Senin, 10 April 2023

Sejarah Banyumas (34): Pangandaran, Suatu Pulau Zaman Kuno? Pantai Berpasir dan Geomorfologis Wilayah Pantai Selatan Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pangandaran menjadi kabupaten tahun 2012 pemekaran dari kabupaten Ciamis. Masih muda memang. Pusat pemerintahan kabupaten di kecamatan Parigi (sebelah timur kecamatan Cijulang). Kita tidak membicarakan masa kini, tetapi bagaimana sejarah masa lampau wilayah Pangandaran, terutama di wilayah kecamatan Pangandaran. Kecamatan Pangandaran sendiri populasi berbahasa Sunda (55%) dan berbahsa Jawa Banyumasan (45%). Nama-nama desa di kecamatan Pangandaran adalah Babakan, Pagergunung, Pananjung, Pangandaran, Purbahayu, Sidomulyo, Sukahurip dan Wonoharjo. Secara khusus adalah desa Pananjung dan desa Pangandaran. Wilayah tanjung adalah bagian dari desa Pangandaran.


Pangandaran kabupaten di provinsi Jawa Barat, ibu kota di kecamatan Parigi. Kabupaten berbatasan dengan kabupaten Ciamis di utara, kabupaten Cilacap di timur, Samudra Hindia di selatan, kabupaten Tasikmalaya di barat. Nama "Pangandaran" memiliki tiga makna, yaitu kata andar, andar-andar, dan pangan + daharan. Andar-andar dalam bahasa Sunda, berarti "pelancong" atau "pendatang". Hal ini dahulu merupakan tempat dibuka nelayan suku Sunda. Selain pangan + daharan bermakna "tempat mencari nafkah,". Dalam folklor masyarakat Pangandaran, Pangandaran dibentuk saat desa Pananjung mulai dibuka oleh nelayan suku Sunda. Para nelayan Sunda meyakini bahwa mereka akan mudah mendapatkan ikan mengingat gelombang lautnya yang terasa tenang. Alasan yang cukup masuk akal adalah adanya sebuah daratan yang menjorok ke laut yang akan meredam gelombang ganas Samudra Hindia sampai ke kawasan pantai. Nelayan-nelayan tersebut menggunakan andar sebagai tempat untuk menyimpan perahu. Mereka pun akhirnya tinggal menetap dan jadilah perkampungan diberi nama "Pangandaran". Sesepuh menyebut daerah tersebut sebagai "Pananjung". Pananjung salah satu pusat kerajaan sezaman dengan Kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad ke-14 M (setelah munculnya Kerajaan Pajajaran di Pakuan). Diperintah oleh Prabu Anggalarang, Kerajaan Pananjung hancur diserang oleh para perompak (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pangandaran pulau zaman kuno? Seperti disebut di atas, ada dua desa paling selayan di wilayah kecamatan Pangandaran, kabupaten Pangandaran yakni desa Pananjung dan desa Pangandaran yang memiliki pantai berpasir. Tanjung sendiri berada di desa Pangandaran. Menarik diperhatikan bagaimana geomorfologi pantai selatan Jawa di wilayah Pangandaran. Apakah tanjung di desa Pangandaran pulau zaman kuno? Lalu bagaimana sejarah Pangandaran zaman kuno, pantai berpasir? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (33): Wilayah Ayah dan Buayan, Adakah Suatu Pulau Zaman Kuno? Geomorfologi Kebumen Pantai Selatan Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Nama kecamatan disebut Ayah dan Buayah/Buayan tentu saja biasa-biasa saja. Yang jelas ada ayah dan ibu-ayah. Dua kecamatan ini berada di wilayah kabupaten Kebumen yang berbatasan dengan kabupaten Cilacap di wilayah pesisir. Dua kecamatan ini memiliki ketinggian tertentu relative dengan kecamatan lain di wilayah pesisir kabupaten Kebumen dan kabupaten Cilacap. Pertanyaannya adalah apakah wilayah dua kecamatan ini di masa lampau sebagai suatu pulau atau tanjung? Lalu, jika itu adalah suatu pulau/tanjung, bagaimana sejarah awal wilayah Kebumen?


Ayah adalah sebuah kecamatan di kabupaten Kebumen, Pusat pemerintan kecamatan di desa Ayah. Nama desa lainnya Argopeni, Argosari, Banjararjo, Bulurejo, Candirenggo, Demangsari, Jatijajar, Jintung, Kalibangkang, Kalipoh, Karangduwur, Kedungweru, Mangunweni, Pasir, Srati, Tlogosari dan Watukeli. Batas-batas wilayah sebelah barat: kabupaten Cilacap, sebelah timur: kecamatan Buayan, sebelah utara: kecamatan Rowokele, sebelah selatan samudra Hindia. Kecamatan Ayah memiliki kondisi geografi berupa rangkaian perbukitan karst yang merupakan bagian dari Kawasan Karst Gombong Selatan. Ketinggian rata-rata kecamatan Ayah adalah 335 M dpl. Puncak tertingginya adalah Bukit Duwur yang memiliki ketinggian 452 M berada di perbatasan Desa Watukelir dengan kecamatan Buayan. Sungai terbesar di wilayah ini yakni Sungai Ijo, sungai Pecaron, sungai Watugemulung, sungai Tlogo, sungai Jemenar, sungai Nutusatutub, sungai Kaligalang, sungai Dempel, sungai Kaliputri, sungai Kemusuk, sungai Tuk, sungai Kalipoh dan sungai Suwuk. Penggunaan lahan di kecamatan Ayah umumnya digunakan sebagai lahan persawahan di dataran rendah atau disepanjang alur sungai. Hutan kayu tahunan berada di lahan berkontur perbukitan. Sebagian lahan sawah berada dibagian barat wilayah ini atau ditimur sungai Ijo. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah wilayah Ayah dan Buayah/Buayan, suatu pulau di zaman kuno? Seperri disebut di atas, dua wilayah kecamatan ini memiliki ketinggian tertentu relative dengan yang lain di kabupaten Kebukmen dan kabupaten Cilacap. Dalam hal ini bagaimana geomorfologis pantai selatan Jawa di wilayah Kebumen? Lalu bagaimana sejarah wilayah Ayah dan Buayah/Buayan, suatu pulau di zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 09 April 2023

Sejarah Banyumas (32): Kebumen Wilayah Bagelen; Riwayat Wilayah Karanganyar dan Tokoh Boedi Oetomo RAA Tirtokoesoemo


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Ada beberapa district penting di masa lampau di pantai selatan Jawa yang disatukan dengan residentie Bagelen, diantaranya Keboemen, Ambal dan Karanganjar. Seperti halnya kota Poerworedjo, kota Kebumen memiliki kesempatan terus berkembang karena posisinya sebagai pusat pemerintahan pada tingkat afdeeling. Dalam hal inilah Karanganjar memiliki riwayat tersendiri, apalagi dikaitkan dengan yokoh terkenal bupati Karanganjar.

Kebumen sebuah wilayah kabupaten berbatasan dengan kabupaten Banjarnegara di utara, kabupaten Wonosobo dan kabupaten Purworejo di timur, Samudra Hindia di selatan, serta kabupaten Cilacap dan kabupaten Banyumas di sebelah barat. Wilayah Kebumen dulunya hasil penggabungan dua kabupaten (regenshap), yaitu Karanganyar (Roma) di bagian barat dengan Kebumen (Pandjer) di bagian timur pada 1 Januari 1936. Secara geografis, bagian selatan Kebumen dataran rendah, sedangkan pada bagian utara berupa pegunungan dan perbukitan yang merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Serayu Selatan. Sementara itu di barat wilayah Gombong, terdapat Kawasan Karst Gombong Selatan sebuah rangkaian pegunungan kapur yang membujur hingga pantai selatan berarah utara-selatan. Daerah ini memiliki lebih dari seratus gua berstalaktit dan stalagmit. Sementara itu panjang pantai sekira 53 Km yang sebagian besar merupakan pantai dengan fenomena gumuk pasir. Sungai terbesar di Kabupaten Kebumen adalah sungai Luk Ulo, sungai Jatinegara, sungai Karanganyar, sungai Kretek, sungai Kedungbener, sungai Kemit, sungai Gombong, sungai Ijo, sungai Kejawang, dan kali Medono. Nama Kebumen konon berasal dari kabumian yang berarti sebagai tempat tinggal Kyai Bumi setelah dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumidirja atau Pangeran Mangkubumi dari Mataram pada 26 Juni 1677, saat berkuasanya Sunan Amangkurat I. Saat itu Kebumen masih bernama Panjer. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kebumen di wilayah Bagelen? Seperti disebut di atas wilayah Kebumen dan wilayah Karanganyar memiliki permulaan yang sama sebagai cabang pemerintahan di pantai selatan Jawa (residentie Bagelen). Namun kemudian dua wilayah digabungkan dengan nama tunggal Kebumen. Tentu saja dalam hal ini riwayat wilayah Karanganyar menjadi penting karena ada tokoh terkenal pernah menjadi bupati di Karanganyar RAA Tirtokoesoemo. Lalu bagaimana sejarah Kebumen di wilayah Bagelen? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (31): Wonosobo di Hulu Sungai Serayu; Wilayah Gunung Diantara Dataran Tinggi Dieng dan Candi Borobudur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Wonosobo atau Wanasaba. Tempo doeloe disebut district Ledok. Satu dari tiga district yang akan dijadikan satu residentie (Residentie Bagelen, Ledok dan Banjoemas). Akan tetapi tidak lama kemudian dijadikan dua residentie: Residentie Begelen dan Ledok; Residentie Banjoemas. Sekali lagi nama residentie hanya disebut Residentie Bagelen (saja). Tamat nama Ledok, tetapi nama Wonosobo menjadi popular di residentie Bagelen. Mengapa?

 

Wonosobo, sebuah wilayah kabupaten. Kabupaten berbatasan kabupaten Temanggung dan kabupaten Magelang di timur, kabupaten Purworejo di selatan, Kabupaten Kebumen dan kabupaten Banjarnegara di barat, serta kabupaten Batang dan kabupaten Kendal di utara. Wonosobo berasal Wanasaba, berarti "tempat berkumpul di hutan", diduga dari bahasa Sanskerta: vanasabhā. Kedua kata ini juga dikenal sebagai dua buku dari Mahabharata: "Sabhaparwa" dan "Wanaparwa". Kabupaten Wonosobo berdiri 24 Juli 1825 sebagai kabupaten di bawah Kesultanan Yogyakarta seusai pertempuran dalam Perang Diponegoro. Kyai Moh. Ngampah, yang membantu Diponegoro, diangkat sebagai bupati pertama dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung Setjonegoro di Ledok. Disebutkan pula bahwa Setjonegoro adalah bupati yang memindahkan pusat kekuasaan dari Selomerto ke daerah Kota Wonosobo saat ini. Sebagian besar area Kabupaten Wonosobo adalah daerah pegunungan. Bagian timur (perbatasan dengan Kabupaten Temanggung) terdapat dua gunung berapi: Gunung Sindoro (3.136 M) dan Gunung Sumbing (3.371 M). Daerah utara merupakan bagian dari Dataran Tinggi Dieng, dengan puncaknya Gunung Prahu (2.565 M), Telaga Menjer, dan Danau Cebong. Di sebelah selatan wilayah dataran rendah Wonosobo, terdapat Waduk Wadaslintang. Ibu kota Kabupaten Wonosobo berada di tengah-tengah daerah kabupaten, yang merupakan daerah hulu Kali Serayu. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Wonosobo di hulu sungai Serayu? Seperti disebut di atas, sejarah Wonosobo kurang terinformasikan. Wonosobo sendiri dapat dikatakan berad di tengah pulau Jawa. Wilayah Wonosobo diduga wilayah yang penting di masa lampau karena wilayah berada diantara Dataran Tinggi Dieng dan Candi Borobudur. Lalu bagaimana sejarah Wonosobo di hulu sungai Serayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 08 April 2023

Sejarah Banyumas (30): Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng di Banjarnegara; Peta Budaya, Peta Geografi, Peta Zaman Kuno


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Dimana itu Karangkobar? Jangan tanya dulu. Dimana itu Batur? Juga jangan tanya dulu. Tahukah dimana Dataran Tinggi Dieng? Jika sudah mengetahui Dieng, kita sedang membicarakan Batur dan Karangkobar. Lepas dari pengetahuan kita tentang Dieng, bagaimana sejarah Karangkobar dan Batur? Siapa peduli? Nah, masalahnya utu. Dalam konteks inilah narasi sejarah Karangkobar dan Batur ditulis. Untuk mengingat kembali di wilayah Batur selain Kawasan eksotik air terjun (Curug Mrawu; Tieng Batur), air panas, sumur dan kawah seperti Candradimuka, Sinila, Timbang, Sileri, Sikidang) dan telaga Dringo, Merdada dan Sewiwi, juga ada candi Dwarawati, Arjuna, Bima dan Gatotkaca.

 

Karangkobar sebuah kecamatan di kabupaten Banjarnegara, 26 Km dari kota Banjarnegara. Batas di utara/timur kecamatan Kalibening dan kecamatan Wanayasa; di selatankecamatan Banjarmangu; di barat kecamatan Kalibening. Desa di Karangkobar adalah Ambal, Binangun, Gumelar, Jlegong, Karanggondang, Karangkobar, Leksana, Pagerpelah, Pasuruhan, Paweden, Purwodadi, Sampang dan Slatri. Sementara itu, Batur juga adalah kecamatan di kabupaten Banjarnegara di sebelah utara, 42 Km melalui Karangkobar. Pusat pemerintahan kecamatan Batur di desa Batur. Desa di kecamatan Batur adalah Bakal, Batur, Dieng Kulon, Karangtengah, Kepakisan, Pasurenan, Pekasiran, Sumberejo, Batas-batas wilayah di utara kabupaten Batang; di timur kabupaten Wonosobo; di selatan kecamatan Pejawaran dan Kabupaten Wonosobo; di barat kecamatan Wanayasa. Kecamatan Batur di ketinggian 1.600-2.100 M dpl dengan suhu 14-20 °C siang, 9-12 °C malam (musim kemarau Juli dan Agustus suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dengan embun beku ‘bun upas’ (embun racun menyebabkan kerusakan tanaman). Bentuk topografi seluruh kecamatan Batur dataran tinggi termasuk kawasan Dataran Tinggi Dieng dimana sungai mengalir antara lain Mrawu, Gondang, Dolok, Jawan dan Sigugor. Tenmpo doeloe perkebunan teh dan tembakau, kini kentang, kubis, wortel, cabai. Hutan cemara di lereng-lereng gunung. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng di Banjarnegara? Seperti disebut di atas, ibarat daerah Puncak milik Bandung bagi orang Jakarta (jauh di mata dekat di hati), demikian juga daerah Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng milik Banjarnegara bagi orang Semarang. Satu yang penting tentang Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng di Banjarnegara kita sedang membicarakan peta budaya, peta geografi dan peta zaman kuno. Lalu bagaimana sejarah Karangkobar dan Dataran Tinggi Dieng di Banjarnegara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (29): Baturaden, Wisata Masa Kini, Batoer Tempo Doeloe di Selatan Gunung Slamat; Taman Nasional Sejak 1905


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini Barturaden dikenal sebagai daerah wisata pegunungan. Di wilayah Baturaden juga terdapat taman raya. Lokasi kebun raya Baturraden berada di kaki gunung Slamet sebelah selatan, berjarak 17 Km dari kota Purwokerto (2 Km setelah pintu gerbang Wana Wisata Baturraden). Batur Raden sendiri sudah dikenal sejak era Hindia Belanda, tetapi bagaimana di masa lampau, masih kurang terinformasikan. Baturaden diduga sudah dikenal di zaman kuno. Dalam hal ini ‘Batoer’ adalah kata lain untuk ‘Tjandi’.


Baturaden adalah sebuah kecamatan di kabupaten Banyumas. Kecamatan ini berjarak sekitar 7,5 Km dari Kota Purwokerto ke arah utara. Pusat pemerintahannya berada di Desa Rempoah. Kecamatan ini terletak di lereng selatan Gunung Slamet dan merupakan kawasan wisata. Kecamatan Baturaden dikenal sebagai daerah yang sejuk karena berada di ketinggian 300 hingga 3428 m dpl (titik tertinggi di Puncak Gunung Slamet). Istilah Baturraden sendiri berasal dari dongeng yang berkembang di masyarakat. Dahulu kala, ada seorang putra raja ("raden") yang mencintai seorang pembantu ("batur"). Namun oleh kedua orang tuanya tidak disetujui, dan mengakhiri hidupnya di tempat yang kini bernama "Baturraden". Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: di utara gunung Slamet (Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang); di timur kecamatan Sumbang; di selatan Kota Purwokerto; di barat kecamatan Kedungbanteng. Adapun beberapa desa di Baturraden antara lain: Karangmangu, Karangsalam, Karangtengah, Kebumen, Kemutug Kidul, Kemutug Lor, Ketenger, Kutasari, Pamijen, Pandak, Purwosari dan Rempoah. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Baturaden, destinasi wisata masa kini, batoer tempo doeloe di selatan Slamat? Seperti disebut di atas, wilayah Baturaden sudah dikenal sejak lama, bahkan diduga sudah sedari doeloe dimana terdapat batur. Wilayah Baturaden sejak 1905 dijadikan sebagai taman nasional. Lalu bagaimana sejarah Baturaden, destinasi wisata masa kini, batoer tempo doeloe di selatan Slamat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.