Minggu, 04 Maret 2018

Sejarah Semarang (17): ‘Lawang Sewu’, Gedung Hoofdkantoor van de Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij Semarang

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Salah satu warisan era kolonial Belanda yang terbilang sangat terkenal di Semarang adalah Kantor Perusahaan Kereta Api Pemerintah (Het hoofdkantoor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij). Gedung kantor ini kemudian kerap disebut warga sebagai Gedung Lawang Sewu (gedung berpintu seribu). Gedung ini dibangun bukan karena moda transportasi kereta api pertama dibangun di Semarang, dan juga bukan karena trafik lalu lintas kereta trans-Java yang semakin ramai.

Gedung Lawang Sewu eks Kantor NIS (Foto 1909)
Artikel ini merupakan lanjutan artikel Sejarah Semarang (11): Kereta Api Pertama di Indonesia di Semarang; Interchange Jalan Pos Trans-Java dan Djogjakarta-Semarang; Sejarah kereta api selalu menarik perthatian: Lihat juga: Sejarah Bogor (23): Kereta Api Batavia-Buitenzorg via Depok (1873); Rencana Awal Batavia-Bekasi-Buitenzorg (1864); Sejarah Jakarta (9): Kereta Api Batavia-Buitenzorg Dioperasikan 31 Januari 1873; Tanah Partikelir Berkembang; Trem Listrik Batavia, 1899; Sejarah Kota Depok (13): Penumpang Kereta Api Batavia-Buitenzorg Tahun Pertama (1873); Stasion Depok Ketiga Terbanyak; Sejarah Kota Medan (55): Medan dan Binjai, Kota Kembar; Peran Moda Transportasi Kereta Api Perkebunan di Deli dan Langkat; Sejarah Kota Padang (13): Ombilin dan WH de Greve; Batubara Terbaik Dunia Moda Transportasi Kereta Api dan Kapal Laut.

Lantas apa alasan mengapa gedung mewah tersebut dibangun? Itu pertanyaannya. Secara historis pembangunan moda transportasi selalu dipertimbangkan secara kritis yang tidak jarang menimbulkan perdebatan yang sengit. Pertimbangan tersebut mulai dari penetapan jalur (rute) rel, posisi dimana halte (stasion kecil) dan stasion (stasion besar) dibangun. Yang tak kalah serunya adalah siapa yang membiayai pembangunan dan siapa pula yang mengoperasikannya. Dari semua itu, sumber ketegangan pembangunan moda transportasi kereta api terletak pada aspek keekonomian: Ekspektasi penerimaan/pendapatan harus jauh lebih tinggi dari biaya investasi yang dikeluarkan.  

Semarang: De Port van Java

Semarang adalah kota tua. Kota Semarang yang posisi geografisnya berada di tengah pantai utara Jawa seakan telah merebut posisi sebagai pelabuhan Jawa (The Port of Java). Pembangunan pelabuhan Semarang terus berlanjut sebagaimana dua pelabuhan utama lainnya: Batavia dan Soerabaja. Pelabuhan Semarang semakin tumbuh dan berkembang seiring dengan semakin meningkatnya akses (moda transportasi kereta api) ke Vorstenlanden (Soerakarta dan Djogjakarta).

Rencana awal moda transposrtasi massal kereta api Semarang- Vorstenlanden melalui Soerakarta. Tahap awal pembangunan adalah ruas Semarang-Tanggoeng. Namun dalam perkembangannya, ternyata tidak langsung menuju Soerakarta tetapi berbelok dengan membangun ruas Tanggoeng-Kedoengdjati-(Ambarawa). Ada dua alasan mengapa demikian, pertama selain medannya yang semakin sulit (di ketinggian), juga muncul persoalan baru di Semarang. Banjir Kanal Barat di Semarang tidak mampu lagi mengatasi permasalahan banjir di Semarang, lalu muncul gagasan pembangunan Banjir Kanal Timur. Problema anggaran pembangunan yang terbatas dengan banyaknya prioritas pembangunan menyebabkan perluasan jalur kereta api ke selatan Semarang (Vorstenlanden) agak terhambat (tertunda). Realisasi pembangunan jalur kereta api dari Kedongdjati ke Ambarawa dari pada ke Soerakarta karena terjadi booming kopi yang pusat transaksinya di Ambarawa. Ekonomi kopilah yang membelokkan pengembangan jalur kereta api ke Ambarawa. Satu alasan lainnya karena pertimbangan pertahanan yang mana di Ambarawa terdapat garnisun militer yang besar.

Pembangunan rel kereta api jalur Semarang-Soerakarta akhirnya terealisasi setelah melalui dua tahap: ruas Semarang-Kedongdjati tahap pertama dan ruas Kedongdjati-Soerakarta tahap kedua. Saat ini volume perdagangan dari Vorstenlanden sudah sangat meningkat.

Wilayah-wilayah yang berada di antara Semarang (Ambarawa dan Salatiga) dan Djogjakarta adalah wilayah ekonomi yang jauh lebih potensial jika dibandingkan wilayah Semarang-Djogjakarta via Soerakarta.

Peta Ambarawa-Magelang, 1902
Permintaan para pengusaha yang melakukan kegatan di wilayah antara Semarang (Ambarawa dan Salatiga) dan Djogjakarta memicu munculnya pertimbangan Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) untuk mengeksploitasi pembangunan jalur kereta api yang baru. Hal ini dimungkinkan karena sebelumnya sudah dieksploitasi jalur keretaapi Djogjakarta-Magelang. Hanya ruas Ambarawa- Magelang yang masih belum terhubung.

Pada tahun 1902 eksploitasi jalur kereta api ruas Ambarawa-Magelang mulai direncanakan. Dalam hal ini NIS mulai melakukan investasi besar-besaran. Pertama membangun jalur kereta api pegunungan ruas Amabarawa-Magelang. Kedua, untuk mengantisipasi volume perdagangan yang besar, NIS mulai memikirkan pembangunan kantor baru yang representatif. Kantor inilah yang kemudian menjadi Hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij te Semarang.
  
Hoofdkantoor van NIS (Gedung Lawang Sewu)

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar