Sejarah Makassar adalah sejarah tersendiri. Sejarah Makassar di era kolonial Belanda, ibarat sebuah kota cantik tetapi tidak berada di lintasan orbit adagium: ‘Maluku adalah masa lalu, Jawa adalah masa kini dan Sumatra adalah masa depan’. Adagium ini muncul di kalangan pengusaha pada awal era Pemerintahan Hindia Belanda (pasca era VOC). Adagium ini pernah diulang Mohammad Hatta, Wakil Presiden dalam suatu kesempatan pidato di Djambi (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 23-04-1954). Adagium ini sudah barang tentu ketika pembangunan tengah mekarnya di (pulau) Jawa.
Peta Kota Makassar, 1773 |
Pada
tahun 1669 Makassar berhasil ditaklukkan oleh VOC di bawah pimpinan Cornelis Speelman yang bekerjasama dengan Radja
Palacca de Koningh der Bougies (lihat Romeyn de Hooge, 1669), Penaklukan inilah
yang menjadi awal koloni VOC di Makassar dimana kemudian dibangun benteng Makassar
yang disebut Casteel (Fort) Rotterdam.
Lantas bagaimana
proses pertumbuhan dan perkembangan Kota Makassar selanjutnya? Untuk
memahaminya, kita kembali ke masa lalu dengan menelusuri data-data yang
berserakan dan menuliskannya ke dalam sejumlah (serial) artikel. Sejarah Kota
Makassar ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari serial sejarah
kota-kota lainnya di dalam blog ini: Kota Padang Sidempoean, Kota Medan, Kota
Jakarta, Kota Bogor, Kota Bandoeng, Kota Depok, Kota Semarang dan Kota Soerabaja.
Untuk sejarah Kota Makassar, mari kita mulai dengan artikel pertama.
Casteel
Rotterdam: Cikal Bakl Kota Makassar
Sombaopu (Peta 1665) |
Pada Peta 1665
digambarkan lokasi Sombaopu pada bagian depan dekat laut. Peta ini dibuat oleh
surveyor yang diduga menjadi peta navigasi sebelum perang tahun 1669 terjadi.
Dalam peta ini benteng Sombaopu berada dekat cabang sungai.
Fort Rotterdam (Peta 1695) |
Pada Peta Makassar 1693 benteng Rotterdam
digambarkan berada diantara Goa dan Tello. Benteng ini berada di area kosong.
Seperti biasanya VOC/Belanda tidak pernah mengakuisisi properti pribumi,
melainkan membangun baru di tempat yang terpisah dan strategis untuk pertahanan
VOC. Sebagaimana ditemukan pada casstel Batavia, casteel di Semarang dan
casteel di Soerabaja serta casteel di Padang yang menjadikan sungai sebagai
barier. Keempat benteng ini berada di hilir. Sementara di Bogor, Fort Padjadjaran di Bogor
dibangun diantara dua sungai jarak terdekat. Sedangkan casteel di Makassar
mengampil posisi di ujung pantai (semacam tanjung). Semua benteng-benteng
tersebut di satu sisi untuk pertahanan strategis dan di sisi lain posisi yang
diambil juga mudah untuk melakukan escape (tidak mudah terkepung).
Benteng Sombaopu (Peta 1730) |
Benteng-benteng pribumi cenderung masuk ke
dalam (pedalaman), sedangkan benteng-benteng VOC/Belanda cenderung ke luar
(hilir sungai atau dalam kasus di Makassar di tanah yang menjorok ke laut atau
semacam tanjung).
Fort Rotterdam (sketsa 1695) |
Kota Makassar (Peta 1775) |
Kapan benteng Rotterdam selesai dibangun
tidak begitu jelas. Sebagai perbandingan benteng Semarang dan benteng Soerabaja
sama-sama selesai dibangun tahun 1708. Dalam Peta Makassar tahun 1775 bentuk
benteng Rotterdam terkesan ada penambahan dua bastion. Jika memperhatikan
benteng tersebut dan hanya memperhatikan empat bastion seakan mirip dengan
sketsa/blue-print benteng pada tahun 1695.
Leydse courant, 11-07-1755 |
Redoute Vredenburg (Peta 1775) |
Maluku Masa
Lalu, Jawa Masa Kini, Sumatra Masa Depan’
Sejak
era Portugis, komoditi rempah-rempah seperti pala, (kepulauan) Maluku terutama
di Ternate dan Tidore telah menjadi magnet orang-orang Eropa berdatangan. Lalu
kemudian muncul komoditi cengkeh. Era pedagangan komoditi baru ini menjadi
perebutan antara para pemimpin lokal dengan para pelaut asing. Pada fase ini
diduga Kota Sombaopu (ibukota Kerajaan Makassar) dibangun. Pada akhir era ini VOC/Belanda
mengubah kebijakan perdagangannya dengan menjadikan penduduk sebagai subyek (Hendrik
Kroeskamp, 1931). Tidak hanya Makassar (yang ditaklukkan oleh VOC bersama
pemimpin Boegis), tetapi juga terjadi di Soerabaja (antara Trunojojo dengan di
satu sisi dengan VOC bersama Mataram di sisi lain). Di Pantai Barat Sumatra,
pada tahun 1666 VOC bersama penduduk asli mengusir para hulubalang Atjeh dari
Padang.
Sebelum
munculnya perdagangan komoditi rempah-rempah, mata dagangan VOC masih ditemukan
secara signifikan komoditi kuno seperti emas, kapur Barus, Benzoin, kemenyan,
damar, getah puli, gading dan sebagainya. Komoditi-komoditi kuno ini, pusat
perdagangannya di Pantai Barat Sumatra, yang sejak jaman kuno Pelabuhan Barus
sebagai simpul (sebelum berkembangnya kerajaan-kerajaan/kesulatanan di Atjeh. Penetapan
VOC membentuk koloni di Batavia (sejak 1619) adalah pilihan strategis untuk
menjalan kebijakan baru dalam perdagangan (perdagangan secara longgar menjadi
kerjasama dengan penduduk dan kemudian menjadikan penduduk sebagai subyek).
Dalam perkembangannya di Batavia mulai diintroduksi ekonomi gula (dan kemudian
menyusul ekonomi kopi).
Saat perkembangan perkebunan tebu dan pabrik
gula di sekitar Batavia, magnit komoditi rempah-rempah dari Maluku telah
melemah. VOC mulai terkonsentrasi di Jawa. Introduksi kopi oleh Abraham van
Riebeek tahun 1710 di Batavia dan sekitarnya telah mengubah pola penguasaan di
Jawa. Lalu berkembang ekonomi gula dan kopi di seluruh Jawa (west, midden dan
oost) yang ditandai dengan pembangunan jalan pos Trans-Java sejak 1810 oleh
Daendels.
Wilayah-wilayah timur semakin menyusut. Jika di era VOC
masih ada Amboina, Ternate, dan Makassar, pada era Pemerintah Hindia Belanda di
wilayah timur hanya dua pusat ekonomi yang penting: Ternate dan Makassar (lihat
Almanak 1810). Di dua tempat ini ditempatkan masing-masing seorang Commandant
ciel en militair. Sebaliknya di wilayah barat muncul nama Palembang dengan
menempatkan seorang Residen. Pada era Inggris (1811-1816) wilayah timur hanya
menyisakan Macassaer sementara di barat tetap di Palembang. Sedangkan di
Kalimantan muncul Bandjermasing dengan menempatkan residen (lihat Almanak
1815).
Kota Makassar (Peta 1880) |
Kota Makassar: Sombaopu vs Rotterdam (Peta 1942) |
Apa yang terjadi di Kota Makassar,
pertumbuhan dan perkembangan kota tidak secepat (kota-kota) di Jawa.
Pertumbuhan Kota Makassar sangat lambat hanya terjadi di sekitar
benteng/casteel Rotterdam. Aspek lainnya yang tidak berkembang menyebabkan Kota
Makassar semakin tertinggi. Pengembangan pembangunan infrastruktur,
pengembangan kesehatan dan introduksi pendidikan dan sebagainya (termasuk sepak
bola) semakin mewarnai pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di Jawa (plus
Pantai Barat Sumatra termasuk Tapanoeli). Aspek-aspek pertumbuhan dan
perkembangan kota ini akan dideskripsikan pada artikel-artikel selanjutnya.
Namun yang jelas, pertumbuhan dan perkembangan Kota Makassar yang berpusat di
sekitar Casteel Rotterdam telah menenggelamkan benteng Sombaopu dan ibukota
Makassar tempo doeloe. Kota Makassar: Sombaopu vs Rotterdam (Peta 1942).
Benteng-benteng lama di era VOC namanya diambil dari
Eropa/Belanda. Selain nama Rotterdam di Makassar juga ditemukan di tempat lain.
Pada era Pemerintah Hindia Belanda (suksesi VOC) yang dimulai 1800, nama-nama
benteng sesuai dengan nama tokoh. Pada awal Pemerintahan Hindia Belanda pasca
Pendudukan Inggris, ada dua tokoh utama yakni GAGP van der Capellen sebagai
Gubernur Jenderal dan Mr. JC Elout sebagai Komisaris Jenderal. Nama mereka
diabadikan sebagai dua nama benteng penting: Fort Capellen di Padangsch
Bovenlanden (kini berada di Batusangkar) dan Fort Elout di Panjaboengan, di
Tapanoeli. Fort Capellen (1820n) menjadi awal penaklukan Padangsch Bovenlanden
(Tuankoe Imam Bondjol) dan Fort Elout (1830an) menjadi awal penaklukan
Tapanoeli (Tuankoe Tambusai). Jika mundur ke belakang: benteng adalah awal
penaklukan. Pada tahun 1619 dibangun benteng Casteel Batavia dalam upaya
penaklukan Banten dan Cheribon; Benteng Missier di Tegal dibangun tahun 1681
untuk menaklukkan Mataram (Jawa Tengah) lalu terjadi penyerahan wilayah
Semarang; Fort Padjadjaran di Bogor dibangun tahun 1687 untuk menaklukkan Preanger
(Jawa Barat); dan Benteng Soerabaja dibangun tahun 1696 untuk menaklukkan
Kediri (Jawa Timur).
Benteng Rotterdam di Makassar (googlemap) |
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Admin, boleh gak share referensinya? Kita boleh komunikasi via email? ini email saya, Muhammad Yogi Raditya
BalasHapusBoleh, sangat senang hati Pak Raditya. Alamat email saya bisa dilihat di laman 'Read Me'.
BalasHapusSalam dari Depok
Terima kasih pak telah berbagi
BalasHapus