Jumat, 17 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (24): Pers Amerika Diantara Pers Belanda dan Pers Indonesia: G McTurnan Kahin, BM Diah, Mochtar Lubis


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Pers Amerika Serikat sejatinya pernah membantu pers Indonesia di dunia pers internasional. Itu bermula pada masa perang kemerdekaan Indonesia. Jurnalis Amerika Serikat George McTurnan Kahin melaporkan situasi pendudukan Belanda/NICA di Jogjakarta tanggal 18 Desember 1948. Kisah ini diduga yang menjadi alasan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memberikan beasiswa para jurnalis Indonesia studi pers ke Amerika Serikat, diantaranya BM Diah dan Mochtar Lubis. Studi pers ke Eropa/Belanda menjadi masa lalu.


Profesor Amerika: Indonesia beruntung punya UU Pers.  Sabtu, 17 Maret 2018. Jakarta (Antara News) - Profesor Jurnalisme Universitas George Washington, Janet Steele berpendapat bahwa jurnalis Indonesia jauh lebih beruntung ketimbang di negara-negara Asia Tenggara lainnya karena telah memiliki Undang-Undang Pers. "Saya sudah pernah ke Singapura dan Brunei, walaupun teknologinya maju, tapi mereka masih dikontrol pemerintah. Setelah Reformasi ada UU Pers dan Dewan Pers, pemerintah tidak bisa campur tangan. Steele mengunjungi Indonesia dalam rangka penerbitan bukunya "Mediating Islam: Jurnalisme Kosmopolitan di Negara-Negara Muslim Asia Tenggara" berdasarkan penelitiannya terhadap media di Indonesia dan Malaysia. Menurut Steele, direktur Institute for Public Diplomacy and Global Communication, Undang-Undang No 40 tentang Pers telah memberikan jaminan perlindungan kepada wartawan untuk melakukan tugas-tugas jurnalistik dan jika terjadi masalah, pihak mana pun termasuk pemerintah harus menyelesaikannya melalui Dewan Pers. Steele meneliti kaitan Islam dan jurnalisme di tiga media di Indonesia, yakni Majalah "Sabili", Harian "Republika", Majalah "Tempo"; dan dua media Malaysia, yaitu "Harakah" dan "Malaysia Kini". Peraih gelar doktor bidang sejarah dari Universitas John Hopkins, AS, tersebut mengatakan penelitian kualitatifnya dapat dilakukan dengan dilandasi rasa saling percaya, pertemanan, dengan sesekali ia menjadi pengajar dalam kelas jurnalisme di berbagai media, termasuk di Yayasan Pantau dan Koran Tempo. (https://www.antaranews.com/)

Lantas bagaimana sejarah pers Amerika Serikat diantara pers Belanda dan pers Indonesia? Seperti disebut di atas, pers Amerika Serikatc pernah membantu Indonesia ketika pers Indonesia lumpuh pada saat terjadinya pendudukan Belanda/NICA ke wilayah Republik. Jurnalis yang membantu itu adalah George McTurnan Kahin yang kemudian BM Diah, Mochtar Lubis dan lainnya studi pers ke Amerika Serikat. Lalu bagaimana sejarah pers Amerika Serikat diantara pers Belanda dan pers Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (23): Pers Semasa Perang Kemerdekaan Indonesia; Jogjakarta, Soerakarta, Padang Sidempoean, Bukittinggi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

‘Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia’. Pernyataan ini tidak tepat. Awal perjuangan (orang) Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia sudah dimulai sejak lama sejak era Pemerintah Hindia Belanda dengan mengusung nama Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah puncak perjuangan (bangsa) Indonesia. Berdirinya organisasi PWI bukan awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.


Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) organisasi wartawan pertama di Indonesia, berdiri 9 Februari 1946 di Surakarta (tanggal tersebut ditetapkan sejak 1985, sebagai Hari Pers Nasional). Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia. Sebelum didirikan, panitia persiapan dibentuk 9-10 Februari 1946 di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, saat pertemuan antar wartawan Indonesia. Pertemuan tersebut menghasilkan dua keputusan, diantaranya adalah: Disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo. Disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan: Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta), BM Diah (Merdeka, Jakarta). Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta). Ronggodanukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto). Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya). Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang). Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang), Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakyat Yogyakarta). Delapan orang komisi yang telah dibentuk tersebut selanjutnya dibantu oleh Mr. Sumanang dan Sudarjo Tjokrosisworo, merumuskan hal-ihwal persuratkabaran nasional waktu itu dan usaha mengkoordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional
(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pers Indonesia semasa perang kemerdekaan? Seperti disebut di atas, pers semasa perang kemerdekaan Indonesia adalah pers Indonesia yang mengambil bagian dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Apakah dalam hal ini ada pers Indonesia yang mengambil sikap sebaliknya? Ada, pers Indonesia yang mendukung kerjasama dengan (kerajaan) Belanda. Pers Indonesia ini terdapat di berbagai tempat seperti di Djakarta, Medan, Jogjakarta, Soerakarta, Sibolga dan Bukittinggi. Lalu bagaimana sejarah pers Indonesia semasa perang kemerdekaan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 16 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (22):Saat Berakhir Pers Belanda, Pers Indonesia di Pendudukan Jepang; The King of Java Press - Para Junior


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Ada satu fase pers di Indonesia yang terbilang samar-samar, eksis tetapi tidak terinformasikan sepenuhnya, terjadi pada masa pendudukan Jepang. Hal yang sama juga terjadi pada era semasa ketika (negeri) Belanda diduduki Jerman. Pers Indonesia pada masa pendudukan Jepang, tidak dapat dikatakan terkontrol, tetapi lebih tepat disebut diarahkan, Para jurnalis di Indonesia pada masa pendudukan Jepang, bukanlah jurnalis Jepang, tetapi para jurnalis Indonesia sendiri. Sejumlah jurnalis terpenting pada masa pendudukan Jepang, derik-detik berakhir Pers Belanda adalah Parada Harahap, Adinegoro, Adam Malik, Sakti Alamsjah, Mochtar Lubis dan BM Diah.


Perkembangan pers di era pendudukan Jepang & revolusi fisik. Selasa, 21 Juni 2016. Merdeka.com - Wartawan adalah seseorang yang bekerja untuk pers. Pers adalah sebuah media yang ditujukan kepada orang umum. Pers ini mengalami perkembangan dari masa ke masa, mulai dari masa penjajahan Jepang sampai sekarang. Di masa pendudukan Jepang, pers ini cuma digunakan buat alat pemerintah Jepang dan dibuat untuk mendukung Jepang. Pers mengalami banyak sekali penderitaan dan pengekangan kebebasan yang lebih buruk daripada di jaman Belanda. Namun, ada beberapa keuntungan bagi perkembangan pers Indonesia yang bekerja di penerbitan Jepang, yaitu: (1) Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers semakin bertambah (2) Penggunaan Bahasa Indonesia dalam media pers makin sering dan luas (3) Ada pengajaran untuk rakyat supaya bisa berpikir kritis terhadap berita yang diberikan oleh sumber resmi dari Jepang. Sedangkan di jaman periode revolusi fisik yang terjadi antara tahun 1945 sampai 1949, pers ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu: (1) Pers NICA, yaitu pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh sekutu dan Belanda yang dinamakan sebagai Belanda. (2) Pers Republik, yaitu pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia sendiri. Sesuai dengan fungsi, naluri dan tradisinya, pers sudah seharusnya menjadi penjaga kepentingan publik atau lebih kita kenal dengan public watch dog. Untuk bisa mengatasi masalah pers, pemerintah membentuk Dewan Pers di tanggal 17 Maret 1950, yang anggotanya terdiri dari orang-orang surat kabar, cendikiawan, dan pejabat-pejabat pemerintah
(https://www.merdeka.com/)

Lantas bagaimana sejarah detik berakhir pers Belanda, pers Indonesia masa pendudukan Jepang? Seperti disebut di atas, pers (berbahasa) Belanda tamat pada masa pendudukan Jepang, pers Indonesia berada di atas angin. Siapa mereka? The King of Java Press di Jawa dan para junior. Lalu bagaimana sejarah detik berakhir pers Belanda, pers Indonesia masa pendudukan Jepang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (21): Djamaloedin Adinegoro, Bintang Timoer ke Pewarta Deli; Studi Pers ke Eropa, Hadiah Adinegoro Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Nama Adinegoro masa kini cukup dikenal di dunia pers Indonesia, karena ada hadiah pers setiap tahun yang disebut Hadiah Adinegoro. So, siapa Adinegoro? Nama aslinya adalah Djamaloedin. Bagaimana hubungan Djamaloedin dan Mohamad Jamin dengan Parada Harahap dan Abdoellah Lubis? Yang jelas Djamaloedian alias Adinegoro berkembang dari Bintang Timoer hingga Pewarta Deli.


Djamaluddin Adinegoro (14 Agustus 1904 – 8 Januari 1967) sastrawan dan wartawan kawakan Indonesia. Ia berpendidikan STOVIA (1918-1925) dan pernah memperdalam pengetahuan mengenai jurnalistik, geografi, kartografi, dan geopolitik di Jerman dan Belanda (1926-1930). Nama asli Adinegoro adalah Djamaluddin, adik Muhammad Yamin, saudara satu bapak, ayah mereka Usman gelar Baginda Chatib. Adinegoro terpaksa memakai nama samaran karena ketika di STOVIA tidak diperbolehkan menulis, padahal, keinginannya menulis tinggi, maka digunakan nama samaran Adinegoro. Ia pun bisa menyalurkan keinginannya untuk mempublikasikan tulisannya tanpa diketahui orang bahwa Adinegoro itu adalah Djamaluddin. Oleh karena itulah, nama Adinegoro sebagai sastrawan lebih terkenal daripada nama aslinya. Ia memulai karier wartawan di majalah Caya Hindia. Setiap minggu ia menulis artikel tentang masalah luar negeri di majalah tersebut. Ketika belajar di luar negeri (1926—1930), ia nyambi menjadi wartawan bebas pada surat kabar Pewarta Deli (Medan), Bintang Timur, dan Panji Pustaka (Batavia). Kembali ke tanah air, Adinegoro memimpin majalah Panji Pustaka 1931, tetapi, tidak bertahan lama, hanya enam bulan. Sesudah itu, ia memimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan (1932—1942). Selama pendudukan Jepang, ia juga pernah memimpin Sumatra Shimbun. Pada tahun 1974 Adinegoro dianugerahi gelar Perintis Press Indonesia. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai badan tertinggi insan press nasional, menyediakan tanda penghargaan tertinggi bagi karya jurnalistik terbaik setiap tahunnya, yaitu Hadiah Adinegoro. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Djamaloedin alias Adinegoro, dari Bintang Timoer ke Pewarta Deli? Seperti disebut di atas, nama Adinegoro kini cukup dikenal dengan penganugerahan Hadiah Adinegoro di dunia pers Indonesia. Namun meski sejarahnya sudah ada yang menulis, tertapi narasi sejarahnya tidak terinformasikan sepenuhnya. Lalu bagaimana sejarah Djamaloedin alias Adinegoro, dari Bintang Timoer ke Pewarta Deli? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 15 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (20):Kantor Berita Antara dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap; Riwayat Adam Malik hingga Mochtar Lubis


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Kantor berita Antara masih eksis hingga ini hari. Dalam narasi sejarah Antara pada masa ini, selalu hanya dikaitkan dengan empat nama, para pendiri: Albert Manumpak Sipahutar, Mr. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena. Mengapa begitu? Sebab sejarah kantor berita Antara mengindikasikan banyak yang tidak terinformasikan.


Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara merupakan kantor berita di Indonesia dimiliki Pemerintah Indonesia sebagai BUMN. Perum Antara diberikan tugas Pemerintah melakukan peliputan dan penyebarluasan informasi yang cepat, akurat, dan penting. NV Kantor Berita Antara didirikan 13 Desember 1937, pada saat itu diterbitkan pertama, Buletin Antara, di jalan Raden Saleh Kecil No. 2 Jakarta. Para pendiri Albert Manumpak Sipahutar, Mr. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena. Redaktur adalah Abdul Hakim dibantu Sanoesi Pane, Mr. Soemanang, Mr. Alwi, Sjaroezah, Sg. Djojopoespito. Tahun 1941, jabatan Direktur Mr. Sumanang diserahkan kepada Sugondo Djojopuspito, sedangkan jabatan Redaktur tetap pada Adam Malik merangkap Wakil Direktur. Kantor Antara 1942 pindah ke Noord Postweg 53 Paser Baroe bersama dengan Kantor Berita Domei, Soegondo pindah bekerja di Kantor Shihabu, Adam Malik dan AM Sipahutar tetap menjadi pegawai Domei. Tahun 1946, hijrah ke Yogyakarta. Pada masa itu, Direkturnya Adam Malik, dengan pimpinan sehari-hari Pangulu Lubis dan Rachmat Nasution (ayah Adnan Buyung Nasution). Tahun 1962, Antara resmi menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional berada di bawah Presiden (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan kantor berita Antara? Seperti disebut di atas, kantor berita Antara yang dibentuk pada era Pemerintah Hindia Belanda masih eksis hingga ini hari. Bagaimana sejarah lengkapnya? Yang jelas ada fase erjarah Adam Malik hingga Mochtar Lubis yang kurang terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan kantor berita Antara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (19): Perjuangan Pers Indonesia, dari Kongres ke Kongres; Kongres Pers Indonesia, Kini Dewan Pers


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Apa perbedaan Kongres Pers Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda dengan masa kini era Pemerintah Republik Indonesia.  Tentu banyak. Sebab situasi dan kondisi yang dihadapi berbeda. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Kongres Pers Indonesia menjadi simpul penting dalam perjuangan pers Indonesia. Beda dengan sekarang yang berada di dalam Dewan Pers.


Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia. Dewan Pers berdiri pada tahun 1966 melalui Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, tetapi pada saat itu Dewan Pers berfungsi sebagai penasehat pemerintah dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan. Seiring berjalannya waktu Dewan Pers terus berkembang dan akhirnya memiliki dasar hukum terbaru yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak saat itu, Dewan Pers menjadi sebuah lembaga independen. Pembentukan Dewan Pers juga dimaksudkan untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM), karena kemerdekaan pers termasuk sebagai bagian dari HAM. Dewan Pers memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers tidak memiliki perwakilan dari Pemerintah pada jajaran anggotanya. Fungsi Dewan Pers menurut Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Pers, Dewan Pers berfungsi sebagai berikut: Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; Mendata perusahaan pers. Dewan Pers terdiri atas 4 komisi agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Komisi-komisi yang terdapat dalam Dewan Pers adalah: 1. Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers; 2. Komisi Hukum dan Perundang-Undangan; 3. Komisi Pendidikan dan Pelatihan; 4. Komisi Hubungan Antarlembaga dan Hubungan Luar Negeri (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah perjuangan pers Indonesia dan kongres ke kongres? Seperti disebut di atas, ada perbedaan antara era Pemerintah Hindia Belanda dan era Pemerintah Republik Indonesia. Kongres Pers Indonesia hingga Kini Hari Pers Nasional. Lalu bagaimana sejarah perjuangan pers Indonesia dan kongres ke kongres? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.