Senin, 18 Desember 2017

Sejarah Makassar (1): Casteel Rotterdam, Cikal Kota Makassar; 'Maluku Masa Lalu, Jawa Masa Kini, Sumatra Masa Depan'

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini


Sejarah Makassar adalah sejarah tersendiri. Sejarah Makassar di era kolonial Belanda, ibarat sebuah kota cantik tetapi tidak berada di lintasan orbit adagium: ‘Maluku adalah masa lalu, Jawa adalah masa kini dan Sumatra adalah masa depan’. Adagium ini muncul di kalangan pengusaha pada awal era Pemerintahan Hindia Belanda (pasca era  VOC). Adagium ini pernah diulang Mohammad Hatta, Wakil Presiden dalam suatu kesempatan pidato di Djambi (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 23-04-1954). Adagium ini sudah barang tentu ketika pembangunan tengah mekarnya di (pulau) Jawa.

Peta Kota Makassar, 1773
Aktivitas perdagangan Belanda (VOC) dibagi ke dalam empat periode (lihat Hendrik Kroeskamp, 1931). Periode pertama dimana VOC hanya melakukan perdagangan secara longgar dan terbatas hubungan dengan komunitas di sekitar pantai, sampai sekitar 1615. Periode kedua, dimana wilayah penduduk asli (pribumi) diperluas menjadi bagian perdagangan VOC, sampai sekitar 1663; periode ketiga, dimana penduduk asli sebagai sekutu VOC, sampai dengan 1666; dan periode keempat, penduduk asli dijadikan sebagai subyek VOC.

Pada tahun 1669 Makassar berhasil ditaklukkan oleh VOC di bawah pimpinan Cornelis Speelman yang bekerjasama dengan Radja Palacca de Koningh der Bougies (lihat Romeyn de Hooge, 1669), Penaklukan inilah yang menjadi awal koloni VOC di Makassar dimana kemudian dibangun benteng Makassar yang disebut Casteel (Fort) Rotterdam.

Lantas bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan Kota Makassar selanjutnya? Untuk memahaminya, kita kembali ke masa lalu dengan menelusuri data-data yang berserakan dan menuliskannya ke dalam sejumlah (serial) artikel. Sejarah Kota Makassar ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari serial sejarah kota-kota lainnya di dalam blog ini: Kota Padang Sidempoean, Kota Medan, Kota Jakarta, Kota Bogor, Kota Bandoeng, Kota Depok, Kota Semarang dan Kota Soerabaja. Untuk sejarah Kota Makassar, mari kita mulai dengan artikel pertama.

Casteel Rotterdam: Cikal Bakl Kota Makassar

Sombaopu (Peta 1665)
Perang Makassar terjadi di benteng Somba Opu. 1669. Cornelis Speelman yang bekerjasama dengan Radja Palacca de Koningh der Bougies menjadi pemimpin pertempuran dari pihak VOC. De Stadt Sambooppu yang juga merupakan benteng Sombaopu adalah ibukota Rijck Macasser. Kota/benteng ini dalam pertempuran terbakar. Selain di benteng Sobaopu, kebakaran juga direkam di latar belakang tempat yang disebut Glisson, Pannekoke, Battabarra, Barrambon dan lainnya. Situasi dan kondisi pada saat pertempuran ini dilukis oleh Romeyn de Hooge (1669)

Pada Peta 1665 digambarkan lokasi Sombaopu pada bagian depan dekat laut. Peta ini dibuat oleh surveyor yang diduga menjadi peta navigasi sebelum perang tahun 1669 terjadi. Dalam peta ini benteng Sombaopu berada dekat cabang sungai.

Fort Rotterdam (Peta 1695)
Pada Peta Makassar 1693 benteng Rotterdam digambarkan berada diantara Goa dan Tello. Benteng ini berada di area kosong. Seperti biasanya VOC/Belanda tidak pernah mengakuisisi properti pribumi, melainkan membangun baru di tempat yang terpisah dan strategis untuk pertahanan VOC. Sebagaimana ditemukan pada casstel Batavia, casteel di Semarang dan casteel di Soerabaja serta casteel di Padang yang menjadikan sungai sebagai barier. Keempat benteng ini berada di hilir.  Sementara di Bogor, Fort Padjadjaran di Bogor dibangun diantara dua sungai jarak terdekat. Sedangkan casteel di Makassar mengampil posisi di ujung pantai (semacam tanjung). Semua benteng-benteng tersebut di satu sisi untuk pertahanan strategis dan di sisi lain posisi yang diambil juga mudah untuk melakukan escape (tidak mudah terkepung).

Benteng Sombaopu (Peta 1730)
Kerajaan Goa atau Kerajaan Makassar berpusat di Sombaopu. Benteng Sombaopu dengan benteng baru (Rotterdam) berjarak 2.5 mil laut. Banteng Sombaopu berada di antara sungai Jeneberang dan cabangnya (lihat Peta 1665). Benteng ini cukup modern di masanya.

Benteng-benteng pribumi cenderung masuk ke dalam (pedalaman), sedangkan benteng-benteng VOC/Belanda cenderung ke luar (hilir sungai atau dalam kasus di Makassar di tanah yang menjorok ke laut atau semacam tanjung).

Fort Rotterdam (sketsa 1695)
Pada Peta 1693 bagaimana bentuk benteng Makassar ini tidak begitu jelas. Dalam sebuah sketsa yang bertahun 1695 diduga merupakan blue-print sebuah benteng yang disebut casteel Rotterdam. Pembuat sketsa (landmeter dan kaartenmaker) benteng Rotterdam ini adalah Isaac de Graaff. Hal yang sama juga ditemukan sketsa sebelum dibangun benteng Semarang dan benteng Soerabaja. Dua sketsa ini bertahun 1896. Benteng Rotterdam ini berbentuk empat segi dengan empat bastion. Benteng Semarang sendiri berbentuk segi lima (mengikuti lekukan sungai) dan benteng Soerabaja berbentuk persegi panjang (juga mengikuti garis lurus sungai).

Kota Makassar (Peta 1775)
Kapan benteng Rotterdam selesai dibangun tidak begitu jelas. Sebagai perbandingan benteng Semarang dan benteng Soerabaja sama-sama selesai dibangun tahun 1708. Dalam Peta Makassar tahun 1775 bentuk benteng Rotterdam terkesan ada penambahan dua bastion. Jika memperhatikan benteng tersebut dan hanya memperhatikan empat bastion seakan mirip dengan sketsa/blue-print benteng pada tahun 1695.

Leydse courant, 11-07-1755
Pada tahun 1755, Makassar adalah satu dari 11 komptoir utama VOC di Asia. Selain Makassar adalah Ceylon, Coromandel, Amboina, Banda, Ternaten, Malacca, Javas Oost Kust, Goede Hoop, Malabar dan Sumatra’s Westkust (lihat Leydse courant, 11-07-1755). Saat itu posisi Batavia adalah ibukota, sebagaimana Calcutta adalah ibukota East India (Inggris).

Perubahan (penambahan) jumlah bastion ini juga ditemukan pada benteng Semarang dan benteng Soerabaja. Perubahan drastis benteng di Semarang, Sorebaja dan Makassar diduga sebagai konsekuensi logis setelah terjadinya pemberontakan Cina di Batavia pada tahun 1740.

Redoute Vredenburg (Peta 1775)
Dalam Peta 1775 ini di sekitar benteng terlihat dua perkampungan, yakni Kampong Melayo di utara dan Kampong Baroe di selatan. Antara Kampung Melayu dengan benteng terdapat perkebunan (Vleck Vlaardingen) yang diduga dimiliki oleh para pengusaha VOC. Sementara di pedalaman (timur perkebunan) terdapat sebuah benteng yang disebut Redoute Vredenburg (yang boleh jadi benteng orang/pengusaha Prancis). Sebelas seletan Kampong Baro terdapat kampung Boegis, Panehoekan, Maruso, Benteng Madura. Dalam perkembangannya nanti (dideskripsikan pada artikel lain) didua sisi luar benteng menjadi area orang Eropa/Belanda. Antara area orang Eropa/Belanda dengan Kampong Melayu menjadi Kampement Chinese.    

Maluku Masa Lalu, Jawa Masa Kini, Sumatra Masa Depan’

Sejak era Portugis, komoditi rempah-rempah seperti pala, (kepulauan) Maluku terutama di Ternate dan Tidore telah menjadi magnet orang-orang Eropa berdatangan. Lalu kemudian muncul komoditi cengkeh. Era pedagangan komoditi baru ini menjadi perebutan antara para pemimpin lokal dengan para pelaut asing. Pada fase ini diduga Kota Sombaopu (ibukota Kerajaan Makassar) dibangun. Pada akhir era ini VOC/Belanda mengubah kebijakan perdagangannya dengan menjadikan penduduk sebagai subyek (Hendrik Kroeskamp, 1931). Tidak hanya Makassar (yang ditaklukkan oleh VOC bersama pemimpin Boegis), tetapi juga terjadi di Soerabaja (antara Trunojojo dengan di satu sisi dengan VOC bersama Mataram di sisi lain). Di Pantai Barat Sumatra, pada tahun 1666 VOC bersama penduduk asli mengusir para hulubalang Atjeh dari Padang.

Sebelum munculnya perdagangan komoditi rempah-rempah, mata dagangan VOC masih ditemukan secara signifikan komoditi kuno seperti emas, kapur Barus, Benzoin, kemenyan, damar, getah puli, gading dan sebagainya. Komoditi-komoditi kuno ini, pusat perdagangannya di Pantai Barat Sumatra, yang sejak jaman kuno Pelabuhan Barus sebagai simpul (sebelum berkembangnya kerajaan-kerajaan/kesulatanan di Atjeh. Penetapan VOC membentuk koloni di Batavia (sejak 1619) adalah pilihan strategis untuk menjalan kebijakan baru dalam perdagangan (perdagangan secara longgar menjadi kerjasama dengan penduduk dan kemudian menjadikan penduduk sebagai subyek). Dalam perkembangannya di Batavia mulai diintroduksi ekonomi gula (dan kemudian menyusul ekonomi kopi).

Saat perkembangan perkebunan tebu dan pabrik gula di sekitar Batavia, magnit komoditi rempah-rempah dari Maluku telah melemah. VOC mulai terkonsentrasi di Jawa. Introduksi kopi oleh Abraham van Riebeek tahun 1710 di Batavia dan sekitarnya telah mengubah pola penguasaan di Jawa. Lalu berkembang ekonomi gula dan kopi di seluruh Jawa (west, midden dan oost) yang ditandai dengan pembangunan jalan pos Trans-Java sejak 1810 oleh Daendels.

Wilayah-wilayah timur semakin menyusut. Jika di era VOC masih ada Amboina, Ternate, dan Makassar, pada era Pemerintah Hindia Belanda di wilayah timur hanya dua pusat ekonomi yang penting: Ternate dan Makassar (lihat Almanak 1810). Di dua tempat ini ditempatkan masing-masing seorang Commandant ciel en militair. Sebaliknya di wilayah barat muncul nama Palembang dengan menempatkan seorang Residen. Pada era Inggris (1811-1816) wilayah timur hanya menyisakan Macassaer sementara di barat tetap di Palembang. Sedangkan di Kalimantan muncul Bandjermasing dengan menempatkan residen (lihat Almanak 1815).

Inggris juga melihat perkembangan ini (1811-1816). Perang Jawa (1826-1830) diduga sebagai implikasi dari ekonomi gula dan pengembangan ekonomi kopi. Demikian juga pengembangan ekonomi kopi ke Pantai Barat Sumatra menjadi salah satu pemicu Perang Padri (kopi sudah sejak lama diintroduksi Inggris).

Kota Makassar (Peta 1880)
Pada tahun 1830 muncul koffiestelsel (van den Bosch). Nilai ekonomi kopi (plus gula) telah menjadikan Jawa sebagai penyumbang ‘devisa’ terbesar di Hindia Belanda. Posisi ekonomi rempah yang bersumber dari Maluku dengan hub perdagangan di Makassar telah begeser ekonomi gula dan kopi ke Jawa (yang juga diperluas ke Pantai Barat Sumatra). Munculnya introduksi kina dan teh di Preanger dan pergeseran ekonomi tembakau dari Oost Java ke Oost Sumatra pada tahun 1860an) yang didukung dengan perubahan arus perdagangan (setelah terusan Suez dibuka tahun 1869) Maluku menjadi masa lalu. Pelabuhan Makassar dengan sendirinya menjadi masa lalu. Pelabuhan-pelabuhan Batavia, Semarang dan Soerabaya berkembang pesat.      

Kota Makassar: Sombaopu vs Rotterdam (Peta 1942)
Apa yang terjadi di Kota Makassar, pertumbuhan dan perkembangan kota tidak secepat (kota-kota) di Jawa. Pertumbuhan Kota Makassar sangat lambat hanya terjadi di sekitar benteng/casteel Rotterdam. Aspek lainnya yang tidak berkembang menyebabkan Kota Makassar semakin tertinggi. Pengembangan pembangunan infrastruktur, pengembangan kesehatan dan introduksi pendidikan dan sebagainya (termasuk sepak bola) semakin mewarnai pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di Jawa (plus Pantai Barat Sumatra termasuk Tapanoeli). Aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan kota ini akan dideskripsikan pada artikel-artikel selanjutnya. Namun yang jelas, pertumbuhan dan perkembangan Kota Makassar yang berpusat di sekitar Casteel Rotterdam telah menenggelamkan benteng Sombaopu dan ibukota Makassar tempo doeloe. Kota Makassar: Sombaopu vs Rotterdam (Peta 1942).

Benteng-benteng lama di era VOC namanya diambil dari Eropa/Belanda. Selain nama Rotterdam di Makassar juga ditemukan di tempat lain. Pada era Pemerintah Hindia Belanda (suksesi VOC) yang dimulai 1800, nama-nama benteng sesuai dengan nama tokoh. Pada awal Pemerintahan Hindia Belanda pasca Pendudukan Inggris, ada dua tokoh utama yakni GAGP van der Capellen sebagai Gubernur Jenderal dan Mr. JC Elout sebagai Komisaris Jenderal. Nama mereka diabadikan sebagai dua nama benteng penting: Fort Capellen di Padangsch Bovenlanden (kini berada di Batusangkar) dan Fort Elout di Panjaboengan, di Tapanoeli. Fort Capellen (1820n) menjadi awal penaklukan Padangsch Bovenlanden (Tuankoe Imam Bondjol) dan Fort Elout (1830an) menjadi awal penaklukan Tapanoeli (Tuankoe Tambusai). Jika mundur ke belakang: benteng adalah awal penaklukan. Pada tahun 1619 dibangun benteng Casteel Batavia dalam upaya penaklukan Banten dan Cheribon; Benteng Missier di Tegal dibangun tahun 1681 untuk menaklukkan Mataram (Jawa Tengah) lalu terjadi penyerahan wilayah Semarang; Fort Padjadjaran di Bogor dibangun tahun 1687 untuk menaklukkan Preanger (Jawa Barat); dan Benteng Soerabaja dibangun tahun 1696 untuk menaklukkan Kediri (Jawa Timur).      

Benteng Rotterdam di Makassar (googlemap)
Pada masa ini, Fort Rotterdam di Makassar terbilang benteng yang situsnya masih bisa dilihat. Benteng-benteng lain, seperti di Batavia hilang lenyap (baru-baru ini satu bastion dipugar); benteng Semarang belum lama ini dilakukan penggalian situasnya; benteng Soerabaja tak berbekas; benteng Fort Padjadjaran juga hilang lenyap karena persis menjadi lokasi Istana Bogor. Fort Rotterdam adalah gambaran utuh melihat masa lalu, ketika sebuah kota muncul, tumbuh dan berkembang hingga pada masa ini.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

3 komentar:

  1. Admin, boleh gak share referensinya? Kita boleh komunikasi via email? ini email saya, Muhammad Yogi Raditya

    BalasHapus
  2. Boleh, sangat senang hati Pak Raditya. Alamat email saya bisa dilihat di laman 'Read Me'.
    Salam dari Depok

    BalasHapus
  3. Terima kasih pak telah berbagi

    BalasHapus