*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
Pagi ini saya mendapat email dari sahabat Abdur-Razzaq Lubis. Buku yang menjadi idam-idamannya sudah terbit berjudul ‘Sutan Puasa: Founder of Kuala Lumpur’. Sahabat Abdur-Razzaq Lubis mengundang untuk hadir dalam dua acara yang beriringan. Acara Book Launch yang akan diadakan minggu depan Saturday, 7 April 2018, 3:00 pm to 5:00 pm at ILHAM Gallery, Kuala Lumpur; dan esoknya acara Book Talk yang akan diadakan Sunday, 8 April 2018, 10:00 am to 1:00 pm at Galeri Petronas, Level 3, Suria KLCC
Pagi ini saya mendapat email dari sahabat Abdur-Razzaq Lubis. Buku yang menjadi idam-idamannya sudah terbit berjudul ‘Sutan Puasa: Founder of Kuala Lumpur’. Sahabat Abdur-Razzaq Lubis mengundang untuk hadir dalam dua acara yang beriringan. Acara Book Launch yang akan diadakan minggu depan Saturday, 7 April 2018, 3:00 pm to 5:00 pm at ILHAM Gallery, Kuala Lumpur; dan esoknya acara Book Talk yang akan diadakan Sunday, 8 April 2018, 10:00 am to 1:00 pm at Galeri Petronas, Level 3, Suria KLCC
Abdur-Razzaq Lubis telah membuktikan bahwa Kota Kuala Lumpur didirikan
oleh Sutan Puasa bermarga Lubis yang bermigrasi dari Mandailing. The book will
be launched by well-known singer Datuk Sheila Majid, who is a descendant of the
Mandailing entrepreneur, Sutan Puasa. Penyanyi terkenal dari Malaysia, Sheila Madjid, ibunya bermarga Lubis.
Lalu saya teringat pendiri kota
Medan yang secara historis disebutkan didirikan oleh Guru Patimpus bermarga
Sembiring yang bermigrasi dari Karo. Dengan pembuktian oleh Abdur-Razzaq Lubis
bahwa Kota Kuala Lumpur didirikan oleh Sutan Puasa maka dengan sendirinya akan
menyandingkan nama pendiri Kota Medan. Secara epistemologi di Asia Tenggara hanya
Kota Medan dan Kota Kuala Lumpur yang secara eksplisit diketahui siapa
pendirinya.
Awal Mula Medan di Deli dan Kuala Lumpur di Selangor
Guru Patimpus dari datararan
tinggi Karo melakukan perjalanan ke wilayah yang lebih rendah di Pulau Brayan.
Setelah memeluk agama Islam, Guru Patimpus menikah putri Raja Pulau Brayan.
Mereka memiliki dua anak laki-laki, Kolok dan Kecik. Diriwayatkan Guru Patimpus
dan keluarga kecilnya dari Pulau Brayan membuka lahan di area antara Sungai
Deli dan Sungai Babura pada tanggal 1 Juli 1590. Perkampungan mereka ini
kemudian disebut Medan Poetri. Tanggal inilah kelak dijadikan sebagai penanda
hari lahir Kota Medan.
Pada tahun 1869 Nienhuys, pionir perkebunan di Deli memperluas kebunnya
ke area sisi timur sungai Deli di dekat Kampong Medan Poetri (sekitar lapangan
Merdeka Medan yang sekarang). Area ini masih masuk wilayah ulayat Kampong Medan
Poetri. Kampung terdekat dari Kampong Medan Poetri adalah Kampong Kesawan dan
Kampong Baroe. Lambat laun nama Medan Poetri mengalami reduksi dan hanya
disebut Medan (saja). Afdeeling Deli yang dibentuk tahun 1863, pada tahun 1975 dimekarkan
menjadi dua onderfadeeling, yakni onderafdeeling Laboehan dan onderafdeeling
Medan. Di Laboehan status controleur ditingkatkan menjadi Asisten Residen dan
di Medan ditempatkan seorang controleur. Kantor controleur Medan ini berada
dekat kantor Deli Mij (nama perusahaan Nienhuys). Deli Mij mempekerjakan kuli
dari Tiongkok dan Jawa. Praktis pada tahun 1875 di sekitar Medan sudah terdapat
antara 6000-7000 kuli Cina, sementara itu kuli dari Jawa hanya terdapat di
beberapa titik, mereka itu berasal dari Bagelan.
Tapanoeli dan Selangaor (Peta 1862) |
Stasion kereta api Batu Kapas (1910) |
Rumah/Kantor Residen di Koeala Loempoer (188) |
Kuala Lumpur sangat kaya timah.
Pertambangan timah di Kwala Loempor kali pertama diusahakan oleh orang-orang
Mandailing dan Angkola. Mereka ini eksodus ke Selangor dan membuka perkampungan
Kwala Lompoer. Mereka datang ke Semenanjung dalam dua gelombang besar. Pertama, ketika padri melakukan 'aneksasi' ke Mandailing dan Angkola; kedua, pasca kerusuhan melawan tanam paksa tahun 1843. Selain bertani para migran ini juga menemukan tambang timah dan
mengusahakannya. Hasil-hasil tambang timah orang-orang Mandailing dan Angkola
di Kwala Loempoer ini dibawa dengan perahu ke Klang untuk dijual. Radja Klang
(dari etnik Bugis) memungut pajak di muara sungai Klang. Dalam perkembangannya,
melalui pemimpin orang-orang Mandailing dan Angkola di Kwala Lompoer, Sutan
Puasa (1860an) mengundang orang-orang Tionghoa di Klang untuk membuka usaha di
Kwala Loempoer. Pada tahun 1895 para pemilik tambang timah di Kwala Loempoer mengirim
petisi kepada den Gouverneur der Straits-Settlements gubernur melalui Residen
Selangor untuk menuntut tingginya pajak yang dikenakan pada hasil tambang jika
dibandingkan dengan pajak sebelumnya (De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 21-01-1895). Pada
tahun 1895 ini juga dilaporkan bahwa di Kuala Lunpur telah terjadi pergantian (sementara)
Kaptein der Chinees karena akan cuti ke China (De locomotief: Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 30-08-1895).
De locomotief: 04-03-1896 |
Kota Kuala Lumpur terus berkembang. Pada tahun 1896 Kota Kuala Lumpur
ditetapkan sebagai ibukota konfederasi
(negara Semenanjung). Mr. Swettenham akan tetap menjadi pemimpin pada
bulan Maret namun dia akan tetap memerintah negara dari Taiping, sampai rumah
tempat tinggal yang cocok selesai dibangun di Koela Loempor (De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-03-1896). Kedudukan Gubernur sebelum di Taiping adalah di Penang.
Pabrik peleburan timah di Sungai Besi (1910) |
Kantor Gubernur di Koeala Loempoer (1900) |
Sutan Puasa, pendiri Kota
Kuwala Lumpur dikabarkan meninggal tahun 1905. Sutan Puasa telah menetap di
Kampong Rawa (Jalan Melayu sekarang) sebelum berpindah ke sebuah perkampungan
Mandailing di Jalan Chow Kit. Sutan Puasa yang dulunya adalah orang Mandailing
yang terkaya di Kuala Lumpur sesudah perang menjadi miskin. Sementara bekas
sahabat karib dan satu perkongsian, Yap Ah Loy menjadi penambang yang paling
kaya dan berkuasa sekali di Kuala Lumpur. Sutan Puasa dan Raja Asal adalah ‘sahabat
baik’ dan ‘sahabat karib’ dan teman perkongsian Yap Ah Loy. Ketika Yap Ah Loy
dipilih menjadi Kapitein Cina di Kuala Lumpur yang ketiga, Sutan Puasa memberi dukungannya.
Perayaan perlantikan Yap Ah Loy dan upcara penabalannya disempurnakan oleh Raja
Mahdi, seorang raja Bugis. Sewaktu Yap Ah Loy ‘ditabalkan’, Sutan Puasa dan
Raja Asal hadir secara istimewa. Penabalan itu terjadi pada bulan Juni 1869
(lihat Abdur-Razzaqk Lubis). Perang terjadi pada tahun 1872 yang mana Yap Ah
Loy mendukung Tuanku Kudin dan Soetan Puasa mendukung Radja Mahdi. Oleh karena Tuanku
Kudin ‘dibantu’ Inggris/Belanda maka Radja Mahdi kalah. Soetan Puasa ikut
menyingkir dari Kwala Loempor, suatu perkampungan yang telah dipimpinnya selama bertahun-tahun di area
pertemuan sungai Gombak dan sungai Klang.
Sutan Puasa: Pemimpin Mandailing/Angkola di Selangor |
Sjech Ibrahim, Kepala
Kampong (Lurah) di Kota Medan
Pemerintahan kolonial di Medan
Poetri dimulai tahun 1875 ketika Pemerintah Hindia Belanda menempatkan seorang
controleur di onderafdeeling Medan yang berkedudukan di (kampong) Medan Poetri
(nama Medan Poetri mereduksi hanya disebut Medan saja). Pemerintahan kolonial
di Kuala Lumpur dimulai setelah mereda perang saudara. Pada tahun 1872 terjadi
perang saudara antara Radja Mahdi dan Tuanku Kudin. Pemerintah Inggris kemudian
membentuk pemerintah di Selangar dengan ibukota Kwala Loempoer yang bersamaan
dengan penempatan seorang Residen di Kwala Loempoer.
Pada tahun 1879 statatus Kota Medan ditingkatkan dari tingkat Controleur
menjadi Asisten Residen. Bersamaan dengan ini ibukota afdeeling Deli
dipindahkan dari Kota Laboehan ke Kota Medan. Status Kota Laboehan dengan
sendirinya diturunkan dari setingkat Asisten Residen menjadi hanya setingkat
Controleur. Dengan demikian Kota Medan dan Kota Kwala Lompoer sama-sama memulai
dalam tingkat pemerintahan Residentie pada akhir tahun 1870an.
Kepala Kampong saat itu adalah jabatan tertinggi seorang pribumi di dalam
sistem administraif pemerintahan kolonial. Controleur, (Asisten) Residen dan
Walikota (Burgemeester) dijabat oleh seorang Eropa/Belanda. Sementara Radja/Sultan
(Kerajaan/Kesulatanan) dan Kapitein adalah pemimpin komunitas (pemimpin masyarakat
untuk komunitasnya sendiri). Jika komunitasnya kecil jabatan Kapitein disebut
Luitenant dan jika komunitasnya besar disebut Majoor. Jabatan ini tidak hanya
terdapat pada komunitas Tionghoa juga pada komunitas lainnya (tergantung kota)
seperti Arab, Moor, Bengalen dan lainnya.
Kuala Lumpur: Kantor Gubernur Inggris, Kini Gedung Sultan Abdul Samad
Masjid Jamik Kuala Lumpur ini dibangun bersamaan dengan pembangunan rumah
Residen Selangor yang pertama (Davidson) pasca perang saudara di Selangor tahun
1872. Kampung Kwala Lompoer adalah pusat pertempuran yang paling sengit antara
pasukan yang dipimpin Sutan Puasa yang berafiliasi dengan Radja Mahdi melawan bala
bantuan yang menyokong Tuanku Kudin (seteru Radja Mahdi). Mengapa pertempuran
sangat sengit antara penduduk Mandailing dan Angkola yang dipimpin oleh Sutan
Puasa). Hal ini karena area di sekitar Kwala Loempoer di daerah pengaliran
sungai Gombak sangat kaya kandungan timah yang selama ini menjadi usaha pokok
orang-orang Mandailing dan Angkola (selain bertani). Dalam perang ini pimpinan orang-orang
Mandailing dan Angkola, Sutan Puasa dan pimpinan orang-orang Tionghoa, Yap Ah
Loy yang telah dibina sejak lama pecah. Yap Ah Loy mendukung Tuanku Kudin
sementara Sutan Puasa mendukung Raja Mahdi. Situasi saat itu seakan menggambarkan
bahwa Sutan Puasa ingin mempertahankan area tambang timah yang sejak awal mereka
buka dan kuasai. Sedangkan Yap Ah Loy mendukung Tuanku Kudin karena berharap
akan mengambil alih keseluruhan area tambang timah (dari orang-orang Mandailing
dan Angkola).
Disinilah duduk soalnya: pasukan Inggris sejatinya lebih mendukung Yap Ah
Loy daripada pasukan Sutan Puasa, sebab Yap Ah Loy sudah lebih mengenal
orang-orang Inggris yang berpusat di Penang dan Singapoera (pusat perdagangan
timah yang utama). Orang-orang Mandailing dan Angkola yang dipimpin oleh Sutan
Puasa dengan sendirinya menyokong Raja Mahdi yang memang berseteru dengan
Tuanku Kudin yang berkolaborasi dengan Yap Ah Loy dan orang-orang Inggris.
Orang-orang Mandailing dan Angkola adalah petarung (warrior dan fighter) karena
mereks eksodus dari Mandailing dan Angkola karena kalah dalam kerusuhan melawan
Belanda tahun 1843 (yang sangat disayangkan oleh Edward Douwes Dekker) karena
banyaknya korban. Eksodus ini akhirnya menemukan tempat yang baru di pertemuan
sungai Gombak dan sungai Klang yang kemudian menjadi Kampong Kwala Loempoer. Kubu
Raja Mahdi kalah lawan kubu Tuanku Kudin. Akibatnya, orang-orang Mandailing dan
Angkola yang tidak mau berkolaborasi dengan Inggris di Kwala Loempoer
menyingkir. Ini untuk kedua kalinya warrior Mandailing dan Angkola kalah
melawan penjajah. Mereka dapat dikalahkan karena musuh memiliki persenjataan
yang jauh lebih modern.
Inilah perbedaan antara Makassar dengan Mandailing dan Angkola di Semenanjung. Mandailing dan Angkola tidak mau berkolaborasi dengan Belanda (di kampung halaman di Mandailing dan Angkola) dan juga tidak mau berkolaborasi dengan Inggris (di tanah rantau). Makassar tidak mau berkolaborasi dengan Belanda di Makassar, tetapi di tanah rantau di Semenanjung mau berkolaborasi dengan Inggris. Lantas mengapa orang-orang yang sebenarnya Makassar ini menyebutnya mereka Bugis? Apakah ini salah satu upaya menghilangkan jejak? Sebab Bugis telah berkolaborasi di Makassar (pasca perang Gowa 1667). Boleh jadi Inggris dan Belanda tidak bisa membedakan antara Makassar dan Bugis. Dengan menyebut Bugis oleh orang Makassar di Semenanjung akan dengan sendirinya mengamankan mereka dari prasangka orang asing (terutama Belanda) di Malaka. Mungkin juga harga diri orang-orang Makassar telah jatuh dan (pasca Perang Gowa) banyak dijadikan budak. Padahal orang-orang Makassar sebelum dikalahkan Belanda (yang dibantu Bugis) adalah petarung dan warrior yang hebat. Karakter petarung Makassar ini juga terkesan di Perang Klang, tetapi mengaku Bugis?.
Hal yang pertama dilakukan Inggris di Kwala Loempoer
adalah membangun rumah residen sebagai pusat pemerintahan Inggris di Residentie
Selangor. Kedua, pasukan Inggris yang semakin banyak membangun garnisun militer
dan pos polisi. Orang-orang yang membantu Inggris dalam awal pemerintahan di
Kwala Lompoer ini bukan orang-orang Melayu, Tionghoa atau Mandailing dan
Angkola tetapi didatangkan dari India (India, Bengalen, Sigh) baik sebagai
tentara, polisi maupun pegawai-pegawai pemerintahan.
Untuk merangkul penduduk
pribumi (Mandailing dan Angkola serta Melayu yang beragama Islam) pemerintah
Inggris membangun masjid sebagai pusat ibadah. Strategi ini biasanya dilakukan
penjajah, baik oleh Belanda maupun Inggris tidak semata-mata untuk merangkul
tetapi juga untuk memfasilitasi penduduk agar penduduk bergiat untuk bekerja.
Para penjajah tentu saja tidak bisa sendiri, partnernya adalah penduduk
setempat (lokal). Bagi penjajah, seperti umumnya ditemukan di Jawa dan Sumatra tidak
membedakan para penganut agama dan kepercayaan apakah Islam atau Krister serta
pagan. Para penjajah tidak memilih karena agama dan kepercayaan melainkan siapa
yang mau bekerja (bertani atau menambang) dan membangun jalan dan jembatan. Masjid
yang dibangun bersama penduduk lokal dan pemerintah yang kemudian direnovasi
pada tahun 1908. Perenovasian ini diduga kuat terkait sehubungan dengan
dipindahkannya istana Sultan Selangar (dari Klang?) ke Kwala Loempoer. Masjid
inilah yang disebut Masjid Jamik yang masih eksis hingga sekarang.
Pada tahun 1896 Kwala Loempoer ditetapkan sebagai ibukota konfederasi
Semenanjung. Ini dengan sendirinya Kwala Lompoer akan menjadi ibukota
Residentie Selangor juga ibukota konfederasi (negara) Semenanjung. Saat
penetapan ibukota konfederasi ini (1896) Gubernur masih tetap berkantor di
Taiping (Perak) sambil menunggu selesainya bangunan baru Kantor Gubernur.
Bangunan kantor ini sangat megah dan selesai tahun 1900. Gedung kantor inilah
pada tahun 1974 dimulai pelestariannya dengan memberi nama baru yakni Gedung
Abdul Samad (mantan Sultan Selangor). Pada masa ini, sangat keliru gedung ini
disebut dalam berbagai tulisan mulai dibangun 1837. Orang-orang Inggris baru
datang pada tahun 1872 (saat terjadi kerusuhan). Sementara perkampungan di
pertemuan sungai Gombak dan sungai Klang baru dibuka orang-orang Mandailing dan
Angkola pasca kerusuhan di Mandailing dan Angkola melawan Belanda pada awal tanam
paksa (kopi) tahun 1843.
Wilayah baru yang kosong di hulu sungai Klang (di pertemuan dengan sungai
Gombak) bukan asing bagi orang-orang Mandailing dan Angkola. Sebab mereka
adalah orang-orang pedalaman di Mandailing dan Angkola yang berprofesi sebagai
petani, peladang dan penambang (emas). Mereka ini adalah petani dan peladang
yang mahir hanya saja mereka tidak suka dipaksa oleh penjajah Belanda di
kampungnya. Di hulu sungai Klang para migran yang eksodus ini memulai hidup
secara mandiri, subsisten membuka lahan untuk berladang dan bersawah dan
beternak serta mengumpulkan hasil-hasil hutan dan menangkap ikan di sungai.
Orang-orang Mandailing dan Angkola di hulu sungai Klang tidak ada kurangnya.
Mereka cepat beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan alam yang baru.
Lalu dalam perkembangannya mereka menemukan sumber timah dan menambangnya lalu
menjualnya ke Port Klang. Saat itu Port Klang dan Penang adalah dua tempat pos
perdagangan timah di Semenanjung (sentra timah yang utama saat itu ada di
Kedah). Saat-saat kejayaan orang-orang Mandailing dan Angkola di hulu sungai
Klang inilah menurut Abdr Razzaq Lubis, pemimpin orang Mandailing dan Angkola Sutan
Puasa mengundang pedagang timah Hiu Siew dan temannya penambang timah Ah Sze
Keledek dari Sungai Udjong berhijrah ke Kwala Loempur untuk mengembangkan perniagaan
(pertambangan dan perdagangan).
Dalam perkembangannnya, orang-orang
Mandailing dan Angkola banyak yang merantau Klang/Kwala Loempoer. Hal ini
karena prospek ekonomi di afdeeling Mandailing dan Angkola sudah mulai menurun
sementara berita sukses orang-orang Mandailing dan Angkola di Selangor
terdengar hingga ke kampung halaman. Namun dalam perkembangannya arus perantau
ini mulai menurun sejak tahun 1905. Hal ini karena Residentie Tapanoeli
dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust. Sementara perekonomian juga
semakin pesat di Deli. Para perantau dari Mandailing dan Angkola mulai
mengalihkan perhatian ke Selangor menjadi ke Deli. Apalagi pada tahun 1905 di
Medan sudah berdiri Sjarikat Tapanoeli yang terdiri dari orang-orang Mandailing
dan Angkola. Arus perantau ini semakin deras sejak 1915 ketika Sumatra’s Oostkust
ditingkatkan dari Residenti menjadi Provinsi dan Gubernur berkedudukan di Medan.
Pada saat Sumatra’s Ooskust menjadi provinsi transportasi darat dibuka ke
Tapanoeli.
Selangor dan Klang
Pada tahun 1667 Makassar dikalahkan oleh Belanda yang dibantu oleh Bugis
(Aru Palakka). Sejak itu banyak pangeran-pangeran Makassar melarikan diri.
Salah satu tujuan pelarian orang-rang Makassar adalah Selangor. Jhon Anderson
diduga salah mengidentifikasi Kuala Selangor didiami oleh Bugis. Seharusnya
orang-orang Makassar, karena ketika Belanda datang ke Kuala Selangor
orang-orang Bugis melarikan diri ke Pahang (seharusnya orang-orang Makassar).
Orang-orang Bugis dalam Perang Gowa (Makassar) telah berkolaborasi untuk melawan
orang-orang Makassar. Orang-orang Makassar dalam posisi diburu oleh Belanda.
Masuk akal jika Raja Makassar di Kuala Selangor melarikan diri ketika Belanda
datang. Ketika Belanda tahun 1784 melakukan ekspedisi ke Riaow yang mana Sultan
Siak yang dibantu pangeran Selangor akan menyerang Malaka (lihat Handelingen en
geschriften van het Indisch Genootschap te 's-Gravenhage, onder de zinspreuk:
Onderzoek leidt tot waarheid, 1856).
Komandan ekspedisi ini adalah Dirk van Hoodendorp (lihat Tijdschrift voor Neerland's
Indië jrg 15, 1853 (1e deel), no 4, Deel: 1e deel 01-01-1853). Selama ini
Sultan Siak memusuhi kompani di Riaouw. Ini mengindikasikan bahwa pangeran
Selangor juga memusuhi Belanda. Oleh karena itu Sultan dan pangeran dari
Selangor ini adalah orang-orang Makassar yang lebih satu abad tidak senang
dengan Belanda. Pada masa ini tokoh-tokoh di Selangor banyak bergelar Daeng,
gelar dari Makassar (gelar Bugis adalah Andi).
Sutan Puasa yang telah sukses
di Kwala Lompoer tentu saja kerap pulang kampung di Mandailing. Jarak antara
Kwala Loempor (dan pelabuhan Klang) dengan Mandailing (dan pelabuhan Laboehan Bilik)
tidaklah terlalu jauh. Kabar sukses orang-orang Mandailing dan Angkola di Kwala
Lompoer cepat beredar. Orang-orang Mandailing dan Angkola cepat mengalir ke
Klang/Kwala Lompoer. Mereka ini datang ke Klang/Koeala Loempoer sudah memiliki
pendidikan (sekolah rakyat di Mandailing dan Angkola).
Beberapa waktu sebelum Yap Ah Loy
diangkat sebagai Kapitein Cina di Kawala Loempoer (1868) sudah mulai ada
perseteruan antara Sultan Selangor (Abdul Samad) dan Raja Mahdi. Hal ini dipicu
oleh pembangkangan Raja Mahdi (Kwala Loempoer) yang kemudian menyerang Klang
(Raja Abdullah). Kemarahan Sultan Abdul Samad semakin menjadi-jadi dalam kenyataannya
Raja Mahdi yang telah berkuasa di Klang karena tidak memberi setoran pajak/cukai
kepada Sultan. Sejak itu, Sultan Abdul Samad mengirim menantunya, Tuanku Kudin (Kedah) untuk mengatasi Raja Mahdi. Perseteruan
di antara kalangan kesultanan (para pangeran) juga antara Sutan Puasa dan Yap
Ah Loy di Kwala Loempoer ‘pecah kongsi’. Yap Ah Loy memihak Tuanku Kudin dan
menyerang pasukan Mandailing dan Angkola, Sutan Puasa yang telah terdesak ke
Kwala Loempoer memihak Raja Mahdi. Rangkaian inilah yang kemudian disebut
Perang Klang (1867-1874).
Relokasi Ibukota: Orang Mandailing dan Angkola Sudah Sejak Lama Menyebar
Sementara itu di Selangor muncul apa yang disebut kemudian perang
saudara. Ini dimulai adanya persaingan diantara pangeran-pangeran di Selangor. Raja
Mahdi dari Kwala Loempoer (hulu sungai Klang) menyerang Raja Abdullah di Klang
(muara sungai Klang). Persoalan semakin meruncing karena Raja Mahdi sebagai
pemungut pajak/cukai dari orang-orang Mandailing dan Angkola serta orang-orang
Tionghoa di Kwala Loempoer tidak disetor kepada Sultan Selangor di Kuala
Selangor (muara sungai Selangor). Lalu Sultan Selangor menugaskan menantunya
Tuanku Kudin (dari Kedah) untuk menumpas Radja Mahdi. Tuanku Kudin menyewa
tentara bayaran Inggris dan Belanda di Singapoera.
Sebagaimana halnya dengan
Perak, juga terjadi di Selangor. Terjadi perang saudara di Laroet, Perak. Ini
bermula ditemukannya tambang timah terbaik. Lalu kemudian kuli Cina
didatangkan. Para pangeran bertikai sehingga timbul perang. Pada akhir 1873
hanya tersisa 4.000 jiwa di district Laroet. Lalu Inggris datang dan melakukan
perjanjian dengan Soeltan Perak pada tanggal 20 Januari 1874. Tidak lama
kemudian pekerja mengalir lagi ke Laroet. Pada akhir 1874 terdapat sebanyak
33.000 pendatang baru yang mana sebanyak 26.000 Cina. Pada awal tahun 1874
hanya terdapat 30 tambang tetapi pada akhir tahun 1874 sudah sebanyak 120 buah
tambang yang menghasilkan 1.584.000 d.olar. Sebanyak 31 persen hasil bagian
dari Soeltan dan hanya menjadi 20 persen pada tahun 1876 dan kemudian akan
diturunkan menjadi 15 persen (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad,
30-10-1875). Nama Laroet kemudian berubah menjadi Taiping (ibukota konfederasi
Semenanjung). Tidak lama kemudian hal serupa terjadi di Selangor. Ini bermula
bahwa ibukota Selangor beribukota Langat (Raja Mahdi?) dalam beberapa tahun
terakhir telah berkembang pesat. Inggris memburu Raja Mahdi, seteru Raja
Abdullah. Kemudian pada bulan Agustus 1874 Kapitein Swettenham menduduki
Langat, wilayah yang sangat kaya hasil tambang timah. Inggris melakukan
perjanjian dengan Sultan yang mana Soeltan hanya mendapat bagian sebesar 15
persen. Wilayah ini dilaporkan juga kaya akan kayu berharga, di mana gula, kopi
dan tembakau juga ditanam (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 30-10-1875).
Dalam perkembangannya, antar pengusaha di Kwala Loempoer pecah.
Orang-orang Mandailing yang dipimpin Sutan Puasa memihak Raja Mahdi sementara
orang-orang Tionghoa yang dipimpin oleh Yap Ah Loy memihak Tuanku Kudin. Lalu
muncul perang di Kwala Loempoer. Puncaknya Raja Mahdi yang didukung orang-orang
Mandailing dan Angkola kalah dan kemudian menyingkir. Sementara, orang-orang
Tionghoa mengambil alih seluruh Kwala Loempoer. Sejak itu Yap Ah Loy dan Sultan
Selangor semakin kaya dan semakin kuat. Sejak itu Kwala Loempoer dipersepsikan
didirikan oleh Yap Ah Loy. Namun kini, Kuala Lumpur semakin diakui sebagai kota
yang dibangun oleh Sutan Puasa (bukan Yap Ah Loy). Ke depan apakah pelurusan
sejarah Kota Kuala Lumpur akan berlaku di Kota Medan? Studi mutakhir dan
interpretasi baru diperlukan. Kita tunggu saja.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Kota Kuala Lumpur dan Kota Medan sesusngguhnya terbilang dua kota baru,
dua kota yang sangat-sangat pesat pertumbuhannya. Dua kota ini, sebagaimana
kota-kota lainnya yang bermula dari sebuah kampung: Kota Medan bermula dari
sebuah kampong Medan Poetri yang didirikan oleh Guru Patimpus dan Kota Kuala
Lumpur bermula dari sebuah kampong Kwala Loempoer yang didirikan oleh Sutan
Puasa. Kota Medan secara administratif (pemerintahan kolonial) setingkat Controleur
dimulai tahun 1875.
Sekolah Rakyat di Kwala Loempoer (1880) |
Pada tahun 1887 status Kota
Medan ditingkatkan lagi menjadi ibukota Residentie dimana Residen berkedudukan
di Kota Medan. Residen Oost Sumatra yang sebelumnya berkedudukan di Bengkalis
dipindahkan ke Medan. Kemudian pada tahun 1909 Kota Medan ditetapkan sebagai
kota praja (Gementee). Sementara itu pada tahun 1896 Kwala Loempoer ditetapkan
sebagai ibukota konfederasi (negara) Semenanjung. Sejak itu, Kota Kwala Loempoer
perkembangannya sangat pesat. Selanjutnya Residentie Oost Sumatra ditingkatkan
menjadi Province tahun 1915 yang mana Kota Medan sebagai kedudukan Gubernur. Sejak
itu, Kota Medan perkembangannya sangat pesat.
Pada tahun 1909 ketika Medan ditingkatkan menjadi kota (gementee) Hadji
Ibrahim diangkat menjadi penghoeloe kampong (kamponghoofd) Kampong (Wijk) Kesawan.
Pusat pasar Medan sendiri berada di Kampung Kesawan. Oleh karenanya Hadji
Ibrahim juga dikenal sebagai Penghoeloe Pekan. Hadji Ibrahim adalah Kepala
Kompong pertama di Kota Medan.
Mohamad Yacoub seorang migran
berasal dari Mandailing memulai karir pada tahun 1875 di Serdang sebagai krani
di Kesultanan Serdang,. Pada tahun 1880an Mohamad Yacoub pindah ke Medan bekerja
sebagai pegawai di perusahaan perdagangan Huttenbach & Co. Mohamad Yacoub
kemudian membuka usaha sendiri. Sejak kepulangan Mohamad Yacoub dari tanah suci Mekkah namanya
lebih dikenal sebagai Hadji Ibrahim.
Rumah
Kapitein der Chineesse di Kuala Lumpur (1880)
|
Selama era kolonial Belanda,
jabatan tertinggi dalam adminitratif pemerintahan yang pernah diraih oleh
pribumi adalah wakil wali kota (Loco Burgemeester). Hanya dua orang yang pernah
menjabat kedudukan tersebut yakni Dr. Abdul Hakim di Gementee Padang
(1931-1938) dan Mohammad Hoesni Thamrin di Gementee Batavia (1929-1931). Abdul
Hakim kelahiran Padang Sidempoean, memulai pendidikan di ELS Padang Sidempoean,
Setelah lulus ELS, Abdul Hakim melanjutkan pendidikan tinggi di Docter Djawa
School di Batavia pada tahun 1898 (sekelas dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo).
Seorang putra Abdul Hakim bernama Egon Hakim menikah dengan putri MH Thamrin.
Oleh karenanya antara Abdul Hakim dan MH Thamrin adalah besanan.
Kuala Lumpur: Kantor Gubernur Inggris, Kini Gedung Sultan Abdul Samad
Di pusat Kota Kuala Lumpur kini
masih tersisa dua situs lama yang dapat dilihat hingga ini hari yang terawat
dengan baik. Dua situs tersebut adalah masjid dan Kantor Gubernur Inggris. Dua situs
ini sejak doeloe dua situs itu sudah menjadi penanda navigasi di tengah Kota
Kuala Lumpur. Posisi ‘gps’ dua situs ini adalah sebagai berikut: Masjid berada diantara
pertemuan sungai Gombak dan sungai Klang; Kantor Gubernur Inggris berada di
sisi seberang sungai Gombak (sebalah barat masjid di seberang sungai Gombak).
Geografis Kota Kuala Lumpur ini mirip geografis pusat Kota Medan yang dari
doeloe hingga kini berada tepat di area pertemuan sungai Babura dan sungai
Deli. Di Asia Tenggara hanya dua kota ini di bangun dari suatu perkampungan
awal yang lokasinya mirip satu sama lain: berada di area pertemuan dua sungai
besar. Masjid dan Kantor Gubernur adalah penanda navigasi sejarah yang
terpenting di Kuala Lumpur.
Pertemuan sungai Gombak dan sungai Klang (googlemap) |
Masjik Jamik di Pertemuan sungai Gombak dan sungai Klang |
Inilah perbedaan antara Makassar dengan Mandailing dan Angkola di Semenanjung. Mandailing dan Angkola tidak mau berkolaborasi dengan Belanda (di kampung halaman di Mandailing dan Angkola) dan juga tidak mau berkolaborasi dengan Inggris (di tanah rantau). Makassar tidak mau berkolaborasi dengan Belanda di Makassar, tetapi di tanah rantau di Semenanjung mau berkolaborasi dengan Inggris. Lantas mengapa orang-orang yang sebenarnya Makassar ini menyebutnya mereka Bugis? Apakah ini salah satu upaya menghilangkan jejak? Sebab Bugis telah berkolaborasi di Makassar (pasca perang Gowa 1667). Boleh jadi Inggris dan Belanda tidak bisa membedakan antara Makassar dan Bugis. Dengan menyebut Bugis oleh orang Makassar di Semenanjung akan dengan sendirinya mengamankan mereka dari prasangka orang asing (terutama Belanda) di Malaka. Mungkin juga harga diri orang-orang Makassar telah jatuh dan (pasca Perang Gowa) banyak dijadikan budak. Padahal orang-orang Makassar sebelum dikalahkan Belanda (yang dibantu Bugis) adalah petarung dan warrior yang hebat. Karakter petarung Makassar ini juga terkesan di Perang Klang, tetapi mengaku Bugis?.
Pasca kerusuhan (perang) di Kwala Lompoer, pemerintah Inggris lalu
membentuk pemerintahan di Selangor. Ibukota Residentie Selangor ditetapkan di
Kwala Lompoer (menggantikan Klang?). Residen pertama (Davidson) diangkat tahun
1875.
Pada tahun 1874 Selangor dan
Soengei Odjoeng dibawah protektorat Inggris. Selangor, Perak, Sungei Oedjoeng
dan Djeleboe, Pahang dan Negeri Sembilan (yang terikat dalam satu konfederasi).
Wilayah-wilayah lainnya langsung dibawah Inggris yakni Penang, Melaka,
Singapoera dan Province Wyl (Dindings). Pada tahun 1874 di Perak ditempatkan
seorang Residen (yang pertama Bich). Sementara Residen di Selangor tahun 1875. Struktur
ke atas adalah Gubernur Straits Settelement yang berkedudukan di Penang
(kemudian ke Taiping, dan selanjutnya ke Kwala Loempoer). Gubernur bertanggung
jawab kepada Menteri Koloni (di Inggris). Protektorat lalu kemudian penyusul
Pahang (1888) kemudian Negeri Sembilan (1889), Khusus untuk Sungei Oedjoeng dan
Djeleboe masing-masing ditempatkan seorang Officer in Charge yang dipimpin oleh
seorang Asisten Residen yang berada dibawah Residen Selangor (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 23-01-1896).
Masjid (Jamik) Kwala Loepmoer, 1880 |
Kantor Gubernur di Kuala Lumpur (1900) |
Sungai Gombak dan Kantor Gubernur (1900) |
Kantor Gubernur (foto 1900) tampak di depan sebelah kanan sungai Gombak.
Di hilirnya tampak sungai Gombak ini bertemu dengan sungai Klang. Di kejauhan
sisi sungai Klang tampak perkampungan orang-orang Tionghoa. Sementara area
orang-orang Eropa/Inggris berada di sisi barat sungai Gombak di sekitar Kantor
Gubernur. Sedangkan orang-orang Mandailing dan Angkola di sisi timur sungai
Gombak, seberang Kantor Gubernur. Masjid Jamik yang masih ada sekarang adalah
masjid orang-orang Mandailing dan Angkola.
Sutan Puasa Pendiri Kuala Lumpur, Bukan Yap Ah Loy
Siapa pendiri Kuala Lumpur
sudah dibuktikan oleh Abdur=Razzaq Lubis di dalam buknya: ‘Sutan Puasa: Founder
of Kuala Lumpur’. Disebut pendiri, tentu saja orang yang lebih awal, yang
dimulai dari nol, membuka hutan belantara tanpa penghuni. Atas dasar ini sangat
naif mengatakan itu dibuka oleh Yap Ah Loy. Namun bagi orang-orang Mandailing
dan Angkola yang dipimpin oleh Sutan Puasa itu keharusan.Orang-orang Mandailing
dan Angkola adalah orang-orang yang bermigrasi secara massal karena tidak
menyukai penjajah Belanda yang menerapkan tanam paksa kopi di afdeeling
Mandailing dan Angkola (Tapanoeli). Satu-satunya tujuan migrasi (eksodus)
adalah Semenanjung (yang menjadi wilayah
teritori Inggris). Oleh karena mereka sangat banyak, tidak mungkin berhijrah di
kota-kota pelabuhan di Semenanjung (seperti Malaka, Penang dan Klang).
Satu-satunya cara adalah menyusuri sungai (Klang) jauh ke pedalaman.
Kwala Leompoer (1880) |
Orang-orang Mandailing adalah
Explorer. Cara yang dilakukan oleh orang-orang Mandailing dan Angkola ini tidak
lazi bagi orang-orang Tionghoa yang datang dari daratan Tiongkok ke Jawa,
Sumatra, Sulawesi, Borneo dan Semenanjung.
Orang-orang Tionghoa lebih memilih di sektor perdagangan di kota-kota
(membentuk perkampungan). Pengusaha-pengusaha Tionghoa yang sukses baru kemudian
beralih dari perdagangan ke industri dan pertambangan. Hal inilah yang
dilakukan oleh Hiu Siew dan Ah Sze Keledek. Mereka datang ke Kwala Loempoer
untuk mengeksploitasi pertambangan timah yang suda sejak lama ditemukan oleh
orang-orang Mandailing dan Angkola.
Hiu Siew dan Ah Sze Keledek sebagai pengusaha mendatangkan kuli dari kampung
halaman mereka dari Tiongkok. Hal ini sangat lazim bagi pengusaha Tionghoa di
Sumatra, Jawa dan Semenanjung. Di Deli (Ooost Sumatra) Tjong Jong Hian dan
Tjong A Fie mendatangkan kuli dari Swato untuk bekerja di perkebunan di Oost
Sumatra. Pada tahun 1875 di Deli sudah terdapat 7.000 kuli dari Tingkok. Di
Semenanjung sendiri, di Kedah pada tahun-tahun sebelum terjadinya perang
saudara (antara Raja Mahdi dan Tuanku Kudin) sudah terdapat 20.000 kuli dari
Tiongkok yang bekerja di tambang-tambang timah (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-10-1872). Belum ditemukan laporan sudah seberapa banyak
kuli dari Tiongkok yang dipekerjakan oleh Hiu Siew dan Ah Sze Keledek di Kwala
Loempor, Selangor sebelumnya terjadinya perang saudara.
Dengan semakin banyaknya kuli
dari Tiongkok di Kwala Loempoer dan semakin banyaknya pengusaha-pengusaha baru
yang menyusul kemudian Sultan Selangor mengangkat Hiu Siew sebagai Kapitein der
Chineezen (lihat temuan Abdur Razzaq Lubis). Oleh karenanya sangat naif
mengatakan Yap Ah Loy sebagai pendiri Kuala Lumpur. Menurut Abdur Razzaq Lubis,
Yap Ah Loy adalah Kapitein Cina yang ketiga. Jadi memang benar, sangat keliru
mengatakan Yap Ah Loy sebagai pendiri Kuala Lumpur. Bahkan Kapitein Cina
pertama Hiu Siew justru diundang Sutan Puasa untuk datang ke Kwala Loempoer
untuk memulai berniaga.
Di Sumatra, seperti di Deli, jabatan Kapitein (Luitenan dan Majoor)
mendapat gaji dari pemerintah Belanda yang posisinya direview setiap tiga tahun
(apakah diganti atau tetap dalam posisinya). Jika komunitas Tionghoa besar dan
menyebar diangkat Luitenan untuk membantu Kapitein; jika komunitas semakin
besar status Kapitein ditingkatkan menjadi Majoor untuk membawahi satu atau
beberapa Kapitein. Pengadministrasian pemimpin komunitas Tionghoa di
Semenanjung ini besar kemungkinan mirip dengan di Deli. Kapitein di Semenanjung
diangkat oleh Sultan/Pemerintah Inggris.
Setelah perang, Inggris
membentuk pemerintahan di Kwala Loempor. Lalu Resident Selangor dipindahkan ke
Kwala Loempor. Rumah Residen dibangun di suatu area yang lebih tinggi di sebelah
barat sungai Gombak. Area ini diduga
adalah area kosong. Sementara perkampungan orang-orang Mandailing dan Angkola
berada di sisi timur sungai Gombak. Sedangkan kamp orang-orang Tionghoa berada
di sisi selatan sungai Klang. Residen mulai menata kawasan Kuala Lumpur yang mengacu
pada tiga area: pusat pemerintah Inggris dan area orang-orang Eropa/Inggris
(termasuk India); perkampungan Mandailing dan Angkola; serta kampement
Tionghoa. Hal ini adalah pola yang umum diterapkan oleh Belanda di Jawa dan
Sumatra yang memisahkan area pemukiman berdasarkan komunitas. Pola tempat
tinggal semacam ini juga tampak diterapkan di Kwala Lumpoer.
Dengan semakin kondusifnya situasi dan kondisi di Kwala Loempoer lalu
pada tahun 1896, Kwala Loempoer dijadikan sebagai ibukota konfederasi (negara)
untuk menggantikan Taiping (Perak). Kantor Gubernur juga lalu dipindah dari
Taiping ke Kwala Loempoer. Gedung Kantor Gubernur dibangun di area
Eropa.Inggris sebelah barat sungai Gombak (dan sebelah utara sungai Klang).
Bangunan Kantor Gubernur ini tidak jauh dari Kantor/Rumah Residen Selangor. Bangunan
Kantor Gubernur ini masih eksis hingga hari ini yang dikenal sebagai Gedung
Abdul Samad (nama Sultan Selangor).
Peta Selangor, 1911 |
Selangor dan Klang
Mengacu pada tulisan John Anderson
(1923) Kuala Selangor adalah settlement orang-orang Bugis. Tahun 1783 Selangor
bergabung dengan Malacca. Tidak lama kemudian pada tahun 1784 Belanda menduduki
Malacca dan kemudian Kuala Selangor (Selangor). Saat Belanda tiba di Kuala
Selangor sudah kosong, Raja Selangor dan pengikutnya lari ke Pahang. Dengan dua
ribu orang Pahang kembali Raja merebut Selangor dengan menduduki pelabuhan
Kuala Selangor,.
Selangor, 1630 |
Untuk menghalangi Belanda, Raja
Selangor meminta dukungan dan bantuan Inggris. Raja Selangor, Sultan Ibrahim
pada tahun 1786. Sejak itu Selangor berada dibawah protektorat Inggris. Sementara
itu, Klang berada dibawah Malacca dan kemudian Selangor. Klang didiami
(settlement) oleh berbagai bangsa (berwarna-warni).
Pada permulaan abad ke-19 terjadi aneksasi padri ke Mandailing dan
Angkola. Orang-orang Mandailing dan Angkola pada tahun 1830 meminta bantuan Belanda
untuk mengusir padri. Kolaborasi kemudian dilanjutkan dengan ikut membantu
Belanda untuk melumpuhkan padri di Bonjol (Perang Bonjol). Pada tahun 1837
Bonjol dapat ditaklukkan, lalu Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan kemudian
diasingkan. Antara tahun-tahun 1816 hingga 1837 diduga orang-orang Mandailing
dan Angkola telah banyak yang melarikan diri hingga ke daerah pengaliran sungai
Baroemoen di Laboehan Bilik dan di Semenanjung (Klang). Pasukan Tuanku
Tamboesai yang turut membantu Bondjol lalu melarikan diri ke Angkola dan Padang
Lawas. Pada tahun 1838 pasukan Belanda membantu hulubalang Mandailing dan Angkola
untuk mengusir pasukan Tuanku Tambusasi. Pada bulan Oktober hulubalang
Mandailing dan Angkola yang dibantu Belanda merangsek terus hingga ke benteng Pertibie.
Puncak pertempuran terjadi Daloe-Daloe yang akhirnya pasukan Tuanku Tambusasi
menyerah.
Mandailing dan Angkola: Medan vs Kuala Lumpur
Pada tahun 1840 di Afdeeling
Mandiling dan Angkola dibentuk pemerintahan. Asisten Residen ditempatkan di
Panjaboengan (Groote Mandailing). Bersamaan dengan pembentukan pemerintahan ini
diberlakukan koffiekultuur yang didukung dengan penempatan dua Controleur di Klein
Mandailing (Kotanopan) dan di Angkola (Padang Sidempoean). Oleh karena
koffiekultuur ini telah bergeser menjadi koffiestelsel, sebagai penduduk
Mandailing dan Angkola melakukan perlawanan (pemberontakan). Pada tahun 1842
Controleur Natal mengadvokasi golong penduduk yang menentang koffiestelsel ini.
Bukannya mendapat respon positif dari pemerintah Belanda justru koffiestelsel
semakin berat. Akhirnya Edward Douwes Dekker (kelak dikenal Multatuli) pada
tahun 1843 dipecat dan ‘ditahan’ di Padang. Sementara para pimpinan pemberontak
banyak yang ditangkap dan sebagian yang lain melarikan diri ke wilayah yang
aman dibawah kekuasaan Inggris di Semenanjung. Pada masa-masa pemberontakan (1842-1870)
inilah diduga banyak penduduk Mandailing dan Angkola menuju Semenanjung untuk
mengikuti pendahulu mereka yang sudah beberapa dekade eksodus (era padri).
Pimpinan pemberontakan yang terakhir, Ranggar Laoet di Angkola berhasil
dilumpuhkan tahun 1870 (lihat Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1870).
Pada tahun 1850 di Afdeeling Mandailing dan Angkola diintroduksi
pendidikan dengan mendirikan sekolah rakyat di Panjaboengan dan Padang
Sidempoean. Pada tahun 1854 dua lulusan terbaik Si Asta (Panjaboengan) dan Si
Angan (Padang Sidempoean) dikirim untuk mengikuti pendidikan kedokteran di
Batavia (Docter Djawa School; dibuka tahun 1851). Dua siswa Mandailing dan
Angkola yang mengikuti pendidikan dokter ini adalah siswa pertama yang berasal
dari luar Jawa. Pada tahun 1856 Dr. Asta ditempatkan di Mandailing dan Dr.
Angan di Angkola. Pada tahun 1857, Si Sati alumni sekolah rakyat di
Panjaboengan berangkat studi ke Belanda untuk mendapatkan akte guru. Pada tahun
Si Sati yang telah mengubah namanya menjadi Willem Iskander selesai studi di
Belanda dan kembali ke kampung halaman dan tahun 1862 Willem Iskander
mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobatoe (Mandailing). Siswa-siswa
yang diasuh Willem Iskander berasal dari lima sekolah rakyat yang ada di
Afdeeling Mandailing dan Angkola. Pada tahun 1864 Kweekschool Tanobato ini
dinyatakan sekolah guru yang terbaik di Nederlandsch Indie (baca: Hindia
Belanda). Pada tahun 1865 sekolah ini diakuisisi pemerintah sebagai sekolah
guru negeri (sebelumnya sudah ada dua sekolah guru negeri: di Soerakarta
didirikan tahun 1850 dan di Fort de Kock tahun 1856). Dengan demikian sekolah guru Tanobatoe adalah
sekolah guru negeri yang ketiga. Lulusan sekolah guru ini disebarkan ke seluruh
Tapanoeli.
Pada tahun 1870 ibukota Afdeeling Mandailing dan Angkola dipindahkan dari
Panjaboengan (Mandailing) ke Padang Sidempoean (Angkola). Pemindahan ini diduga
karena situasi telah aman dan ada upaya Belanda untuk melanjutkan dengan mulai
menginvasi Bataklanden. Garnisun militer di Padang Sidempoean yang sudah
berdiri tahun 1843 di Padang Sidempoean diperkuat menjadi markas militer untuk
Residentie Tapanoeli. Pada tahun 1879 sekolah guru yang lebih besar dibuka di
Padang Sidempoean (sebagai pengganti sekolah guru Tanobatoe yang sudah
ditutup).
Pada saat semua penduduk usia
sekolah di Afdeeling Mandailing dan Angkola, Residentie Tapanoeli sudah
bersekolah dan murir-murid yang pintah memasuki sekolah yang lebih tinggi
(kweekschool), Belanda baru memulai pemerintahan di Afdeeling Deli. Wilayah
Deli diivansi oleh Belanda pada tahun 1863 dan pada tahun itu dibentuk
pemerintah di Deli dengan menempatkan seorang Controleur di Laboehan. Pada
tahun 1865 Nienhuys membuka kebun di Leboehan (Deli). Untuk memperluas
perkebunan (tembakau) Nienhuys mendatangkan kuli Cina dari Penang. Pada tahun
1869 Nienhuys membuka kebun di Medan. Kuli-kuli Cina yang lebih banyak
didatangkan dari Swatow. Pada tahun inilah Tjong Jong Hian diangkat sebagai
Kapitein Cina di Laboehan Deli.
Di Kwala Loempoer, Selangor nama Sutan Puasa muncul ke permukaan sebagai
pemimpin Mandailing dan Angkola. Sutan Puasa adalah pedagang timah dari usaha
pertambangan (mandulang) yang dilakukan oleh orang-orang Mandailing dan Angkola
di pertemuan sungai Gombak dan sungai Klang. Pada tahun 1859 Sutan Puasa
mengundang pengusaha Hiu Siew untuk ikut mengusahakan pertambangan timah. Hiu
Siew yang telah membawa banyak kuli Cina cepat maju dan kaya serta memiliki
pengaruh yang kuat diantara orang-orang Tionghoa di Kwala Loempoer. Lalu Hiu
Siew ditabalkan sebagai Kapiten Cina yang pertama. Kapiten yang kedua
ditabalkan pada tahun 1862 dan Kapiten yang ketiga Yap Ah Loy tahun 1868.
Pasar Kwala Loempoer, 1880 |
Pasar Kuala Lumpur, 1920 |
Relokasi Ibukota: Orang Mandailing dan Angkola Sudah Sejak Lama Menyebar
Kuala Lumpur yang telah
didirikan oleh Sutan Puasa dalam perkembangannya telah menjadi ibukota
Residentie (Kesultanan) Selangor (1875) dan telah ditingkatkan statusnya
menjadi ibukota konfederasi (negara) Semenanjung (1896) hingga sekarang. Ibukota
konfederasi sebelumnya adalah di Taipimg (Perak). Ibukota Residentie
(Kesultanan) Perak sebelumnya berada di Koeala Kangsar (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 14-02-1896). Kelak diketahui ibukota Perak berpindah lagi ke Ipoh
(hingga sekarang).
Perpindahan ibukota di era kolonial adalah lazim. Sebab penjajah memiliki
kepentingan dengan kedudukan suatu ibukota (sebagai pusat administrasi
pemerintahan juga pusat perdagangan). Ini tidak hanya di Semenanjung tetapi
juga di wilayah terdekatnya di Sumatra. Pada tahun 1870 ibukota Afdeeling
Mandailing dan Angkola, Residentie Tapanoeli dipindahkan dari Panjaboengan ke
Padang Sidempoean. Panjaboengan ditetapkan sebagai ibukota Afdeeling Mandailing
dan Angkola sejak 1840. Selama perang padri (1830-1840) ibukota Mandailing masih
berada di Kotanopan. Pada tahun 1875 Padang Sidempoean ditingkatkan statusnya
sebagai ibukota Residentie Tapanoeli. Sementara itu di Residentie Sumatra’s
Oostkust, pada tahun 1875 dibentuk pemerintahan setingkat onderafdeeling
(kecamatan) di afdeeling Deli dengan menempatkan seorang Controleur di Medan.
Sejak itu Kampong Medan cepat berkembang menjadi kota (town). Pada tahun 1879
status Medan ditingkatkan menjadi ibukota afdeeling Deli, yang mana asisten
residen Deli dipindahkan dari Lebohan ke Medan. Sementara Sultan Deli tetap
berada di Laboehan. Pada tahun 1887 Medan dijadikan ibukota Residentie Oostkust
Sumatra yang sebelumnya berada di Bengkalis. Setelah penetapan ibukota Oostkust
Sumatra inilah Sultan Deli dipindahkan dari Laboehan ke Medan. Selanjutnya
tahun 1915 Residentie Oostkust Sumatra dijadikan province yang mana Gubernur
berkedudukan di Medan (hingga sekarang).
Kuala Lumpur yang didirikan
oleh Sutan Puasa, ketika tahun 1875 dijadikan sebagai ibukota Residentie
(Kesultanan) Selangor, Padang Sidempoean, selain ibukota Afdeeling Mandailing
dan Angkola juga menjadi ibukota Residentie Tapanoeli. Ini berarti sama posisi
Padang Sidempoean dan Kuala Lumpur sebagai pusat pemerintahan dan pusat
perdagangan. Hubungan antara dua kota pada saat itu tentu saja sudah terhubung
sebab di Kuala Lumpur sudah sejak lama menjadi tujuan utama migrasi orang-orang
Mandailing dan Angkola.
Pada tahun 1850 pendidikan (aksara Latin) diintroduksi di Afdeeling
Mandailing dan Angkola dengan membangun dua sekolah rakyat di Panjaboengan dan
Padang Sidempoean. Pada tahun 1862 di Afdeeling Mandailing dan Angkola dibuka
sekolah guru (kweekschool) di Tanobato. Pada tahun 1879 sekolah guru yang lebih
besar dibuka di Padang Sidempoean (menggantikan sekolah guru di Tanobato yang
ditutup tahun 1874). Pada tahun 1879 di Residentie Tapanoeli terdapat sebanyak
15 sekolah rakyat yang mana diantaranya 12 buah berada di Afdeeling Mandailing
dan Angkola (empat diantanta berada di Padang Sidempoean). Sementara itu tahun
1875, di Deli baik di Laboehan maupun di Medan belum satupun terdapat sekolah
rakyat. Pada tahun ini juga di Residentie Selangor juga belum ditemukan satupun
sekolah rakyat. Ini mengindikasikan bahwa pendidikan di Mandailing dan Angkola
jauh lebih awal dibandingkan di Deli dan Selangor. Oleh karena migrasi
orang-orang Mandailing dan Angkola terus mengalir ke Deli dan Selangor, maka
orang-orang Mandailing dan Angkola di Deli dan Selangor sudah memiliki
pendidikan. Bahkan seorang pemuda belia bernama Mohammad Jacoup tahun 1875
sudah menjadi krani (juru tulis) di Kesultanan Serdang yang berada kota pantai di
Rantau Panjang, Serdang (kelak Mohammad Jacoup yang dikenal Sjech Ibrahim tahun
1900 menjadi Kamponghoofd/lurah pertama di Kesawan Kota Medan). Lantas siapakah
yang menjadi pegawai-pegawai Inggris di Kuala Lumpur dan Selangor ketika
memulai pemerintahan tahun 1875? Boleh jadi kebutuhan pegawai tersebut diisi
oleh orang-orang Mandailing dan Angkola. Demikian juga guru-guru di Kuala
Lumpur didatangkan dari Padang Sidempoean. Catatan: Alumni (lulusan) Kweekschool
Tanobato sudah mampu memenuhi guru di seluruh Afdeeling Mandailing dan Angkola.
Alumni Kweekschool Padang Sidempoean banyak yang dikirim ke Riaouw, Djambie,
Oostkust Sumatra dan Atjeh. Sangat masuk akal banyak guru dari Padang
Sidempoean telah berhijrah ke Semenanjung, khususnya di Selangor.
Lantas apa yang membezakan
sistem pemerintahan awal di Kuala Lumpur, Selangor dengan di Medan, Deli jika
dibandingkan dengan Padang Sidempoean, Mandailing dan Angkola? Secara prinsip ada persamaan dan juga ada
perbedaan. Persamaan adalah sama-sama dipimpin oleh penjajah (asing) setingkat
Residen. Dalam memimpin ini Residen di Kuala Lumpur dan Medan bersama-sama
dengan Sultan. Sedangkan di Mandailing dan Angkola, Residen memimpin dengan dibantu
para Koeria (koordinator para kepala kampoeng). Ciri monarkis tampak menonjol
di Deli dan Selangor, sementara di Mandailing dan Angkola lebih demokratis
(berdasarkan keputusan dewan koeria) yang mana setiap kepala kampoeng
dipersepsikan sebagai ‘raja’. Di Medan dan di Kuala Lumpur peran orang Tionghoa
dikedepankan oleh pemerintah di bidang ekonomi. Oleh karena komunitas Tionghoa
sangat banyak di Medan dan di Kuala Lumpur maka diangkat kapitein (kepala
komunitas Tionghoa). Para kapiten (serta letnannya) cenderung memiliki banyak
kesempatan yang kemudian mereka itu menjadi pengusaha-pengusaha berpengaruh.
Tidak hanya berpengaruh kepada Sultan juga pengaruhnya mereka dapat mengubah
program pemerintah kolonial. ‘Kolaborasi’ tiga serangkai (Sultan, Residen dan
Kapitein Cina) yang notabene juga pendatang, cenderung menekan penduduk asli atau
orang pendatang yang lebih awal (Mandailing dan Angkola). Sultan Deli (Riaouw)
datang dari (pelabuhan) Laboehan ke Medan, Sultan Selangor (Makassar, sering
dipertukarkan sebagai Bugis) datang dari (pelabuhan) Klang ke Kuala Lumpur.
Saat John Anderson melakukan ekspedisi di selat Malaka (pantai timur
Sumatra dan pantai barat Semenanjung) orang-orang Mandailing dan Angkola
sudahlah berada di sekitar pertemuan sungai Gombak dan sungai Klang (area ini
kemudian menjadi Kwala Loempoer), sementara orang-orang Karo sudah sejak lampau
mendiami daerah pengaliran sungai Deli. Salah satu kampoeng di pertemuan sungai
Deli di hulu dengan sungai Babura disebut kampoeng Medan Poetri. Antara
kampoeng Medan Poetri dan Laboehan (muara sungai Deli) terdapat Kampoeng Poelo
Braijan (sekarang Pulau Brayan). Menurut John Anderson (1823), terjadi perang
antara Radja Poelo Braijan (Batak) dengan Soeltan di Laboehan (Melayoe). John
Anderson mencoba menengahi tetapi tidak berhasil. John Anderson menyebut
otoritas Soeltan hanya terbatas di Laboehan dan Pertjoet, sedangkan wilayah
dari pantai ke pedalaman dihuni penduduk Batak. Populasi di Laboehan hanya
terdiri dari 200 rumah sedangkan penduduk Batak hingga ke pegunungan (Karaw) banyaknya
40.000. Dalam laporan-laporan Belanda kemudian, Soeltan meminta bantuan
Ingggris di Penang dan menempatkan seorang Kapten di Laboehan. Sejak itu,
posisi Soeltan di Laboehan semakin kuat
Soeltan Deli dan Soeltan
Selangor mengawali invasi ke pedalaman sedikit berbeda. Soeltan Deli melakukan
invasi ke pedalaman hingga hulu sungai Deli (pertemuan dengan sungai Babura)
bermula ketika Belanda menaneksasi Deli tahun 1863. Sejak itu di Laboehan
ditempatkan seorang Controleur Belanda. Pada tahun 1865 muncul pengusaha
tembakau, Nienhuys yang dalam perkembangannya membutuhkan lahan kebun yang
lebih luas hingga ke hulu sungai Deli di Medan, Soeltan Deli menjual lahan-lahan
orang Batak (Karo) dalam bentuk konsesi kepada Nienhuys (dan planter-planter
yang menyusul).
Sejak itu pundi-pundi Soeltan semakin kuat. Atas penyerobotan lahan-lahan
ini, orang-orang Batak yang dipimpin oleh Datoe Soenggal menentang kuat
perilaku Soeltan dan para planter. Muncullah perang yang mana Soeltan dan para
planter dibantu oleh militer Belanda yang didatangkan dari Bengkalis. Kebutuhan
tenaga kerja semakin banyak lalu didatangkan kuli dari Tiongkok. Muncul pengusaha
Cina Tjong Jong Hian yang diangkat sebagai Kapietein. Persoalan semakin rumit
hingga puncak Perang Soenggal terjadi pada tahun 1878. Sejak itu kekuatan
orang-orang Batak di hulu sungai Deli semakin melemah (sebaliknya Soeltan yang
sebelumnya yang hanya memiliki otoritas di sekitar muara sungai di pantai mulai
secara perlahan merangsek ke pedalaman). Sejak itu orang-orang Batak semakin
melayu. Sedangkan orang-orang Tionghoa semakin berjaya lebih-lebih setelah adik
Tjong Jong Hian bernama Tjong A Fie diangkat sebagai Kaptein Cina (Tjing Jong
Hian menjadi Majoor). Sejak itulah Medan dibenamkan sebagai wilayah yang bukan
wilayah orang Batak (dan dipersepsikan sebagai wilayah orang Melayu).
Sultan Selangor, Radja Laoet (1880) |
Sumatra-courant, 30-10-1875 |
Soeltan, Residen dan Kapitein, 1884 |
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Pertanyaan saya kepada pengguna blog.
BalasHapusBisakah dicantumkan alamat detail si sutan puaso tsb. Karena mandailing itu sangat luas.
Kemudian silsilahnya, contohnya. Fulan bin fulan atau sislsilah nya difotokan..
Agar yang membaca atau membutuhkan referensi infonya lebih jelas.
Artikel ini membatasi pada geopolitik (geografi politik) era kolonial. Untuk mendapatkan gambaran keseuluruhan tentang Soetan Puasa, seliahkan membaca buku 'Sutan Puasa: Founder of Kuala Lumpur’yang ditulis oleh Abdur-Razzaq Lubis (diterbitkan di Malaysia).
BalasHapusDemikian
Selamat belajar sejarah