Area yang menjadi Kota (lama) Semarang di masa lampau adalah pertemuan luapan air bah (air banjir) dan luapan air pasang (rob). Pada era Pemerintahan Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) mulai dirintis kanal-kanal agar persaingan antar banjir dan rob dapat dikendalikan seperti halnya di Amsterdam. Namun ternyata itu tidak mudah. Akhirnya Kota Semarang gagal menjadi replika Kota Amsterdam.
Sungai Semarang (1880) |
Bagaimana sungai Semarang menghilang jarang terinformasikan.
Padahal situs sungai Semarang justru sangat banyak menyimpan artefak-artefak
kuno. Hal ini karena di sungai inilah pada masa lampau terjadi lalu lintas
perdagangan yang intens antara penduduk asli di pedalaman (Jawa) dan para
pedagang-pedagang Melayu, Tionghoa, Arab dan lainnya. Oleh karena itu, ada baiknya
sejarah situs sungai Semarang perlu dihidupkan kembali agar warga Kota Semarang
tidak gagal memahami kota yang indah ini. Mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Sungai Semarang dan Sungai Tjiliwong
Sungai Semarang adalah
sungai yang secara alamiah telah terbentuk sejak jaman kuno. Sebagaimana
sungai-sungai alamiah (bentukan alam) wujudnyaberbelok-belok mengikuti hukum
alam: air menurun ke tempat yang lebih rendah dan air mengalir sampai jauh.
Gambaran ini dalam peta di atas, sungai Semarang tampak sebelah barat.
Sedangkan yang tampak sebelah timur adalah Havenkanaal yang wujudnya berbentuk
lurus menuju pantai. Havenkanaal adalah suatu kanal yang dibuat untuk
menghubungkan sungai Semarang dengan pelabuhan baru di pantai. Pelabuhan-(pelabuhan)
lama berada di sepanjang sungai Semarang mulai dari pintai hingga ke titik
dimana sungai Semarang disodet (menjadi Havenkanaal). Sejak adanya Havenkanaal
ini sungai Semarang di hilir secara perlahan namanya menghilang. Pada masa ini,
Havenkanaal dianggap sungai Semarang, padahal sungai Semarang sudah lama hilang
dari sistem navigasi (sistem navigasi yang muncul adalah Havenkanaal).
Sungai Semarang, Kanal Barat dan Havenkanaal (1880) |
Sungai Semarang, Rawayatmu Dulu; Havenkanaal,
Rawayatmu Kini
Sungai Semarang yang
asli pada masa ini sejatinya masih berwujud tetapi sangat kecil. Namun nama
sungai Semarang bukan menunjukkan sungai yang asli tetapi merujuk pada
Havenkanaal. Sungai Semarang ini dulunya sangat lebar dapat dilalui perahu-perahu
besar, tapi kini sungai selain menyempit, juga tampak dangkal dan airnya
terkesan kotor (akibat pembuangan limbah rumahtangga dan limbah industri).
Havenkanaal Semarang, 1880 |
Setali tiga uaang, Havenkanaal
yang kini (juga) disebut Sungai Semarang juga airnya terkesan kotor. Jika
banjir muncul (banjir kiriman dan banjir rob), air kotor di sungai Semarang
(eks Havenkanaal) terangkat yang dapat menjadi sumber penyakit.
Sungai Semarang dan Gedung Lawang
Sewu
Lantas apa hubungan sungai
Semarang dengan pembangunan gedung pusat kereta api tempo doeloe (Hoofdkantoor
van de Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij). Gedung ini kini lebih dikenal
sebagai Lawang Sewoe. Satu hal, bahwa di bagian bawah Lawang Sewoe terdapat
genangan air. Mengapa?
Gedung Lawang Sewoe, 1907 |
Pada saat pembangunan
gedung Lawang Sewoe ini, kondisi sungai Semarang masih bersifat alamiah, besar
dan airnya masih bersih. Ada kalanya sungai meluap di waktu banjir. Tinggi
permukaan air tanah di lokasi dimana gedung akan dibangun cukup tinggi,
sementara gedung yang akan dibangun sangat besar. Akibatnya, konstruksi gedung
yang akan dibangun harus mempertimbangkan rembesan air sungai Semarang pada
struktur pondasi gedung dengan menyediakan ruang (space) kosong dan saluran
pembuangan.
Sketsa 1904 (merah-rel kereta api; hitam=sungai Semarang) |
Ruang kosong di bawah
gedung Lawang Sewu yang berisi air dan saluran pembuangan (kanal kecil) pada
masa ini diinterpretasi bermacam-macam. Padahal secara teknis dua hal itu
dibuat di masa lampau untuk adaptasi terhadap perilaku (banjir) sungai
Semaranng dengan keberadaan gedung mega proyek tersebut. Pembangunan kanal
barat sendiri tidak menyelesaikan semua persoalan di dalam Kota Seamarang termasuk rencana konstruksi gedung Lawang Sewu. Konstruksi gedung Lawang Sewu jika dilihat dari dalam tanah seakan mengikuti pola pembangunan rumah panggung di pinggir pantai..
Persoalan banjir di sungai Semarang
sudah pernah ditangani dengan pembangunan kanal di hulu sungai Semaramg yang
disebut Badjir Kanal (bandjirkanaal). Kanal besar ini mulai beroperasi pada
tanggal 23 Januari 1879 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 14-03-1885). Kanal barat bersamaan dibangun dengan bendungan
Simongan,
Kanal barat hanya
menyelesaikan sebagian persoalan banjir di hilir. Dalam pembangunan konstruksi
gedung Lawang Sewu, rembesan air di area gedung Lawang Sewu hanya mengatasi
sebagian permasalahan. Sebagian yang lain sesungguhnya juga akibat tekanan air
laut di bawah permukaan tanah pada musim kemarau. Persoalan banjir di Semarang
tidak hanya kontribusi air dari pegunungan tetapi juga air dari lautan.
Pembangunan konstruksi pondasi gedung Lawang Sewu adalah cara adaptasi
pembangunan gedung ala Semarang di masa lampau.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan
hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan
artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya
yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar