Rabu, 15 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (19): Perjuangan Pers Indonesia, dari Kongres ke Kongres; Kongres Pers Indonesia, Kini Dewan Pers


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Apa perbedaan Kongres Pers Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda dengan masa kini era Pemerintah Republik Indonesia.  Tentu banyak. Sebab situasi dan kondisi yang dihadapi berbeda. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Kongres Pers Indonesia menjadi simpul penting dalam perjuangan pers Indonesia. Beda dengan sekarang yang berada di dalam Dewan Pers.


Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia. Dewan Pers berdiri pada tahun 1966 melalui Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, tetapi pada saat itu Dewan Pers berfungsi sebagai penasehat pemerintah dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan. Seiring berjalannya waktu Dewan Pers terus berkembang dan akhirnya memiliki dasar hukum terbaru yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak saat itu, Dewan Pers menjadi sebuah lembaga independen. Pembentukan Dewan Pers juga dimaksudkan untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM), karena kemerdekaan pers termasuk sebagai bagian dari HAM. Dewan Pers memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers tidak memiliki perwakilan dari Pemerintah pada jajaran anggotanya. Fungsi Dewan Pers menurut Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Pers, Dewan Pers berfungsi sebagai berikut: Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; Mendata perusahaan pers. Dewan Pers terdiri atas 4 komisi agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Komisi-komisi yang terdapat dalam Dewan Pers adalah: 1. Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers; 2. Komisi Hukum dan Perundang-Undangan; 3. Komisi Pendidikan dan Pelatihan; 4. Komisi Hubungan Antarlembaga dan Hubungan Luar Negeri (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah perjuangan pers Indonesia dan kongres ke kongres? Seperti disebut di atas, ada perbedaan antara era Pemerintah Hindia Belanda dan era Pemerintah Republik Indonesia. Kongres Pers Indonesia hingga Kini Hari Pers Nasional. Lalu bagaimana sejarah perjuangan pers Indonesia dan kongres ke kongres? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perjuangan Pers Indonesia dan Kongres ke Kongres; Kongres Pers Indonesia hingga Kini Hari Pers Nasional

Tempo doeloe tidak ada dewan pers, dewan yang ada adalah dewan kota (gemeenteraaf) dan dewan pusat (Volksraad). Tidak ada dewan pers tempo doeloe, yang ada adalah Kongres Pers. Organisasi jurnalis sendiri sudah muncul sejak lama, paling tidak terdapat di tiga kota: Soerabaja, Medan dan Batavia. Namun organisasi jurnalis yang berskala nasional belum terbentuk. Dalam perkembangannya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut kini sudah terwujud. Pada tahun 1931 diselenggarakan kongres pertama yang diadakan di Semarang. Kongres ini dipimpin oleh Saroehoem Harahap.


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-07-1931: ‘Congres Inlandsche Journalisten. Kongres jurnalis pribumi pertama akan diadakan di Semarang pada tanggal 8 Agustus. Kongres ini diketuai oleh jurnalis Semarang yang juga sebagai sekretaris jurnalis Sumatra, Saroehoem. Agenda kongres, antara lain: Editor surat kabar Bahagia di Semarang, Joenoes akan memberikan presentasi tentang ‘Jurnalisme dan pengembangan bisnis surat kabar"; Haji [Agoes] Salim akan presentasi dengan topik ‘Jurnalisme dan kode etik’; RM Soedarjo tentang ‘Para jurnalis dan jurnalisme; Mangaradja Loebis tentang ‘Jurnalisme dan kehidupan sosial’; Saeroen dari Siang Po: tentang ‘Jurnalisme dan gerakan rakyat’ dan Parada Harahap tentang ‘Jurnalisme dan ekonomi’. Sementara editor Soeara Oemoem akan berbicara pada ‘Jurnalisme dan malaise’. Organisasi jurnalis pribumi saat ini Saeroen sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris dan bendahara, sedangkan sebagai komisaris adalah Bakrie, Joenoes dan Koesoemodirdjo’

Saroehoem adalah pimpinan redaksi surat kabar berbahasa Melayu-Cina Warna Warta di Semarang (lihat Soerabaijasch handelsblad, 15-09-1931). Disebutkan Saroehoem, pimpinan redaksi surat kabar Warna Warta, seorang yang masih muda. Namun dalam perkembangannya diketahui bahwa Saroehoem telah keluar dari Warna Warta (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 17-11-1931). Disebutkan minggu ini nomor pertama penerbitan surat kabar mingguan dengan nama ‘Warta Politik’ di Semarang. Saroehoem, mantan redaktur harian Tionghoa-Melayu Warna-Warta, adalah pemimpin redaksi’.


Saroehoem memulai karir jurnalis di Padang Sidempoean (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1929). Disebutkan majalah Soeara Sini No 1 yang terbit tanggal 5 Juli 1928 dipimpin oleh Saroehoem. Juga disebutkan sebagai co-editor (jarak jauh) adalah B. Ananda dari Padanglawas, Mhd. Ali Harahap di Semenanjung Malaya, Raden Mhd. Joesoep di Sumatera Selatan dan Raden Atmowisastro di Jawa Tengah. Administratur adalah A. Hakim Loebis di Padang Sidempoean. Majalah ini dicetak di percetakan "Tapian Na Oeli" di Sibolga. Agen majalah Soeara Sini adalah Thaib Joesoef & MA Machrnoed di Blinjoe, M Bangoen Siregar di Tandjoeng Karang, Noerhan Nasoetion & Pamoentan Harahap di Batavia, Alamsjah di Fort vd Capellen, Moesali Harahap di Goenoengtoea, Haroen Harahap di Pargaroetan, Abd. Manan di Singapore dan O Harahap di Ipoh. Dalam edisi kedua ada sebuah artikel propaganda 'Indonesia', yang mana ia mendorong afiliasi dengan kaum nasionalis yang berjuang untuk Indonesia Raya. Orang-orang berkumpul di bawah merah-putih dengan kepala banteng. Penulis juga menyalin lagu nasionalis. Juga ada artikel yang menyoroti akibat penembakan seorang kuli Pribumi oleh seorang tukang kebun Eropa di perusahaan Sangkoenur, penulis mengatakan bahwa jika seorang Eropa membunuh dia dilepaskan, tetapi jika seorang Pribumi melakukannya, dia digantung. Besar dugaan Saroehoem sebelum menerbitkan majalah Soeara Sini di Padang Sidempoean, sebelumnya Saroehoem sudah lama (tinggal) di Batavia. Saroehoem dalam hal ini diduga adalah bagian dari gerakan Parada Harahap yang mana Parada Harahap mengutus Saroehoem ke Tapanoeli di Padang Sidempoean untuk mengisi kekosongan. Sementara itu di Batavia, Parada Harahap tengah berpolemik pers dengan jurnalis Eropa/Belanda. De Sumatra post, 25-02-1927 (Inlandsche ambtenaren en pers): ‘sebuah artikel di Soeara Tapanoeli dengan judul Over zicht van de Inlandsche Pers yang mana para pejabat pribumi saat ini dengan mudah di koran-koran menulis tidak seperti sebelumnya. Menurut penulis ini karena adanya Parada Harahap-isme, yang para pejabat takut dengan pers. Pejabat Pemerintah menulis di Padang Sidempoean yang dikeluarkan Inlandschblad, Poestaha yang dulu editor majalah ini, terutama Parada Harahap, Sekarang tidak lagi percaya kepada editor lembar asli dan ini adalah kerugian bagi masyarakat. Oleh karena itu berharap bahwa pejabat ETI dan dewan akan mengikuti arah gubernur yang melarang pejabat pribumi menyatakan pendapat di surat kabar itu. Kasus ini diduga muncul dari adanya kolaborasi besar antara administrasi pemerintahan dan Polisi. Pelanggaran itu tentu saja tidak cukup, tapi tampaknya dapat diteruskan ke penjara. Kegunaan media untuk penduduk dapat dipertanyakan’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 08-11-1927 (Wat Gisteren in de Krant stond!...): ‘diskusi tentang mayoritas Indonesia, bahwa Indonesia adalah warisan nenek moyang, sebagai protes keras Parada Harahap dari Bintang Timur. ‘Jika Indonesia warisan nenek moyang, KW cs menganggap sebagai pemberontakan. Jadi saya memahami komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah, bermain aman! Dan Anda? K.W’.

Saroehoem tampaknya adalah salah satu dari barisan revolusioner Indonesia yang tengah menggeliat di Batavia, Bandoeng dan Soerabaja. Saroehoem tampaknya bukan jurnalis (editor) yang tinggal di Padang Sidempoean, tetapi salah satu revolusinoer yang tinggal di Batavia yang mendapat tugas untuk melakukan kampanye dan advokasi di sejumlah tempat dimana gerakan Indonesia dimungkinkan dapat tumbuh dan berkembang seperti di Padang Sidempoean dan Fort de Kock.


Deli courant, 26-11-1929: ‘Ksatria. Di beberapa majalah pribumi baru-baru ini dipasang iklan dengan judul "Kabar Nasional Indonesia", yang memuat puisi Saroehoem (terakhir diketahui sebagai editor Soeara Sini di Padang Sidempeoan), tetapi menurut iklan sekarang – tinggal di Fort de Koek) berjudul ‘Semanget Nasional Indonesia’ adalah paper yang berisi sejarah Diponegoro, Tjipto, Soekarno, Asmaun, Tjokroaminoto dan banyak pemimpin terkenal gerakan nasionalis di Hindia, sejarah Diponegoro yang ditelusuri ksatrya dalam pikiran dan kekaguman penduduk pribumi, kami menemukan masuk akal, Sejarah adalah masa lalu dan kejayaan Diponegoro memotivasi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan fakta penting dari hidupnya bahwa setiap liter yang masih hidup Tjipto, Soekarno, Tjokro dkk. dituli, memberikan kesan kebencian yang disengaja atau apakah kita berurusan disini dengan seseorang yang menemukan bisnis baru dan yang berdagang di bawah pengaruh para pemimpin yang digambarkan pada selera pembelian? Sekarang ketika epos direkomendasikan oleh para pemimpin sendiri di pertemuan publik, penulis adalah buku sejarahnya. hilang cukup cepat dan telah melayani tujuan Indonesia dengan cara yang tidak menguntungkan kantongnya sendiri’.

Dalam perkembangannya Saroehoem ditangkap. De locomotief, 27-11-1929: ‘Opruiend geschrift. Aneta memberi sinyal dd hari ini dari Padaug: Petugas investigasi kriminal menangkap jurnalis Saroehum dari Padang Sidempoean karena mendistribusikan pamflet terlarang berjudul "Semangat Nasional Indonesia". Pamflet sudah disita’. Bagaimana perkembangan lebih lanjut kasus Saroehoem tidak terinformasikan. Beberapa bulan kemudian diketahui Saroehoem dalam keadaan bebas sebagaimana diberitakan surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-06-1930. Disebutkan Saroehoem, seorang jurnalis pribumi di Fort de Koek yang ditangkap tahun lalu sehubungan dengan brosur yang menghasut, akan segera berangkat untuk perjalanan studi jurnalistik ke Belanda. Sementara itu di Batavia, Parada Harahap yang sejak lama selalu dincar PID, kembali lolos.


De Sumatra post, 06-01-1931: ‘Parada Harahap berdiri untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang digugat karena dianggap mencemarkan nama dan juga editor Bintang Timoer, Parada Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan Parada Harahap ikut bertanggungjawab karena iklan itu menjadi pendapatannya. Di pengadilan Parada Harahap menjawab: ‘Bagaimana saya bertanggungjawab?. Polisi mencecar: ‘Anda kan direktur editor?’ ‘Iya, tapi saya hanya bertanggung jawab untuk bagian jurnalistik’, jawab Parada Harahap. ‘Bagian administrasi bertanggungjawab untuk iklan’. ‘Ah’, kata Sheriff, ‘tanya sekarang, setuju bahwa di koran Anda muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak bertanggung jawab?’. ‘Oh, kalau soal itu tanggungjawab saya’ demikian jawab Parada Harahap’.

Tampaknya Saroehoem telah pulang studi jurnalistik dari Eropa. Pada bulan Maret 1931 diketahui sudah berada di Batavia (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 26-03-1931). Beberapa bulan kemudian pada bulan Juli 1931 Saroehoem menjadi ketua panitia Kongres  Jurnalis Pribumi yang diadakan di Semarang (lihat kembali Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-07-1931).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kongres Pers Indonesia hingga Kini Hari Pers Nasional: Kebebasan Pers Doeloe vs Kebebasan Pers Kini

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar