Kamis, 19 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (88): Bahasa Kuantan Hulu Sungai Kuantan dan Sungai Kampar; Riau di Wilayah Antara Minangkabau dan Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku di Kuantan merupakan suku Minangkabau. Diikuti oleh para migran Batak, Melayu, Jawa, serta suku lainnya di daerah sentra-sentra transmigrasi dan areal perkebunan. Selain itu juga suku-suku lain yang masuk belakangan dan umumnya bekerja sebagai buruh di perkebunan. Mata pencarian utama penduduk di daerah ini sebagian besar bertani.


Bahasa Kuantan adalah salah satu bahasa yang dituturkan oleh orang Kuantan di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Kuantan merupakan salah satu dialek dalam bahasa Melayu Riau. Namun, banyak pakar lainnya juga berpendapat bahwa Kuantan juga merupakan salah satu dialek dari bahasa Minangkabau karena banyak kemiripan dan beberapa persamaan diantara mereka. Dialek Kuantan memiliki juga kemiripan dengan dialek di sekitarnya, seperti dialek Kampar dan Rokan Hulu. Kosa kata dialek Kuantan: satu   (oso/ciek/satu), dua     (duo), tiga (tigo), empat  (ompek), lima  (limo), enam    (onam), tujuh   (tujua), delapan (lapan), Sembilan (sambilan), sepuluh (sapulua), sebelas(sabole); kakek (datuak), nenek (ino/niniak), ayah (aba/ayah), ibu (ondek/ndek/mondek). (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kuantan di hulu sungai Kuantan dan sungai Kampar? Seperti disebut di atas, bahasa Kuantan dituturkan oleh orang Kuantan di hulu sungai Kiantan; Wilayah Riau diantara Minangkabau dan Jambi. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kuantan di hulu sungai Kuantan dan sungai Kampar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (87): Bahasa Batin Wilayah Pedalaman Sumatra, Ulu Sungai Batanghari; Dialek-Dialek Bahasa Melayu di Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Batin adalah suku Melayu di provinsi Jambi di pedalaman Sumatra menganut sistem matrilineal. Orang Batin berasal dari orang yg mendiami daerah pegunungan seperti orang Kerinci, menggunakan bahasa Melayu dialek Jambi, sedikit campuran dialek bahasa Minang. Kebudayaan orang Batin kebudayaan berunsur Melayu dan mengalami perpaduan budaya Minangkabau. Wilayah: Jangkat, Muara Siau, Bangko, Tabir, Pauh, Muara Bungo, Rantau Pandan, Tebo Ulu, dan Tebo Ilir.


Bahasa Melayu Jambi adalah dialek bahasa Melayu yang dituturkan khususnya di wilayah provinsi Jambi, bagian selatan provinsi Riau dan bagian utara provinsi Sumatera Selatan. Terdapat dua kontroversi mengenai Bahasa Jambi dengan bahasa Melayu. Sebagian pakar bahasa menganggap bahasa ini sebagai dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya. Sedangkan yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu. Bahasa Melayu Jambi atau masyarakat Jambi sering menyebut dengan Baso Jambi, yang masih satu rumpun dengan bahasa melayu lainnya di Nusantara, yakni rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Melayu Jambi sendiri terkenal dengan dialek "O" nya mirip dengan bahasa Melayu Palembang dan bahasa Melayu Bengkulu yang sama-sama berdialek "O". Bahasa Melayu Jambi digunakan untuk berinteraksi antar suku yang ada di provinsi Jambi. Bahasa Melayu Jambi memiliki delapan dialek: Dialek Kota Jambi, Muaro Jambi, Batanghari, Jabung, Tebo, Bungo, Sarolangun, Merangin (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Batin di wilayah pedalaman Sumatra, hulu sungai Batanghari? Seperti disebut di atas, bahasa Batin di tuturkan orang Bati di wilayah Jambi bagian pedalaman. Dialek-dialek bahasa Melayu di Jambi. Lalu bagaimana sejarah bahasa Batin di wilayah pedalaman Sumatra, hulu sungai Batanghari? Sepert kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 18 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (86): Bahasa Semende di Pedalaman Sumatra di Timur Gunung Patah; Aksara dan Nama Semendo atau Semende?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Semende atau Semendo adalah suku bangsa di Sumatera Selatan. Suku ini memiliki dua subsuku atau bisa juga disebut marga/klan/kaum yaitu Semende Darat dan Semende Lembak. Semende Darat di Pulau Panggung dan Muara Enim. Semende Lembak di Pulau Beringin, Sungai Are, Sindang Danau, dan Mekakau Ilir di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Mereka juga tinggal di Kecamatan Semendo Darat Laut, Semendo Darat Tengah, Semendo Darat Ulu. Suku Semende merupakan bagian rumpun Melayu Tengah.


Bahasa Melayu Semende isolek bahasa Melayu Tengah dituturkan suku Semende. Cakupan wilayah relatif kecil, variasi dialektis bahasa Semende minim. Bahasa Semende memiliki aksara disebut Surat Ulu (berkerabat aksara Rejang dan Lampung). Sistem bahasa Semende banyak persamaan bahasa Besemah. Struktur morfologis bahasa Semende ‘kabah’ bagi pantaran jenis kelamin sama, ‘dengah’ berbeda jenis kelamin, ‘kamu’ bagi lebih tua. Akhiran -an dalam bahasa Semende digunakan menyatakan pengertian kebun, seperti kaweghan berarti kebun kopi dan pisangan berarti kebun pisang. Pembentukan kata ulang dengan pola fonem awal bentuk dasar + /e/ + bentuk dasar, misalnya dedue (dua-dua), tetige (tiga-tiga), dan sesenai (lambat-lambat). Menurut Bahar Datuk Mangkuto Alam, istilahnya Semende, -e, bukan Semendo, -o. Asal kata adalah "same ande" arti "sama-sama anak, sama-sama berhak". Barmawi menjelaskan "Semendo" dari kata "semende" berarti perkawinan. Kata semende terdiri dari kata se + ende yang mendapatkan sisipan -m-. "Se" berarti satu, sedangkan "ende" berarti kedua pihak laki-laki masuk ke rumah perempuan mematuhi satu adat perkawinan, yaitu laki-laki masuk rumah perempuan tersebut tidak dijual, demikian pula pihak perempuan tidak membeli. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Semende di pedalaman Sumatra di timur gunung Patah. Seperti disebut di atas, bahasa Semende di daerah aliran sungai Lematang di Muara Enim. Aksara dan nama Semendo dan Semende. Lalu bagaimana sejarah bahasa Semende di pedalaman Sumatra daerah aliran sungai (DAS) Lematang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (85): Bahasa Lematang di Pedalaman Sumatra; Dialek Bahasa Melayu di Wilayah Antara Lahat dan Muara Enim


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Lematang atau Melayu Lematang adalah satu suku Melayu di sepanjang pinggir Sungai Lematang dari Kabupaten Lahat sampai ke Kabupaten Muara Enim. Di Kabupaten Lahat, mereka tinggal di wilayah Pulau Pinang, Lahat, dan Merapi. Di Kabupaten Muara Enim, mereka tinggal di wilayah Muara Enim, Gunung Megang, Sungai Rotan, Muara Enim dan Tebat Agung. Dialek Lematang mirip dengan dialek Enim. Suku ini juga menempati Kota Prabumulih sering disebut orang Lahat (Jeme Lahat).


Bahasa Melayu Lematang adalah dialek bahasa Melayu oleh etnis Melayu Lematang (Jeme Lematang atau Uhang Lematang), yang merupakan etnis pribumi yang berasal dari daerah sekitar Sungai Lematang di Sumatera Selatan. Bahasa ini telah dipertuturkan oleh etnis Melayu Lematang sejak lama namun dengan seiring perkembangan jaman, bahasa Lematang mulai terkikis penggunaannya dikarenakan proses globalisasi yang mendorong masyarakat etnis Lematang untuk bertutur dalam bahasa-bahasa yang lain (terutama bahasa Melayu Palembang). Berdasarkan Statistik Kebahasaan 2020, bahasa Melayu Lematang bersama dengan bahasa Melayu Sakai dan Bahasa Melayu Tungkal dikategorikan sebagai bahasa-bahasa di pulau Sumatra yang hampir mengalami kepunahan. Bahasa Melayu Lematang berdasarkan penggolongan linguistiknya merupakan bagian dari rumpun bahasa Melayu, yang merupakan salah satu golongan linguistik utama rumpun bahasa Melayik yang secara umum dipertuturkan di wilayah tenggara pulau Sumatra. Bahasa Melayu Lematang memiliki beberapa dialek yang terdiri dari: Megang, Rambang, Rambutan, Tanjung dan Ujanmas (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Lematang di pedalaman Sumatra? Seperti disebut di atas, bahasa Lematang adalah dialek bahasa Melaayu di daerah aliran sungai Lematang. Dialek bahasa Melayu di wilayah antara Lahat dan Muara Enim. Lalu bagaimana sejarah bahasa Lematang di pedalaman Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 17 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (84): Bahasa Empat Lawang di Pedalaman Sumatra; Palembang di Pantai Timur - Bengkulu di Pantai Barat Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Empat Lawang adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Ibu kotanya adalah Tebing Tinggi. Kabupaten Empat Lawang diresmikan pada 20 April 2007. Kabupaten Empat Lawang merupakan pemekaran dari kabupaten Lahat. Wilayah Empat Lawang berada di wilayah pegunungan diantara wilayah Palembang dam wilayah Bengkulu.


Bahasa Melayu, bahasa Palembang, atau bahasa Musi adalah dialek yang digunakan masyarakat di sebagian wilayah Sumatera Selatan. Di antara berbagai macam bahasa daerah Sumatera Selatan, bahasa Melayu atau Palembang (dialek kota) juga berfungsi sebagai bahasa pemersatu. Bahasa Melayu di provinsi Sumatera Selatan biasanya dituturkan di wilayah Empat Lawang, Musi Rawas, Banyuasin, Penukal Abab Lematang Ilir, dan lain-lain. Di Sumatra Selatan bahasa Melayu terdiri dari sembilan dialek, yaitu Palembang Sukabangun, Kisam, Muara Saling, Selangit, Rupit, Bentayanyang, Palembang, Padang Binduyang, dan dialek Talang Ubi. Berdasarkan perhitungan dialektometri, persentase perbedaan sembilan dialek itu adalah 51-80%. Isolek Melayu adalah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81-100% jika dibandingkan dengan bahasa Kayu Agung, Ogan, Pademaran, Komering, dan Lematang (https://www.detik.com/edu/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Empat Lawang di pedalaman Sumatra? Seperti disebut di atas bahasa Empat Lawang dituturkan di wilayah Empat Lawang. Palembang di pantai timur dan Bengkulu di pantai barat Sumatra. Lalu bagaimana sejarah bahasa Empat Lawang di pedalaman Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (83): Bahasa Krui di Bagian Selatan Pantai Barat Pulau Sumatra; Dialek Bahasa Lampung dan Pasemah di Bengkulu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Krui atau Kroi adalah salah satu subsuku/bagian dari suku Lampung yang bermukim di kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Suku Krui diperkirakan berjumlah 30.000 jiwa. Suku Krui menggunakan dialek Lampung yang memiliki pelafalan 'a' jelas. Dahulu hasil bumi utama mereka adalah satu spesies pohon damar. Bahasa Krui atau yang sering juga disebut sebagai bahasa Lampung Krui merupakan salah satu dialek dari bahasa Lampung yang dituturkan oleh masyarakat di kawasan pesisir barat Lampung.


Bahasa Lampung (cawa Lampung) atau rumpun bahasa Lampungik adalah sebuah bahasa atau kelompok dialek Austronesia, terutama dari kalangan suku Lampung beserta rumpunnya di selatan Sumatra. Terdapat dua atau tiga ragam bahasa Lampung, yaitu: Lampung Api (juga disebut Pesisir atau dialek A), Lampung Nyo (juga disebut Abung atau dialek O), dan Komering. Ragam terakhir terkadang dianggap sebagai bagian dari Lampung Api, tetapi terkadang juga dianggap sebagai bahasa yang berdiri sendiri terpisah dari bahasa Lampung. Meski bahasa Lampung memiliki jumlah penutur yang lumayan besar, bahasa ini merupakan bahasa minoritas di Provinsi Lampung sendiri. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Krui di bagian selatan pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas bahasa Krui adalah dialek bahasa Lampung yang kini masuk wilayah Bengkulu. Dialek bahasa Lampung dan Pasemah di Bengkulu. Lalu bagaimana sejarah bahasa Krui di bagian selatan pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.