Kamis, 25 Februari 2021

Sejarah Ternate (17): Manado dalam Sejarah Ternate; Manado di Semenanjung Sulawesi, Kesultanan Ternate di Kepulauan Maluku

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Ternate di Kepulauan Maluku dan Manado di (Semenanjung) Pulau Sulawesi. Lantas apa hubungannya? Sejarah Manado terbentuk dari Ternate. Dengan kata lain, sejarah Manado bermula di Ternate. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Dalam narasi sejarah, narasi fakta dan data permulaan ini penting. Sebab narasi sejarah adalah rangkaian fakta dan data dari waktu ke waktu yang dimulai dari permulaan.

Dalam berbagai tulisan, sejarah Manado juga ada dikaitkan dengan Ternate. Namun sangat minim informasinya. Sebab ada kecenderungan dalam penulisan narasi sejarah suatu tempat atau wilaya hanya melihat sisi waktu ke waktunya saja. Boleh jadi karena kurang tertarik mengaitkan atau tidak tersedia data yang terkait dengan tempat atau wilayah yang lain. Sebaliknya, dala sejarah Ternate tidak pernah dikaitkan dengan Manado. Idem dito sejarah Manado, sejarah Ternate juga hanya fokus pada waktu ke waktu saja, tanpa mengaitkan dengan tempat dan wilayah lain khususnya di Manado. Namun demikian sejarah tetaplah sejarah. Dalam analisis sejarah relasi sejarah kurang diperhatikan, padahal sejara dari waktu ke waktu dihubungkan dengan relasi sejarah justru memperkaya narasi sejarah itu. Faktanya data sejarah Ternate terhubung dengan sejarah Manado. Dalam hal itulah artikel ini ada dalam serial artikel sejarah Ternate.

Lantas bagaimana sejarah Manado dilihat dari Ternate? Seperti disebut di atas, sejatinya sejarah Manado bermula di Ternate. Hal serupa ini juga banyak terjadi (berlaku) di tempat lain. Dalam konteks inilah kita menyelidiki sejarah Ternate terhubung dengan sejarah Manado. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 24 Februari 2021

Sejarah Ternate (16): Sejarah Batjian dan Matjian Tempo Doeloe di Maluku; Riwayat Kesultanan Bacan Era Hindia Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Di Maluku tempo doeloe ada nama pulau Batjian dan pulau Matjian. Pada masa ini nama Batjian dieja Bacan dan nama Matjian dieja Makian. Pulau Makian berada di antara pulau Tidore (utara) dan pulau Kajoa (selatan). Sedangkan pulau Bacan antara pulau Kasiruta dan pulau Obi. Pada era Belanda (VOC dan Pemerintah Hindia Belanda), diantara pulau-pulau tersebut, selain pulau Tidore, nama pulau yang dikenal luas adalah Pulau Makian dan Pulau Bacan. Di pulau Bacan terdapat satu kesultanan besar: Kesultanan Bacan.

Nama Bacan pada masa ini nama kecamatan di pulau Basan di Kabupaten Halmahera Selatan, provinsi Maluku Utara. Kota Labuha adalah ibu kota kecamatan Bacan dan juga ibu kota kabupaten Halmahera Selatan. Wilayah Halmahera Selatan meliputi daratan semenanjung Halmahera selatan dan pulau-pulau di sekitar terasuk pulau Bacan dan pulau Makian. Nama Makian sendiri adalah nama kecamatan (Kecamatan Pulau Makian) di Pulau Makian di kabupaten Halmahera Selatan. Kecamatan Pulau Makian ibu kota di Kota.

Lantas bagaimana sejarah pulau Bacan dan pulau Makian? Sejarah pulau Bacan sudah banyak ditulis tetapi sejarah pulau Makian kurang terinformasikan, Seperti disebut di atas nama Bacan (Batjian) dan nama Makian (Matjian) sudah dikenal sejak masa lampau. Lalu apa keutamaan dua nama tersebut. Yang jelas di pulau Bacan terdapat kesulatanan. Apakah ada hubungan Bacan dan Makian? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (15): Sejarah Pulau Sula di Maluku dan Nama Pulau Sulawesi; Dari Pulau Sulu hingga Pulau Sula via Ternate

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Apakah ada sejarah (pulau) Sula? Nah, itu yang ingin diketahui. Sejarah pulau Sula pada  era Portugis dan VOC (Belanda) tetapi mulai mendapat perhatian pada awal era Pemerintah Hindia Belanda. Namun dari namanya (Sula), pulau tersebut adalah nama kuno yang merujuk nama India (era Hindoe-Beodha). Satu yang menjadi penting pada awal era Pemerintah Hindia Belanda bahwa di pulau Sula ditemukan penduduk asli yang berkulit gelap di pedalaman (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1854). Diduga penduduk asli tersebut telah lama punah.

Nama pulau Sula kini menjadi nama Kabupaten Kepulauan Sula di provinsi Maluku Utara. Kabupaten Kepulauan Sula dibentuk dari pemekaran kabupaten Halmahera Barat pada tahun 2003. Dengan menetapkan Sanana sebagai ibu kota. Kabupaten Kepulauan Sula terdiri dari tiga pulau besar yakni Pulau Taliabu, Pulau Sulabesi dan Pulau Mangole. Pada tahun 2013 kabupaten Kepulauan Sula dimekarkan dengan membentuk kabupaten Pulau Taliabu dengan ibu kota di Bobong.

Lantas bagaimana sejarah (ke)pulau(an) Sula? Yang jelas sejarahnya baru terinformasikan sejak di kepulauan Sula dibentuk cabang pemerintahan Hindia Belanda: Onderafdeeling Sula Eilanden, Afdeeling Batjan, Residentie Ternate dengan ibu kota di Sanana. Tentu saja itu tidak cukup, seperti disebut di atas nama Sula adalah nama kuno. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 23 Februari 2021

Sejarah Ternate (14): Sejarah Benteng Buton di Kerajaan Buton, Cikal Provinsi Sulawesi Tenggara; Hubungan Politik Ternate-Buton

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Buton, tidak dimulai dari Makassar, apalagi dari Kendari (di Pulau Sulawesi). Sejatinya, sejarah Buton dimulai dari Ternate (Kepulauan Maluku). Sejarah tidak selalu mengikuti dinamika di suatu daratan, tetapi sejarah masa lampau mengikuti rute navigasi pelayaran kuno (dalam konteks perdagangan). Setelah itu barulah muncul hubungan politik. Namun hubungan politik Buton tidak dengan Makassar (Gowa) tetapi dengan Ternate. Oleh karena itu sejarah Kerajaan Buton di masa lampau tidak dapat ditelusuri dari Gowa (Makassar) tetapi harus ditelusuri dari Ternate (idem dito dengan sejarah Manado).

Pada masa ini Buton adalah nama pulau yang posisi GPS berada di sebelah tenggara pulau Sulawesi. Menurut berbagai tulisan nama Buton sudah dicatat dalam buku Nagarakertagama yang ditulis Prapanca (1365). Nama Buton awalnya digunakan sebagai nama kabupaten, yakni Kabupaten Buton dengan ibu kota Baubau. Setelah Baubau menjadi Kota (2001), ibu kota Kabupaten Buton direlokasi ke Pasarwajo. Dalam perkembangannya Kabupaten Buton dimekarkan pada tahun  2007 dengan membentuk kabupaten Buton Utara dengan ibu kota Buranga. Lalu pada tahun 2014 kabupaten Buton kembali dimekarkan dengan membentuk kabupaten Buton Selatan dengan ibu kota di Batauga dan kabupaten Buton Tengah dengan ibu kota Labungkari.

Lantas bagaimana sejarah Buton? Jika diduga sudah terbentuk garis sejarah dengan Jawa di masa awal (pada era Majapahit), maka sejarah Buton lebih lanjut membentuk garis ke Ternate yang kemudian sejarah Buton diintegrasikan dengan sejarah Makassar (Sulawesi). Dalam artikel ini sejarah Buton dimulai dari sejarah Ternate. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (117): Banjir Jakarta Tidak Cukup Normalisasi. Rancangan Banjir Sejak Era Belanda, Apakah Perlu Dipertanyakan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Banjir, banjir, banjir lagi. Ungkapan ini akan terus ada. Rancangan pengendali banjir di Jakarta sudah sejak lama final. Tidak butuh lagi rancangan baru. Rancangan baru di era Presiden Soekarno dengan membangun kanal Kali Malang sejatinya telah menabrak rancangan banjir yang sudah ada (sejak era Hindia Belanda). Alih-alih membangun banjir kanal timur (BKT), kanal Kali Malang justru kini telah menjadi beban dan menjadi satu faktor penyebab banjir masa kini. Pembangunan kanal BKT seakan hanya untuk melayani kanal Kali Malang (membuang anggaran dua kali).

Kanal Kali Malang dibangun pada tahun 1960an. Kanal ini dibangun sejatinya bukan untuk mengatas banjir besar yang terjadi beberapa tahun sebelumnya, tetapi hanya sekadar untuk menyediakan air bersih untuk Jakarta. Celakanya, Kanal Kali Malang telah membebani dalam penanganan banjir di Bekasi dan Jakarta. Kanal Kali Malang ingin menandingi kanal Banjir Kanal Barat (BKB) dari Manggarai ke Pejompongan, tetapi cara berpikirnya salah. Kanal BKB mengalihkan air dari dalam kota ke luar kota (ke Angke); sebaliknya kanal Kali Malang membawa air dari luar kota ke dalam kota. Celakanya lagi, kanal BKB dibangun dengan azas kanal di bawah permukaan air, sebaliknya kanal Kali Malang dibangun di atas permukaan air. Kanal BKB menjadi fungsi drainase, sedangkan kanal Kali Malang telah menghambat arus mata air (sungai) dari hulu ke hilir. Artikel ini adalah artikel lanjutan dari artikel Sejarah Jakarta (76): ‘Naturalisasi ala Anies Baswedan Solusi Banjir Jakarta? Pengendali Banjir Tempo Dulu, Kini Butuh Normalisasi’.

Kanal Kali Malang adalah satu hal. Hal lain soal banjir Jakarta adalah telah terjadi pelanggaran terhadap rancangan (desain) pengendali banjir yang sudah final dibangun di era Hindia Belanda. Pelanggaran yang terjadi sekarang bukan soal pembangunan BKT, tetapi abai terhadap pelestarian sistem pengendalian banjir yang sudah final tersebut. Solusi banjir pada masa kini bukan lagi model pembangunan kanal BKT yang mahal, tetapi dapat dilakukan dengan biaya murah dengan metode normalisasi yakni normalisasi terhadap desain banjir yang sudah ada. Kesimpulan ini sudah diakumulasi pada artikel Sejarah Jakarta (102): Banjir, Banjir, Banjir Lagi; Rancangan Pengendali Banjir Jakarta Sudah Lama Final, Hanya Perlu Normalisasi. Namun hasil analisis data sejarah terbaru, normalisasi tidak cukup tetapi juga perlu mempertanyakan apakah rancangan banjir di Jakarta yang dianggap final selama ini masih valid untuk masa kini. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.