Senin, 29 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (13): Sekolah Swasta Era Hindia Belanda (v Sekolah Pemerintah); Taman Siswa, Perg. Rakjat, Joshua Instituut


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sekolah di Indonesia bermula sejak era VOC. Namun baru mulai mendapat perhatian pada awal Pemerintah Hindia Belanda (masa pendudukan Inggris). Keterlibatan pemerintah baru terjadi pada tahun 1817 setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan. Sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah disebut sekolah pemerintah. Selainnya dikategorikan sebagai sekolah swasta (agama, kerjuruan, umum). Dalam perkembangan zaman, sekolah-sekolah swasta muncul di berbagai tempat.  


Taman Siswa adalah nama sekolah didirikan Ki Hadjar Dewantara tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Pada waktu pertama sekolah diberi nama "National Onderwijs Institut Taman Siswa", realisasi gagasan Dewantara bersama-sama dengan teman di paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di Indonesia. Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan sebagai Patrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Dewantara setelah ia mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria Montessori di Italia dan Rabindranath Tagore di India dan Benggala). Patrap Triloka memiliki unsur-unsur (dalam bahasa Jawa): ing ngarsa sung tulada "(yang) di depan memberi teladan"); ing madya mangun karsa "(yang) di tengah membangun kemauan/inisiatif"); tut wuri handayani "dari belakang mendukung"). Patrap Triloka dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia. Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai bentuk perjuangan dalam menentang penjajahan di Indonesia. Persebaran Sekolah Taman Siswa paling banyak terjadi di Jawa Timur dimana periode 1928 sampai 1930 60 persen. Taman Siswa juga ada di Medan, Tebingtinggi, Bandar Lampung, Kalimantan (3 sekolah); Jawa Barat (9); Jawa Tengah termasuk Jogjakarta (9); dan Jawa Timur (27 sekolah) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah sekolah swasta era Hindia Belanda (versus sekolah pemerintah)? Seperti disebut di atas, dalam perkembangaannya dibuka sekolah swasta di berbagai tempat termasuk yang dikelola oleh pribumi seperti Taman Siswa (berawal di Jogja), Pergoeroean Rakjat (Batavia) dan Joshua Instituut (Medan). Lalu bagaimana sejarah sekolah swasta era Hindia Belanda (versus sekolah pemerintah)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (13): Agama Islam di Wilayah Banyuwangi; Masjid Baiturrahman, Masjid Tertua di Kota Banyuwangi (1773)?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini persentase penduduk di wilayah Banyuwangi beragama Islam sebesar 84,37 persen dari keseluruhan penduduk. Persentasi kedua adalah agama Hindu sebesar 13,23 persen. Gambaran seakan Banyuwangi dalam banyak hal begitu dekat dengan (pulau) Bali. Dalam sejarah agama, di wilayah Banyuwangi, seperti halnya di Jawa bagian lainnya, umumnya Hindu. Masuknya agama Islam ke Jawa juga pada akhirnya mencapai wilayah Banyuwangi (pada era VOC). Bagaimana dengan keberadaan masjid?


Masjid Baiturrahman Banyuwangi adalah sebuah masjid yang berada di Banyuwangi, kabupaten Banyuwangi. Latar belakang berdirinya masjid ini dimulai sejak tanggal 7 Desember 1773, hal ini berdasarkan data pada surat wakaf yang berupa denah gambar arsitektur masjid dari keluarga besar Raden Tumenggung Wiraguna I—Bupati pertama Banyuwangi. Masjid ini sejak awal pembangunan setidaknya mengalami beberapa renovasi, yakni pada tahun 1844, 1971, 1990, dan tahun 2005. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah agama Islam di wilayah Banyuwangi? Seperti disebut di atas, penyebaran agama Islam di wilayah Banyuwangi bermula pada era VOC. Salah satu penanda navigasi sejarah adalah keberadaan masjid. Pada masa ini masjid Baiturrahman di kota Banyuwangi disebut masjid tertua. Lalu bagaimana sejarah agama Islam di wilayah Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 28 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (12): Studi ke Belanda dan Sarjana-Sarjana Pribumi; Perjuangan Peningkatan Pendidikan Penduduk Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Siapa pribumi pertama berpendidikan modern (aksara Latin) tidak terinformasikan. Siapa pribumi pertama studi ke Belanda? Jelas bukan Raden Kartono. Ada nama-nama awal yang perlu dicatat: Sati Nasoetion dan Ismangoen Danoe Winoto. Lantas siapa mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke Belanda? Banyak, bahkan hingga sekarang. Yang jelas Raden Kartono adalah mahasiswa pertama di Belanda. Semua bertujuan utnuk meningkatkan pendidikan.


Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono (atau Kartono) (10 April 1877 – 8 Februari 1952) adalah wartawan perang, penerjemah, guru. Ia adalah anak keempat dari R.M. Ario Sosrodiningrat dan kakak kandung R.A. Kartini. Setelah tamat Europeesche Lagere School di Jepara, Sosrokartono meneruskan pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Selanjutnya pada 1898, Sosrokartono meneruskan pendidikannya ke Belanda di Sekolah Teknik Tinggi di Delft. Namun karena merasa tidak cocok, ia pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur sehingga lulus dengan gelar Doctorandus in de Oostersche Talen dari Universitas Leiden. Ia merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke Belanda. Sosrokartono pernah berprofesi sebagai wartawan Perang Dunia I dari harian New York Herald Tribune di Wina, Austria semenjak 1917. Sosrokartono menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah di Nusantara. Dari 1919 sampai 1921, R.M.P. Sosrokartono menjadi anak bumiputra yang mampu menjabat sebagai Kepala penerjemah untuk semua bahasa yang digunakan di Liga Bangsa-Bangsa (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah studi ke Belanda dan sarjana-sarjana pribumi pertama? Seperti disebut di atas, pribumi studi ke Belanda sudah cukup banyak, namun yang datang ke Belanda untuk kuliah di perguruan tinggi yang pertama adalah Raden Kartono. Para sarjana pribumi inilah yang kemudian melalukan perjuangan peningkatan pendidikan penduduk pribumi. Lalu bagaimana sejarah studi ke Belanda dan sarjana-sarjana pribumi pertama? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (12): Orang Osing di Wilayah Banyuwangi; Mix Population, Apa Masih Ada Penduduk Asli di Indonesia?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Bangsa adalah satu hal, suku bangsa lain lagi. Penduduk asli satu hal, mix population lain lagi. Seperti halnya orang Batak, orang Jawa, orang Tengger, orang Osing juga tidak dapat dikatakan suatu bangsa, tetapi dapat dikatakan orang asli yang mendiami suatu wilayah/kawasan tertentu. Orang asli dalam hal ini adalah populasi terdahulu yang masih eksis di suatu wilayah. Orang Osing adalah salah satu suku di Indonesia masa kini yang membentuk bangsa Indonesia.


Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi juga disebut sebagai Laros (Lare Osing) atau Wong Blambangan. Orang Osing menggunakan bahasa Osing. Pada awal terbentuknya masyarakat Osing kepercayaan utama suku Osing adalah Hindu-Buddha seperti halnya Majapahit. Namun berkembangnya kerajaan Islam di Pantura menyebabkan agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Osing. Masyarakat Osing mempunyai tradisi puputan, seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut Puputan Bayu pada tahun 1771. Suku Jawa Osing berada di kecamatan Songgon, Rogojampi, Blimbingsari, Singojuruh, Kabat, Licin, Giri, Glagah dan sebagian berada di kecamatan Banyuwangi, Kalipuro dan Sempu. Ada juga sekelompok kecil di kecamatan Srono, Cluring, Gambiran dan kecamatan Genteng. Orang Osing menyebut mereka dengan sebutan "Wong Osing" dengan "Tanah Blambangan". Suku Osing berbeda dengan suku Bali dalam hal stratifikasi sosial. Suku Osing tidak mengenal kasta. Kesenian suku Osing sangat unik seperti Gandrung, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan Jedor. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Osing di wilayah Banyuwangi? Seperti disebut di atas, penduduk asli di wilayah Banyuwangi adalah orang Osing. Penduduk mix population adalah warga Banyuwangi. Dalam hubungan ini apakah masih ada penduduk asli terawal di Indonesia? Lalu bagaimana sejarah Orang Osing di wilayah Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 27 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (11): Sekolah Pamong OSVIA di Bandoeng Magelang Probolinggo Serang Madiun Blitar Fort de Kock; Mosvia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Dalam artikel sebelumnya sudah dideskripsikan sekolah kedokteran (Docter Djawa Svhool menjadi SYOVIA) dan sekolah guru (kweekschool menjadi normaalschool). Sekolah pamong Hoofden School kemudian menjadi OSVIA. Dalam hal ini setiap era memiliki kebutuhannya sendiri-sendiri. Sekolah pamong dibutuhkan untuk kebutuhan pemerintahan di tingkat local (penduduk pribumi).


Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) sekolah pendidikan bagi calon pegawai-pegawai bumiputra pada zaman Hindia Belanda. Setelah lulus mereka dipekerjakan dalam pemerintahan kolonial sebagai pamong praja atau ambtenaar. Sekolah ini dimasukkan ke dalam sekolah ketrampilan tingkat menengah dan mempelajari soal-soal administrasi pemerintahan. Masa belajarnya lima tahun, tetapi tahun 1908 masa belajar ditambah menjadi tujuh tahun. Pada umumnya murid yang diterima di sekolah ini berusia 12-16 tahun. Sebelumnya sekolah OSVIA bernama Hoofden School (sekolah para pemimpin). Sekarang OSVIA bertransformasi menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Hoofden School tersebar di Jawa, masing-masing di Bandung, Magelang, dan Probolinggo. Pada tahun 1900 sekolah-sekolah ini mengalami reorganisasi dan diberi nama baru, yakni OSVIA. Di Bandung, sebagian muridnya berasal dari Jawa Barat. OSVIA Magelang, menarik siswa-siswa dari Jawa Tengah, sedangkan OSVIA Probolinggo bagi siswa dari Jawa Timur. Pada tahun 1900, OSVIA membuka cabang lagi di tiga tempat, yakni Serang, Madiun, dan Blitar. Pembukaan cabang itu dilakukan karena jumlah murid OSVIA meningkat dua kali lipat. Pada tahun 1918, OSVIA membuka cabang di Bukittinggi, Sumatra Barat. Pada tahun 1927 seluruh cabang OSVIA digabungkan menjadi MOSVIA (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) berpusat di Magelang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah sekolah pamong OSVIA di Bandoeng, Magelang, Probolinggo, Serang, Madioen, Blitar dan Fort de Kock? Seperti disebut di atas sekolajh pamong ini disebut Hoofden School yang kemudian menjadi sekolah OSVIA. Untuk meningkatkan kualitas sekolah pamong kemudian dibentuk sekolah MOSVIA. Lalu bagaimana sejarah sekolah pamong OSVIA di Bandoeng, Magelang, Probolinggo, Serang, Madioen, Blitar dan Fort de Kock? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (11): Tanaman Lucu di Banyuwangi (Etlingera elatior):Kecombrang Siala Batak, Sekala Lampung, Honje Sunda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Mengapa lucu di Banyuwangi? Di wilayah bukan, tetapi honje di Sunda, kecombrang di Jawa dan siala di Batak. Seperti halnya orang Sunda, orang Jawa dan orang Batak serta sekala di Lampong, tanaman lucu dimanfaatkan oleh orang Osing. Buah lucu, honje, kecombrang dan siala yang berbentuk bijian termasuk rempah-rempah. Bunganya juga menjadi ragam sayuran yang membuat khas masakan gulai dan masakan sayuran. Apakah dalam hal ini tanaman lucu di wilayah orang Osing di Banyuwangi memiliki sejarahnya sendiri?


Lucu Nama Sambal ini Khas Banyuwangi. RadarBanyuwangi. 10 April 2023. Tak pelak, sambal kecombrang pun populer dengan sebutan sambel lucu di kalangan warga suku Oseng. Selain memanjakan lidah dan menyegarkan aroma masakan, ternyata kecombrang juga memberikan manfaat untuk kesehatan. Ini karena kecombrang mengandung antibakteri dan antioksidan. Sejatinya, kecombrang adalah tumbuhan berwarna merah yang termasuk dalam jenis rempah-rempah. Bagian bunga kecombrang yang masih kuncup, sering kali dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Terutama dalam beberapa menu kuliner berupa sambal. Selain itu, kecombrang kerap digunakan sebagai bauran bumbu penyedap pada menu makanan. Baik yang ditumis, maupun sayuran berkuah. Sama seperti kemangi, kecombrang juga memberikan sensasi aroma kuat yang segar pada masakan. Aroma segar ini bermanfaat untuk mengurangi anyir pada bahan makanan tertentu, seperti ikan atau seafood. Menurut Siti Suhaimah, 32, penjual makanan di Desa Karanganyar, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, masakan yang terbuat dari kecombrang cukup banyak diminati. Salah satunya yakni sambal kecombrang. Pada masakan tumis maupun berkuah pun, Siti bisa mencampurkan kecombrang untuk menambah cita rasa yang menggugah selera. ‘Berkat aromanya yang khas, sangat mudah untuk membedakan masakan yang menggunakan kecombrang dengan masakan lainnya’, ujarnya. (https://radarbanyuwangi.jawapos.com/)

Lantas bagaimana sejarah tanaman lucu di Banyuwangi (Etlingera elatior)? Seperti disebut di atas, tanaman lucu dimanfaatkan orang Osing sebagai rempah-rempah. Nama umum tanaman lucu adalah kecombrang yang mana disebut di siala Batak, sekala Lampung dan honje Sunda. Lalu bagaimana sejarah tanaman lucu di Banyuwangi (Etlingera elatior)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.