluk Tomini. Sedangkan di teluk Tomini dihuni oleh beberapa kelompok masyarakat, seperti suku Lauje, Tialo, Bajau, Togian dan lain-lain. Tapi yang mengklaim diri sebagai penduduk asli daerah Teluk Tomini adalah suku Lauje dan suku Tialo, sehingga kedua suku inilah yang lebih sering disebut sebagai orang Tomini. Bahasa Tialo dituturkan di Kecamatan Moutong dan Tomini, Kabupaten Parigi Moutong; sedangkan bahasa Lauje dituturkan di Kecamatan Moutong, Tinombo, Tomini, Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong dan Kecamatan Dondo, Kabupaten Toli-Toli. Berikut adalah contoh Bilangan dalam Bahasa Tomini: 'einsa = satu; soung = satu; doluo = dua; totolu = tiga; apat = empat; lelima = lima; onom = enam; pepitu = tujuh; oalu = delapan; sesio = Sembilan; sopulu = sepuluh (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tomini di teluk Tomini, antara Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara? Seperti disebut di atas penutur bahasa Tomini bercampur di bagian barat dan bagian timur. Bahasa Tomini terdiri dialek Tialo dan dialek Lauje. Lalu bagaimana sejarah bahasa Tomini di teluk Tomini, antara Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (25): Bahasa Seko - Bahasa Rampi; Peradaban Tua dan Bahasa-Bahasa di Pedalaman Jantung Pulau Sulawesi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Banyak kelompok populasi dengan jumlah penutur bahasa sedikit di pulau Sulawesi. Ada di Sulawesi barat, ada juga di Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Selatan diantaranya bahasa Seko dan bahasa Rampi. Dua wilayah penutur bahasa sedikit ini tepat berada di pedalaman di jantung pulau Sulawesi. Secara khusus di wilayah Seko terdapat tanda-tanda peradaban kuno.


Bahasa Seko dituturkan oleh masyarakat di desa Seko Padang, kecamatan Limbong, kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Berbatasan bahasa Rampi di timur; bahasa Toraja di barat/selatan, bahasa Kaili di utara. Persentase perbedaan berkisar antara 81%--100% dibandingkan bahasa-bahasa di Sulawesi Selatan, seperti bahasa Wotu dan bahasa Bugis, bahasa Rampi Bahasa Seko juga di desa Watukilo, kecamatan Kulawi Selatan, kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (berbatasan bahasa Pipikoro di utara dan bahasa Besoa di selatan. Bahasa Seko perbedaan berkisar antara 81%--100% dengan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah, seperti bahasa Kaili dan bahasa Kulawi. (Wikibuku). Sementara bahasa Rampi dituturkan di pegunungan Luwu Utara, di kecamatan Rampi, Sulawesi Selatan. Bahasa ini merupakan bahasa utama yang digunakan oleh Suku Rampi. Bahasa Rampi diklasifikasi sebagai cabang dari Rumpun Bahasa Bare'e oleh Ethnologue 23. Zobel (2020) mengklasifikasikan bahasa Rampi sub suku Poso-Tojo sebagai bahasa terpisah dari Rumpun bahasa Sulawesi Selatan dan Rumpun bahasa Celebik. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Seko dan bahasa Rampi? Seperti disebut diatas, penutur bahasa Seko dan penutur bahasa Rampi berdekatan yang masuk wilayah Sulawesi Selatan. Peradaban tua dan bahasa-bahasa di pedalaman jantung Pulau Sulawesi. Lalu bagaimana sejarah bahasa Seko dan bahasa Rampi dan peradaban tua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 17 September 2023

Sejarah Bahasa (24): Bahasa Toraja di Tanah Toraja, Pedalaman Jantung Pulau Sulawesi; Bahasa Batak di Tanah Batak Pulau Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Toraja adalah sebuah suku bangsa yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa (di Mamasa disebut juga sebagai suku Mamasa). Agama asli Aluk To Dolo. Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis, To Riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya.


Bahasa Toraja-Sa'dan adalah salah satu bahasa yang dipertuturkan di daerah Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan sekitarnya, Sulawesi Selatan, Indonesia. Sebagian besar pemetaan rumpun bahasa Toraja ini dikerjakan oleh para Zendeling Belanda yang bekerja di Sulawesi, seperti Nicolaas Adriani dan Hendrik van der Veen. Penutur bahasa Toraja juga ditemukan di sebagian besar Kabupaten Luwu, Kabupaten Enrekang bagian utara, dan di Kecamatan Kallumpang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Pemakaian bahasa Toraja di wilayah geografi yang luas menyebabkan adanya beberapa dialek yang berbeda-beda, tetapi masih bisa dimengerti oleh masing-masing pengguna dialek. Dialek bahasa Toraja dibedakan menjadi dialek Tallulembang atau dialek Makale, dialek Kesu', dialek Mamasa atau dialek Galumpang, dialek Sa'dan-Balusu, dialek Simbuang, dan dialek Palopo. Bilangan: Satu=Misa'; Dua=Da'dua; Tiga=Tallu; Empat=A'pa'; Lima=Lima; Enam=Annan; Tujuh=Pitu; Delapan=Karua; Sembilan=Kasera; Sepuluh=Sangpulo; Sebelas=Sangpulo misa'; Dua belas=Sangpulo da'dua. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Toraja di Tanah Toraja, pedalaman di jantung Pulau Sulawesi? Seperti disebut di atas penutur bahasa Toraja umumnya di Tanah Toradja di pedalaman jantung pulau Sulawesi. Bagaimana dengan penutur bahasa Batak di Tanah Batak pedalaman jantung pulau Sumatra? Lalu bagaimana sejarah bahasa Toraja di Tanah Toraja, pedalaman di jantung Pulau Sulawesi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Museum (6): Gedung Museum Nas. Indonesia Terbakar;Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen Sejak 1778


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Museum dalam blog ini Klik Disini 

Museum Nasional Indonesia, atau yang sering disebut dengan Museum Gajah, adalah sebuah museum arkeologi, sejarah, etnografi, dan geografi yang terletak di Jakarta Pusat dan persisnya di Jalan Merdeka Barat. Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara. Kemarin malam, museum bersejarah ini terbakar.


Pada tanggal 24 April 1778, akademisi di Hindia Belanda dan sejumlah pejabat Pemerintah Hindia Belanda membentuk perhimpunan bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Perhimpunan ini didirikan dengan tujuan mencapai kemajuan ilmu pengetahuan melalui pengembangan museum. JCM Radermacher, ketua perkumpulan, menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan koleksi buku dan benda-benda budaya. Pada masa Inggris (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles direktur Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru (kini di Jalan Majapahit No. 3). Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama "Societeit de Harmonie".). Lokasi gedung ini sekarang menjadi bagian dari kompleks Sekretariat Negara. Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah Hindia Belanda mendirikan gedung yang hingga kini masih ditempati. Gedung museum ini dibuka untuk umum pada tahun 1868. Setelah kemerdekaan Indonesia, Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan museum kepada pemerintah Republik Indonesia, tanggal 17 September 1962. Sejak itu pengelolaan museum dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah gedung Museum Nasional Indonesia terbakar? Seperti disebut di atas, gedung museum itu terbakar. Dalam hubungan ini Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen sejak 1778. Lalu bagaimana sejarah gedung Museum Nasional Indonesia terbakar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 16 September 2023

Sejarah Bahasa (23): Bahasa Kulawi Dialek Kaili Sulawesi Tengah Asal Toradja? Danau Lindu, Gunung Kulawi dan Danau Lore


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Kulawi atau juga dikenal sebagai Suku To Kulawi merupakan suku yang berasal dari provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya di Kabupaten Sigi yang masih masuk daerah Donggala. Wilayahnya meliputi Danau Kulawi, Danau Lindau, Dataran Gimpu, dan sekitar aliran sungai Koro yang telah dihuni oleh leluhur mereka sejak masa zaman prasejarah. Suku ini merupakan suku yang termasuk suku minoritas di provinsi Sulawesi Tengah menggunakan bahasa Moma.

 

Moma (atau Kulawi) adalah bahasa yang dituturkan oleh etnis Kulawi di Sulawesi Tengah, salah satu dialek dari bahasa Kaili, tetapi berbeda karena pengaruh bahasa Uma. Suku Kulawi salah satu bagian dari kelompok suku Toraja Barat. Menurut legenda dari Suku Kulawi, mereka berasal dari Sigi dan Bora yang terletak di lembah Palu. Pada tahun 1905 dibawah komando seorang pahlawan dari Suku Kulawi bernama Towualangi (Taentorengke) memimpin peperangan melawan pihak Belanda. Pemerintah Hindia Belanda membuat daerah Kulawi kerajaan bernama Kerajaan Kulawi tahun 1906 dan memasukkan dataran Lindu kedalam administrasi Kerajaan Kulawi. Raja dalam Suku Kulawi disebut sebagai Magau atau Sangkala. Raja beserta keluarganya tinggal didalam rumah adat yang disebut sebagai Sourja. Selain itu pada tahun 1908 pihak kolonial Belanda diresetelmen kembali menjadi 3 daerah pemukiman yaitu: Penduduk yang tinggal di pemukiman Paku Anca yang kemudian disatukan menjadi satu tempat bernama Anca; Penduduk yang tinggal di pemukiman Wongkodomo dan Langko yang kemudian disatukan menjadi satu tempat bernama Langko; Penduduk yang tinggal di pemukiman Olu, Palili, dan Luo yang kemudian disatukan menjadi satu tempat bernama Tomado. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kulawi di wilayah Sulawesi Tengah? Seperti disebut di atas penutur bahasa Kulawi terdapat di wilayah kabupaten Sigi yang sekarang, Bagaimana dengan bahasa Kulawi dialek Kaili asal Toradja di lanskap gunung Kulawi dan danau Lindu dan danau Lore? Lalu bagaimana sejarah bahasa Kulawi di wilayah Sulawesi Tengah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (22): Bahasa Kaili di Teluk Palu Donggala; Rumah Pohon Kaili Da’a, Masak Nasi Bambu dan Pemujaan Leluhur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Kaili mendiami sebagian besar dari Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung Raranggonau. Suku Kaili juga di wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, di kabupaten Parigi-Moutong, Tojo Una-Una dan Poso; desa di Teluk Tomini yaitu Tinombo, Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo dan Una Una, sedang di kabupaten Poso di Mapane, Uekuli dan pesisir Pantai Poso. Orang Kaili dalam bahasa Kaili disebut To Kaili.


Bahasa Kaili adalah bahasa yang digunakan oleh etnik Kaili di Sulawesi Tengah, yang tersebar di Kabupaten sebagian Kabupaten Banggai, sebagian Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Poso, Kabupaten Morowali, Kota Palu, Kabupaten Tojo Una Una, dan sebagian Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. Sementara, bentuk puisi tidak kurang terdiri dari 20 macam bentukan, seperti Kimba, Tavaa, Gane, Paseva (kata-kata hikmah) dan Dadendate (syair berantai). Bahasa Kaili terdiri dari beberapa sub bahasa Contoh: Kaili Ledo, Inde, Da'a, Unde, Ado, Edo, Rai, Doi dan lain-lain. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kaili di teluk Palu, Donggala? Seperti disebut di atas, penutur bahasa Kaili bukan di pantai teluk luas Tomini, tetapi di pantai teluk sempit Paloe. Bagaimana dengan rumah pohon Kaili Da’a, cara memasak nasi dengan bambu dan tradisi pemujaan leluhur? Lalu bagaimana sejarah bahasa Kaili di teluk Palu, Donggala? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.