Rabu, 26 April 2023

Sejarah Cirebon (8): Jalan Trans-Java Antara Bandoeng dan Karang Sambong; Ekonomi di Wilayah Cirebon dan di Wilayah Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Permbangunan jalan Trans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong memiliki kisah sendiri. Namun secara keseluruh pembangunan jalan pos Trans-Java telah mengubah wujud perdagangan di wilayah (pulau) Jawa. Ruas jalan Trans-Java Bandeng-Karang Sambong (di wilayah Cirebon) telah meningkatkan arus perdagangan antara wilayah Preanger di pedalaman dan wilayah Cirebon di pantai.


Jalan Pos Daendels dan Cikal-Bakal Trans-Jawa. Senin, 25 Mei 2015. Tempo.co. Jakarta. Hanya dalam setahun, 1808-1809, jalan desa sepanjang 1.000 Km dari Anyer ke Panarukan, yang tadinya terputus-putus, tersambung. Tak mungkin pekerjaan itu terlaksana tanpa tangan besi Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Terpengaruh gelora Revolusi Prancis, ia ingin memberangus feodalisme masyarakat tradisional. Pada 5 Mei 1808, Gubernur Jenderal mengeluarkan instruksi berisi sepuluh pasal mengenai pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Potongan pertama menghubungkan Buitenzorg (Bogor)--lokasi istananya--ke Cirebon. Pembangunan ruas Megamendung hingga Puncak, Sungai Cikandil, dan Cadas Pangeran memakan banyak korban kuli yang tewas diterkam hewan buas, kelelahan, atau kena penyakit malaria. Jalan modern trans-Jawa dianggapnya penting. Ia tak peduli korban berjatuhan. Ia bahkan lalu mengumpulkan 38 bupati se-Jawa dan memerintahkan mereka melanjutkan proyek pembangunan jalan dari Cirebon ke Semarang, terus ke Surabaya, dan berakhir di timur Jawa: Panarukan. Pengerjaannya dibebankan kepada warga daerah masing-masing melalui kerja wajib. Jalan penuh cerita penderitaan itu kini bermetamorfosis menjadi jalan industri--urat nadi ekonomi Jawa. (https://travel.tempo.co/) 

Lantas bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti disebut pembangunan jalan pos trans-Java pada era Guburnur Jenderal Daendels semasa Pemerintah Hindia Belanda telah membuka ruang perdagangan di wilayah pedalaman dan mendekatkan jalur antara wilayah pantai dan wilayah pedalaman. Dalam hal inilah wilayah Cirebon dan wilayah Preanger menjadi penting diperhatikan. Lalu bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (7): Kesultanan Cirebon di Area Pantai dan Orang Sunda di Pedalaman; Residentie Cirebon dan Residentie Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Kesultanan Cirebon di wilayah Cirebon di wilayah pantai tidak terpisahkan dari sejarah masa lampau di pedalaman Kerajaan Pakuan Padjadjaran. Dalam hal ini kerajaan Pakuan Padjadaran yang berpusat di pedalaman diasosiasikan dengan populasi orang Sunda. Sejak kehadiran orang Eropa di Cirebon dan Priangan, lalu terbentuk dua residentie yang terpisah: residentie Cirebon dan residentie Preanger (sebutan orang Belanda untuk Priangan).


Kesultanan Kasepuhan memiliki wilayah Cirebon. Pembentukan Residentie Cirebon atas desakan Amangkurat 1 (Mataram). Wilayah Sumedang Larang mendeklarasikan berpisah dari beberapa desa yang ada di Cirebon. Pasca peristiwa Harisbaya (sebagai ganti dari Ratu Harisbaya /istri Zainul Arifin (Sultan Cirebon Ke 4) pergi dari Cirebon ke Sumedang Larang dan diceraikan dan menikah dengan Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun) maka Sumedang Larang melepaskan wilayah bawahannya di sebelah timur Cilutung (sungai Lutung) yaitu wilayah Sindang Kasih (kini kecamatan Panyingkiran, Majalengka, dan Cigasong) di kabupaten Majalengka. Di sisi lainmya Kesultanan Dharma-Ayu (Dermayon/Indramayu) juga perjanjian kerja sama antara petinggi Belanda-Inggris dengan raja Indramayu. Lalu terbentuk Residentie Cheirebon. Dari kerja sama tersebut Sultan Kertawijaya (Sultan Wiralodra VI) menyetujui kesepakatan tahun 1680 di Keraton Dharma-Ayu Indramayu. Dari perjanjian Keraton Dharma-Ayu dipindah dari Indramayu ke Cirebon, yang tujuannyaberdekatan dengan Administratif Belanda dan Inggris di Cirebon, kemudian Dermayon menjadi Kesultanan Ngadharmayonan (Kanoman). Kesultanan Dermayon memiliki wilayah Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang khususnya Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan termasuk Cilamaya. Pada saat Revolusi 1890 oleh Sultan Purbadinegara I (Raden Djalari), wilayah Kesultanan Dermayon dibagi 3 bagian yaitu Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan dimasukan oleh Belanda ke dalam daerah Subang. Sedangkan Majalengka dan Kuningan sengaja dipisahkan untuk menjadi daerah mandiri. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti disebut di atas wilayah Cirebon memiliki dinamika sendiri, demikian juga di wilayah Priangan di pedalaman. Semasa Kesultanan Cirebon, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk residentie Cirebon dan residentie Preanger. Lalu bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 25 April 2023

Sejarah Cirebon (6): Wilayah Cirebon Masa Pemerintah Hindia Belanda; Residentie Cirebon Dibentuk Masa Pendudukan Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Sejak era VOC, wilayah (kesultanan) Cirebon tidak hanya penting dan strategis, tetapi wilayah Cirebon sendiri juga menjadi penting dalam pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda. Secara administrative wilayah Cirebon dijadikan sebagai satu residentie dengan ibu kota di Cirebon baru terlaksana pada masa pendudukan Inggris (1811-1815). Setelah pemulihan Pemerintah Hindia Belanda, residentie Cirebon tetap dipertahankan.


Karesidenan Cirebon atau bekas Karesidenan Cirebon yaitu wilayah administratif pemerintahan zaman Hindia Belanda dan zaman Inggris yang meliputi wilayah bekas kesultanan Cirebon setelah lepasnya wilayah Krawang sebelum tahun 1677 ketika sultan Cirebon pada saat itu pangeran Abdul Karim (Girilaya) dan kedua putranya yaitu pangeran Martawijaya ditahan Mataram dan wali sultan Cirebon yang dijabat pangeran Wangsakerta didesak oleh Amangkurat 1 untuk memenuhi persyaratan agar Belanda mau membantu Mataram menumpas Trunojoyo (Trunojoyo berhasil membebaskan pangeran-pangeran Cirebon yang ditahan Mataram atas bantuan persenjataan Banten). Sejarah awal pembentukan wilayah Karesidenan (pembantu gubernur) Cirebon tidak terlepas dari sejarah politik kewilayahan yang dipengaruhi oleh kedudukan para tokoh penjajah Belanda dan Britania Raya. Pembentukan Karesidenan Cheirebon berawal dari kedudukan Inggis di Pulau Jawa yang pimpin oleh Thommas Raffles tahun 1817. Raffles membagi beberapa Karesidenan di pulau jawa termasuk Jawa bagian barat yakni: Cheribon, Bantam, Batavia, Buitenzoeg, West-Priangan, Krawang, Indramajoe, Midd-Priangan, Oost-Priangan. (Wikipedia)

Lantas bagaimana wilayah Cirebon semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, wilayah Cirebon dijadikan satu wilayah administrasi residentie sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Namun Residentie Cirebon sendiri baru terbentuk semasa pendudukan Inggris. Lalu bagaimana wilayah Cirebon semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (5): Orang Moor di Cirebon pada Masa Portugis; Pendahulu Navigasi Pelayaran Perdagangan Portugis ke Hindia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Hingga ini hari, hampir semua orang tidak terlalu mengetahui sejarah bangsa Moor. Sejarah mereka tenggelam (sengaja atau tidak sengaja) ditindih sejarah Portugis dan sejarah Spanyol, tidak hanya di Eropa juga hingga bagian-bagian dunia terpencil seperti Hindia Timur dan Pasifik. Orang Eropa di abad pertengahan, yang masih rasial tentu menjadi atmosfir yang sesuai untuk menghilangkan jejak-jejak peradaban Moor yang tinggi di Eropa selatan seperti di Cordoba, Andalusia, Sevila, Madrid dan Malaga. Demikian juga sejarah orang (bangsa) Moor di Indonesia hanya ditulis samar-samar. Semua itu bisa jadi karena ketidaktahuan akibat sejarah Indonesia lebih merujuk pada sejarah terakhir (era kolonial Belanda). Faktanya sejarah orang Moor di Indonesia berada jauh di depan. Pelaut/pedagang Moor adalah pendahulu pelaut/pedagang Portugis.  Orang-orang Moor sejak terusirnya orang Eropa/Belanda di Indonesia, bahkan hingga kini orang Moor berada di depan mata. Di wilayah Curebon juga terdapat jejak orang Moor. Mengapa begitu buta kita selama ini?


Jejak-jejak Orang Moor begitu banyak dan sangat luas. Mulai dari Eropa Selatan, Madagaskar, India (Pakistan dan Bangladesh) hingga selatan Malaka dan seterusnya ke Tiongkok, Filipina, Sulawesi dan Maluku bahkan ke selat Torres dan Maori (Selandia Baru). Jejak orang Moor di Nusa Tenggara terutama di Bima. Orang Moor tidak dari utara (selat) Malaka ke Jawa, tetapi dari timur (Sulawesi dan Nusa Tenggara) ke Madura dan Batavia. Orang-orang Moor adalah yang mengidentifikasi nama tempat dengan awal Ma, seperti nama Malaga, Maroko, Mauritania, Malagasi (Madagaskar). Malaka dan Muar (Semenanjung), Manila, Makao, Mangindanao, Matan, Manado, Maluku, Mamuju, Makassar, Maros, Maori dan Ma[ng]garai dan Madura. Juga nama-nama yang merujuk pada nama Moor seperti pulau Moro di Riau, Morong di teluk Manila, [bangsa] Moro di Mangindanao, Amurang di Minahasa, pulau Morotai, Semenanjung Morowali dan sebagainya. Orang-orang Moor di Jawa disebut juga orang Koja (merujuk pada gelar mereka, Coija) yang menjadi asal-usul nama (kampong) Koja di Batavia (Jakarta) dan Pekojan di Semarang.

Lantas bagaimana sejarah orang Moor di Cirebon sejak era Portugis? Seperti disebut di atas, jejak orang Moor di Indonesia begitu nyata, tetapi dalam narasi sejarah masa kini, jejak orang Moor terbenam di bawah jejak orang Eropa/Belanda. Fakta bahwa Orang Moor adalah pendahulu navigasi pelayaran perdagangan Portugis ke Hindia. Jejaknya masih ditemukan masa kini. Lalu bagaimana sejarah orang Moor di Cirebon sejak era Portugis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 24 April 2023

Sejarah Cirebon (4): Keutamaan Wilayah Cirebon Era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Pantai Utara hingga Pantai Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Secara geomorfologis wilayah (pulau) Jawa terbagi tiga: barat, tengah dan timur. Antara bagian barat dan tengah dipisahkkan oleh wilayah sempit. Di pantai utara head to head antara pusat peradaban Tjirebon dan Tegal dan di pantai selatan antara Banjoemas dan Tjiamis (Galuh). Pada era VOC (Belanda) wilayah Cirebon termasuk Tjiamis hingga Soekapoera di pantai selatan Jawa. Sejak kehadiran Belanda, navigasi pelayaran di pantai utara semakin intens, yang menjadi salah satu factor mengapa wilayah Cirebon menjadi penting.


KESULTANAN CIREBON DI BAWAH KEKUASAAN VOC TAHUN 1752-1809 M. Ahmad Johari, 2018. Skripsi. Kesultanan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati pada 1479 M mencapai puncak kejayaannya masa Panembahan Ratu II (hinggan 1752). Perluasan kekuasaan wilayah dan mulai berkembangnya pelabuhan Cirebon sebagi sentral perdagangan internasional. Sumberdaya alam yang memadai membuat Cirebon sebagai bandar jalur sutra sehingga banyak yang memperebutkan wilayah ini. Tiga kekuatan besar yakni Banten, Mataram dan VOC sangat berambisi menguasai wilayah Cirebon. Pada akhirnya VOC yang berhasil menanamkan pengaruhnya di Kesultanan Cirebon melalui perjanjian persahabatan dengan para sultan. Para Sultan tidak lagi mempunyai kebebasan dalam mengatur rakyatnya dan semua harus tunduk terhadap kebijakan VOC. Bagaimana sejarah kejayaan Kesultanan Cirebon pada masa Sunan Gunung Jati? Bagaimana Kesultanan Cirebon setelah masuknya Pemerintah VOC? Bagaimana Kesultanan Cirebon setelah ditinggal VOC dan diserahkan ke Belanda? Untuk menganalisis permasalahan di atas peneliti menggunakan pendekatan politik dan ekonomi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tahun 1752 M adalah masa akhir kekuasaan Sultan Cirebon dibawah pemerintahan Panembahan Ratu II . Salah satu fenomena yang berpengaruh pada penurunan eksistensi Kesultanan Cirebon adalah dilakukannya perjanjian 8 Januari 1681 M. (https://digilib.uin-suka.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah keutamaan wilayah Cirebon era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, suatu kerajaan terbentuk di Cirebon yang dalam perkembangannya melakukan kerjasama dengan VOC/Belanda. Wilayah kekuasaan raja (Sultan) Cirebon dari pantai utara hingga pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah keutamaan wilayah Cirebon era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (3): Geomoforlogis Cirebon Zaman Kuno; Dimanakah Posisi GPS Kota Cirebon di Daerah Aliran Sungai Cirebon?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Nama kota Cirebon mengindikasikasikan nama sungai (sungai Cirebon?). Jika begitu, dimana posisi GPS kota Cirebon berawal? Sudah pasti berada di sisi sungai, tetapi belum tentu tepat berada di garis pantai masa kini. Mengapa? Berdasarkan laporan-laporan pada era Portugis, sungai Cirebon dapat dinavigasi hingga tiga mil laut ke arah hulu/pedalaman. Dalam konteks inilah diperlukan pendekatan geomorfologi asal usul kota Cirebon yang sekarang.


Kota Cirebon terletak di daerah pantai utara propinsi Jawa Barat bagian timur. Letak geografis yang strategis. Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33 dan 6.41 Lintang Selatan, memanjang dari barat ke timur  8 kilometer, Utara Selatan   11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut  5 meter dengan demikian Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah dengan luas wilayah administrasi   37,35 Km2. Batas sebelah utara sungai Kedung Pane, sebelah barat sungai Banjir Kanal, sebelah selatan sungai Kalijaga dan sebelah timur laut Jawa. Kota Cirebon keadaan air tanah pada umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan minum sebagian besar bersumber mata airnya  berasal dari Kabupaten Kuningan. Beberapa daerah/wilayah kondisi air tanah relatif sangat rendah dan rasanya asin karena intrusi air laut dan tidak dapat digunakan untuk keperluan air minum. Tanah sebagian subur dan sebagian kurang produktif disebabkan tanah pantai yang semakin luas akibat endapan sungai-sungai. Pada umumnya tanah di Kota Cirebon adalah tanah jenis regosal yang berasal dari endapan lava dan piroklasik (pasir, lempung, tanah liat, tupa, breksi lumpur dan kerikil). Di Kota Cirebon terdapat empat sungai yang tersebar merata di seluruh wilayah yaitu Sungai Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean(Kriyan) dan Sungai Kalijaga. (https://www.cirebonkota.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah geomoforlogis wilayah Cirebon zaman kuno? Seperti disebut di atas, kota Cirebon diduga bermula di sisi sungai di masa lampau. Wilayah kota yang sekarang secara tofografi datar dengan ketinggian rendah (sekitar 5 M dpl). Dalam hubungan ini menjadi penting memahami secara geomorfologi dimana posisi GPS kota Cirebon di daerah aliran sungai Cirebon. Lalu bagaimana sejarah geomoforlogis wilayah Cirebon zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.