Danau Rawa Pening adalah danau pegunungan yang berada di Ambarawa. Kini, danau Rawa Pening menjadi salah satu tujuan wisata di wilayah Semarang. Di sebelah barat dekat danau Rawa Pening terdapat benteng VOC yang disebut Fort Willem I. Pada masa doeloe, rawa besar ini menjadi bagian tak terpisahkan dengan benteng besar ini. Fort Willem I diperkuat pada tahun 1869 sehubungan dengan booming kopi dan beroperasinya jalur kereta api pertama (Semarang-Ambarawa). Namun entah darimana asal muasalnya pada masa kini, adakalanya, Rawa Pening dikaitkan dengan suatu legenda.
Peta 1897: Fort Willem dan Rawa Pening |
Danau Rawa Pening
luasnya sekitar 2.600 Ha. Ada sebanyak empat kecamatan yang memiliki akses ke
danau: Ambarawa, Banyubiru, Bawen dan Tuntang. Danau Rawa Pening berada di
cekungan tiga gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Menurut sebagian warga
setempat, danau Rawa Pening memiliki kisah sendiri (legenda) yang diceritakan
secara turun temurun. Peta 1897: Fort Willem dan Rawa Pening
Okelah, legenda Rawa
Pening adalah hal lain. Dalam hal ini, sejarah danau Rawa Pening tentu saja
tetap menarik perhatian. Tidak hanya karena danau ini memang indah tetapi juga
keberadaan benteng Fort Willem I di dekatnya. Benteng ini adalah tulang
punggung bagi VOC dan Pemerintah Hindia Belanda dalam Perang Jawa. Bagaimana danau
Rawa Pening terbentuk dan mengapa benteng Fort Willem I didirikan perlu
ditelusuri. Lantas kejadian apa saja yang pernah terjadi di danau Rawa Pening? Mari kita lacak sumber-sumber otentik pada masa lampau.
Kejadian Rawa Pening 1838
Keberadaan Ambarawa kali
pertama dilaporkan di surat kabar pada tahun 1829. Disebutkan oleh Residen
Semarang, P Le Clereq bahwa pada tanggal 20 September 1829 di pasar Kaliwoengoe
en Ambarawa akan ada pertandingan adu ternak di rumah Bupati yang dimulai pada
pukul 10 pagi (lihat Javasche courant, 15-09-1829). Pengumuman ini
mengindikasikan bahwa Ambarawa adalah ibukota kabupaten (afdeeling) yang cukup
ramai. Jumlah desa di Afdeeling Ambarawa sebanyak 119 buah (berdasarkan Natuurkundig
tijdschrift voor Nederlandsch-Indi, 1875).
Dalam Peta 1705 Ambarawa sudah terpetakan sebagai jalur militer VOC dari
Semarang ke Cartasoera. Dengan kata lain sebelum pebgumuman di surat kabar
tersebut, Ambarawa sudah dikenal oleh pihak asing lebih dari satu abad.
Algemeen Handelsblad. 13-10-1838 |
Peta Rawa Pening (1855) |
Java-bode, 04-11-1865 |
Berita tentang Rawa
Pening baru muncul pada tahun 1865 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-11-1865). Dilaporkan bahwa pada
pagi hari tanggal 22 Oktober pukul 9.16 terjadi guncangan gempa di Ambarawa dan
pada keesokan paginya tanggal 23 pukul 2.45 guncangan gempa terjadi lagi pada
arah normal. Sementara di Banjoebiroe, orientasi ini lebih ke arah selatan
daripada sebelumnya. Guncangan ini diikuti oleh gemuruh di bawah tanah yang
tidak berat tetapi berlangsung terus-menerus, yang berulang kali. Rawa Pening tampak
dalam kondisi normal.
Nama-nama desa di Afd, Ambarawa, 1875 |
Terjadinya
luapan/semburan air di Rawa Pening dan banjir bandang di Kali Panjang adalah
dua hal (kejadian) yang berbeda. Hanya saja air bah/banjir bandang memang
menuju rawa (Rawa Pening). Kejadian ini terus berulang, air dalam rawa dapat
meninggi sewaktu-waktu sehingga mengakibatkan luapannya jatuh ke Kali Toentang
yang pada gilirannya membanjiri Kota Semarang.
Fungsi reservoir Rawa Pening berjalan baik tetapi luapan air yang
bersumber dari banjir bandang dari Kali Panjang tidak menyelesaikan masalah
bagi Kota Semarang. Sebagai konsekuensinya, muncul ide pembangunan kanal timur
Semarang. Lihat juga dalam blog ini: Sejarah Semarang (6): Banjir Kanal Barat Semarang
1879; Banjir Kota yang Tidak Berkesudahan Picu Bangun Kanal Timur.
Fort Willem I
Benteng (fort) di
Ambarawa disebut Fort Willem I. Benteng ini dibangun tahun 1838 (lihat
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-10-1884).
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Pangeran Hendrik. Benteng ini diberi nama
Willem I untuk menghormati kakek Pangeran Hendrik. Benteng ini terdiri dari
empat bastion yang di dalamnya terdapat barak tentara, penginapan para perwira,
rumah sakit dan bangunan lainnya. Di sebelah barat benteng terdapat pemukiman
dan di sebelah timur sebuah rawa besar yang ditutupi oleh tanaman air yang
disebut Rawa Pening.
Rawa Pening, 1929
|
Fort Willem I adalah
benteng yang diperkuat pada tahun 1838. Beberapa tahun sebelumnya (dalam Perang
Jawa/Diponegoro 1825-1830) benteng ini adalah poros pertahanan Belanda di
sekitar wilayah. Poros pertahanan sekunder berada di Toentang untuk wilayah
timur (Demak) dan wilayah selatan (Soerakarta). Bagaimana strategi perang
Belanda di wilayah ini dideskripsikan secara lengkap dan detai dalam buku: ‘De
verdediging van Nederlandsch Indie, gevolgd door eene proeve van een stelsel
van verdediging voor onze bezittingen in den Indischen Archipel’, 1863.
Kejadian Di Tengah Danau Rawa Pening 1885
Sebagian besar warga di
sekitar Rawa Pening tidak ingat lagi kejadian Rawa Pening 1838, suatu kejadian
yang aneh di lokasi Rawa Pening. Tentu saja mungkin warga tidak mengetahui bahwa
pada tahun yang sama dilakukan peletakan batu pertama benteng oleh Pengeran
Hendrik di Ambarawa dekat danau yang dikenal kemudian benteng Fort Willem I. Pada
tahun 1885 terjadi lagi kejadian aneh di lokasi Rawa Pening. Kejadian apakah
itu?
Bataviaasch handelsblad, 14-03-1885 |
Mengacu pada berita
tersebut, Bataviaasch handelsblad, 14-03-1885 mengabarkan lebih lanjut telah
terjadi fenomena aneh (lagi) di Rawa Pening, dekat Ambarawa. Disebutkan di
dalam rawa sebuah pulau terbentuk pada awal bulan, setelah sebelumnya terdengar
suara berisik diamati berasal dari tengah rawa. Terdengarnya suara berisik
(gemuruh) di rawa dan terbentuknya pulau sebagaimana dikutip Bataviaasch
handelsblad, 14-03-1885 adalah sebuah fenomena tetapi bukanlah hal yang baru,
karena disebutkan Jung Huhn telah memberi penjelasan tentang fenomena semacam
itu pada tahun 1838. Insinyur pertambangan Stoop telah memeriksa di dalam rawa
bahwa ditemukan suatu proses pembusukan tanaman dalam jumlah besar di dalam
tanah yang memberikan perkembangan kenaikan karbon dioksida di dalam tanah yang
tidak mampu dilepaskan ke udara sehingga menimbulkan pembekakan di dalam tanah
di dasar rawa lalu proses alam ini mampu mengangkat lapisan tanah atas, sampai
akhirnya tanah ini muncul ke permukaan rawa yang mana kenaikan permukaan tanah
tersebut diatasanya diselimuti oleh lapisan tanah gambut semi cair yang cukup tebal.
Pembentukan pulau di tengah Rawa
Pening pada tahun 1885 ini telah menjelaskan fenomena yang terjadi pada tahun
1838. Pada kejadian tahun 1838 diduga telah terjadi pembentukan pulau di tengah
rawa yang mana disebut telah terjadi semburan air rawa yang mengakibatkan
luapan air sehingga sebuah dusun teenggelam. Ini semacam proses alamiah yang
mirip tsunami kecil di tengah rawa (bukan di tengah lautan). Jung Huhn, yang
menjelaskan ini adalah seorang Jerman ahli geologi (geolog) terkenal yang
memulai karir atas penugasan Gubernur Jenderal Piter Merkus sebagai pemimpin
ekspedisi pemetaan geologi dan botani di Tanah Batak pada tahun 1840. Setelah
selesai tugas di Tanah Batak, Jung Huhn ditugaskan untuk melakukan pemetaan
gunung di Jawa. Terakhir, Jung Huhn meneliti teh dan kini di Lembang (sebagai
awal perkebunan kina di Preanger). Jung Huhn meninggal dan dimakamkan di
Lembang tahun 1865.
Dengan demikian, telah
terjadi dua kali fenomena yang dilaporkan tentang kejadian alam yang
benar-benar terjadi di Rawa Pening Ambarawa. Besar kemungkinan
kejadian-kejadian di Rawa Pening merupakan bagian dari rangkaian kejadian alam
di Jawa. Di satu sisi telah terjadi proses kimia tanah di dalam tanah bawah
rawa dan di sisi lalin terjadi proses fisika gempa di sekitar Rawa Pening (yang
tidak jauh dari Gunung Merapi). Gempa bumi di Jawa jauh sebelum ini telah
terjadi beberapa kali. Gempa bumi pertama dicatat tanggal 13 Februari 1684.
Selanjutnya, terjadi gempa bumi pada 4 Januari 1699, 25 Januari 1769, 10 Mei
1772 dan disusul pada tanggal 22 Januari 1775. Gempa bumi berikutnya pada
tanggal 19 Maret 1805 (lihat Almanak 1816). Pada masa transisi dari Inggris ke
Belanda tahun 1815 terjadi kembali gempa bumi beruntun, yakni: tanggal 10 April
1815 lalu kesesokan harinya tanggal 11 April dan empat hari kemudian terjadi
lagi tepatmya tangga; 15 April 1815. Gempa bumi tahun 1834 terbilang gempa bumi
terbesar yang terjadi di Batavia. Gempa bumi ini tercatat telah menghancurkan
Istana Buitenzorg. Padahal istana ini merupakan salah satu bangunan yang
dibuat kokoh dan tahan lama karena tempat kediaman Gubernur Jenderal.
Dalam blog ini sejumlah artikel
terkait adalah: Sejarah Jakarta (7): Gempa Bumi 1834, Istana Buitenzorg Hancur;
Sungai Ciliwung di Batavia Makin Dangkal, Kanal Barat Dibangun 1918; Sejarah
Kota Padang (38): Riwayat Banjir di Kota Padang, Dari Tsunami hingga Banjir
Kanal (Banda Bakali); Sejarah Kota Padang (37): Daftar Panjang Gempa di Kota
Padang; Tercatat Sejak 1797 (Tsunami) dan Gempa Besar 1926 (Bencana); Sejarah
Semarang (6): Banjir Kanal Barat Semarang 1879; Banjir Kota yang Tidak
Berkesudahan Picu Bangun Kanal Timur; Sejarah Bandung (5): Banjir Bandang Sudah
Dari Dulu; Situ Aksan ‘Meniru’ Situ di Depok; Sejarah Kota Surabaya (13):
Planologi Kota Surabaya Tempo Doeloe; Kanalisasi dan Pengembangan Pelabuhan
Tanjung Perak.
Secara
alamiah Rawa Pening adalah rawa yang asalnya dari proses vulkanik (lihat
Abraham Jacob Aa. 1847 ‘Aardrijkskundig woordenboek der Nederlanden’).
Sedangkan kejadian yang disebut aneh di tengah danau Rawa Pening adalah proses
fermentasi (lihat Soerabaijasch handelsblad, 09-05-1885). Air di rawa ini
sebagian besar berasal dari Kali Pandjang. Air rawa ini kemudian jatuh melalui
sungai Toentang menuju laut di Semarang. Kali Pandjang dilaporkan telah sering
memakan korban, sementara Kali Toentang belum pernah dilaporkan menimbulkan
masalah. Satu hal, fakta-fakta alam yang pernah terjadi di tengah danau Rawa
Pening sudah masuk dalam 'dunia akademik' pada era kolonial Belanda tempo
doeloe, sedangkan hal lain tentang cerita mitologi atau legenda yang muncul
pada masa kini haruslah ditempatkan sebagau 'dunia lain'.
Sejak era
VOC/Belanda tahun 1704 sisi timur danau Rawa Pening adalah jalur utama antara
Semarang dan Cartasoera (melalui Oengaran, Ambarawa dan Salatiga). Oerang Eropa
pertama ke wilayah ini adalah tim ekspedisi yang dipimpin oleh Mejoor Jacob
Cooper tahun 1695. Wilayah Ambarawa 1730 sudah dilakukan introduksi kopi
setelah sukses tahun 1714 di Semarang. Pada tahun 1742 kolaborasi Cina dan
penduduk pribumi Jawa melakukan pemberontakan terhadap VOC dan menduduki
benteng-benteng termasuk Fort Willem I. Namun situasi dapat dipulihkan sehubungan
adanya kerjasama VOC dengan Mataram. Pada tahun 1745 kraton Cartasoera
dipindahkan ke arah timur yang kemudian disebut Soeracarta (Solo). Kerjasama
ini kemudian telah menimbulkan reaksi dari sejumlah pangeran sehingga muncul pemisahan
Mataram menjadi Soeracarta Adiningrat dan Ngajogjacarta Adiningrat (1755). Pada
era kekuasaan Prancis sejak 1795 wilayah ini sepi dari aktivitas dari
orang-orang Eropa. Pada era pemulaan Pemerintah Hindia Belanda (suksesi
VOC/Belanda) wilayah ini terbuka kembali lagi bagi orang Eropa, terutama pada
era Gubernur Jenderal Daendels sehubungan dengan pembangunan jalan utama
(Groote weg) antara Batavia-Soerabaja via Semarang. Lagi-lagi kekuasaan
berpindah kembali dari Belanda ke Inggris. Pada tahun 1812 Kraton Ngajogjacarta
melakukan perlawanan terhadao Inggris, namun segera dapat dipulihkan. Pada
tahun 1816 masa pendudukan Inggris berakhir dan kembali muncul Pemerintah
Hindia Belanda. Pejabat Belanda yang ditempatkan bermula di Salatiga (Asisten
Residen). Dua tahun kemudia pada tahun 1818 ditempatkan Residen di Soeracarta
(Luitenan Colonel HG Nahuijs). Pada tahun 1820 Nahuijs melakukan ekspedisi
bersama Merkus, Graaf dan Gilaavry yang dibantu 70 orang Jawa ke puncak gunung
Merapi hingga ke bibir kawah. Pada tahun 1822 HG Nahuijs dipindahkan menjadi
Residen Jogjacarta. Pada tanggal 31 Desember 1823 gunung Merapi meletus. Reaksi
letusan gunung Merapi ini terasa sangat kuat di danau Rawa Pening. Pada tahun
1824 mulai muncul perselisihan antara HG Nahuijs dengan para pangeran yang
dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1825 mulai terjadi perang yang
baru berakhir tahun 1830. Setelah berakhir Perang Jawa (1825-1830) wilayah
sekitar Rawa Pening kembali kondusif. Perkebunan-perkebunan besar mulai
dirintis oleh para investor Eropa/Belanda utamanya perkebunan kopi dan tebu.
Pada saat inilah secara bertahap benteng Fort Willem I ditingkatkan sehingga
menjadi benteng utama di wilayah Semarang, Soeracarta dan Djocjocarta. Sejak
ini pula kejadian-kejadian di sekitar Rawa Pening dilaporkan di surat kabar.
Berita dari sekitar Rawa Pening semakin intens sejak terhubungnya jalur kerata
api pertama antara Semarang dan Ambarawa via Kedongdjatie.
Itulah
sejarah Rawa Pening, rawa besar yang sangat bening dari doeloe.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Terimakasih pak , saya orang semarang tidak pernah tahu, dulu mitosnya rawa pening ada karena semburan bawah tanah akibat lidi baruklinting, mungkin semburannya sama dengan di aesip ini, apa jtu ekuifer meluap?
BalasHapusPenulis Yang Terhormat
BalasHapusKalau saya berpraduga Rawa Pening Adalah Kawah Gunung Berapi Raksasa...
Praduga pada Zamannya Gunung Telomoyo Merbabu dan Ungaran adalah Gunung yang maha besar menjulang Tinggi...
Pada Zamanya terjadilah letusan yang maya Dahsyat sehingga meluluh lantakkan peradapan Era Sangiran... tertimbunya Teluk Purba Kudus Demak Grobogan...
Punahnya Peradapan Sangiran adalah Jejak Letusan Gunung Purba dimana Kawahnya terlihat sampai saat ini...
Adalah Rawa Pening...
RAWA PENING ADALAH KAWAH GUNUNG BERAPI PURBA...
Perlu diwaspadai kapan kawah Rawa pening akan aktif lagi...
Rawa Pening Adalah Kawah Gunung Merapi Purba... Pada Zamannya terjadilah Letusan Gunung Maha Dahsyat sehingga Punahnya peradapan Sangiran.
BalasHapusRawa pening awalnya kobakan mata air yg lebarny gak terlalu besar. Danau rawa pening di kelilingi pegunungan dgan anak sungainya yg hilirny rata ke kali tuntang.. Oleh pemerintah belanda desa2 diarea sekitar rawa pening di pindahkan brpa km dr zona rawa pening, pemindahan dilakukan setelah selesainy pembuatan bendungan dikali tuntang..
BalasHapusPenulis adalah warga yg bertempat tinggal di area rawa pening, jalan kaki pun 3 menit sudah smpe dibibir rawa pening.. Ternyata di tengah danau rawa pening terdapat bekas pondasi rumah warga/perkampungan warga, dan alur sungai pun bisa diketahui dengan dalamny air dr sekitar dasara danau rawa pening.. Ada pun cikal bakal kobakan rawapening(mata air) terletak didepan bukit cinta dan ngebrak(istilah warga setempat) yg dahulu dijdikan dermaga kpal kecil oleh pemerintah belanda. .
Mohon koreksiny..
Saya sangat menghormati dan menghargai proses terwujudnya Rowopening historis dan tehnis karena masuk akal, namun ceritera dalam legenda juga kita hargai karena dapat sedikit mendidik budupekerti pada anak keci dipedesaan. Serta dapat menambah kekayaan sastra duku jawa kususnya dan sastra banga indonesia pada umumnya. Mohon mak aaf yang tidak sependapat, terima kasih.
BalasHapussangat memberi wawasan tentang kisah rawa pening,
BalasHapussalam kenal saya warga asli pesisir rawa pening yang saya dengar selama ini cerita leganda beruklinting yang ternyata kisah leganda serupa ada di beberapa daerah di nusantara .
tanpe mengurangi rasa hormat saya tengang kisah kedanda baru klinting.
kepada penulis yang terhormat kalau di perkenankan dapat perjum pan anda secara langsung, untuk lebih banyak mendapatkan pembelajaran sejarah tentunya .,.,
mohan maaf kalo saya sertakan no kontak saya 081918777636
Artikel yang mantap, makasih
BalasHapus